Professional Documents
Culture Documents
diketahui lebih dari 1 abad yang lalu, dengan penyebab utama adalah disfungsi tuba
pada anak dengan celah bibir dan langit-langit dengan pemeriksaan ABR dan
Dari 142 pasien, didapatkan 54,2 % jenis kelamin laki-laki, riwayat keluarga
dengan kelainan yang sama ditemukan pada palatoskisis lebih banyak dari pada celah
tidak memberi respons pada pemeriksaan ABR hingga 90 dB . Hanya 1,4 % memberi
respons pada 30 dB, sedangkan 60 dB, 14,1 % dan 50 dB, 19,7 %. Pada pemeriksaan
media efusi.
Abstract
The presence of conductive hearing loss in patients with cleft lip and palate
has been known for more than a century, with Eustachian tube dysfunction being the
The aim of this study was to examine the audiological status of patients with
cleft lip, cleft palate or both. The hearing health status of the patients was analyzed on
the basis of tympanometry and ABR examination. The patients’s sex, age, type of
cleft, other anomaly and related with the family were included . The records a total
of 142 patients attending ENT department Children and Women Harapan Kita
hospital, from January 2002 to December 2007 were reviewed . In the whole patients
with clefts ( n = 142 ), there were 88 patients give respons to ABR, 40 dB this
response more in cleft lip and palate rather than cleft palate only. 6 patients no
respons until 90 dB indicated sensori nerve hearing loss. Only 2 patients give respons
30 dB. Tympanometric examination were found 100 % type B ,indicated there was
otitis media effusion. Of these patient, 77 (54,2 % ) were males and 65 ( 45,8%)
female patients, cleft lip and palate unilateral left side in 55 ( 38,7% ), right side 23 (
16,2% ) , both side 22 ( 15,5 % ) and cleft palate 42 ( 29,6 % ) patients. 10 ( 0,07 %)
Syndrome, fistel preauricula, torsch and 2 patients with history mump in gestation.
32 ( 22,5 % ) patients with history same anomaly in the family, 10 patiens cleft
palate, 8 patients cleft lip and palate in left side, 7 patients cleft lip and palate in right
side. .
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Celah bibir dan langit-langit merupakan kelainan kongenital bibir dan langit
langit atau keduanya bersamaan, yang dapat terjadi dalam berbagai bentuk
konfigurasinya dari yang ringan sampai berat. Celah terjadi oleh karena tidak
bersatunya jaringan yang membentuk bibir dan langit-langit selama trimester pertama
Di Indonesia dilaporkan angka kejadian 1 per 1000 kelahiran hidup ( Hendrarto, 2001
Celah bibir , celah langit – langit atau keduanya mempunyai prevalensi sekitar
1/1000 hingga 2,69/1000 diberbagai negara di dunia. Orang Asia lebih banyak dari
Kaukasia atau kulit hitam. Distribusi jenis kelamin terlihat kecenderungan laki-laki
lebih banyak terkena daripada perempuan. Rasio antara celah pada satu sisi dibanding
celah pada dua sisi adalah dua dibanding satu. Diantara celah yang unilateral, celah
Keadaan ini merupakan kelainan kongenital yang terjadi pada duabelas minggu
berhubungan dengan kelainan ini, terutama pada anak . Bagian telinga yang biasanya
terkena adalah bagian telinga tengah. Secara umum seratus persen anak sampai umur
tujuh tahun pernah menderita otitis media efusi , setidaknya satu episode. Biasanya
pada umur enam atau tujuh tahun, sesuai dengan perkembangan anatomi wajah, maka
saluran tuba Eustachius berubah dari bentuk horizontal menjadi vertikal. Dengan
perubahan letak tuba Eustcahius , infeksi dari tenggorok tidak mempunyai akses
langsung ke telinga tengah. Oleh karena itu masalah infeksi di telinga tengah menurun
Gangguan pendengaran konduktif pada penderita kelainan celah bibir dan langit-
langit sudah dikemukakan oleh para ahli , fungsi tuba Eustachius yang tidak baik
Adanya hubungan antara masalah pendengaran dan celah bibir dan langit-langit
pertama kali dikemukakan oleh Alt pada tahun 1878. Berbagai penelitian secara
celah bibir dan langit-langit. Penelitian di Amerika ( Broen, Et al, 1996), Croatia (
atau lebih pasien celah bibir dan langit-langit menderita gangguan pendengaran. Pada
tahun 1906, kebutuhan akan pemeriksaan telinga pasien celah bibir dan langit-langit
ditekankan oleh Brunck. Sejak saat itu banyak laporan yang berhubungan dengan
insiden, keadaan dan derajat gangguan pendengaran pada pasien celah bibir dan
langit-langit.
Celah bibir dan langit-langit juga berpengaruh pada fungsi mengunyah, bicara dan
menelan. Doyle , 1984, mengatakan hampir 100 % anak dengan celah bibir dan
pendengaran yang fluktuatif dari ringan sampai sedang , hal ini juga mempengaruhi
Hendrarto ( 2001 ) dalam penelitiannya menemukan adanya otitis media efusi 100 %
pada anak – anak dengan celah langit – langit. Schonweiler et al, 1994 menemukan
417 anak dengan celah langit-langit mengalami gangguan berbahasa dan berbicara, 80
telinga tengah. Sedangkan untuk menilai fungsi pendengaran pada anak dibawah 2
tahun dilakukan dengan test ABR, yaitu dengan merekam potensial listrik yang
dikeluarkan oleh sel-sel koklea hingga mencapai inti-inti tertentu di batang otak.
Di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, penanganan anak dengan
kelainan celah bibir dan langit-langit dilakukan secara terpadu dengan multidisiplin
ilmu, di Klinik Sehati. Multidisiplin ilmu yang terdiri dari dokter spesialis THT,
Bedah Plastik, Bedah Mulut, Anak,Anestesi, spesialis Gizi, Dokter gigi, Ortodontis,
psikolog dan ahli terapi wicara. Pemeriksaan THT dari pasien pertama datang,
dilakukan pemeriksaan THT secara keseluruhan, umur 6 bulan dilakukan test ABR
dan timpanometri.
Selama ini belum ada data mengenai fungsi pendengaran anak dengan celah bibir dan
Tujuan Penelitian
Mengetahui perkiraan ambang dengar anak dengan celah bibir dan langit-langit
Manfaat Penelitian
Mendeteksi angka kejadian otitis media efusi pasien celah bibir dan langit-langit
Untuk mengetahui data dasar yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya
Untuk FK UKRIDA
dan timpanometri
Jenis Penelitian
Ahli embriologi membagi hidung, bibir dan palatum menjadi palatum primer
dan palatum sekunder. Palatum primer terdiri dari hidung, bibir, prolabium dan
premaksila. Palatum sekunder terdiri dari sebagian besar palatum durum dan seluruh
palatum mole.
dari tiga pasang yaitu prosesus nasalis medialis, prosesus nasalis lateralis dan
prosesus maksilaris.
Penyatuan prosesus nasalis medialis dan prosesus nasalis maksilaris diikuti dengan
delapan, sembilan minggu. Pembentukan palatum primer, bibir dan alveolus dari
minggu, pada saat ini nasal pits dari prosesus nasal lateral mengalami invaginasi dan
shelves. Palatine shelves ini bertumbuh kebawah, sejajar dengan permukaan lidah
dan menyatu satu dengan yang lain dengan palatum primer membentuk palatum
sekunder .
Gambar 5 :celah bibir,gusi dan langit-langit Gambar 6 :celah bibir gusi dan langit- langit
langit-langit adalah 1 dalam 1000 kelahiran hidup, sedangkan celah langit-langit saja
1 dalam 2000 kelahiran hidup. Celah bibir dan langit-langit bervariasi dengan ras dan
jenis kelamin, dikatakan Asian lebih banyak dari Kaukasian . Laki-laki lebih banyak
dari perempuan, kecuali pada celah langit-langit saja. Diantara jumlah celah, celah
bibir 20 % ( 18 % satu sisi /unilateral , 2 % bilateral / dua sisi ), 50% celah bibir dan
langit-langit saja
Hampir 70 % kasus celah bibir dan langit - langit adalah non – sindromik, sedangkan
dikatakan lebih dari 150 sindrom. Risiko meningkat dengan usia, faktor
Pengertian kita mengenai etiologi dan patogenesis kelainan ini, terutama yang non-
tidak sejajar dengan pembentukan organ lain di dalam tubuh. Telinga dalam
merupakan satu-satunya organ yang telah mencapai ukuran dewasa dan sudah
belum dapat dikatakan bayi prematur, tetapi telinga bagian dalam telah terbentuk
Pembentukan telinga dimulai umur mudigah tiga minggu , berasal dari penebalan
membentuk auditory vesicle atau otocyst pada minggu ke empat. Otocyst ini
mengandung cairan yang menjadi endolimf. Pada umur empat setengah minggu
otocyst akan memanjang dan terbagi dua, bagian pertama menjadi duktus
endolimfatikus dan sakus endolimfatikus, bagian kedua menjadi utrikulus dan sakulus
( Adams , 1994 ) Pada minggu ke enam jaringan mesenkhim yang mengelilingi epitel
labirin akan berubah menjadi tulang rawan dan kemudian mengalami osifikasi
membentuk labirin tulang dan koklea. Kemudian koklea memanjang dan melingkar,
Reseptor alat pendengaran terletak di koklea disebut organ Corti melekat pada
membran basilaris.
ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN
Sistem pendengaran dibagi dalam empat bagian, yaitu telinga luar, telinga
tengah, telinga dalam dan sistem saraf pendengaran, disertai pusat pendengaran di
otak.
Telinga luar terdiri dari daun telinga, liang telinga dan membran timpani. Daun
telinga merupakan penangkap suara dan berperan menentukan sumber bunyi. Liang
telinga luar panjangnya 2,5 sampai 3 sentimeter dan diameter 0,75 sentimeter
meresonansi bunyi. Se pertiga bagian luar liang telinga terdiri dari tulang rawan, dua
pertiga bagian dalam terdiri dari tulang yang bersatu dengan tulang tengkorak.
Membran timpani memisahkan bagian dalam liang telinga luar dengan rongga
telinga tengah.
telinga tengah dengan rongga hidung, sehingga selalu terdapat keseimbangan tekanan
udara di rongga telinga tengah dengan tekanan udara di luar tubuh. Di dalam telinga
tengah terdapat tiga tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes. Fungsi ketiga
tulang ini adalah untuk memperkuat energi suara. Pada lengan maleus melekat
insersio otot tensor timpani, selain itu di rongga telinga tengah terdapat juga otot
Telinga dalam terdiri dari dua bagian, yaitu koklea yang merupakan bagian
keseimbangan.
Secara singkat, mekanisme pendengaran adalah sebagai berikut:
Daun telinga menangkap suara, kemudian suara diresonansi di liang telinga luar dan
maleus ,inkus, stapes kemudian ke fenestra ovalis, disini terjadi peninggian getaran 22
basilaris menyebabkan sel-sel rambut yang melekat pada membran tektoria bergerak.
olivatorius kontralateral. Neuron dari nukleus koklearis ada yang menuju korpus
genikulatum mediale, sebagian neuron bersinaps pada nukleus lemniskus lateralis dan
Telinga tengah adalah bagian dari sistem organ yang berkesinambungan, yang
melibatkan hidung, nasofaring, tuba Eustachius, telinga tengah dan mastoid. Mukosa
respirasi adalah sistem yang berkesinambungan tersebut. Oleh karena itu akibat dari
inflamasi, infeksi atau penyumbatan ( obstruksi ) di satu area akan mengenai area lain.
Telinga tengah berisi udara terletak di bagian petrosa tulang temporal, didalamnya
terdapat tulang – tulang perndengaran , maleus inkus dan stapes. Disebelah posterior
telinga tengah terdapat bagian yang berisi udara disebut antrum mastoid. Antrum ini
berfungsi menghubungkan telinga tengah dengan sel-sel mastoid. Pada bayi prosesus
mastoid berkembang dan derajat pneumatisasi masih rendah. Pada usia antara 5
sampai 10 tahun, proses pneumatisasi hampir lengkap. Perkembangan yang tidak
lengkap dari sistem udara berhubungan dengan sering terjadinya otitis media pada
Nasofaring terletak dibelakang rongga hidung dan diatas palatum molle, tidak seperti
palatum mlolle bagian ini paten tidak bergerak. Berhubungan dengan rongga hidung
dengan bagian dari rongga mulut yang disebut nasofaring. Pada orang dewasa
panjangnya kira-kira 37 mm, terdiri dari sepertiga bagian tulang disebelah luar
pertiga bagian dalam terdiri dari tulang rawan . Bagian tulang selalu terbuka
sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup, bagian ini terbuka bila mengunyah,
menelan dan menguap. Pada anak-anak panjang saluran rata-rata 18 mm, saluran ini
letaknya relatif lebih mendatar lebih pendek dan lebih lebar dari pada orang dewasa.
Akibatnya infeksi daerah tenggorok akan lebih mudah mencapai telinga tengah.
Holbrow ( 1975 ) mendemonstrasikan bahwa pada bayi bagian tulang rawan tuba
eustachius relatif lebih pendek disebabkan oleh jaringan tuba lebih sedikit dan lebih
kaku dari pada anak yang lebih tua dan dewasa. Otot tensor veli palatini kurang
efisien pada bayi. Mukosa yang melapisi tuba Eustachius merupakan lanjutan dari
ventilasi untuk mempertahankan tekanan udara didalam rongga telinga tengah agar
sama dengan tekanan udara luar. Fungsi proteksi , untuk melindungi telinga tengah
dari suara yang keras dengan jalan mengatur tekanan udara di dalam rongga telinga
tengah dan mencegah masuknya sekret ke dalam rongga telinga tengah dari
nasofaring. Fungsi pembersih untuk mengalirkan sekret dari ronga telinga tengah ke
nasofaring. Fungsi ventilasi merupakan fungsi yang terpenting dari tuba Eustachius.
Cantekin et al, 1979, Honjo et al,1979, Rich 1920, mengatakan pada fungsi tuba
Eustachius yang ideal, pembukaan aktif tuba Eustachius yang intermiten hanya
Fungsi ventilasi dari tuba Eustachius pada anak-anak kurang efisien dari pada dewasa.
tuba Eustachius tidak sebaik pada dewasa, sehingga otitis media efusi lebih banyak
terdapat pada anak-anak. Fungsi ini akan semakin baik dengan bertambahnya usia
Brooks( 1969) mengukur tekanan udara di telinga tengah dengan timpanometri, pada
anak normal berkisar antara 0 – 175 mm H2O . Tekanan negatif yang tinggi tidak
obstruksi tuba fisiologik, diperkirakan bahwa anak ini mempunyai faktor risiko akan
Gambar 8 a: Hubungan tuba eustachius dengan sekitarnya (dikutip dari Jackson and Jackson )
Gambar 8 b : Hubungan tuba eustachius dengan sekitarnya ( dikutip dari Scott Smith)
Ada 4 otot yang letaknya berhubungan dengan tuba Eustachius yaitu tensor
Otot yang berperan dalam membuka tuba Eustachius adalah muskulus Levator veli
tulang temporal. Bundel bagian anteriornya berasal dari sisi medial dari kartilago tuba
eustachius. Otot ini merupakan pembuka tuba yang utama, bila otot ini berkontraksi
Merupakan otot yang berbentuk pipih. Berasal dari fossa scaphoid ( medial
pterygoid palate ), spina sphenoid dan sisi lateral tuba eustachius. Otot ini berjalan
anterior inferior menyempit dan sebagian melekat pada hamulus. Sebagian besar dari
bundel mengitari hamulus dan menyebar seperti kipas menuju tengah dari palatum.
Gambar 10a : Anatomi palatum dengan otot levator veli palatini dan otot tensor veli palatini (dikutip
otot bertemu di garis tengah dengan orientasi transversal. Pada celah langit-langit
otot-otot berinsersi pada tepi posterior pada tulang palatine dengan arah orientasi
bundel longitudinal, keadan ini menyebabkan otot-otot ini tidak bisa berfungsi
bagian ini jaringan otot sementara diganti jaringan ikat sehingga merupakan katrol (
Kriens, 1990 ).
Otot tensor veli palatini merupakan pembuka tuba Eustachius yang utama, bila otot
ini berkontraksi terjadi gerakan langit-langit lunak dan terbukanya tuba Eustachius.
Pada kelainan celah langit-kangit terjadi devíasi ke arah kraniolateral sehingga tidak
dapat mengangkat tuba akibatnya terjadi disfungsi tuba Eustachius (Mc Carthy,1990 )
Bila otot levator veli palatini berkontraksi akan mengangkat langit-langit ke posterior
dan kartilago tuba ke medial. Adanya celah menyebabkan fungsi ini tidak terjadi
Gambar 11 a : variasi tipe celah bibir dan langit-langit ( dikutip dari Children hospital of Winconsin )
gambar
Gambar 11 b : bibir normal dan tipe celah bibir ( dikutip dari Ann W Kummer )
OTITIS MEDIA EFUSI
sangat erat hubungannya dengan saluran nafas atas dan merupakan bagian yang berisi
udara. Kelainan pada hidung dan palatum seperti yang terjadi pada celah bibir dan
sering terjadi otitis media efusi yang mengakibatkan penurunan mobilitas membran
timpani
Otitis media efusi adalah terdapatnya sekret non purulen di rongga telinga
Etiologi dan patogenesis otitis media efusi adalah multi faktor. Anatomi dan fungsi
tuba Eustachius merupakan penyebab utama. Tuba Eustachius adalah bagian dari
telinga tengah dan sel-sel mastoid . Gangguan pada salah satu organ ini misalnya
Pada fungsi tuba Eustachius yang normal udara di rongga telinga tengah mempunyai
tekanan sebesar satu atmosfir, apabila kurang dari satu maka akan terjadi tekanan
negatif dalam rongga telinga tengah, hal ini meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
Para peneliti mengatakan dengan pemeriksaan timpanometri pada pasien celah bibir
dalam telinga tengah dengan aktif menelan . Doyle ( 1980 ) menemukan tuba
Eustachius anak dengan celah langit-langit, mengalami konstriksi dari pada dilatasi
dibawah atau diatas tekanan atmosfir. Kegagalan mempertahankan tekanan ini dapat
tengah dapat diukur. Pada orang normal tekanan – 150 mm H20. Bila tekanan
70 mm H2O diantara kapiler dan sekitarnya yaitu rongga telinga tengah akan
meyebabkan keluarnya cairan dari pembuluh darah dan berkumpul di rongga telinga
tengah.
koklea. Walby ( 1983 ) mengatakan bahwa pada otitis media efusi yang kronik terjadi
ringan dan sedang . Ambang dengar rata-rata anak dengan otitis media efusi adalah 20
Paparella mengatakan ambang dengar anak – anak penderita otitis media efusi
anak dengan otitis media efusi berbeda berdasarkan usia, lateralisasi dan durasi. Pada
usia bayi atau anak berusia kurang dari 18 bulan, maturitas inti-inti saraf belum
sempurna sehingga proses hantaran suara lebih lambat dibandingkan dengan anak
yang berusia lebih tua. Pada anak berusia lebih dari 2 tahun proses maturasi inti-inti
Fenitzio mengatakan bahwa anak-anak yang menderita otitis media efusi dalam waktu
yang lama akan mengalami gangguan bicara lebih besar dari pada yang menderita
Pada otitis media efusi dapat terjadi tuli sensorineural, hal ini disebabkan oleh toksin
Gejala
Kebanyakan kasus otitis media efusi asimptomatik ( tidak ada gejala ). Anak
jarang dapat mengatakan keluhannya. Diagnosis sering terlambat beberapa bulan atau
tahun dan sering sudah menimbulkan kesulitan dalam bicara maupun perkembangan
bahasa.
Karena penyakit sering tenang ( silent ) maka sulit untuk menegakkan diagnosis dan
sering terlambat. Diagnosis yang sederhana dengan anamnesa yang teliti, pemeriksaan
Timpanometri dapat dilakukan pada seluruh pasien dan merupakan tes yang obyektif
yang tidak membutuhkan respons penderita. Pada otitis media efusi timpanogram
timpani dan memperkirakan tekanan telinga tengah secara tidak langsung dengan
telinga luar dengan alat yang disebut electroacustic impedance bridge. Ujung sumbat
ditutupkan rapat ke liang telinga luar dengan menggunakan balon ( cuff ) karet
dengan frekuensi tetap, satu mikrofon yang memonitor ambang tekanan suara, pompa
Nada diberikan pada statu intensitas tertentu dan ambang tekanan suara di liang
telinga luar dimonitor ketika diberikan tekanan udara yang bervariasi dari + 200
mmH2O sampai - 400 mmH2O. Pada keadaan normal, ketika membran timpani
ditegangkan baik oleh tekanan luar yang positif atau negatif, impedansnya akan
meningkat dan kelenturan menurun. Refleksi suara oleh oleh membran timpani
meningkat sesuai dengan ambang suara di dalam kanal yang meningkat. Ambang
tekanan suara dimonitor secara terus menerus, perubahan ambang suara secara
kelenturan membran timpani yang timbul respons dari perubahan dalam tekanan
Timpanogram adalah statu penyajian dalam bentuk grafik dari kelenturan relatif
udara pada garis mendatar sehingga diperoleh suatu kurva. Untuk pembacaan
Pengukuran gradien penting untuk membedakan efusi dari non efusi, gradien yang
sama atau kurang dari 0,15 disebut landai, yang lebih besar dari 0,15 disebut curam.
Timpanogram tipe A mempunyai beberapa hal yang khas, yaitu terdapatnya puncak
dari grafik. Puncak berada pada atau dekat tekanan 0 decapascal ( 1 daPa = 1,02
mmH2O). Pada orang dewasa, diantara + 50 daPa sampai dengan – 50 daPa, pada
anak-anak antara + 50 daPa sampai dengan – 150 daPa. Kelenturan puncak berada
3
diatas 0,5 cm . Timpanogram tipe A adalah tipe normal berarti membran timpani
utuh, dapat bergerak normal dan tekanan dalam telinga tengah dalam batas normal
telinga tengah.
bertekanan negatif dibawah – 150 daPa untuk anak-anak, menunjukkan fungsi tuba
ABR adalah test fungsi saraf pendengaran yang merupakan respons terhadap
stimulus suara / click. Pertama kali dikemukakan oleh Jewett dan Williston pada
tahun 1971. ABR merupakan suatu test untuk menilai fungsi pendengaran dan
fungsi saraf ke VIII dengan merekam potensial listrik yang dikeluarkan sel-sel koklea
Jewett mengatakan bahwa ABR merupakan gambaran reaksi bioelektrik saraf ke VIII
dan inti- inti di batang otak. Reaksinya adalah berupa gelombang yang timbul dalam
Prinsip pemeriksaan ABR adalah menilai perubahan potensial listrik di otak, setelah
pemberian rangsang sensorik berupa suara. Rangsang suara yang diberikan lewat
head phone akan menempuh perjalanan melalui koklea , nucleus koklearis, nukleus
korteks auditosius di lobus temporalis otak Perubahan potensial listrik di otak akan
diterima oleh ketiga elektrode di kulit kepala. Impuls yang timbul dari setiap inti
dapat dinilai dalam bentuk gelombang. Waktu yang diperlukan dari setiap gelombang
mulai dari saat pemberian rangsang suara sampai mencapai inti saraf dapat dinilai
Pemeriksaan ABR sangat bermanfaat karena dapat dipergunakan pada keadaan sulit
dilakukan pemeriksaan dengan cara biasa, misalnya pada bayi, gangguan sifat dan
tingkah laku, inteligensia rendah, cacat ganda dan kesadaran yang menurun.
Pemeriksan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi pendengaran bayi baru lahir,
bahkan pada bayi dengan masa gestasi 26 minggu. ABR dapat memberikan informasi
prosesus mastoid kiri dan kanan . Stimulus yang diberikan berupa jenis klik dengan
frekuensi menengah yaitu 1000 Hz sampai 4000 Hz yang diberikan melalui head
keadaan bayi tertidur setelah minum sehingga akan memberikan gambaran yang lebih
baik.
Reaksi yang timbul akibat rangsang suara sepanjang jalur saraf pendengaran ini dapat
dibedakan menjadi 3 bagian berdasarkan waktu yang diperlukan mulai dari saat
pemberian rangsang suara sampai menimbulkan reaksi dakam bentuk gelombag, yaitu
Early response timbul dalam waktu kurang dari 10 milidetik ( 0 – 10 milidetik ) dan
merupakan reaksi dari talamus dan korteks auditori primer, Late response , antara 50
– 500 milidetik yang timbul dari area auditoris primer dan sekitarnya. Jewett pada
tahun 1970 menulis dalam angka Romawi untuk gelombang-gelombang yang timbul.
berasal dari nukleus koklearis, gelombang III berasal dari nukleus olivarius superior,
gelombang IV berasal dari lemniskus lateralis dan gelombang V berasal dari kolikulus
inferior. Gelombang V selalu ada pada setiap orang, paling mudah diidentifikasi
karena berasal dari bagian paling superior yang mengalami maturasi lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian yang lebih kaudal. Gelombang V dapat dipakai sebagai
intensitas yang rendah hanya gelombang V yang dapat dipakai sebagai pegangan
Gambaran ABR pada orang dewasa dapat dijumpai 7 bentuk gelombang, sedangkan
pada bayi biasanya hanya 3 bentuk gelombang yaitu I/II, III, IV/V.
Pemeriksaan ABR memiliki korelasi yang baik dengan pemeriksaan konvensional.
pemeriksaan free field test dengan pemeriksaan ABR. Owen mendapatkan anak-anak
Pemeriksaan ABR mempunyai keunggulan yaitu tidak invasif, aman dan stabil, dapat
mengetahui fungsi pendengaran dari perifer sampai sentral dan dapat menentukan
lesi. Pemeriksaan ABR juga bersifat obyektif tidak tergantung pada sikap kooperatif
pasien dan kesadaran pasien. Kekurangan alat ini adalah mahal dan tidak setiap
Parameter pemeriksaan ABR adalah, a) masa laten absolut yaitu waktu yang
absolut gelombang I, III, V mempunyai nilai lebih penting dari pada gelombang yang
c) beda masa laten absolut telinga kanan dan kiri; d) beda masa laten pada penurunan
intensitas suara dan e) rasio amplitudo gelombang V/I yaitu rasio antara nilai puncak
ke puncak gelombang I dan gelombang V. Hal ini berguna untuk menilai brainstem
auditory integrity
gelombang I, III dan V, oleh karena impuls yang sampai di koklea lebih lambat akibat
terhadap gangguan konduksi karena merupakan bagian yang paling perifer dalam
sempurna mengalami maturasi dibandingkan dengan inti-inti yang lain. Pada tuli
terutama gelombang III. Hal tersebut tergantung dari durasi proses patologik dan
intensitas yang diberikan. Pada otitis media efusi kadang-kadang tidak ditemukan
perlambatan gelombang III, menurut Owen bila ada perlambatan gelombang III
Menurut Yamada dkk, terdapat sedikit perbedaan ambang pendengaran normal ABR
hasil penelitian yang sama, ambang dengar bayi baru lahir lebih tinggi 10 dB
dibandingkan orang dewasa. Masa latensi ABR bayi baru lahir lebih panjang dari
dewasa. Perbedaan tersebut karena maturitas sel saraf pada bayi belum sempurna.
bertambahnya usia
melibatkan berbicara, pendengaran dan kosmetik. Hal ini membutuhkan evaluasi dan
perhatian dari multidisiplin ilmu termasuk dokter spesialis THT, anak, bedah plastik,
terapi wicara, audiolog dan orthodontist. Koordinasi dan usaha dari para spesialis ini
sangat penting dalam menangani anak dengan kelainan celah bibir dan langit- langit
Di RS Anak dan Bunda Harapan Kita anak dengan kelainan celah bibir, celah
langit-langit atau keduanya bersamaan ditangani oleh tim yang terdiri dari berbagai
disiplin ilmu yang bergabung dalam Klinik Sehati. Tim ini terdiri dari multidisiplin
ilmu yaitu , dokter spesialis THT, spesialis Bedah Plastik, spesialis Bedah mulut,
dokter gigi, ortodontis, dokter anak, spesialis anestesi, psikolog, ahli terapi wicara,
Pada prinsipnya semua disiplin ilmu saling memberi saran untuk penanganan kasus
METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian
dan pada pemeriksaan timpanometri dilihat tipe grafik serta dinilai juga
Populasi penelitian
Populasi adalah semua pasien celah bibir dan langit-langit yang diperiksa
Kriteria penerimaan
adalah pasien dengan kelainan celah bibir,gusi dan langit-langit atau celah
Kriteria penolakan
Pasien yang datang ke bagian THT dijadwalkan untuk diperiksa ABR dan
timpanometri.
- riwayat keluarga
Alat-alat penelitian
- Pemeriksaan THT
Teknik Pengukuran
ABR merupakan respons listrik saraf kedelapan dan sebagian batang otak
rangsang klik dengan frekuensi 1000 Hz – 4000 Hz. Pasien dalam keadaan
tidur setelah diberi chloral hidrat. Elektroda dipasang tiga buah, satu pada
vertex atau dahi dan dibelakang telinga di prosesus mastoideus kanan dan
Pada penelitian ini dipakai alat ABR merk Nihon Kohden MEB 7102 K
neuropack 2.
Timpanometri
telinga dengan rapat dengan cuff karet, sehingga menjadikan liang telinga
luar sebagai ruang tertutup. Ujung ini menghubungkan tiga saluran berupa
dimonitor
maksimal. Dalam keadaan normal, hal ini terjadi pada tekanan antara +
Pada penelitian ini dipakai alat timpanoeter merk ear scan DPV 411
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Telah dilakukan penelitian terhadap 142 pasien celah bibir dan celah langit-
langit yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, sejak 1 Januari 2002
hingga 31 Desember 2007 di bagian THT RS Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
Data dasar yang dicatat pada penelitian ini meliputi distribusi pasien
berdasarkan tahun, jenis kelamin, umur, riwayat keluarga menderita celah bibir dan /
2002 20 14,1
2003 19 13,4
2004 33 23,2
2005 35 24,6
2006 20 14,1
2007 15 10,6
sampel (24,6 %) dan paling sedikit pada tahun 2007 sebesar 15 sampel (10,6 %).
Tabel 2. Karakteristik demografik sampel
Jenis Kelamin
Laki-laki 77 54,2
Perempuan 65 45,8
Umur (tahun)
1 105 73,9
2 25 17,6
3 6 4,2
4 3 2,1
5 2 1,4
6 1 0,7
pada umur 1 tahun sebesar 105 sampel (73,9%) dan paling kecil persentase pada umur
Ada 10 7 8 7 32
TOTAL 42 23 55 22 142
pada kelompok sampel dengan palatoskisis yaitu sebesar 10 sampel dari 32 sampel
110, 77%
Tidak ada
32, 23%
Dijumpai sebesar 23% (32 sampel) yang memiliki riwayat keluarga menderita
Mikrotia 1 0 0 0 1
Ankylosis OD 0 0 1 0 1
Micrognatia
1 0 0 0 1
+ Pierre Robin Synd
Assesori ear 0 0 1 0 1
TOTAL 42 23 55 22 142
Dari 142 sampel penelitian, terdapat 10 sampel memiliki kelainan penyerta yaitu
telinga dengan asesori, masing-masing pada 1 sampel, dan riwayat kehamilan ibu
Palatoskisis 42 29,6
(celah bibir-rahang-langit satu sisi kiri).Celah bibir dan langit-langit satu sisi kanan
sebesar 23 sampel ( 16,2 % ) Hanya terdapat 15,5% (22 sampel) yang menderita
30 2 1,4
40 86 60,6
50 28 19,7
60 20 14,1
sebesar 40 dB. Sebesar 4,2% (6 sampel) tidak memberikan respons pada pemeriksaan
ABR hingga 90 dB. Hanya 2 sampel ( 1,4 % ) memberikan respons pada 30
19,7 % )
PENELITIAN
Tabel 7. Tabel silang jenis kelamin sampel penelitian dengan tipe celah
Laki-laki 20 17 30 10 77
Perempuan 22 6 25 12 65
TOTAL 42 23 55 22 142
Keterangan :
perempuan
1 31 15 39 20 105
2 6 5 12 2 25
3 3 2 1 0 6
4 1 1 1 0 3
5 1 0 1 0 2
6 0 0 1 0 1
TOTAL 42 23 55 22 142
Keterangan :
Pemeriksaan ABR dan timpanometri paling banyak dilakukan pada usia 1 tahun yaitu
pada 105 sampel, dengan tipe celah langit- langit yaitu 31 sampel
Tabel 9. Tabel silang adanya riwayat keluarga menderita celah bibir dan/atau
Ada 10 7 8 7 32
TOTAL 42 23 55 22 142
Keterangan :
sampel) yang memiliki riwayat keluarga menderita celah bibir dan/atau celah langit-
langit. Dari kelompok sampel penelitian yang tidak memiliki riwayat keluarga
menderita celah bibir dan/atau celah langit-langit, tipe celah yang terbanyak adalah
Tabel 10. Tabel silang hasil pemeriksaan ABR sampel penelitian dengan tipe
celah
30 dB 0 2 0 0 2
40 dB 25 16 32 13 86
50 dB 7 3 12 6 28
60 dB 8 1 9 2 20
Tidak ada 2 1 2 1 6
gel
TOTAL 42 23 55 22 142
Keterangan :
tidak dijumpai gelombang ditemukan pada semua sampel penelitian, celah langit-
langit dan celah bibir dan langit-langit satu sisi kiri masing-masing 2 sampel
Tabel 11. Tabel 2 x 2 jenis kelamin dengan tipe palatoskisis sampel penelitian
Palatoskisis Non-palatoskisis
Laki-laki 20 57 77
Perempuan 22 43 65
Karena nilai p < 0,05 maka diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan bermakna
penelitian
</= 40 dB 25 63 88
>40 dB 17 37 54
Karena nilai p < 0,05 maka diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan bermakna
antara ambang respons ABR kurang atau sama dengan 40 dB dan ambang respons
PEMBAHASAN
2,69/1000 di berbagai negara di dunia ini. Orang Asia lebih berisiko tinggi dari pada
Kaukasian dan kulit hitam. Distribusi jenis kelamin cenderung laki-laki lebih banyak.
Dalam penelitian ini dijumpai jumlah pasien jenis kelamin laki-laki lebih banyak
dari pada perempuan yaitu 77 (54,2 % ), sedangkan Chu dkk dalam penelitiannya di
Hong Kong menemukan jumlah yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan.
Dalam kepustakaan dikatakan bahwa celah bibir dan langit-langit satu sisi
lebih banyak di sisi kiri dari pada sisi kanan. Dalam penelitian ini ditemukan celah
bibir gusi langit-langit satu sisi lebih banyak disisi kiri dari pada kanan yaitu 55
pasien ( 38,7 % )
Diantara kelainan kongenital dikatakan bahwa kelainan celah bibir dan langit-
langit menduduki tempat ke tiga , terjadi sekitar 1 dalam 700 kelahiran . Dikatakan
lebih dari 150 sindrom genetik bersamaan dengan celah bibir dan langit-langit. Dua
kelainan paling sering ditemukan yaitu Hemifacial Microsomia dan Pierre Robin
Sequence. Hal ini terjadi berturut-turut 1 dalam 4000 dan 1 dalam 8000. Kelainan ini
berbicara dan berbahasa, belajar dan sosial integrasi. Dalam penelitian ini didapatkan
10 penderita menderita kelainan kongenital yang lain, yaitu mikrotia 1 pasien, fistel
keluarga yang menderita celah juga, paling banyak ditemukan pada celah langit-langit
saja yaitu 10 pasien. Dalam kepustakaan dikatakan celah bibir dengan atau tanpa
langit langit telah diketahui lebih dari 1 abad, dengan penyebab utama adalah
dengan bagian belakang hidung ini menyebabkan terjadinya otitis media efusi yang
ventilasi, proteksi dari sekret nasofaring agar tidak masuk ke telinga tengah dan
drainase sekret dari telinga tengah ke nasofaring. Otot tensor veli palatini mempunyai
fungsi utama untuk membuka tuba Eustachius, pasien dengan celah bibir dan langit-
langit otot ini tidak bersambung oleh adanya celah sehingga tidak dapat membuka
tuba Eustachius.
Banyak peneliti menemukan hampir 100 % pasien celah bibir dan langit-langit
menderita otitis media efusi ( adanya cairan di rongga telinga tengah ) Derajat
gangguan pendengaran tergantung jumlah cairan yang terjadi di telinga tengah. Rata-
Gangguan pendengaran merupakan hal yang sering ditemukan pada penderita celah
bahasa dan berbicara. Bluestone mengatakan bahwa fungsi tuba terganggu akibat
celah sehingga hampir 100 % mengalami gangguan fungsi tuba Eustachius. Cuk et
all dalam penelitiannya menemukan seluruh pasien mengalami otitis media efusi.
Saraf pendengaran dapat terkena oleh toksin inflamasi yang masuk ke telinga dalam
melalui tingkap lonjong dan tingkap bundar yang menyebabakan labirintitis serosa
Dalam penelitian ini respons pada pemeriksaan ABR sama dengan 40 dB didapatkan
pada 77 pasien , ditemukan pada celah bibir dan langit-langit lebih banyak
dibandingkan pada celah langit-langit saja. Ditemukan 6 pasien tidak ada respons (
tidak ada gelombang) yang berarti ditemukan gangguan saraf pendengaran, disini
gangguan pendengarn saraf telinga ini akibat penyakit yang diderita ibu waktu hamil
yaitu mumps dan torsch, jadi merupakan kelainan kongenital penyerta. Tunbileck et al
hasil tipe B. Dalam penelitian ini semua pasien hasil pemeriksaan timpanometri
adalah tipe B
mengalami otitis media efusi. Cuk dkk mendapatkan 51,7 % hasil timpanometri tipe
B pada usia rata-rata 5 tahun, sedangkan tipe A sebesar 41,6 % pada usia rata-rata 11
tahun . Banyaknya hasil timpanometri tipe B pada pasien usia sampai 7 tahun
menunjukkan adanya otitis media efusi yang diakibatkan oleh tidak ada koordinasi
antara otot tensor levator veli palatini dan levator veli palatini, neuromuskular kontrol
yang masih immatur dan seringnya infeksi saluran nafas atas yang khas pada usia ini.
Holborow memperkirakan fungsi otot tensor veli palatini dan otot levator veli palatini
menjadi lengkap hanya setelah usia 7 tahun, sehingga konsekuensinya frekuensi otitis
media efusi pada pasien yang tidak ada celah akan turun secara signifikan pada usia
frekuensi tipe B setelah usia 7 tahun tetap tidak menurun oleh karena terhambatnya
sekitar 21-40 dB pada usia 7 tahun tetapi akan membaik sampai 11 – 20 dB setelah
usia bertambah.
Rata-rata gangguan pendengaran terjadi dari yang ringan sampai berat, disebabkan
oleh orang tua yang tidak waspada terhadap adanya otitis media efusi sehingga tidak
tenggorok pada hampir dua pertiga pasien dengan celah. Sekalipun langit-langit telah
dilakukan operasi rekontruksi, tidak ada perbedaan antara celah langit-langit dengan
celah bibir dan langit-langit dalam kelainan telinga. Oleh karena itu telinga, hidung,
tenggorok harus diberi perhatian sedini mungkin pada kasus-kasus celah. Boltezar dan
kelainan suara pada kasus celah ini. Dari adanya insufisiensi velofaringeal pada kasus
celah langit-langit, dimana kelainan suara telah diketahui banyak terjadi , tetapi dari
hasil penelitian ditemukan bahwa tidak menunjukkan ada perbedaan kelainan suara
terutama fungsional disfoni pada pasien celah langit-langit dan celah bibir dan langit-
langit. Faktor gangguan pendengaran yang lama ditemukan merupakan faktor yang
merupakan hal yang sangat perlu dan penting, sehingga setiap anak yang lahir dengan
secara periodik untuk mengetahui keadaan telinga tengah, dan fungsi tuba Eustachius
dapat dimonitor dan bila ada gangguan saraf pendengaran dapat ditemukan segera
DAFTAR PUSTAKA
2. Avery, JK., et al. Oral development and Histology. New York. Thieme Medical
2. Boltezar IH, Jarc A, Kozelj V. Ear, nose and voice problems in children with
orofacial cleft. The Journal of Laringology and Otology. London : Apr 2006.
4. Bashiruddin J. Analisis Hubungan Hasil Pemeriksaan FFT dan Bera pada Anak
5. Cantekin EI. Identification of otitis media with effusion in children. Ann Otol
middle ear. In : Glassock ME, Shambough GE, Johnsons GD, editors, Surgery of
//DocID/35472/Nav/1/router.asp
8. Chu KMY, McPherson B. Audilogical Status of Chinese Patients With Cleft Lip
/Palate.. The Cleft-Palate – Craniofacial Journal , vol 42, Iss 3; pg 280, May 2005
Measure Middle Ear Pressure ?. Otology and Neurology 24 : 850 – 853, 2003
10. Clarke B. clinical Aspects of Cleft Lip / Palate Reconstruction. Dalhousie universi
11. Cuk JH, Cuk V, Gluhinic M, Risavi R, Katusic. Tympanometric findings in cleft
Palate patients : Influence of age and cleft type. The Journal of Laryngology and
http://www.bcm.edu/oto/studs/aud.html .
14. Finitzo T. Imcidence, prevalence and duration of otitis media in infant. In : Lim
15. Fria TJ. Hearing Acuity of Children with Otitis Media Effusion. Arch Otolaryngol
16. Galambos CS, Galambos R. Brain stem E#voked Response Audiometry in New
17. Glassock ME, Jackson CG, Josey AF. The ABR Handbook: Auditory Brainstem
pada Anak usia 2-3,5 tahun dengan Kelainan Celah Langit-langit di Rumah Sakit
Dr Hasan Sadikin Bandung. ( Karya Ilmiah Ahir Program Dokter Spesialis THT)
Hal 9-15
17. Holborow CA. Deafness associated with cleft palate. J Laryngol Otol; 76 p 762 –
773, 1962.
18. Jackson and Jackson.. Disease of The Nose Throat and Ear.. WB Saunders
19. Kahn SY, Paul R, Sengupta A, Roy.P . Clinical study of otological manifestations
in cases of cleft palate.. Indian Journal of Otolaryngology and Head and Neck Sur
20. Liston SL, Duvall AJ . Embriology, anatomy and physiology of the ear
21. Milczuk, HA. Comprehensive Mangement of Children with Cleft Lip, Cleft
22. Owen MJ, Nechay KN, Howie VM. Brainstem auditory evoked potensials in
young children before and after tympanostomy tube replacement. Int J Ped
25. Shah P, Wong D. Management of children with cleft lip and palate. CMA Journal
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/19596.html
27. Stool, S.E, et al. Ear disease in Children with Cleft Palate : State of the Art. In :
en With Cleft lip and Palate .The Cleft Palate – Craniofacial Journal: vol 40, No 3,
pp 34 – 309, 2002.
http://www.tchain.com/otoneurology/disorders/symptoms/etdysfunction.htm
http://www.aafp.org/afp/AFPprinter/20041101/1713.html?print=yes
31. Zol B. Kryger, Mark Cisco. Practical Plastic Surgery. Austin, Texas, USA: