You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berkembangnya pusat-pusat layanan kesehatan di seluruh pelosok daerah merupakan

keuntungan yang sangat penting bagi masyarakat kebanyakan. Pusat-pusat layanan kesehatan

telah menjadi ujung tombak di garis depan dalam pertahanan melawan epidemi penyakit seperti

AIDS, kolera, malaria maupun demam berdarah. Kemudahan akses terhadap fasilitas kesehatan

merupakan salah satu indikator penting yang menunjukkan tingkat kesejahteraan suatu kawasan.

Akan tetapi, segala keuntungan tersebut juga sepadan dengan resiko dampak dari operasional

kesehatan yang mungkin terjadi terhadap lingkungan.

Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat

pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping

memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya

dalam bentuk kegiatan pokok. Dengan kata lain Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung

jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya (Depkes RI, 2002).

Puskesmas merupakan sarana kesehatan terdepan yang berfungsi sebagai penggerak

pembangunaan yang berwawasan kesehatan, yang memberikan pelayanaan langsung kepada

masyarakat.

Sebagai sarana pelayanan umum Puskesmas wajib memelihara dan meningkatkan

lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan (Kepmenkes RI, 2006).

Operasional pusat layanan kesehatan akan selalu menimbulkan sampah medis yang apabila

tidak didukung perencanaan dan pengelolaan yang matang akan berpotensi menimbulkan
dampak terhadap masyarakat dan lingkungan hidup. Sampah medis adalah suatu material yang

sangat berbahaya. Tanpa operasioanal yang layak dalam penanganan, perlakuan dan pengolahan/

pembuangan, sampah medis justru berpotensi menimbulkan bahaya seperti tersebarnya penyakit,

teracuninya penduduk sekitar, hewan piaraan dan hewan liar, tanaman bahkan seluruh ekosistem.

Limbah yang dihasilkan dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah padat adalah semua

limbah yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan puskesmas yang terdiri dari limbah medis

padat (sampah medis) dan non-medis. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari

limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah

kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam

berat yang tinggi (Kepmenkes RI, 2004).

Penyebaran penyakit melalui sampah yang terinfeksi merupakan tantangan terbesar dalam

penanganan sampah medis. Jika sampah medis tidak tertangani dengan baik dalam artian

organisme patogen dalam sampah tidak dihilangkan/dimatikan, berbagai vektor penyakit

mikrokopik seperti virus, bakteri, parasit maupun fungi akan tetap berada dalam sampah medis

dan berpotensi menyebarkan berbagai penyakit. Berbagai vektor ini dapat masuk kedalam tubuh

melalui luka di permukaan kulit maupun membran mukosa seperti rongga mulut. Dalam hal ini

orang orang yang berhubungan langsung dengan sampah medis seperti pekerja kesehatan, staf

kebersihan, pasien, pembesuk, petugas sampah, pemulung sampai dengan orang yang melakukan

daur ulang material medis akan berada dalam resiko yang lebih besar.

Sedangkan beberapa peraturan atau kesepakatan internasional yang terkait dengan

pengelolaan limbah sebagai berikut (WHO, 2005):

1. The Basel Convention, Konvensi ini membahas tentang pergerakan limbah berbahya

lintas negara. Hanya limbah berbahaya resmi yang dapat diekspor dari negara yang tidak
memiliki fasilitas atau keahlian untuk memusnahkan limbah tertentu secara aman ke

negara lain

2. The “populler pays” Principle, merupakan prinsip pencemar yang membayar, dimana

semua penghasil limbah secara hukum dan finansial bertanggung jawab untuk

menggunakan metode yang aman dan ramah lingkungan di dalam pembuangan limbah

yang mereka hasilkan.

3. The “precautionary” principle, merupakan sebuah prinsip pencegahan, dimana prinsip

kunci yang mengatur masalah perlindungan kesehatan dan keselamatan.

4. The “duty of care” principle, merupakan prinsip yang menetapkan bahwa siapa saja yang

menangani atau mengelola zat berbahaya atau peralatan yang terkait dengannya, secara

etik bertanggung jawab untuk menerapkan kewaspadaan tinggi di dalam menjalankan

tugasnya.

5. The ”proximity” principle, sebuah prinsip kedekatan, dimana penangananan pembuangan

limbah berbahaya sebaiknya dilakukan di lokasi yang sedekat mungkin dengan

sumbernya untuk meminimalkan risiko yang mungkin ada dalam pemindahannya. Semua

penduduk harus mendaur ulang atau membuang limbah yang dihasilkan di dalam area

lahan milik mereka.

Di wilayah kabupaten Hulu Sungai Utara sendiri terdapat 13 Unit Puskesmas yang

ditangani Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Dan hanya 2 puskesmas yang

memiliki Insenerator sendiri. Sedangkan 11 puskesmas lain tidak memiliki insenerator. Dari

survei pendahuluan puskesmas yang tidak memiliki insenerator sendiri mengirimkan limbah

medisnya ke puskesmas yang memiliki insenerator, ada pula puskesmas yang membuang limbah

medis mereka ke tempat sampah biasa(tong besi)/halaman dan membakarnya di tempat tersebut.
Dalam rangka untuk pemusnahan sampah medis yang dihasilkan dari pelayanan puskesmas

di kabupaten Hulu Sungai Utara. Puskesmas yang memilki icenerator ada 2 (dua) buah yaitu

Puskesmas Sungai Karias dan Puskesmas Sungai Malang Kecamatan Amuntai Tengah, untuk

efektifitas dan efesiensi pelaksanaan pemusnahan sampah medis dilakukan di dua puskesmas

tersebut dan diharapkan kepada puskesmas lainnya agar mengantar sampah medis yang

dihasilkan ke puskesmas tersebut.

Diharapkan kepada Puskesmas Sungai Karias dan Puskesmas Sungai Malang untuk

menerima dan memfasilitasi pemusnahan sampah medis tersebut. (Data Dinas Kesehatan

Kabupaten Hulu Sungai Utara)

Tabel 1.1

No NAMA PUSKESMAS TEMPAT RUJUKAN

1. Puskesmas Guntung

2. Puskesmas Sungai Turak

3. Puskesmas Haur Gading


PKM. SUNGAI KARIAS
4. Puskesmas Banjang

5. Puskesmas Paminggir

6. Puskesmas Alabio

7. Puskesmas Amuntai Selatan

8. Puskesmas Sapala

9. Puskesmas Pasar Sabtu PKM. SUNGAI MALANG

10. Puskesmas Danau Panggang

11. Puskesmas Babirik


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, Maka perlu diteliti “Bagaimanakah Sistem

Pengelolaan Limbah Medis Pada Puskesmas yang berada di wilayah Kab.HSU ?”.

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Mengetahui bagaimana sistem pengelolaan sampah medis pada Puskesmas yang ada di wilayah

kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2014.

2. Tujuan khusus

a. Diketahuinya berapa banyak Puskesmas yang terdapat di wilayah kabupaten Hulu Sungai Utara.

b. Diketahuinya jenis dan volume sampah medis yang terdapat di Puskesmas wilayah kabupaten

Hulu Sungai Utara.

c. Diketahuinya tentang bagaimana cara penampungan sementara, pengumpulan, pengangkutan,

pembuangan akhir, dan pemusnahan sampah medis di Puskesmas wilayah kabupaten Hulu

Sungai Utara.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan media belajar dalam rangka menerapkan ilmu pengetahuan yang

diperoleh. Serta mendapatkan pengalaman dan gambaran tentang bagaimana pengeloalaan

limbah medis yang ada di wilayah Kab.HSU.

2. Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai bahan masukan serta dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa lain. Dan bagi

para peneliti lain untuk mengembangkan penelitian yang lebih mendalam tentang limbah medis

puskesmas

3. Bagi Petugas

Bagi petugas Puskesmas yang relevan dibidang ini agar dapat digunakan sebagai referensi

informasi yang dijadikan salah satu acuan dalam penanganan limbah medis sehingga dapat

meningkatkan pelayanan terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan

4. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi dan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan kepada

masyarakat bagaimana harus menangani limbah medis.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini mempunyai sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang pengertian – pengertian, limbah, limbah medis, pengelolaan sampah medis, dan

pengaruh limbah terhadap lingkungan dan kesehatan.

BAB III : METODE PENELITIAN


Jenis penelitian, desain/rancang bangun penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan

sampel penelitian, variabel penelitian dan definisi operasional, metode pengumpulan data,

pengolahan dan analisis data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN

Gambaran Umum, Hasil observasi dan wawancara tentang penanganan sampah medis.

BAB V : PEMBAHASAN

Analisis Hasil, Rekomendasi Hasil

BAB VI : PENUTUP

Simpulan, Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian-pengertian

1. Puskesmas adalah unit pelaksanaan teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang

bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.

2. Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia

untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang

agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

3. Wilayah kerja secara nasional, standar wilayah keja puskesmas adalah satu kecamatan.

Tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka

tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatukan keutuhan


konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara

operasional bertanggungjawab langsung kepada dinas kesehatan kabupaten/ kota.

(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 128/MENKES/SK/II/2004)

4. Pengertian sampah medis

Sampah medis adalah sampah atau limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan

diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kegiatan tersebut juga

kegiatan medis di ruang poliklinik, perawatan, bedah, kebidanan, otopsi, dan ruang

laboratorium. (Candra, 2005)

5. Pengertian pengelolaan sampah

Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap

penimbulan, penyimpanan (sementara), pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan,

pemprosesan dan pembuangan sampah dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-

prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik, perlindungan alam,

keindahan dan pertimbangan lingkungan dan juga mempertimbangkan sikap masyarakat

(Depkes RI, 1987)

B. Penggolongan Sampah Medis Rumah Sakit

Sampah layanan kesehatan mencakup semua hasil buangan yang berasal dari instalasi

kesehatan, fasilitas penelitian dan laboratorium. Klasifikasi limbah berbahaya yang

berasal dari layanan kesehatan ini terdiri dari :

1. Kategori sampah (limbah) infeksius


Sampah (limbah) infeksius adalah limbah yang dicurigai mengandung pathogen. Contoh:

kultur laboratorium,limbah dari bangsal isolasi, kapas,materi atau peralatan yang

tersentuh pasien yang terinfeksi,ekskreta dll.

2. Kategori sampah patologis

Sampah patologis terdiri dari jaringan atau cairan tubuh manusia. Contohnya bagian

tubuh, darah, janin dan cairan tubuh lain. 3. Kategori sampah farmasi

Limbah yang mengandung bahan farmasi. Contohnya obat-obatan yang sudah kadaluarsa

atau tidak diperlukan lagi, item yang tercemar atau berisi obat (botol/kotak).

4. Kategori sampah genotoksik

Sampah yang mengandung bahan dengan sifat genotoksik. Contohnya limbah yang

mengandung obat-obatan sitostatik (sering dipakai dalam terapi kanker), zat kimia

genotoksik.

5. Kategori sampah kimia

Sampah kimia adalah sampah yang mengandung zat kimia. Contohnya reagent di

laboratorium, film untuk rontgen, disinfektan yang kadaluarsa atau sudah tidak

diperlukan, solven.

6. Sampah yang mengandung logam berat

Sampah yang mengandung logam berat seperti limbah merkuri dari bocoran peralatan

kedokteran seperti baterai, termometer yang pecah, alat pengukut tekanan darah, dan

sebagainya.

7. Sampah kemasan bertekanan

Sampah kemasan bertekanan seperti tabung gas, cartridge dan kaleng aerosol.

8. Sampah radioaktif
Sampah radioaktif adalah limbah yang mengandungbahan radioaktif. Contohnya cairan

yang tidak terpakai dari terapi radioaktif atau riset di laboratorium, peralatan kaca,

kemasan, kertas absorben yang terkontaminasi, urine dan ekskreta dari pasien yang

diobati atau yang di uji dengan radionuklida yang terbuka, sumber yang tertutup

(Radyastuti, W. Prof. , Ir, 2006).

C. Sumber Sampah Medis

Setiap unit di dalam puskesmas menghasilkan limbah dengan karakteristik berbeda

sesuai dengan jenis sumbernya. Pada dasarnya sumber limbah medis puskesmas berasal

dari Unit poliklinik, rawat inap, Unit layanan kesehatan lain, Laboratorium, Unit farmasi

dan penyimpanan bahan kimia, Unit Gawat Darurat, Unit penunjang berupa sampah

umum saja.

D. Jumlah Sampah

Salah satu langkah pokok pengelolaan sampah adalah menentukan jumlah sampah

yang dihasilkan setiap hari. Penentuan jumlah sampah dapat menggunakan ukuran berat

atau volume.

E. Dampak Sampah Medis Rumah Sakit

Sampah rumah sakit memiliki potensi dampak penting terhadap penurunan kualitas

maupun secara langsung memiliki potensi bahaya bagi kesehatan masyarakat. Dampak

yang dapat ditimbulkan bila tidak ditangani secara baik antara lain :
1. Infeksi nosokomial

Sampah medis dapat menjadi wahana penyebaran mikroorganisme pembawa penyakit

melalui proses infeksi silang baik dari pasien lain, dari petugas ke pasien ataupun dari

pasien ke petugas.

2. Gangguan kesehatan

Gangguan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi gangguan langsung dan tidak

langsung dengan limbah tersebut.

3. Pencemaran lingkungan

Pengaruh terhadap lingkungan meliputi kemungkinan terlepasnya sampah medis ke

lapisan air tanah, air permukaan atau udara.

4. Gangguan pekerjaan

Pemaparan potensi yang dialami petugas dalam bekerja mencakup pemaparan langsung

dengan pasien, pengunjung dan pekerja yang datang mendekati sampah medis.

5. Gangguan estetika dan kenyamanan

Penampilan rumah sakit dapat memberikan efek psikologi bagi pemakai jasa, yang

mungkin karena adanya kesan yang kurang baik akibat sampah yang tidak ditangani

dengan baik.

6. Gangguan ekonomi

Dari kerugian diatas pada akhirnya menuju kerugian ekonomi baik terhadap pembiayaan

operasional dan pemeliharaan, penurunan konsumen dan juga kebutuhan kompensasi

biaya lingkungan (Tandjung, Dr. M.Sc., 2002)

F. Pengelolaan Sampah Medis


Pengelolaan sampah merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau

bahaya setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati.

Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah

upaya preventif yaitu mengurangi volume sampah yang dikeluarkan ke lingkungan yang

meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah.

Pengelolaan sampah medis terdiri dari :

1. Penimbulan

Penimbulan sampah medis merupakan unsur pertama dari pengelolaan sampah, karena

pada saat inilah aktivitas dihasilkannya sampah medis. Salah satu langkah pokok

pengelolaan sampah adalah menentukan jumlah sampah yang dihasilkan. Penentuan

jumlah sampah dapat menggunakan ukuran atau berat /volume, yaitu :

a. Jumlah menurut berat

Penentuan jumlah dilakukan dengan melakukan survey sampah di rumah sakit yang

bersangkutan dengan membandingkan jumlah sampah dengan jumlah tempat tidur

sehingga didapatkan hasil kg/pasien/hari.

b. Jumlah menurut volume

Volume juga harus diketahui untuk menentukan ukuran bak dan sarana pengangkutan.

Konversi dari berat ke volume dapat dilakukan dengan membagi berat total dengan

kepadatan. Sampah biasanya ditampung di tempat produksi sampah untuk beberapa jam.

2. Penampungan sementara

Setiap unit di rumah sakit sebaiknya disediakan tempat penyimpanan dengan bentuk,

ukuran dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis dan jumlah sampah serta kondisi

setempat. Hendaknya sampah tidak dibiarkan di tempat tersebut terlalu lama karena bila
terlalu lama atau lebih dari tiga hari akan dapat menimbulkan bau dan menjadi tempat

berkembangbiak lalat.

Tempat-tempat penampungan sampah hendaknya memenuhi syarat minimal sebagai

berikut (Depkes RI, 2002) :

a. Terbuat dari bahan yang tidak mudah berkarat dan tidak mudah terbakar

b. Kedap air terutama untuk menampung sampah basah

c. Tertutup rapat

d. Mudah dibersihkan, dikosongkan /diangkut

e. Tidak menimbulkan bising

f. Tahan terhadap benda tajam/runcing

Tempat penampungan sampah untuk benda tajam/runcing harus memiliki ciri-ciri sebagai

berikut :

a. Tahan terhadap tusukan

b. Impermeabilitas (kedap air/tidak merembesi air)

c. Kokoh atau aman

d. Diberi tanda khusus agar tidak tercampur dengan sampah lain

Tempat penampungan sampah hendaknya tersedia minimal 1 (satu) buah untuk setiap

kamar atau setiap radius 10 meter dan setiap radius 20 meter pada ruang tunggu terbuka

serta dilapisi kantong plastik sebagai pembungkus sampah dengan lambang dan warna

sesuai kategori. Tanda tempat sampah agar memudahkan penanganan selanjutnya

dibedakan sebagai berikut :

a. Sampah kategori radioaktif dengan kantong pastik warna merah

b. Sampah kategori infeksius dengan kantong plastik warna kuning


c. Sampah kategori sitotoksik dengan kantong plastik warna ungu

d. Sampah kategori umum dengan kantong plastik warna hitam

( Kep.Dirjen. PPM dan PLP )

3. Pengumpulan

Pengumpulan sampah adalah upaya mengumpulkan sampah yang berasal dari berbagai

sumber penghasil sampah pada tempat tertentu yang selanjutnya disebut tempat

pengumpulan sementara, sebelum sampah diangkut dan dibuang ke tempat pembuangan

akhir.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dari tempat pengumpulan sampah adalah sebagai berikut

a. Mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah

b. Bebas dari serangga dan tikus

c. Di area tersebut dilengkapi dengan pagar

d. Relatif jauh dari ruang perawatan, dapur dan tempat tinggal

e. Tersedia fasilitas pencucian dan pembersihan

Beberapa hal yang berkenaan dengan pengumpulan sampah yaitu :

a. Penempatan tempat pengumpulan sampah sementara :

- Tidak merupakan sumber bau dan lalat di rumah sakit

- Dihindarkan sampah masuk ke dalam air

- Tidak terletak pada tempat yang mudah terkena luapan air atau banjir

b. Pengosongan sampah TPS dilakukan satu kali sehari

4. Pengangkutan
Pengangkutan sampah dimulai dengan pengosongan bak sampah di setiap unit dan

diangkut ke pengumpul lokal atau tempat pemusnahan. Kereta pengangkutan hendaknya

memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Permukaan bagian dalam harus licin, rata dan kedap air

b. Mudah dibersihkan

c. Mudah diisi dan dikosongkan

Hal yang harus dipertimbangkan dalam pengangkutan :

a. Penyebaran tempat penampungan sampah sementara

b. Jalur jalan dalam rumah sakit

c. Jenis dan jumlah sampah

d. Jumlah tenaga dan sarana yang tersedia

5. Pembuangan dan pemusnahan sampah

Pembuangan dan pemusnahan sampah dapat ditempuh melalui dua alternatif (Depkes RI,

1997) yaitu :

a. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis dijadikan satu. Dengan

demikian pihak rumah sakit harus menyediakan sarana yang memadai.

b. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis secara terpisah. Pemusnahan

ini dimungkinkan apabila Dinas Kebersihan dapat diandalkan sehingga beban rumah

sakit tinggal memusnahkan sampah medis.

Unit pemusnahan sampah rumah sakit adalah insinerator. Faktor penting yang perlu

diperhatikan dalam proses insinerator adalah :

a. Pengaturan suhu di dalam di dalam insinerator (minimal 10000 C)


Pada suhu rendah, akan membakar sampah tidak sempurna, sehingga menimbulkan asap,

gas yang mencemari udara

b. Waktu pembakaran

Apabila suhu di dalam insinerator belum cukup, maka tidak boleh dilakukan pembakaran

c. Pengaturan oksigen

Tidak adanya suplai oksigen dalam insinerator, maka pembakaran akan berhenti, oleh

sebab itu perlu penambahan udara dari luar

d. Jumlah sampah yang akan dibakar

Jumlah sampah yang akan dibakar disesuaikan dengan kapasitas insinerator dan

frekuensi pembakaran

Metode pembuangan yang sesuai untuk berbagai kategori sampah layanan kesehatan,

(A.Pruss, et all, 2005) yaitu sebagai berikut :

a. Sampah infeksius dan benda tajam

Untuk menghancurkan mikroorganisme infeksius dapat dilakukan dengan panas,

perlakukan kimiawi atau dengan radiasi mikrowave. Sampah yang sangat infeksius seperti

kultur dan stok agens infeksius dari laboratorium, harus disterilisasi melalui pengolahan

termal basah (misalnya, proses autoclaving) pada tahapan sedini mungkin. Untuk sampah

layanan kesehatan yang infeksius lainnya, metode desinfeksi sudah memadai.

Encapsulation (pembungkusan) juga sesuai untuk benda tajam. Setelah diinsinerasi atau

metode desinfeksi yang lain, residu yang dihasilkan dapat dipendam.

b. Sampah sediaan farmasi

- Pembuangan sampah sediaan farmasi berjumlah kecil


Dapat dilakukan dengan pembuangan landfill (kecuali untuk obat-obatan sitotoksik dan

narkotik tidak boleh dipendam), encapsulation, pemendaman yang aman di wilayah

bangunan rumah sakit, pembuangan ke saluran/selokan (untuk limbah farmasi berbentuk

cair yang relatif ringan dalam jumlah sedang misalnya cairan yang mengandung vitamin,

obat batuk sirup, cairan infus, tetes mata, dan sebagainya.

- Pembuangan sampah sediaan farmasi berjumlah besar

Dapat dilakukan dengan insinerasi dan encapsulation, pemendaman limbah sediaan

farmasi dalam jumlah besar tidak dianjurkan kecuali sudah menjalani encapsulation

terlebih dahulu dan dibuang di lokasi sanitary landfill.

c. Sampah sitotoksik

Sampah sitotoksik adalah sampah yang sangat berbahaya dan jangan pernah dibuang ke

landfill atau dibuang ke sistem pembuangan limbah cair. Pilihan pembuangan mencakup

dikembalikan ke pemasok awal, insinerasi pada suhu tinggi, degradasi kimia (yaitu

mengubah senyawa sitotoksik menjadi senyawa nontoksik/nongenotoksik).

d. Sampah kimia

Sampah kimia berbahaya dalam jumlah kecil misalnya residu bahan kimia dalam

kemasannya dapat ditangani melalui insinerasi pirolitik, encapsulation atau dibuang ke

landfill serta dikembalikan ke pemasok awal.

e. Sampah yang mengandung logam berat

Sampah yangmengandung merkuri atau kadmium tidak boleh dibakar atau diinsinerasi

dan tidak boleh dibuang ke landfill.

f. Kontainer bertekanan
Kontainer bertekanan atau kaleng aerosol tidak boleh diinsinerasi atau dibakar karena

berisiko meledak.

g. Sampah radioaktif

Menurut Dirjen PPM dan PLP DepKes RI tahun 1993, pembuangan akhir atau

pemusnahan sampah radioaktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis dan peraturan

perundangan yang berlaku PP No. 74 / 2001 dan kemudian diserahkan kepada BATAN

untuk penanganan lebih lanjut.

Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan

warna yang menyangkut hal-hal berikut :

a. Pemisahan sampah

- Sampah harus dipisahkan dari sumbernya

- Semua limbah yang beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas

- Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna berbeda yang menunjukkan kemana

plastik harus diangkut atau dibuang

b. Di beberapa negara, kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai ganti dapat digunakan

kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperoleh dengan

mudah). Kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian

ditempatkan di tong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain.

c. Penyimpanan sampah

- Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian. Kemudian

diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas

- Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa mengayun

menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan


- Petugas pengumpul sampah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang

sama telah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai

- Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak

sebelum diangkut ke tempat pembuangannya

d. Penanganan sampah

- Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup

- Kantung dipegang pada lehernya

- Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai sarung tangan

yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut kantong tersebut

- Jika terjadi kontaminasi di luar kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk

membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging)

- Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat

mencederainya di dalam kantung yang salah

- Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung sampah

e. Pengangkutan sampah

Kantung limbah dikumpulkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah

non medis misalnya dibawa ke kompaktor, limbah medis dibawa ke insinerator.

f. Pembuangan sampah

Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah non medis dapat dibuang di tempat

pembuangan sampah (land fill site), limbah medis harus dibakar (insinerasi), jika tidak

mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam.

G. Kerangka Konsep
Pemeriksaan Proses

- Sumber sampah - Penampungan sementara

- Karakteristik sampah - Pengumpulan

- Jumlah timbulan (kg) - Pengangkutan

- Jumlah dan jenis peralatan - Pembuangan akhir

- Pemusnahan

- Incinerator

Tabel 2.1 Kerangka Konsep Penelitian


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan tentang sistem pengelolaan

sampah medis di Puskesmas daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara yang dilakukan mulai dari

penampungan sementara, pengumpulan, pengangkutan sampai pembuangan akhir serta proses

pemusnahan sampah, kemudian membandingkan dengan persyaratan pengelolaan sampah medis

dan teori yang berhubungan dengan penelitian.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara dan

dilaksanakan pada bulan November 2013.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dan sampel di dalam penelitian ini adalah seluruh ruangan atau unit pelayanan

kesehatan penghasil sampah medis yang terdapat di Puskesmas kabupaten Hulu Sungai Utara.

D. Variabel Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melihat pengelolaan sampah sebagai suatu sistem yang

terdiri dari pemeriksaan dan proses

1. Pemeriksaan
a. Sumber sampah medis

b. Jumlah/timbulan sampah medis/hari (kg)

c. Karakteristik sampah medis

d. Jumlah dan jenis peralatan

2. Proses

a. Kegiatan penampungan sampah sementara

b. Kegiatan penimbulan sampah medis

c. Kegiatan pengumpulan sampah medis

d. Kegiatan pengangkutan sampah medis

e. Kegiatan pembuangan dan pemusnahan sampah medis

E. Definisi Operasional

1. Sumber penghasil sampah medis adalah unit kegiatan di Puskesmas Kabupaten Hulu Sungai

Utara yang melakukan kegiatan pengobatan, atau pelayanan medis yang dalam kegiatannya

menghasilkan bahan buangan yang berbahaya.

2. Sampah medis yang terdiri dari sampah infeksius, patologi, benda tajam, farmasi, sitotoksis,

kimiawi, radioaktif, container bertekanan dan sampah dengan kandungan logam berat yang

tinggi.

3. Timbulan sampah adalah kapasitas sampah medis yang dihasilkan diukur dengan satuan berat

(kg).

4. Karakteristik sampah medis adalah jenis sampah medis yang terdiri dari sampah infeksius, sampah

patologi, sampah benda tajam, sampah farmasi, sampah sitotoksis, sampah kimiawi, sampah

radioaktif, sampah kontainer bertekanan dan sampah yang mengandung logam berat.
5. Proses pengelolaan sampah medis adalah rangkaian tahapan kegiatan penimbulan, penyimpanan

(sementara), pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemprosesan dan pembuangan

sampah yang akan dilaksanakan oleh pihak pengelola sampah.

6. Penampungan sementara adalah suatu wadah dari bahan plastik yang digunakan untuk menyimpan

sampah hasil dari kegiatan pelayanan dan perawatan yang bersifat sementara, terdapat di dalam

ruangan sebelum dikelola lebih lanjut

7. Pengumpulan adalah kegiatan mengumpulkan sampah dari sumber-sumber penghasil sampah

yang merupakan kelanjutan dari penampungan sementara yang dikumpulkan untuk dilakukan

pengangkutan ke tempat pemusnahan.

8. Pengangkutan sampah adalah kegiatan memindahkan sampah medis dari tempat penampungan

sementara menuju ke tempat pengumpulan sampah untuk kemudian dimusnahkan dan biasanya

menggunakan kereta dorong sampah.

9. Pemusnahan sampah medis adalah kegiatan mereduksi volume sampah dengan cara dibakar pada

incinerator sehingga menjadi residu/abu (dibakar).

G. Metode Pengumpulan Data

1. Cara Pengumpulan Data

a. Observasi

Pengamatan secara langsung terhadap proses penimbulan sampah, penampungan sementara,

pengumpulan, pengangkutan sampai pembuangan akhir serta proses pemusnahan sampah di

Puskesmas Kabupaten Hulu Sungai Utara. Pengukuran diakukan selama 3 hari pada sumber

penimbulan untuk mengetahui berapa berat sampah medis yang dihasilkan setiap hari dengan

satuan kilogram (kg).


b. Wawancara

Wawancara yang dilakukan dengan bertanya langsung dan menggunakan form isian data umum

dan data khusus pada petugas pengelola sampah di puskesmas-puskesmas.

2. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara observasi, pengukuran dan wawancara dengan maksud untuk

memperoleh data-data jumlah dan volume serta jenis sampah medis yang dihasilkan di

pukesmas-puskesmas, meliputi penimbulan, penampungan sementara, pengumpulan,

pengangkutan dan pembuangan akhir/pemusnahan sampah.

b. Data Sekunder

Data Sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data-data dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Hulu Sungai.

H. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dan dibandingkan dengan kondisi yang sesuai persyaratan

yang terdapat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1428/MENKES/SK/XII/2006 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Puskesmas

sehingga diperoleh gambaran pelaksanaan pengelolaan sampah medis di Puskesmas Wilayah

Kab. Hulu Sungai Utara.

You might also like