Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
SKRIPSI
OLEH :
SKRIPSI
Telah Diperiksa dan Disetujui oleh :
Mengetahui :
Prof. Dr. Ir. Hj. A. Niartiningsih, MP. Dr. Ir. Gunarto Latama, M.Sc
NIP. 19611201 198703 2 002 NIP. 196202241988111001
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa
sehingga penulis dapat merampungkan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan
Universitas Hasanuddin.
skripsi ini, yang hanya berkat bantuan berbagai pihak, maka laporan ini
terima kasih yang teramat besar kepada Bapak Dr. Ir. Hilal Anshary,
M.Sc sebagai pembimbing I dan Bapak Dr. Ir. Gunarto Latama, M.Sc
1. Ibu Dr. Ir. Asmi Citra Malina, MSc., Ir. Sriwulan, MP., dan Ir.
ini.
4. Kanda Rahmi S.Pi yang telah banyak membantu penulis pada saat
tali persaudaraan dengan kami. Tiada hal yang lebih berharga dari
persaudaraan ini akan terus terjalin sampai dengan waktu yang tak
terbatas.
6. Dan kepada yang tidak bisa disebutkan satu persatu, lembar ini tidak
atas segala perhatian dan motivator serta sumbangsih yang tidak terbatas
kesempurnaannya.
Penulis
DAFTAR ISI
Kesimpulan ........................................................................... 36
Saran .................................................................................... 36
LAMPIRAN ..........................................................................................
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bentuk Umum Morfologi Ikan Tongkol ................................ 4
PENDAHULUAN
Latar Belakang
kurang lebih 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km tidak hanya
menempatkan sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, tetapi lebih dari itu
Indonesia sangat berlimpah, menyusul dua per tiga wilayah Indonesia terdiri dari
laut, potensi perikanan sebesar 6,26 juta ton/tahun dengan keragaman jenis ikan
namun belum seluruhnya dimanfaatkan secara optimal. Pada tahun 2005, total
produksi perikanan 4,71 juta ton, dimana 75 % (3,5 juta ton) berasal dari
Potensi perikanan yang dimiliki Indonesia, jika dikelola dengan baik maka
atas peran strategis atas pembangunan nasional. Tiga aspek peran strategis
tersebut antara lain adalah: akses terhadap pangan dan gizi yang cukup
merupakan hak yang paling azasi bagi manusia, peranan penting pangan bagi
merupakan salah satu pilar yang menopang ketahanan pangan ekonomi dan
akuakultur. Parasit tidak hanya dapat merugikan industri perikanan, tetapi juga
manusia jika di konsumsi. Salah satu jenis parasit yang dapat merugikan adalah
parasit jenis nematoda dari genus Anisakis. Genus yang tersebar luas ini
diketahui sebagai penyebab dari penyakit Anisakiasis pada manusia (Palm dkk,
2008).
manusia yang biasanya ditandai dengan gejala sakit pada perut, kejang dan
muntah oleh karena mengkonsumsi makanan mentah atau ikan laut yang belum
di olah, yang mengandung larva cacing Anisakis. Siklus hidup parasit ini di alam
meliputi transmisi larva dari satu predator ke predator lain, yaitu dari crustacea
yang dimakan oleh cumi, gurita atau ikan, lalu dimakan oleh mamalia laut
Parasit Anisakis akhir – akhir ini telah mendapat perhatian dunia oleh
menginfeksi ikan adalah dalam bentuk larva, sehingga sulit membedakan antara
genus yang satu dengan yang lainnya tanpa bantuan mikroskop dan analisis
molekuler.
spp terhadap ikan tongkol (Auxis thazard), yang pada umumnya banyak
dengan deteksi morfologi dan molekuler perlu untuk dilakukan untuk dapat
menentukan cara identifikasi dan diagnosa yang tepat terhadap parasit Anisakis
spp.
Tujuan Penelitian
molekuler serta untuk mengetahui tingkat infeksi parasit Anisakis spp pada ikan
Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Class : Pisces
Famili : Scombridae
Genus : Auxis
bentuk tubuh seperti betuto, dengan kulit yang licin . Sirip dada melengkung,
ujungnya lurus dan pangkalnya sangat kecil. Ikan tongkol merupakan perenang
yang tercepat diantara ikan-ikan laut yang berangka tulang. Sirip-sirip punggung,
dubur, perut, dan dada pada pangkalnya mempunyai lekukan pada tubuh,
sehingga sirip-sirip ini dapat dilipat masuk kedalam lekukan tersebut, sehingga
dapat memperkecil daya gesekan dari air pada waktu ikan tersebut berenang
cepat. Dan dibelakang sirip punggung dan sirip dubur terdapat sirip-sirip
tambahan yang kecil-kecil yang disebut finlet. Menurut Anonim (1979), ikan
tongkol mempunyai ciri – ciri badan memanjang kaku, bulat seperti cerutu,
memiliki dua sirip punggung. Sirip punggung pertama berjari – jari keras 10,
sedangkan yang kedua berjari jari keras 11 diikuti 6 – 9 jari – jari tambahan. Sirip
dubur berjari – jari lemah sebanyak 14 diikuti 6 – 9 jari – jari sirip tambahan.
Terdapat satu lidah atau cuping diantara sirip perutnya. Badan tanpa sisik kecuali
pada bagian korselet yang tumbuh sempurna dan mengecil di bagian belang.
Satu lunas kuat diapit dua lunas kecil pada daerah sirip ekornya.
atas :
a. Tulang – tulang antara lain : tulang belakang, tulang kepala, tulang iga,
b. Otot, sebagian besar terdiri dari otot putih dan sebagian kecil pada
Selain dari segi anatomi, komposisi ikan tongkol berdasarkan bagian protein dan
lemaknya : mengandung lemak 36,0%, protein 11,3%, air 52,5%, dan mineral
0,53%.
pada waktu ikan tersebut dalam keadaan aktif mencari ikan. Menurut Djamal
(1994), ikan tongkol lebih aktif mencari makan pada waktu siang hari daripada
malam hari. Ikan tongkol akan banyak muncul bila keadaan mendung dan hujan
rintik – rintik. Ikan tongkol biasannya memakan ikan – ikan kecil seperti ikan teri
Secara umum distribusi ikan tongkol dibagi atas dua macam penyebaran, yaitu
mempengaruhi penyebaran ikan, yaitu (1) ikan – ikan tersebut berusaha untuk
mencari daerah yang kaya akan makanan, (2) ikan – ikan tersebut berusaha
untuk mencari daerah pemijahan yang sesuai dan (3) karena adanya perubahan
penyebaran ikan tongkol adalah arus, suhu, dan salinitas (Hela dan Laevastu,
1970). Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan Gunarso (1985), bahwa ikan
tongkol sangat sensitif terhadap perubahan suhu dan salinitas. Ikan tongkol pada
sepanjang poros arus dan mempunyai kelimpahan yang besar (Blackburn, 1965).
Parasit dan Parasitisme
(1991), parasit adalah organisme yang hidup di dalam atau pada organism lain
pada inang, parasit dapat dibedakan menjadi parasit eksternal (ektoparasit) dan
atau tempat – tempat yang sering terbuka seperti mulut dan insang. Endoparasit
hidup dalam tubuh inang, yaitu organ dalam dan jaringan. Kelompok organisme
mesoparasit.
organisme yang dapat hidup ada atau tanpa inang, sedangkan parasit obligat
adalah organisme yang seluruh siklus hidupnya bergantung kepada inang secara
mutlak. Organisme parasit yang bersifat parasit terhadap parasit yang lain
atau nutrisi, tubuh inang adalah lingkungan utama dari parasit sedangkan
suatu bentuk hubungan ekologi antara dua organisme, yang satu disebut parasit
dan yang lainnya disebut inang. Selanjutnya ditambahkan bahwa sifat - sifat
berarti bahwa varians (S2) dari populasi parasit jauh lebih besar di banding
Sedangkan endoparasit adalah yang ditemukan pada organ bagian dalam inang.
Golongan parasit yang masuk endoparasit antara lain adalah Digenea, Cestoda,
2008).
Menurut Mollers dkk., (1986), salah satu penyakit parasit yang sering
patologis yang ringan, bahkan pada kondisi lingkungan yang normal gejala
klinisnya kurang dapat di deteksi dengan jelas. Walaupun ikan yang terinfeksi
A. Protozoa
Protozoa adalah air laut, payau, air tawar, daratan yang lembab dan pasir kering.
Sebagian besar Protozoa hidup bebas dan menjadi makanan organisme yang
lebih besar. Beberapa Protozoa hidup sebagai parasit, diantaranya parasit pada
semua Protozoa yang memiliki satu atau lebih flagel pada seluruh stadia dalam
Ichtyobodo necatrix yang menginfeksi kulit dan insang berbagai ikan air tawar.
Cryptobia menginfeksi insang, usus dan darah ikan air tawar dan air laut
(Grabda, 1991).
B. Platyhelminthes
Platyhelminthes berasal dari bahasa yunani ‘platy’ yang berarti pipih dan
‘helminthes’ yang berarti cacing. Filum ini merupakan kelompok hewan yang
pertama kali berhadapan dengan lingkungan pada saat berjalan dan mempunyai
reproduksi berkembang sangat baik dan mengisi hampir seluruh tubuhnya. Filum
Monogenea
memiliki organ penempel yang berada di ujung posterior yang disebut dengan
menonjol dan dilengkapi dengan 2 – 3 pasang kait besar dan 16 kair marjinal
vivipar atau ovipar. Daur hidup Monegea yang bersifat ovipar dimulai dari
pada kulit inang dan berkembang hingga menjadi dewasa (Grabda, 1991).
Monogea vivipar memiliki larva yang berkembang dalam uterus dan dapat berisi
Monogenea berasal dari lender ikan, dinding epitel yang mengelupas dan darah
terdapa dua tipe mulut monogenea, yaitu ventral (terletak di tengah) dan terminal
Digenea
memanjang. Tubuh Digenea tidak bersekat – sekat dan memiliki bagian posterior
yang jelas. Digenea memiliki dua organ pelengkap, yaitu oral sucker dan ventral
(Kabata, 1985).
Siklus hidup Digenea biasanya melibatkan dua inang antara dan satu
inang akhir. Inang antara pertama berupa moluska. Ikan dapat menjadi inang
antara kedua atau inang akhir. (Moller dkk., 1986). Perkembangan stadia
Digenea terdiri dari telur, mirasidium, sporocist, redia, serkaria, metaserkaria, dan
empedu, dan darah inang. Patogenitas Digenea dewasa pada usus ikan lebih
tinggi daripada larva yang menginfeksi jaringan. Parasit ini sangat berbahaya,
Cestoda
vertebrata. Tubuh cacing dewasa terdiri dari scolex, leher yang pendek dan
strobila. Scolex dilengkapi dengan alat penghisap dan kait untuk melekat pada
dapat mencapai seribu buah. Proglotid yang paling dekat dengan leher
reproduksi jantan dan betina. Pembuahan terjadi dalam satu proglotid dari satu
cestoda dimulai dari telur yang menetas menjadi larva bebas atau Coracidium,
Procercoid, Plerocercoid, dan cacing dewasa (Moller dkk., 1986). Stadia larva
dan Cestoda dewasa ditemukan sebagai parasit pada ikan. Plerocercoid Cestoda
hidup pada rongga tubuh ikan, hati, ginjal dan gonad yang menyebabkan
penurunan funsi organ – organ tersebut. Cestoda dewasa pada usus ikan dapat
C. Crustacea
tubuh, mulut dan insang ikan. Copepoda memiliki karapas, dan memiliki 16
(Grabda, 1991).
Lebih daripada 2000 Copepoda bersifat parasit pada ikan laut dan ikan air
tawar, tetapi ada juga yang memiliki nilai ekonomis sebagai makanan ikan.
Serangan Copepoda dapat mengakibatkan luka yang serius dan berakibat fatal.
ikan. Termasuk dalam kelompok ini adalah Bomolocida dan Ergasilus. Kelompok
ikan yang memiliki mulut dan mampu berenang pada stadia dewasa (Noble dan
Noble, 1989).
stadia parasit (Copepodid), I stadia pra dewasa dan stadia dewasa. Stadia
Copepodid yang dapat menginfeksi inang disebut dengan larva chalimus (Mollers
dkk., 1986).
Isopoda
parasit pada ikan Isopda dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu : Gnatiidae
stadia larva yang disebut Praniza, sedangkan Cymothoide bersifat parasit pada
stadia dewasa. Praniza menyerang insang dan rongga mulut ikan (Grabda,
1991).
Branchiura
memiliki mata faset besar, contohnya adalah Argulus sp. Tubuh Argulus sp,
stylet lalu mengeluarkan enzim pencernaan melalui dua saluran syphon. Infeksi
Argulus sp dapat berakibat fatal bagi ikan kecil, belum diketahui sampai sejauh
mana infeksi yang ditimbulkannya (Mollers dkk., 1986). Umumnya hal ini
antara ikan kecil dan besar, selain itu proses adaptasi antara parasit dan inang
juga dapat berpengaruh. Ikan besar yang telah berdaptasi dengan parasit yang
D. Acanthocephala
berupa proboscis yang dilengkapi duri (Mollers dkk., 1986). Proboscis berfungsi
merah hijau dan hitam. Acanthocephala tidak memiliki alat pencernaan (Mollers
Crustacea yang hidup di dasar perairan. Pada ikan air tawar Acanthocephala
banyak ditemukan pada ikan belut. Daur hidup Acanthocephala terdiri dari telur,
dewasa.
E. Nematoda
Nematoda disebut juga ‘round worm’ atau cacing bulat. Nematoda miliki
bentuk tubuh memanjang, silindris dan pada beberapa spesies menjadio pipih ke
arah posterior. Dilihat dari anterior, daerah mulut dan sekitarnya memiliki simetri
radial atau biradial (Suwignyo dkk., 1997). Parasit Nematoda biasanya hidup
pada usus ikan. Sebagian Nematoda mnginfeksi otot rangka yang menyebabkan
peralihan antara oesophagus dan usus. Nematoda jantan lebih kecil daripada
Nematoda betina dan memiliki spikula yang dapat bergerak di bagian ujung ekor.
Daur hidup Nematoda terdiri dari empat stadia larva dan satu stadia
dewasa. Nematoda membutuhkan satu inang akhir dan satu atau dua inang
antara. Ikan merupakan inang Intermediet (antara) bagi parasit Nematoda. Inang
pada jaringan, dengan kata lain larva Nematoda hampir selalu menyerang
jaringan ikan. Parasit yang menyerang ikan lebih patogen disbanding parasit
Skrjabillanus.
berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Nematoda
Class : Secernentea
Order : Ascaridida
Family : Anisakidae :
Genus : Anisakis
dimana pada bagian (a) atau kepala terdapat beberapa bagian, yaitu (lt) = gigi
larva, (ep) = pori/ lubang pengeluaran, (ed) = saluran pengeluaran, (lb) = bibir.
Pada bagian (b) atau alat pencerna makanan, terdapat bagian (e) = esophagus,
(vc) = ventriculus, (int) = intestinum. Bagian (c) atau ekor, terdapat (a) = anus, (g)
warna putih, dengan panjang antara 10-29 mm, Anisakis mempunyai bibir
venterolateral yang berfungsi untuk menyerap bahan organik dari dinding usus.
Pada anterior dari Anisakis spp terdapat boring tooth yang berfungsi untuk
melubangi dinding usus halus dan sekaligus untuk berpegangan pada mukosa
dari usus halus agar tidak lepas pada waktu kontraksi intestinum mencerna
makanan.
Mamalia laut seperti Lumba – Lumba dan Paus merupakan inang definitif
dari cacing Anisakidae. Walaupun cacing ini merupakan parasit yang lazim
ditemukan dalam tubuh beberapa mamalia laut, pola migrasi dari Lumba –
Lumba atau Paus dapat menjadi sarana penyebaran cacing parasitik tersebut
Pulau Alor, Pulau Antar, dan Lembata, Nusa Tenggara Timur merupakan jalur
lintasan ikan Paus dari Samudera Pasifik dan perairan Timur Indonesia ke
Samudera Indonesia dan juga sebaliknya melewati daerah ini disamping satwa
setempat (residen) yang menggunakan jalur lintasan ini sebagai daerah jelajah
mereka (Kahn 2001). Infestasi dan sebaran parasit ini pada ikan sangat terkait
erat dengan ketahanan inang definitifnya yaitu mamalia laut. Daya tahan inang
yang rendah akan meningkatkan infestasi parasit cacing pada ikan yang
pencernaan ikan merupakan organ yang paling banyak diserang oleh cacing
Anisakis spp. Habitat dan penyebaran cacing parasit usus dapat dipengaruhi
oleh struktur dan fisiologis usus sehingga mempengaruhi keberadaan dan jumlah
sumber bahan organik yang biasa diserap oleh cacing parasit. Menurut Roberts
(2000), makanan dari parasit nematoda adalah darah, sel jaringan dan cairan
tubuh. Hal ini dikarenakan parasit Nematoda tidak dapat merombak bahan
inang dalam perjalanan hidupnya. Telur menetas dalam air laut dan larva
dimakan oleh ikan atau cumi-cumi dan nematoda masuk ke dalam dinding usus
dan membentuk cysta dalam mantel pelindung, biasanya di bagian luar visceral
organ, tetapi kadang-kadang di otot atau di bawah kulit. Siklus hidup selesai
ketika ikan terinfeksi dimakan oleh mamalia laut, seperti ikan paus, anjing laut,
mereka lepas dari telur. Larva tersebut termakan oleh krustacea. Larva yang
Setelah inang mati, larva dapat bermigrasi ke jaringan otot. Ketika ikan atau
cumi-cumi yang terkandung larva L3 Anisakis termakan oleh mamalia laut, larva
akan mengalami molting kedua dan berkembang menjadi cacing dewasa (Parker
Parasit yang masuk ke tubuh manusia adalah parasit stadium ketiga yang
masuk bersama daging ikan yang dimakan. Dalam tubuh manusia larva akan
hidup dan pada umumnya tetap sebagai larva stadium ketiga, namun terkadang
juga berkembang hingga larva stadium keempat atau larva yang sedang berganti
kulit. Dalam hal ini manusia berperan sebagai hospes paratenik. Kebanyakan
larva menyerang sub mukosa namun bisa juga mencapai organ – organ di
Anisakidae sebagai berikut: (a) telur anisakis dewasa dikeluarkan dari tubuh ikan
mamalia laut melalui feses. Kemudian telur menetas menjadi larva (b) dimakan
oleh udang (c) lalu ikan haring dan (d) cod. Manusia terinfeksi (e) jika makan ikan
spesifik. Teknologi ini pertamakali ditemukan oleh Carry Mullis dkk pada tahun
1985. Saat ini PCR banyak digunakan dalam bidang biologi molekuler dan
secara luas digunakan juga dalam bidang – bidang terapan seperti zoologi,
botani, ilmu lingkungan dan ilmu forensik. Dalam bidang perikanan, saat ini PCR
sudah banyak digunakan dalam identifikasi parasit secara molekuler. Secara
morfologi, identifikasi cukup sulit dilakukan pada fase larva sehingga dibutuhkan
secara molekuler telah dikembangkan dengan beberapa teknik oleh para peneliti
dahulu. Beberapa metode identifikasi untuk spesies anisakis antara lain adalah
dan sequencing dari ribosomal DNA (rDNA), internal transcribed spacers (ITS-1
dan ITS-2) dan 5,8S rDNA (riboprinting) dan mtDNA cox2 gene markers
(Quiazon, 2009).
serta gen marker mtNDA cox 2. Mereka menemukan empat spesies dari Anisakis
spp., yaitu Anisakis simplex, A. pegreffi (Anisakis Type I), A. brevispiculata, dan
Anisakis sp, yang termasuk dalam Anisakis Type II. Hal ini sesuai dengan
METODE PENELITIAN
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah slide glass, cover
tabung eppendoff (1,5 ml), mikro pipet (40-5000 ul), cawan petri (diameter 90
menulis.
isopropanol, 150 µl etanol 70%, 25 µl larutan DNA rehidrasi, tissue, kertas serap,
glyserol, larutan fisiologis (0,85% NaCl), alkohol 70%, ikan tongkol (Auxis
Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah ikan tongkol (Auxis thazard) yang di
Pelelangan Ikan (Beba, Rajawali dan Paotere). TPI Beba berlokasi di Takalar,
TPI Rajawali dan Paotere berlokasi di Makassar. Dari 3 lokasi TPI di lakukan
pengambilan sampel secara acak yang dilakukan secara bertahap selama 3 kali
tubuhnya untuk dan dilakukan pembedahan guna mengambil jeroan ikan yang
akan diperiksa. Jeroan atau bagian organ dalam ikan yang diperiksa adalah
usus, lambung, jantung dan hati ikan tongkol. Setelah jeroan ikan diperoleh,
adanya infeksi parasit Anisakis spp secara visual dan di bawah mikroskop jeroan
secukupnya untuk menjaga agar jeroan ikan tidak basah. Kemudian setelah
parasit diperoleh, lalu di kumpulkan pada cawan petri yang digenangi oleh
larutan fisiologis untuk kemudian parasit yang ditemukan dibersihkan dari debris-
ventriculus, bagian ujung anterior dan posterior pada stereo mikroskop. Parasit
yang ditemukan dikelompokkan kedalam Anisakis tipe I dan Tipe II. Setelah itu
dari Pro-mega dengan mengikuti prosedur sesuai dengan yang tertulis dalam
sebagai berikut:
1. Parasit yang telah difiksasi pada alkohol 70% dibersihkan beberapa kali,
sehingga tidak ada jaringan lain yang terikut hanya jaringan dari parasit.
lysis buffer sebanyak 600µL (500µL buffer yang ditambahkan 120µL 0,5M
ºC.
RNase pada lysate lalu campur dengan membolak balik tabung 2 - 5 kali.
7. Sentrifus selama 1 menit 13000 rpm pada suhu ruang. DNA akan tampak
600 uL ethanol 70% suhu ruang dan bolak balik tabung beberapa kali
lepas, hati-hati agar pellet DNA tidak ikut terbuang. Kemudian tabung
mengisap sisa-sisa cairan yang masih ada pada tabung sampai kering
selama 10 - 15 menit.
10. Secara periodik campur larutan dengan melakukan tapping pada tabung.
suhu ruang atau pada suhu 4ºC. Simpan DNA pada freezer – 20ºC
Komposisi PCR
Master mix 10 µl
Primer 1 µl x (2 psg)
Template DNA 1 µl
Coralload 2 µl
Primer Universal yang digunakan adalah F: (5’GTC GAA TTC GTA GGT
GAA CCT GCG GAA GGA TCA3’) dan R: (5’GCC GGA TCC GAA TCC TGG
Kondisi PCR
Elektroforesis
sampai mendidih dan setelah itu dibiarkan selama kurang lebih 25 menit sampai
dilengkapi dengan sisir untuk membentuk sumur gel. Setelah agarose dingin,
sisir tray diangkat kemudian gel dimasukkan kedalam elektroforesis apparatus
yang telah diisi dengan TAE 1 x sebagai buffer elektroforesis. Gel hasil
Prevalensi
𝑁
𝑃𝑟𝑒𝑣 = × 100%
𝑛
Dimana :
Intensitas
Ʃ𝑝
𝐼𝑛𝑡 =
𝑛
Dimana :
spp dengan jumlah parasit sebanyak 177 individu dari pemeriksaan 30 ekor
sampel, diperoleh bentuk morfologi Anisakis spp seperti pada Gambar (4, 5 6 7) :
Anisakis spp memiliki tubuh bulat panjang berwarna putih transparan pada
larutan glyserol. Pada salah satu ujung anterior terdapat ventriculus dengan
panjang antara 10 – 98 µm, terdapat mucron pada bagian ujung posterior dan
boring tooth pada ujung anterior larva Anisakis spp. Pada penelitian ini, cacing
parasit Anisakis spp banyak ditemukan pada bagian usus, lambung dan hati dari
ikan tongkol (Auxis thazard) dan tidak ditemukan pada daerah otot ikan.
dkk (2007) dalam penelitiannya tentang Pola Distribusi Anisakis sp pada usus
halus ikan kakap putih (Lates calcarifer) yang Tertangkap di TPI Brondong,
halus ikan kakap yang tertangkap di TPI Brondong mempunyai warna putih,
panjang total 10-29 mm. Cacing Anisakis mempunyai bibir venterolateral yang
berfungsi untuk menyerap bahan organik dari dinding usus dan pada anterior dari
Anisakis sp terdapat boring tooth yang berfungsi untuk melubangi dinding usus
halus dan sekaligus untuk berpegangan pada mukosa dari usus halus agar tidak
lepas pada waktu kontraksi intestinum mencerna makanan. Hal ini diperkuat
merupakan tempat memproses makanan. Oleh karena itu Anisakis spp lebih
organik dalam tubuh ikan. Menurut Schopf (2002), tingginya jumlah larva pada
disebabkan oleh kondisi sistim pertahanan inang (IL-4 dan IL-10) yang
tumbuh.
Pada kasus infeksi berat Anisakis yang menyerang jaringan organ hati
ikan Cod, dilaporkan bahwa hati ikan tersebut mengecil dan kehilangan
diduga infeksi yang berbahaya adalah infeksi sekunder yang ditimbulkan karena
Latama, 2006).
tongkol yang diperiksa sebanyak 30 ekor terdapat 21 ekor ikan tongkol yang
terinfeksi oleh parasit Anisakis spp dengan Prevalensi 70% dan Intensitas
serangan 8,4 ind/ekor dengan lokasi pemeriksaan pada bagian usus, hati,
lambung dan otot ikan. Dimana pada bagian otot tidak ditemukan adanya infeksi
parasit..
prevalensi dan intensitas serangan parasit terhadap ikan tongkol adalah karena
ukuran ikan tongkol yang terinfeksi cukup besar dengan panjang tubuh yang
berkisar antara 33,5 – 41 cm, dimana dari 30 ekor sampel yang diperiksa
diperoleh jumlah anisakis yang tertinggi sebanyak 60 ekor parasit pada sampel
pada sampel dengan ukuran panjang tubuh 34 dan 38 cm yang pada masing –
menginfeksi ikan kembung adalah 70,8% pada lokasi hati, rongga abdomen,
mesenterium, dinding viseral, usus ikan dan tidak ditemukan pada daerah otot.
Hasil penelitian ini yang tidak menemukan adanya larva dalam otot sejalan
dengan temuan larva Anisakis yang relatif sedikit pada ikan Barracouta oleh
Wharton dkk., (1999) yaitu 0,3% dan ikan Horse-mackerel oleh Roepstorff dkk.,
(1993); dan Adroher dkk., (1995) yaitu 1,8%. Temuan yang terbanyak pada
keberadaan larva pada otot hypaxial dan epiaxial ditemukan hanya ada satu
terdapat pada otot hypaxial (Herreras dkk., 2000; Levsen dkk., 2004).
ikan yang berukuran kecil. Infestasi cacing parasitik pada ikan Bunglon Batik
dipengaruhi beberapa faktor, seperti jenis ikan, ukuran ikan, umur ikan, jenis
kelamin ikan, waktu dan tempat serta kondisi perairan tempat ikan itu berada.
memiliki panjang lebih dari 28 mm dan terus bertambah panjang seiring dengan
pola distribusi parasit lebih dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi pada masing-
masing organ daripada panjang tubuh ikan. Secara umum, infestasi patogen
parasitik jarang mengakibatkan wabah penyakit yang bersifat sporadis, namun
hal ini dapat terjadi pada intensitas penyerangan yang sangat tinggi dan areal
terbatas. Akibat yang ditimbulkan oleh adanya infestasi patogen parasitik secara
ikan mudah terinfeksi oleh patogen lain seperti jamur, bakteri dan virus.
bahkan ada yang dapat mempengaruhi tingkah laku migrasi suatu populasi ikan.
populasi ikan Herring, Clupea harengus yang terinfeksi oleh larva Anisakis di
Laut Utara mengalami perubahan tingkah laku migrasi. Parasit ini menginfeksi
otot ikan dan rongga perut, tetapi distribusi pada setiap jaringan berbeda
atau kurang masak yang terinfeksi oleh parasit Anisakis, yang biasanya disebut
ungkapkan oleh Miyazaki (1991), bahwa parasit yang bisanya masuk ke tubuh
manusia adalah larva stadium ketiga yang masuk bersama ikan yang dimakan.
Dalam tubuh manusia larva akan hidup dan pada umumnya tetap sebagai larva
hingga larva stadium keempat atau larva yang sedang berganti kulit. Dalam hal
menyerang sub mukosa namun bisa juga mencapai organ – organ di rongga
abdomen.
3. Hasil Deteksi PCR Parasit Anisakis spp
primer F: (5’GTC GAA TTC GTA GGT GAA CCT GCG GAA GGA TCA 3’) dan R:
(5’GCC GGA TCC GAA TCC TGG TTA GTT TCT TTT CCT3’) ITS 1-5.8S-ITS 2,
diketahui bahwa pita DNA Anisakis spp berada pada kisaran 950 bps.
M 1 2 3 4 5 6 7
950 bps
Anisakis spp dengan menggunakan tiga jenis enzim yaitu Hhal, Hinfl, dan Taqi.
Dengan enzim Hhal dihasilkan dua pita DNA (620 dan 250 bps), Hinfl
menghasilkan dua pita DNA pada kisaran 620 dan 250 bps, sedangkan Taqi
menghasilkan dua pita pada kisaran 430 dan 400 bps. Semua sampel yang diuji
menunjukkan pola fragmen yang sama yang sesuai dengan Anisakis simplex.
Di Indonesia, penelitian tentang jenis – jenis Anisakis spp, telah dilakukan
di perairan Jawa dan Bali, dimana dari penelitian tersebut telah ditemukan bahwa
Anisakis yang dominan adalah Anisakis typica, selain itu juga ditemukan Anisakis
KESIMPULAN
Kesimpulan
disimpulkan bahwa :
2. Prevalensi dari larva parasit Anisakis spp pada ikan tongkol (Auxis
3. Larva Anisakis spp ditemukan pada bagian usus, lambung dan hati ikan
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan, yaitu agar kiranya dapat dilakukan
penelitian lanjutan tentang deteksi larva parasit Anisakis spp pada Ikan Tongkol
(Auxis thazard) dengan analisis panjang – bobot tubuh ikan kaitannya dengan
Adroher, F. J., Valero. A., Ruiz. J., Iglesias. L. 1995. Larval Anisakids
(Nematoda: Acaridoidea) in Horse-Mackeral (Trachurus
trachurus) from The Fish Market in Granada, Spain. Prasitol
Res 82 : 319 – 322.
Awik, P. D. N., Hidayati D., Ressa P., Setiawan. E. 2007. Pola Distribusi
Anisakis sp Pada Usus Halus Ikan Kakap Putih (Lates
Calcarifer) yang Tertangkap di TPI Brondong,Lamongan.
Prodi Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,
Lab. Zoologi. Alumni Prodi Biologi Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya
Parker, J.N. and Parker P.M. 2002. The Official Patient’s Sourcebook of
Anisakiasis. ICON Health Publication, San Diego, USA. PP 120.
Roepstorff, A., Karl, H., Bloemsma, B., Hush, H. H. 1993. Catch Handling
and The Possible Migration of Anisakis Larvae in Herring,
Clupea Harengus. J. Food Prot 56 : 783 – 787.
panjang
Panjang Ikan Jumlah Jumlah ventriculus
No.
(cm) Nematoda Anisakis sp. (pembesaran
40x)
tanggal: 16 September 2010
1 39 2 2 25
30
2 39 21 19 20
30
15
20
15
20
15
10
25
20
25
20
20
20
25
15
15
35
15
3 39 0 0
4 39 8 6 30
20
20
30
25
20
5 39 0 0
6 38.5 6 6 30
26
25
25
30
20
7 40.5 5 5 25
20
25
20
20
8 38 1 1 45
9 38 2 2 35
45
10 36 0 0
11 37 9 8 20
25
25
20
15
22
20
22
12 33.5 0 0
13 37 2 2 20
23
14 34 1 1 25
15 36.5 8 8 40
20
20
40
26
25
13
25
16 34 0 0
17 37 0 0
18 38 2 2 25
15
19 36 0 0
20 35 0 0
Lampiran 3. Data jumlah parasit Anisakis spp., pada pengambilan
ketiga pada hari Rabu 22 september 2010 pada
pelelangan ikan Potere, Makassar.
21 40 23 13 30
55
48
50
47
65
55
55
55
49
45
45
45
22 39 4 4 70
65
40
35
23 39 7 7 35
45
40
70
98
68
58
24 41 5 5 35
32
32
40
31
25 39 4 4 35
35
31
32
26 39 4 3 34
37
43
27 39 18 17 20
32
40
17
28
35
27
28
30
32
20
22
20
30
40
38
35
28 41 0 0
29 40 60 60 20
28
25
22
34
22
30
25
35
39
30
25
30
30
22
22
30
35
40
15
35
20
15
25
30
24
22
20
22
20
35
40
20
15
35
20
25
28
30
30
40
35
20
32
25
20
25
25
25
16
30
35
19
20
35
29
20
40
35
45
30 38 2 2 35
28