You are on page 1of 91

BAB I

PROFIL PERUSAHAAN

1.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

PT. Dua Kelinci adalah perusahaan yang bergerak dibidang food industry,
yang berawal dari usaha rumah tangga yang dibangun oleh Ho Sie Ak dan
Lauw Bie Giok serta keluarganya. Pasangan suami-istri ini memulai
usahanya dengan repacking kacang garing dengan merk “Sari Gurih”
berlogo "Dua Kelinci", yang berpusat di Surabaya pada tahun 1972 dengan
pengelolaan usaha yang masih dilakukan secara sederhana dan dengan
manajemen keluarga. Karena konsumen lebih mengenal produk tersebut
dengan nama “Dua Kelinci”, maka pada tahun 1982 merk “Sari Gurih”
diganti dengan merk "Dua Kelinci". Wilayah pemasaran perusahaan ini
pada mulanya berkisar pada wilayah Jawa Timur.

Meningkatnya permintaan pasar, manjadikan pertumbuhan industri kecil


kacang garing ini semakin menuju arah yang lebih baik. Adanya potensi
usaha yang lebih baik serta dalam rangka pengembangan usaha dari skala
home industry menuju ke skala industri, maka pada tanggal 15 Juli 1985
oleh Hadi Sutiono dan Ali Arifin dibangun sebuah pabrik di Pati, yang
beralamat di Jalan Raya Pati-Kudus Km 6,3 Kabupaten Pati, Jawa Tengah
dengan nama PT. Dwi Kelinci. Kabupaten Pati awalnya merupakan sentra
penghasil kacang tanah di Jawa Tengah, sehingga dengan didirikannya PT.
Dwi Kelinci di Pati, dapat mempermudah dalam memperoleh pasokan
kacang tanah yang lebih baik, kontinyu dan lebih segar. Hal tersebut
sangat penting untuk menghasilkan kacang garing yang berkualitas.
Seiring dengan semakin luasnya daerah pemasaran, untuk memperkuat
branding image PT Dwi Kelinci berganti nama menjadi PT Dua Kelinci
pada tahun 2003 sekaligus untuk meluruskan persepsi konsumen terhadap

1
ketidaksesuaian antara nama perusahaan dengan merk produk yang
dihasilkan. Komplek sekarang pabrik Dua Kelinci memiliki luas sekitar 12
hektar. Komplek ini meliputi enam gudang untuk mengelola bahan, dua
bangunan kantor, gedung tamu, fasilitas staf, dan Kios Kelinci.

Pada masa awal berdiri PT. Dua Kelinci hanya memproduksi kacang
garing, lalu adanya permintaan pasar akan produk baru telah mendorong
bidang Research and Development (R&D) untuk melakukan inovasi dan
diversifikasi, sehingga pada tahun 2000 berhasil melakukan
pengembangan produk yaitu dengan memproduksi varian kacang kulit,
kacang bersalut tepung, serta produk makanan ringan berbahan dasar
tepung. Inovasi-inovasi yang dilakukan PT. Dwi Kelinci dalam
memproduksi produk-produk baru merupakan hal yang sangat penting
untuk berkompetisi dalam pasar global. Perkembangan produk yang
dilakukan juga diimbangi dengan pengembangan peralatan serta mesin
produksi yang berteknologi modern. Pada tahun 2006, PT. Dua Kelinci
juga mengembangkan produk yang berbasis biji-bijian atau serealia seperti
kacang polong, kacang koro dan jagung.

PT. Dua Kelinci sudah menggunakan standar manajemen mutu


internasional ISO 9002 versi tahun 2000 dalam usaha untuk menghasilkan
produk-produk kacang, baik untuk pasar lokal maupun internasional serta
telah mendapatkan sertifikat HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point) untuk memproduksi kacang garing, baik untuk pasar lokal maupun
pasar luar negeri. Negara-negara tujuan PT. Dua Kelinci untuk
memasarkan produknya saat ini meliputi negara-negara di Asia, Australia,
Eropa, Afrika, Amerika Serikat dan Amerika Selatan. Dengan
memproduksi 40.000 ton makanan ringan per tahun.

Untuk menghasilkan produk yang berkualitas, selain bahan baku kacang


tanah yang berkualitas juga dibutuhkan sumber daya manusia yang
profesional dalam bidangnya masing-masing. Dalam bidang produksi,

2
penelitian dan pengembangan, serta distribusi dan pemasaran,
profesionalisme merupakan faktor yang sangat penting bagi kelangsungan
PT. Dua Kelinci. Dalam proses produksi, profesionalisme ditunjang
dengan penggunaan mesin-mesin berteknologi tinggi seperti mesin masak
dan pencuci kontinyu, mesin pengering dan pembersih kontinyu, silo-silo
penyimpanan kacang yang dilengkapi dengan pengatur suhu, serta cool
room untuk menyimpan dalam suhu rendah

1.2. Lokasi Perusahaan

Lokasi PT. Dua Kelinci yaitu :


1. Kantor pusat dan pabrik
Kantor pusat dan pabrik PT. Dua Kelinci beralamat di Jalan Raya Pati-
Kudus Km 6,3 Kabupaten Pati, Jawa Tengah 59163.
2. Kantor cabang
Kantor cabang PT. Dua Kelinci terdapat di 2 lokasi, yaitu :
a. Kantor cabang Surabaya yang beralamat di Komplek Pergudangan
Suri Mulia Permai, jalan Margomulyo 44 blok E-15 Surabaya,
Jawa Timur 60183.
b. Kantor cabang Jakarta yang beralamat di jalan Letjend Suprapto,
Graha Cempaka Mas blok D no. 22 Jakarta Pusat 10640.

1.3. Visi dan Misi Perusahaan

Dalam menghadapi persaingan pasar global serta persaingan pasar lokal


yang sekarang ini semakin ketat, maka PT Dua Kelinci mempunyai visi
yang awalnya memiliki visi “Memproduksi kacang garing yang
berkualitas”, pada tahun 2007 mengganti visi perusahaan menjadi
“Menjadi yang terbaik di bidang Food Industry and Beverage Industry”.

Sedangkan misi dari PT. Dua Kelinci adalah sebagai berikut :

3
a. Peningkatan daya saing di segala bidang, terutama disegi kualitas,
efesiensi, dan teknologi.

b. Mempertahankan konsistensi dalam meningkatkan prestasi.

c. Memperkuat brand Dua Kelinci dengan jaringan distribusi yang


merata dalam skala global.

1.4. Komitmen Perusahaan

Perusahaan Dua Kelinci ini memiliki komitmen untuk menjaga kualitas


produk-produk terbaik, aman, dan halal demi kepuasan pelanggan.
meningkatkan produktifitas dan daya saing melalui pengembangan produk
dan teknologi mengembangkan manajemen dan sumber daya serta
mengantisipasi perubahan global serta mengupayakan dan memperbaiki
kelestarian dan keharmonisan lingkungan.

1.5. Ketenagakerjaan

Tenaga kerja yang ada di PT. Dua Kelinci terbagi atas 3 golongan yaitu :
a. Harian kontrak
Yaitu tenaga kerja yang dikontrak per 6 bulan. jadi tiap 6 bulan sekali
harus perpanjangan kontrak sebelum di-pending. Proses pending ini
dilihat dari kinerja karyawan kontrak tersebut.
b. Harian tetap
Yaitu tenaga kerja tetap yang sistem penggajiannya 2 minggu sekali
dan mendapat jaminan JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) dan JKM
(Jaminan Kematian).
c. Bulanan tetap
Yaitu tenaga kerja tetap yang sistem penggajiannya 1 bulan sekali dan
mendapatkan jaminan berupa JKK, JKM, dan JHT(Jaminan Hari
Tua).

1.6. Pengaturan Jam Kerja

4
PT. Dua kelinci menerapkan sistem 7 hari kerja, yaitu dari hari Senin
hingga Minggu. Pembagian shift kerja karyawan PT. Dua Kelinci diatur
menjadi 2 bagian pokok, yaitu :

1. Non Shift Senin-Sabtu : jam kerja 07.00-15.45 (jam istirahat 11.15-12.00)


Jumat : jam kerja 07.0 -16.00 (jam istirahat 11.30-12.30) berlaku untuk
karyawan kantor dan sortir ose.
2. Long Shift Long shift diberlakukan untuk karyawan pada tahap produksi
masak (cooking), pengeringan (dryer), dan ayak silo. Pembagian jam
kerja tersebut antara lain :
a. Shift pagi : 06.00 – 18.00
b. Shift malam : 18.00 – 06.00

3. Short Shift Short shift diberlakukan untuk karyawan pada tahap produksi
sortir manual dan packing. Pembagian jam kerja tersebut antara lain :
a. Shift pagi : 06.30 – 15.00
b. Shift siang : 14.30 – 23.00
c. Shift malam : 22.30 – 07.00

1.7. Tanggung Jawab Sosial

Dua Kelinci menyelenggarakan program kepedulian sosial


perusahaan/Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilaksanakan
secara berkala dan melibatkan seluruh karyawan, masyarakat serta
pemerintah. Bentuk kegiatan CSR ini diantaranya pemberian dukungan
dan apresiasi kepada olahragawan nasional, santunan untuk anak yatim
dan dhuafa, sumbangan untuk korban bencana alam, program penghijauan,
donor darah, wisata industri untuk masyarakat dan penyelenggaraan
berbagai seminar berkualitas yang ditujukan untuk mengembangkan
kualitas SDM masyarakat.

1.8. Manajemen Kualitas

Dua Kelinci menerapkan program Manajemen Kualitas yang terintegrasi.

5
kontrol kualitas dilaksanakan di seluruh proses produksi, mulai pengadaan
bahan baku hingga pengiriman. Setiap karyawan bertanggung jawab
penuh atas penerapan standart kualitas di bidang masing-masing. namun,
secara khusus, tanggung jawab manajemen mutu dilakukan oleh devisi
Quality Control (QC) atau Quality Assurance (QA).
Kebijakan mutu Dua Kelinci adalah memberikan kepuasan tertinggi
kepada pelanggan dengan mengendalikan kualitas produk agar sesuai
dengan harapan pelanggan, melakukan penyempurnaan secara terus
menerus, dan memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Didukung dengan laboratorium yang memadai dalam menunjang
penelitian tentang produk-produk di Dua Kelinci. Laboratorium Dua
Kelinci meliputi ; laboratorium mikrobiologi, kimia pangan, limbah,
organoleptik dan lain-lain. Laboratorium tersebut dioperasikan oleh staf
ahli dibidang teknologi pangan dan mikobiologi pangan yang
berpengalaman, memahami biosafety, standart-standar pengujian nasional
dan internasional, serta standar keselamatan kerja di laboratorium. Selain
itu guna dalam rangka menjamin kualitas dengan produktifitas terbaik,
maka Dua Kelinci telah mengembangkan teknologi medern sebagai
berikut : mesin continuous cooking, continuous drying/roasting dan
continuous frying. Selain itu ada cool storage berkapasitas besar untuk
menampung bahan baku, sehingga mampu menjaga rasa dan kualitas.

1.9. Kepedulian Lingkungan

1.9.1. Konservasi Air

Konservasi air merupakan bagian dari program lingkungan CSR


(Corporate Social Responsibility) yang dilakukan PT. Dua Kelinci,
sebagai terobosan untuk mengurangi pemakaian air sekaligus
melindungi air tanah. Air sangat dibutuhkan dalam proses produksi
kacang yaitu pencucian. Limbah air dari setiap tahap pencucian PT.
Dua Kelinci akan disalurkan ke kolam filtrasi sehingga air dapat

6
didaur ulang dan digunakan kembali. Kualitas air hasil filtrasi ini
telah teruji dan ini terindikasi dari ikan-ikan yang hidup dengan
sehat di kolam. Adapun endapan tanah organik dari filtrasi akan
didaur ulang kembali ke tanah.

1.9.2. Manajemen Limbah

Proses pengolahan kacang kulit menghasilkan limbah tanah dan


limbah organik. Limbah ini dikembalikan dan disebarkan ke tanah
dengan cara yang sedemikian sehingga tidak membahayakan tanah
dan tetap bermanfaat. Setiap rata-rata tiga bulan sekali, instansi
yang berwenang akan menguji lokasi di mana sedimen tanah dari
kolam filtrasi disebarkan. Hal ini dilakukan untuk memastikan
bahwa sedimen tersebut tidak berbahaya bagi tanah dan sumber air
tanah.

PT Dua Kelinci juga menargetkan untuk mengurangi sedapat


mungkin semua bentuk limbah dari proses pengemasan dan
operasional kantor dengan membudayakan “kantor dengan lebih
sedikit kertas”, memperbaiki proses kerja, serta pelatihan karyawan.

7
BAB II

SISTEM PRODUKSI PERUSAHAAN

2.1 Bahan Baku


2.1.1 Bahan Baku Utama
PT. Dua Kelinci merupakan salah satu produsen besar snack
khususnya produk yang berbahan dasar kacang di Indonesia.
Selain memasarkan produknya di dalam negeri, PT. Dua Kelinci
juga memasarkan produknya di luar negeri. Sehingga produk yang
dihasilkan mempunyai standar kualitas serta rasa yang prima.
Sebelum melakukan proses produksi perusahaan ini terlebih dahulu
memilih bahan baku yang berkualitas agar hasil yang di dapat tidak
mengecewakan para konsumen. Pada divisi kacang garing dan
kacang atom menggunakan bahan baku utama yaitu kacang tanah.
Supplier-supplier yang menyuplai bahan baku kacang tanah ke PT.
Dua Kelinci terbagi menjadi tiga daerah bagian, yaitu :

a. Jawa Tengah : Pati, Rembang, Jepara, Sragen, Wonogiri,


Cilacap dan Karanganyar
b. Jawa Barat : Cianjur, Indramayu, Sukabumi, Subang,
Cirebon, Garut, Batang, dan Cimahi
c. Jawa Timur : Trenggalek, Ponorogo Tuban, Gresik, Blitar,
Banyuwangi, Jember, Blitar, Jombang,
Pasuruan, Nganjuk, Ngawi, Madura,
ponorogo dan Situbondo.
d. Bali

Persediaan kacang basah untuk PT. Dua Kelinci tidak sama tiap
bulannya, kadang banyak dan kadang sedikit. Persediaaan yang
melimpah biasanya terjadi tiga kali dalam setahun yaitu bulan

8
Januari, April dan September karena pada bulan-bulan tersebut
adalah musim tanam kacang. Kebutuhan bahan baku perusahaan
pada bulan-bulan tersebut dipenuhi dengan mengandalkan lebih
dari satu supplier atau daerah pemasok kacang tanah mentah.
Sedangkan selain tiga bulan tersebut, kebutuhan bahan baku
kacang mentah didapat dari satu atau dua daerah pemasok kacang
mentah. Sumber bahan baku kacang didapat dari supplier tetap
karena sudah dapat memenuhi kebutuhan produksi. Frekuensi
kedatangan bahan baku tidak dapat diperkirakan karena adanya
perbedaan masa tanam pada masing-masing petani.

Kriteria kacang basah yang digunakan oleh perusahaan :


1. Segar atau tidak layu
2. Tidak burik
3. Tidak terlalu muda
4. Besar
5. Menghindari kacang jenis hibrida (kacang kelinci), biasanya
datang dari daerah Jember dan Trenggalek.

Pengendalian bahan baku diusahakan agar bahan baku tidak terlalu


banyak (over stock) atau kekurangan bahan baku (out of stock).
Penerimaan bahan baku dilakukan oleh devisi Pembelian Kacang
Basah (PKB). Bagian penerimaan bahan baku akan memeriksa
kadar air dalam kacang mentah karena jumlah kadar air juga
mempengaruhi harga dari kacang tanah. Bahan baku yang datang
dari supplier langsung ditaruh di atas lantai agar mengurangi
kelembaban selama berada di dalam truk.

Harga bahan baku sendiri berbeda-beda untuk masing-masing


supplier. Perbedaan harga kacang didasarkan pada perbandingan
kuantitas kacang tanah kualitas ekspor dan kacang tanah kualitas

9
lokal. Perbandingan dan penetapan harga kacang dapat dilihat dari
tabel standar naik turun harga kacang tanah supplier.

2.1.2 Bahan Baku Pendamping


Selain memproduksi kacang garing PT. Dua Kelinci juga
memproduksi kudapan berbasis tepung (Tic Tac). Biji-bijian dan
kacang salut. Jadi untuk membuat produk-produknya maka
diperlukan juga bahan-bahan pendamping sebagai berikut :
1. Bumbu
2. Tepung
3. Trawas
4. Garam
5. Plastic kemasan
6. Kardus

2.2 Sarana Bahan Baku Utama dan Penunjang


Ada banyak sarana dan prasarana produksi yang digunakan di pabrik.
Semuanya berperan dan mendukung proses produksi yang ada. Sarana dan
prasarana produksi dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Sarana bahan baku
Terdapat beberapa macam mesin yang digunakan dalam proses
produksi, antara lain:
1. Mesin Cleaner
Terdapat tiga mesin cleaner yang dipakai dalam proses produksi di
devisi kacang garing ini, yaitu :
a) Cleaner kering
Mesin ini dipakai pada proses awal cooking untuk
membersihkan kacang dari tanah dan cenos dengan bantuan
fibrilator.
b) Cleaner basah

10
Mesin ini digunakan untuk membersihkan kacang dari tanah,
sampah dan akar dengan dimasukkan tabung putar (molen)
dibantu spray air yang disemprotkan dalam tabung agar bersih
dari tanah.
c) Cleaner akar
Mesin ini dipakai setelah kacang selesai menjalani proses
drying untuk membersihkan sisa-sisa akar yang masih ada.
Mesin ini memakai tabung putar untuk memisahkan akar dari
kacang.
2. Mesin Washing
Mesin untuk mencuci kacang setelah dibersihkan pada mesin
cleaner basah, yaitu dengan merendam kacang dalam air dan
diputar dengan 4 turbin putar. Mesin ini juga dilengkapi dua tabung
putar termasuk penyemprot air tekanan tinggi untuk membersihkan
kacang jadi benar-benar bersih dari repaksinya kecuali sedikit akar.
3. Mesin Cooking
Mesin ini digunakan untuk memasak kacang.
4. Mesin Dryer
Mesin ini digunakan untuk mengeringkan kacang yang telah
selesai dimasak.
5. Mesin Gravity
Mesin ini digunakan untuk memisahkan kacang yang berat dan
ringan serta jelek dan bagus.
6. Mesin ayak
Mesin ini digunakan untuk memisahkan kacang yang besar dengan
kacang yang kecil.
7. Mesin Roaster
Mesin ini digunakan untuk mengoven kacang kualitas ekspor
setelah disortir.
8. Mesin Thermopack
Mesin ini digunakan untuk mengoven kacang kualitas lokal.

11
9. Mesin TAM
Mesin ini digunakan untuk pengemasan kacang.
10. Mesin Isida
Mesin ini digunakan untuk mengeluarkan kacang dengan takaran
yang telah diprogramkan.
11. Mesin Cinghong
Mesin pengemas dan penakar kacang secara manual yang
digunakan untuk packing kacang lokal.
b. Sarana penunjang
1. Belt Conveyor
Belt Conveyor (BC) adalah alat transport perpindahan kacang dari
proses satu ke proses berikutnya.
2. Sekop
Sekop ini digunakan untuk memasukkan kacang basah ke BC
mesin Cleaner kering.
3. Troli
Kereta dorong merupakan sarana transportasi untuk pengangkutan
bahan untuk diproses pada proses selanjutnya
4. Frooklif
Frookclift adalah mobil yang digunakan untuk tarnsportasi produk
yang telah selesai diproses untuk dibawa ke gudang.
5. Radiator dan blower
Radiator dan blower ini adalah alat bantu untuk mengalirkan panas
dari pembakaran batu bara ke mesin cooking, dryer dan roaster.
6. Tempat penyimpanan kacang setengah jadi
Ada 3 jenis Tempat penyimpanan yang ada di PT. Dua Kelinci,
yaitu :
a. Sec bin
Tempat penyimpanan sementara.
b. Silo
Digunakan untuk menyimpan kacang kualitas lokal

12
c. Coolroom
Digunakan untuk menyimpan kacang kualitas eksport
d. Staple
Digunakan untuk menyimpan kacang kualitas lokal jika silo
sudah penuh.
7. Karung
Karung ini digunakan untuk mengemas bahan baku atau wadah
kacang ½ jadi yang disimpan di staple.
8. Alat pembersih
Alat pembersih yang dimaksud terdiri dari sapu, sekop, kain lap,
dan lain-lain. Digunakan untuk membersihkan lingkungan stasiun
kerja masing-masing.

2.3 Proses Produksi


Proses produksi dapat berjalan dengan adanya bahan baku, bahan
pendukung, dan bahan pengemas. PT. Dua Kelinci merupakan perusahaan
manufaktur yang memproduksi makanan olahan dengan bahan baku utama
kacang tanah. Salah satu produknya adalah kacang garing. Proses produksi
pada kacang garing ini tergolong produksi massa (mass production) karena
jumlah barang yang diproduksi dalam jumlah yang besar dan mengalami
proses yang sama dengan produk sebelumnya dan yang membedakannya
hanya pada merk dagang, berat kemasan dan tujuan pasar suatu produk.

13
PEMBELIAN KACANG BASAH

Cooking

Drying

SILO

Sortir

Oven

Packing
Gambar 2.1 Bagan Alir Produksi Kacang Garing

1. Pembelian Kacang Basah (PKB)


PKB merupakan bagian dari divisi kacang garing yang mengurus
pembelian bahan baku kacang basah mulai dari pemesanan kacang
basah dari supplier sampai dengan pembongkaran di tempat
pembongkaran PT. Dua Kelinci. Dalam perencanaan produksi, divisi
PKB berperan dalam membuat prediksi atau perkiraan jumlah kacang
tanah yang dikirim para supplier dari berbagai daerah. Prediksi
tersebut dapat dibuat melalui jumlah kacang tanah yang dihasilkan
pada tahun sebelumnya dan juga dengan melakukan survey 2 bulan
sebelum panen kacang tanah. Penyurveian supplier meliputi umur
tanaman, kondisi tanaman, lahan tanam, lama panen dan kemampuan
produksi tanaman.

a. Truk supplier ditimbang di jembatan timbang, hasil penimbangan


ditandatangani oleh pihak supplier sendiri.

b. Kacang tanah diturunkan dari truk supplier.

14
c. Setiap karung kacang tanah diambil sampelnya sebanyak
setangkupan tangan, kemudian dicampurkan dengan sampel dari
karung-karung lain dan diaduk.

d. Sampel yang telah diaduk dibagi menjadi dua, kemudian supplier


memilih salah satu dari bagian tersebut. Hal ini dilakukan untuk
menentukan sampel mana yang akan dipilih untuk dilakukan
sampling.

e. Dari gunungan sampel yang telah dipilih diambil 1 kg kacang


tanah.

f. Sampel kacang tanah kemudian dibersihkan dari tanah dan akar.

g. Kacang tanah dibersihkan diambil cenosnya untuk dibuang,

h. Dihitung repaksi dari partai kacang yang telah dibersihkan. Repaksi


adalah cenos, akar, tanah dan sampah yang ada pada kacang basah.

i. Kacang yang telah bersih lalu digolongkan berapa kacang yang


puya kualitas eksport, local atau netral.

Kriteria sortir yang dipakai :

I. Eksport : kacang dengan biji 2, besar dan tua

II. Netral : kacang dengan biji 1,3 tua dan biji 2 kecil tua.

III. Lokal : kacang dengan biji 1, 2, 3 dan muda

Sekarang menggunakan system eksport dan local, sedangkan yang


netral masuk ke dalam kriteria eksport.

j. Membandingkan jumlah kacang tanah kualitas eksport dan lokal.


Hal ini dilakukan untuk menentukan harga kacang supplier.
k. Setelah mengetahui perbandingan kualitas kacang lalu ditentukan
harga dari kacang tersebut.

15
Penentuan harga dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut :

Harga dasar ± kriteria kualitas + bonus – repaksi x jumlah lot

Dibawah ini merupakan harga dasar kacabg basah yang dipakai


oleh PT Dua kelinci.

Tabel 2.1. Harga Dasar Kacang Basah

3:2 kurang 3:2 ke atas


(harga bawah) (harga atas)
Pati, jepara, sragen, wonogiri,
3200 4000
boyolali
Gresik, tuban 3400 4300

Sedangkan untuk menentukan berapa kenaikan dan penurunan harga


digunakan daftar naik-turun harga kacang basah yang mengacu pada
kualitas kacang dari petani,

Tabel 2.2. Daftar Naik-Turun Harga Kacang Basah

KUALITAS NAIK KUALITAS TURUN


cek baik HARGA cek jelek HARGA
1:1(+) +100 1:1(-) -200
5:4 +125 4:5 -350
3:2 +200 2:3 -500
2:1(-) +250 1:2 -750
2:1 +275 1:3 -950
2:1(+) +300 1:4 -1150
3:1 +350 1:5 -1350
3:1(+) +425 1:6 -1500
4:1 +500 1:7 -1650
4:1(+) +575 1:8 -1800

16
5:1 +700 1:9 -1950
6:1 +800 1:10 -2200

2. Cooking

Tahap-tahap pada proses cooking yaitu :


a. Kacang yang telah melalui tahap pengecekkan didorong
daengan sekop untuk dimasukkan ke in take (tempat
penampungan kacang).
b. Kacang melalui belt conveyor masuk ke mesin cleaner kering.
Hal ini bertujuan untuk merontokkan tanah dan memisahkan
dari akar dan cenos.
c. Kemudian kacang masuk ke mesin cleaner basah.
d. Kacang ditampung dalam sec bin dan kemudian dimasukkan ke
dalam mesin washing. Proses pencucian terjadi sebanyak 4
kali.
e. Kacang tanah melewati elevator conveyor dan kemudian masuk
ke dalam mesin cleaner pembilas 2 kali.
f. Kacang tanah masuk ke dalam sec bin kemudian masuk ke
dalam mesin cooking. Proses cooking terjadi selama 4 menit 5
detik dengan suhu air 250 ºC dan suhu udaranya adalah 105-
0
115 C.
g. Selama proses cooking kacang tanah diberi garam dan tawas.
Pemberian garam dilakukan untuk memberi rasa asin dan juga
sebagai cara untuk mengawetkan kacang. Pemberian garam
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
- Untuk kacang muda kadar garam mencapai 15-16 %.
- Untuk kacang tua kadar garam mencapai 16-18 %.
Untuk melakukan pengecekan kadar garam, dilakukan dengan
mencampur air dan air garam yang digunakan untuk merebus
dengan perbandingan adalah 2:1 lalu diletakkan pada alat

17
pengecekan. Ketika dari alat di dapat hasil 60, untuk
mengetahui kadar garamnya menggunakan perhitungan sebagai
berikut :

x×3
kadar _ garam =
10

Keterangan :

x = angka yang dibaca dari alat pengukur

60×3 =18%
kadar _ garam =
10

Pemberian tawas dilakukan untuk menjaga kadar keasaman


kacang dan mencerahkan kulit luar kacang tanah. pH normal
kacang yang dikehendaki adalah 4,5. Apabila pH terlalu tinggi,
kacang tanah akan mudah busuk dan rasanya pahit. Apabila pH
terlalu rendah, kacang juga akan mudah busuk.
h. Kacang siap untuk proses selanjutnya masuk ke BC menuju
mesin dryer.
3. Drying

Proses pengeringan ini dilakukan untuk menurunkan kadar air dalam


kacang. Dalam prosesnya, kacang tersebut dikeringkan sampai
memiliki kadar air sebesar 7-8%. Proses pengeringan dengan mesin
dryer ini menggunakan bantuan uap panas dengan suhu 900 -1000 C
yang diperoleh dari panas pembakaran batu bara. Dalam prosesnya 1
mesin dryer dapat menghabiskan 34 kg batu bara per jam. Disini
tersedia 73 bak pengeringan yaitu :
a. lokasi A ada 24 mesin
b. lokasi B ada 28 mesin
c. lokasi C ada 21 mesin
dengan masing-masing mesin mempunyai kapasitas 7 ton.

18
Alur produksi pada tahap drying antara lain :
a. Kacang yang telah melalui tahap cooking masuk ke BC dan
berjalan menuju take in.
b. Kacang tanah naik melalui elevator kemudian dipindahkan ke
masing-masing mesin dryer yang diinginkan melalui belt conveyor.
c. Kacang yang telah dimasukkan ke mesin dryer lalu disirkulasi.
Untuk sirkulasi awal yaitu waktu dari awal pengeringan adalah
selama 4 jam dan untuk sirkulasi selanjutnya dilakukan setiap jam
sekali.
d. Sirkulasi tersebut dilakukan terus menerus sampai kacang tersebut
kering. Lama proses pengeringan ini adalah selama 12-14 jam
tergantung kualitas dari kacang yang dikeringkan.
e. Setelah itu dilakukan pengecekan secara manual atau dengan alat
pengukur tingkat kekeringan kacang tersebut.
f. Setelah itu kacang siap menjalani proses selanjutnya.
4. Ayak Silo

Produksi III bertujuan untuk menyimpan kacang. Pada produksi III


terdapat 3 tempat penyimpanan, yaitu :
a. Silo
Silo merupakan tempat penyimpanan kacang yang berbentuk
tabung dengan kapasitas untuk corong 1 adalah 90-100 ton dan
corong 2 adalah 60-75 ton. Di PT. Dua Kelinci memiliki 12 unit
silo, di mana lama penyimpanan mencapai 2-3 bulan.
b. Staple
Stapel merupakan cara menyimpan kacang dengan cara menyusun
karung-karung berisi kacang. Lama penyimpanan kacang di staple
mencapai 2-3 bulan.

19
c. Cool Room
Cool Room merupakan tempat menyimpan kacang di dalam
ruangan dingin dengan temperatur 5-10 ºC. Dengan suhu
penyimpanan tersebut kacang bisa tahan sampai lebih dari 3 bulan
dengan kapasitas coolroom adalah 850-1000 ton.

Pada tahap produksi ayak silo terdapat 2 pembagian proses


pengayakan :
a. By Fast (Non Gravity)
Ketika musim panen kacang datang dan produksi ramai, tahapan
produksi III ini dilakukan dengan by fast yaitu kacang tidak
mengalami tahap gravity dan pengayakan. Kacang tanah dari tahap
drying hanya dimasukkan ke mesin cleaner lalu langsung masuk
silo atau stapel.
b. Gravity Separator
Terdapat 6 unit gravity separator yang tersedia dan dibagi menjadi
3 tahap gravity sehingga masing-masing tahap terdiri dari 2 mesin
gravity separator. Setiap mesin gravity memiliki 3 corong. Selain
gravity separator, disini juga ada yang disebut gravity abangan
yang digunakan untuk mensortir lagi kacang yang kualitasnya
paling rendah dan mesin ayak yang semuanya juga memiliki 3
corong.

Tabel 2.3. Alur Kacang Saat Dimesin Gravity


Gravity Corong Posisi kacang selanjutnya
1 Gravity Tahap 3
Tahap 1 2 Gravity Tahap 2
3 Gravity abangan
1 Gravity Tahap 3
Tahap 2 2 Simpan (silo/staple)
3 Gravity abangan

20
1 Ayak
Tahap 3 2 Simpan (silo/staple)
3 Gravity abangan
1 Simpan (silo/staple)
Abangan 2 Simpan (silo/staple)
3 Cenos
1 Simpan (coolroom)
Mesin
2 Simpan (silo/staple)
ayak
3 Buang

Alur proses dari stasiun produksi ini yaitu :


- kacang masuk ke dalam mesin cleaner dengan tujuan untuk
mengurangi akar. Proses berjalan selama setengah hari.
- Kacang masuk ke sec bin melalui belt conveyor.
- Kacang lalu dimasukkan ke mesin gravity melalui belt
conveyor untuk penggolongan kacang.
- Kacang kemudian keluar dari mesin gravity dan masuk ke
mesin ayak.
- Setelah kemudian disimpan dalam silo, stapel dan cool storage
5. Sortir
Proses produksi selanjutnya pada devisi kacang garing ini adalah
proses sortir, yaitu memisahkan antara kacang dengan kualitas eksport
dan local. Dengan alur proses sebagai berikut :
a. Kacang dari silo/Coolroom/staple di keluarkan ke BC menuju sec
bin yang ada pada bagian sortir.
b. Kacang keluar dari sec bin menuju BC sortir secara berkala. Dan
yang mengatur timing pergerakan BC adalah masing-masing ketua
kelompok pekerja.
c. Setelah itu kacang disortir atau dipisahkan antara yang memiliki
kualitas eksport dan kualitas lokal.

21
d. Kacang dengan kualitas eksport dimasukkan karung. Sedangkan
yang memiliki kualitas local dimasukkan ke dalam sec bin
e. Kacang dengan kualitas eksport yang telah dikemas dalam karung
ditimbang lalu di masukkan penampunagn sementara lalu menuju
elevator masuk ke sec bin dan siap di oven pada mesin roaster.
f. Kacang dengan kualitas local juga di masukkan karung dan siap
untuk dioven di Thermopack.

6. Oven

Proses oven ini bertujuan untuk mengeringkan atau mengoven kacang


agar kadar air di dalam kacang menjadi 1-1,5% sehingga kacang akan
lebih tahan lama. Pada produksi V terdapat 3 jenis mesin pengovenan,
yaitu :
a. Mesin Roaster
Terdapat 16 unit mesin roaster bekerja secara otomatis dan dibagi
menjadi 2 line produksi, yaitu
- Line barat memiliki 8 mesin dengan kapasitas 4,5-5 ton per
mesin
- Line timur memiliki 8 mesin dengan kapasitas 5-5,5 ton per
mesin
Dengan lama pengovenan mencapai ± 10 jam pada suhu 85º C.
b. Mesin Thermopeck
Terdapat 10 unit mesin thermopeck yang bekerja secara manual
dengan kapasitas masing-masing mesin mencapai 11–12 ton per
mesin dengan lama pengovenan mencapai ± 48 jam pada suhu 90º
C.
c. Mesin bak OB (jumbo)
Terdapat 1 unit bak OB (jumbo) menpunyai kapasitas mencapai
40-50 ton.

Alur proses dari tahap produksi V adalah sebagai berikut :

22
a. Kacang yang disimpan di sec bin setelah melalui proses sortir
dimasukkan ke BC menuju ke mesin roaster untuk kacang kualitas
eksport. Sedangkan untuk kacang yang memilki kualitas local
yang disimpan dalam karung dimasukkan ke dalam thermopack.
b. Kacang yang telah berada di mesin roaster dan thermopack
tersebut siap dioven masing-masing selama ± 10 jam pada suhu
85º C dan ± 48 jam pada suhu 90º C.
c. Setelah proses pengopenan kacang lalu disimpan pada sec bin
untuk mengurangi suhu akibat proses oven yang telah dilakukan.
d. Setelah itu kacang siap menjalani sortir final.

7. Packing

Pada produksi VI yaitu proses packing terdapat 2 macam mesin


packing, yaitu :
a. Mesin packing untuk produk luar negeri (8 unit), masing-masing
mesin packing terdiri dari :
- Mesin TAM
- Mesin Ishida
b. Mesin packing untuk produk lokal (62 unit), mesin yang digunakan
adalah mesin Cinghong.

Alur proses packing adalah sebagai berikut :


a. Kacang dari masing-masing sec bin pada produksi V yang telah
dioven, keluar melalui belt conveyor masuk ke bagian sortir final.
b. Kemudian dilakukan sortir final untuk membersihkan kacang dari
kacang yang kulitnya pecah, kulit bolong, kacang biji satu dan
kacang berukuran kecil.
c. Kacang dimasukkan ke sec bin packing dan kemudian masuk ke
mesin packing.
d. Kacang yang telah di packing dilakukan pemeriksaan kebocoran,
berat dan ketebalan kemasan.

23
e. Setelah melalui tahap pemeriksaaan kacang yang telah dikemas
lalu ditata dalam kardus dan siap disimpan di gudang.

Semua langkah-langkah diatas merupakan proses pembuatan kacang


garing yang ada pada PT. Dua Kelinci dan merupakan proses produksi
terbesar dari semua produk yang diproduksi oleh PT. Dua Kelinci.

Selain memproduksi kacang garing, PT. Dua Kelinci juga memproduksi


kacang salut. Lima puluh mesin pencampur digunakan untuk melapisi
kacang dengan salut (coating) yang dibuat dari tepung, gula, fiksin, garam,
bawang merah dan bawang putih, di mana penambahan salut dan bumbu
dilakukan secara manual dengan urutan ose lalu salut lalu tepung yang
akan membentuk sekitar 20-22 lapisan. Dari mesin pencampur, kacang
akan melewati meja getar yang akan mengeluarkan kacang yang pecah
dan mencegah salut menggumpal sebelum kering sempurna. Setelah itu
0
digoreng selama 20-22 menit dengan suhu penggorengan 150 . Proses
selanjutnya adalah ditiriskan dengan diputar sekitar 10 menit, lalu
melewati meja getar untuk memisahkan kacang atom yang mengembang,
normal dan rentekan.

2.4 Produk yang Dihasilkan

Didukung mesin produksi berteknologi modern, serta tim Riset dan


Pengembangan yang solit. PT. Dua Kelinci telah mengembangkan dan
memproduksi beragam produk yang kini telah mencapai lebih dari 80
varian.
ragam produk Dua Kelinci meliputi :
• kacang kulit, yaitu : kacang garing Dua Kelinci, kacang garing
Supernut, kacang Sangrai dan kacang rasa bawang putih(gurlic nut).
• kacang bersalut tepung, seperti Shanghai Deka, Hot Nut, Katom dan
Sukro.

24
• produk kacang rendah lemak bermerek Lofet.
• produk makanan ringan berbahan dasar tepung. seperti : Tic tac, Krip
Krip dan My Corn
• produk biji-bijian/serelia seperti
o kacang koro dengan merek Koroku dan Rege Koro
o kacang polong dengan merek polongmas, Polongku dan Rege
Polong
o biji jagung dengan merek Morning
• produk minuman dengan merek Sir Jus dan Jus Cup.

25
BAB III
LAPORAN KEGIATAN LAPANGAN

Kerja Praktek (KP) yang dilaksanakan di PT. Dua Kelinci yang terletak di Jalan .
Pati-Kudus km 6.3, Pati, Jawa Tengah ini, telah dilaksanakan pada tanggal 18 Juli
sampai 19 Agustus 2011. Kerja Praktek ini merupakan salah satu tugas yang harus
ditempuh untuk menyelesaikan program Strata I Program Studi Teknik Industri
Fakultas Sains dan Teknologi di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta dan sarana dalam mempraktekkan materi yang telah diterima di
bangku kuliah.

Dalam pelaksanaan Kerja Praktek ini, mahasiswa KP ditempatkan di Balai


Pengobatan PT. Dua Kelinci dan diberikan pengarahan dan bimbingan oleh Ibu
Aris Windarsih yang merupakan supervisior Balai Pengobatan dan pembimbing
selama di perusahaan. Penempatan tersebut disesuaikan dengan tema proposal
kerja praktek yang telah diajukan yaitu mengenai postur kerja karyawan yang
bekerja di PT. Dua Kelinci. Balai Pengobatan Poliklinik ini bertugas melayani
para karyawan Dua Kelinci di bidang kesehatan dan pengobatan. Selain itu juga
bertugas memonitor penerapan K3 yang ada di perusahaan. Berikut ini tabel
kegiatan Kerja Praktek yang telah dilakukan :

Tabel 3.1. Tabel Kegiatan Selama Di Perusahaan

Tanggal Tempat Kegiatan


Ruang Pemberitahuan tentang tata tertib yang berlaku di
18 Juli metting pabrik dan pembimbing KP dari perusahaan
2011
Poliklinik Perkenalan dengan staf-staf poliklinik
Area
Pengenalan area pabrik
pabrik
Poliklinik Diskusi dengan ibu Aris Windarsih
19 Juli
2011 Mencari informasi proses penyediaan dan pemilihan
Area
bahan baku (PKB)
pabrik
Mencari informasi proses pemasakan kacang
(COOKING)

26
Mencari informasi proses pengeringan (drying)
20 Juli Area
Mencari informasi proses cleaning pengayakan grafiti
2011 pabrik
dan storage setengah jadi (SILO)
Mencari informasi proses pengovenan (OVEN)
Mencari informasi proses sortir final dan pengepakan
(PACKING)
21 Juli Area Melihat proses pengeluaran kacang setelah di keringkan
2001 pabrik (drying)
25 Juli Poliklinik Diskusi dengan ibu Aris Windarsih
2011 Area
Mengambil gambar pekerja inspeksi OC
pabrik
26 Juli Poliklinik Konsultasi dengan ibu Aris Windarsih
2011 Area
Pengambilan data dimensi dan wawancara
pabrik
27 Juli Area
Pengambilan video
2011 pabrik
28 Juli –
10 Agustus Poliklinik Pengerjaan laporan
2011
11-18
Pabrik dan
Agustus Mencari info tambahan tentang prusahaan
kantor
2011
19 Agustus
Pelepasan dan pamitan
2011

Senin, 18 Juli 2011, saya datang ke PT. Dua Kelinci untuk bertemu dengan Bapak
Sofwan yang akan menjelaskan aturan-aturan yang harus ditaati selama
menjalankan kerja praktek di dalam perusahaan seperti memakai baju yang
sopan, dilarang memakai kaos, dilarang memakai sandal, dilarang memotret atau
merekam video di bagian produksi, tidak boleh memakan atau mencicipi produk
yang sedang diproduksi dan rambu-rambu yang lainnya serta memberitahukan
pembimbing kerja praktek dari perusahaan yang akan mengarahkan dan
membimbing kita selama melakukan kegiatan di dalam perusahaan. Setelah itu
saya diantarkan ke BP Poliklinik untuk menemui Ibu Aris Windarsih selaku
pembimbing. Kerja praktik ini dilaksanakan pada hari senin sampai sabtu, mulai
jam 07.00 sampai jam 15.45 WIB. Setelah berkenalan dengan Ibu Aris dan staf-
staf BP Poliklinik, saya ditemani oleh Ibu Asih berkeliling pabrik untuk

27
pengenalan area pabrik dan melihat postur kerja para karyawan yang ada di
perusahan sebagai bahan pertimbangan postur kerja mana yang akan dianalisis.

Di hari berikutnya yaitu selasa, 19 Juli 2011, setelah berdiskusi dengan Ibu Aris,
saya akan mulai mencari informasi tentang proses produksi yang ada di PT. Dua
Kelinci khususnya pembuatan kacang garing yang merupakan proses produksi
terbesar yang ada dibandingkan proses produksi produk yang lain. Sebagai
langkah awal saya menemui kepala divisi kacang garing yaitu Bapak Warno.
Beliau menyuruh saya mencari tahu prosesnya sendiri dengan datang ke tiap
stasiun yang ada pada devisi kacang garing. Lalu saya mulai dari stasiun pertama
yaitu bagian Pembelian Kacang Basah (PKB) dan bertemu dengan Bapak
Bambang dan Ibu Win untuk mengetahui prosedur dan system dalam mengatur
persediaan dan pemilihan kacang sebagai bahan baku utama. Selanjutnya adalah
bagian cooking yang berfungsi untuk memasak kacang. Disini saya dibantu oleh
Bapak Yono dan Bapak Kasiman untuk mengetahui proses pemasakan kacang
mulai dari pembersihkan kacang sampai kacang tersebut matang dan siap diproses
selanjutnya.

Pada hari ketiga yaitu hari rabu, 20 Juli 2011, saya melanjutkan mencari informasi
mengenai proses produksi kacang garing. Stasiun selanjutnya adalah bagian
drying, disini saya dibantu oleh Bapak Sutikno dan dipandu oleh Bapak Jasman
mencari tahu proses drying mulai dari awal sampai akhir. Setelah selesai dengan
bagian drying selanjutnya adalah bagian ayak silo. Pada stasiun ini saya dibantu
oleh Ibu Sutami dalam memahami fungsi dan proses yang ada. Sedangkan untuk
tiga stasiun berikutnya adalah sortir, oven dan packing saya dibantu oleh Ibu
Hartini, Bapak Sunthi dan Bapak Sutopo untuk memahami proses dan fungsi
masing-masing stasiun tersebut.

Hari kamis, 21 Juli 2011 saya menemui Bapak Jasman yang telah berjanji
memperlihatkan proses pembongkaran kacang dari mesin dryer dengan
mensisakan satu bak kacang yang seharusnya dibongkar pada shift malam.

28
Selanjutnya saya mulai menyusun laporan tentang proses produksi kacang garing
dari informasi yang telah dikumpulkan.

Pada minggu kedua, senin, 25 Juli 2011, setelah berkonsultasi dengan Ibu Aris,
saya mulai mencari data-data primer untuk laporan kerja praktik yaitu foto postur
kerja. Postur kerja yang saya pilih adalah pada bagian sortir ose devisi kacang
atom.

Selasa, 26 Juli, saya melanjutkan pengumpulan data yaitu data ukuran dimensi
tubuh para karyawan sortir ose dan melakukan wawancara mengenai keluhan-
keluhan yang dialami selama bekerja yang berhubungan dengan kesalahan postur
kerja. Dikarenakan kekurangan data. Dan pada tanggal 27 juli 2011, saya kembali
mengambil data tapi berupa video saat karyawan sedang mensortir ose.

Selanjutnya pada tanggal 28 Juli sampai 10 Agustus 2011, saya mengerjakan


laporan dari kerja praktek yang telah dilakukan. Untuk menambah informasi
tentang perusahan maka pada tanggal 11-18 Agustus 2011, saya mencari
informasi tambahan tentang perusahaan seperti profil perusahaan dan layout
perusahaan. Dan akhirnya pada tanggal 19 Agustus 2011 yang merupakan hari
terakhir pelaksanaan kerja praktek ini perusahaan melakukan pelepasan.

29
BAB IV

STUDI KASUS

4.1. Rumusan Kasus


Keselamatan kerja merupakan salah satu hal terpenting yang perlu
diperhatikan oleh perusahaan agar produktifitas dan kesejahteraan karyawan
tetap baik. Berdasarkan hal tersebut, maka tiap perusahaan dituntut untuk
memiliki sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang baik sehingga dapat
meminimalisasi terjadinya suatu kecelakaan kerja. Untuk merealisasikan hal
tersebut perusahaan harus memperhatikan salah satunya yaitu postur kerja
dari karyawan atau operator dalam menjalankan tugasnya. Salah satu
perusahaan yang berusaha mencapai hal tersbut adalah PT. Dua Kelinci.
PT. Dua Kelinci merupakan salah satu produsen besar snack khususnya
produk yang berbahan dasar kacang di Indonesia. Selain memasarkan
produknya di dalam negeri, PT. Dua Kelinci juga memasarkan produknya di
luar negeri. Dua Kelinci adalah merek terkemuka dan terpercaya di
Indonesia, karena selama hampir 40 tahun telah memproduksi kudapan
kacang dan aneka kudapan lainnya dengan standar kualitas serta rasa yang
prima. Standar kualitas kami adalah satu di antara yang tertinggi dari yang
dimiliki produsen-produsen makanan terbaik di tanah air. Ini karena mereka
telah berinvestasi pada proses jaminan mutu yang sangat teliti. Standar
tersebut diterapkan mulai dari pemilihan bahan baku dan di setiap tahap
proses produksi, serta dilaksanakan dengan sepenuh hati oleh seluruh
karyawan PT. Dua Kelinci. Untuk melakukan inspeksi atau pemisahan
kacang yang kualitas baik dengan kacang yang kualitasnya jelek dilakukan
dengan tenaga manusia atau manual. Kegiatan tersebut berpotensi
mengakibatkan terjadinya cedera muscoluskeletal.
Setiap pekerjaan yang dikerjakan operator dalah proses diatas, dilakukan
dalam bermacam-macam bentuk atau posisi. Sehingga mereka tidak tahu

30
apakah posisi yang mereka lakukan merupakan posisi yang tepat dan
ergonomis. Kenyamanan tercipta apabila pekerja melakukan postur kerja
yang baik dan aman. Setiap posisi kerja memiliki tingkat resiko yang
berbeda. Apabila seorang operator melakukan pekerjaan dalam posisi yang
salah maka akan mengakibatkan resiko yang fatal. Namun masih banyak
operator yang melakukan pekerjaan dengan posisi yang seharusnya tidak
dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan dilakukan berulang-ulang
karena sudah menjadi kebiasaan. Padahal, hal tersebut dapat menimbulkan
terjadinya Comulative Trauma Disorders.
Berdasarkan hal diatas, maka diperlukan suatu analisis pengukuran kerja
yang didasarkan pada prinsip-prinsip biomekanika, dan salah satu metode
yang bisa digunakan yaitu metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
dan Rapid Entire Body Assessment (REBA).

4.1.1 Batasan Masalah

Untuk mempermudah dalam melakukan kerja praktek dan menjaga


agar menjurus kepada permasalahan yang sedang dihadapi, maka
perlu adanya pembatasan terhadap lingkup penelitian. Pembatasan
masalah tersebut adalah :
1) Populasi karyawan sortir ose pada satu line stasiun sortir
ose ada 24 orang.
2) Kasus yang diambil hanya pada satu stasiun sortir ose.
3) Pengambilan foto operator dengan 3 postur yang berbeda.

4.1.2 Asumsi

Dalam penelitian kerja praktek ini digunakan beberapa asumsi yaitu


sebagai berikut :
1) Satuan tinggi, panjang dan lebar yang digunakan adalah
sentimeter sedangkan untuk sudut adalah derajat.
2) Operator bekerja secara normal

31
4.1.3 Tujuan

Dalam kerja praktek ini, praktikan bermaksud untuk melakukan

analisa postur kerja karyawan bagian gudang menggunakan metode


Rapid Upper Limb Assessment (RULA) dan Rapid Entire Body
Assessment (REBA) dengan tujuan agar bisa merancang metode kerja
yang didasarkan pada prinsip–prinsip biomekanika.

Secara lengkap tujuan kerja praktek ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Umum
a. Menambah wawasan tentang orientasi pengembangan teknologi
di masa sekarang dan mendatang sehingga diharapkan dapat
menyadari realitas antara teori yang diberikan di bangku kuliah
dengan tugas yang didapat di lapangan.
b. Menambah informasi dan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip
yang diajarkan selama masa kuliah dengan aplikasinya di dunia
industri.
c. Mengukur kemampuan analisis secara teoritis dengan kondisi
nyata yang ada di lapangan.
d. Sebagai media untuk memperoleh pengalaman awal dalam
usaha untuk berpikir secara kritis dan melatih keterampilan
sikap, serta pola tindak dalam masyarakat industri yang sesuai
dengan disiplin ilmu yang dipelajari.
e. Menambah wawasan tentang informasi serta melatih pola pikir
mahasiswa untuk dapat menggali permasalahan, yang kemudian
akan dianalisa dan dicari penyelesaiannya secara integral
komprehensif.
f. Memberikan solusi terhadap masalah yang ada di tempat Kerja
Praktek.

32
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui postur kerja yang baik menurut prinsip RULA dan
REBA.
b. Melakukan perhitungan postur kerja dengan metode RULA dan
REBA.
c. Melakukan analisis terhadap postur tubuh operator sesuai
dengan metode RULA dan REBA

4.1.4 Manfaat Kerja Praktek

1. Bagi Mahasiswa
A. Sebagai persiapan dalam menghadapi dunia kerja.
B. Dapat meningkatkan wawasan mahasiswa terhadap kondisi
nyata perusahaan, dan dapat menambah kemampuan, serta
keyakinan akan teori yang diperoleh dari perkuliahan.
C. Kesempatan untuk mengembangkan kebidangan dan keilmuan
dalam teknik industri ke dalam dunia industri nyata
D. Sebagai batu loncatan untuk meraih masa depan yang lebih
baik

2. Bagi Perguruan Tinggi


a. Menjalin hubungan eksternal yang baik dengan perusahaan
yang bergerak dalam dunia industri proses.
b. Tercipta pola kemitraan yang baik dengan perusahaan tempat
mahasiswa melaksanakan Kerja Praktek mengenai berbagai
persoalan yang muncul untuk kemudian di cari solusi bersama
yang lebih baik.
c. Peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan kebidangan dan
keilmuan

3. Bagi Perusahaan

33
a. Dapat menjalin hubungan eksternal yang positif dengan
lembaga pendidikan tingkat universitas khususnya Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Jurusan Teknik
Industri.
b. Adanya masukan bermanfaat yang dapat digunakan untuk
meningkatkan produktivitas perusahaan sesuai dengan hasil
pengamatan yang dilakukan mahasiswa selama melaksanakan
Kerja Praktek.
c. Mengenal dan mengetahui kebidangan dan keilmuan yang ada
di Jurusan Teknik Industri Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta.

4.2. Metode Penyelesaian kasus

Dalam ilmu ergonomi, terdapat empat bidang penelitian dari hasil


ergonomic itu sendiri. Salah satu dari cabang penelitian tersebut adalah
biomekanika. Dalam dunia industri sering kita temui pekerja mengangkat
barang dengan bantuan atau tanpa alat bantu guna tercapainya perpindahan
barang tersebut. Ilmu Biomekanika mencoba memberikan gambaran
ataupun solusi guna meminimumkan beban yang akan dibebankan pada
pekerja tersebut supaya tidak terjadi kecelakaan kerja.
Biomekanika merupakan penelitian tentang kekuatan fisik manusia yang
mencakup kekuatan atau daya fisik manusia ketika bekerja dan mempelajari
bagaimana cara kerja serta peralatan harus dirancang agar sesuai dengan
kemampuan fisik manusia ketika melakukan aktivitas kerja tersebut .

4.2.1 Analisis mekanik


Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap
kerja yang berbeda aka menghasilkan kekuatan yang berbeda pula.
Pada saat bekerja sebaiknya postur dilakukan secara alamiyah
sehingga dapat meminimalisasi timbulnya cedera muscoluskeletal.

34
Kenyamanan tercipta apabila pekerja melakukan postur kerja yang
baik dan aman.
Dalam tubuh manusia terdapat tiga jenis gaya, yaitu:
1. Gaya gravitasi, yaitu gaya yang melalui pusat massa dari tiap
segmen tubuh manusia dengan arah kebawah (F=m.g).
2. Gaya Reaksi, yaitu gaya yang terjadi akibat beban pada segmen
tubuh atau berat segmen tubuh itu sendiri.
3. Gaya otot, yaitu gaya yang terjadi pada bagian sendi, baik akibat
gesekan sendi atau akibat gaya pada otot yang melekat pada
sendi. Gaya ini menggambarkan besarnya gaya momen otot.
Tubuh manusia terdiri dari 6 link yaitu:
1. Link lengan bawah, dibatasi joint telapak tangan dan siku.
2. Link lengan atas, dibatasi joint siku dan bahu.
3. Link punggung, dibatasi joint bahu dan pinggul.
4. Link paha, dibatasi joint pinggul dan lutut.
5. Link betis, dibatasi joint lutut dan mata kaki.
6. Link kaki, dibatasi joint mata kaki dan telapak kaki.

4.2.2 Postur Kerja


Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh
saat bekerja. Pergerakan yang dilakukan saat bekerja meliputi: flexion,
extension, abduction, adduction, rotation, pronation dan supination.
Flexion adalah gerakan dimana sudut antara dua tulang terjadi
pengurangan. , extension adalah gerakan merentangkan dimana terjadi
peningkatan sudut antara dua tulang. abduction adalah gerakan
menyamping menjauhi dari sumbu tengah tubuh. Adduction adalah
pergerakan kearah sumbu tengah tubuh. Rotation adalah perputaran
bagian atas lengan atau kaki depan. Pronation adalah perputaran
bagian tengah (menuju kedalam) dari anggota tubuh. Supination
adalah perputaran kea rah samping (menuju luar) dari anggota tubuh.

35
4.2.3 Comulative Trauma Disorders (CTD)
Comulative Trauma Disordersadlah cidera pada system kerangka otot
yang semakin bertambah secara bertahap sebagai akibat dari trauma
kecil yang terus menerus yang disebabkan oleh disain yang buruk
yaitu disain alat/system kerja yang membutuhkan gerakan tubuh
dalam posisi yang tidak normal serta penggunaan perkakas atau alat
lainnya terlalu sering. Penyebabnya adalah:
1. Penggunaan gaya yang sangat berlebihan selama gerakan
normal.
2. Gerakan sendi yang kaku yaitu tidak pada posisi normal
3. Perulangan gerkan yang sama secara terus menerus
4. Kurangnya istirahat yang cukup untuk memulihkan trauma
sendi.

4.2.4 Rapid Upper Limb Assessment (RULA)


Rapid Upper Limb Assissment (REBA) dikembangkan oleh Dr.Lynn
Mc Atamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan ergonom dari
universitas di Nottingham (University of Nottingham’s Institute of
Osecupational Ergonomics). Pertama kali dijelaskan dalam bentuk
jurnal aplikasi ergonomi pada tahun 1993.
RULA adalah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi
yang menginvestigasi dan menilai posisi kerja yang dilakukan oleh
tubuh bagian atas. Metode ini tidak membutuhkan piranti khusus
dalam memberikan penilaian dalam postur leher, punggung dan tubuh
bagian atas. Sejalan dengan fungsi otot dan beban eksternal yang
ditopang oleh tubuh.
Teknologi ergonomic tersebut mengevaluasi postur, kekuatan dan
aktivitas otot yang menimbulkan cedera akibat aktivitas berulang.
RULA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko
dan melakukan perbaikan sesegera mungkin.

36
4.2.5 Perkembangan RULA
RULA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini
memudahkan peneliti untuk dapat dilatih dalam melakukan
pemeriksaan dan pengukuran tanpa memerluka biaya peralatan
tambahan. Pengembangan RULA terjadi dalam tiga tahap. Tahap
pertama adalah pengembangan untuk perekaman atau pencatatan
postur kerja, tahap kedua adalah pengembangan system penskoran dan
tahap yang ketiga adalah pengambangan skala level tindakan yang
memberikan suatu panduan terhadap suatu level resiko dan kebutuhan
akan tindakan untuk melakukan pengukuran yang lebih terperinci.
Adapun tujuan dari dikembangkannya metode RULA ini adalah
sebagai berikut:
1. Memberikan suatu metode pemeriksaan populasi pekerja
secara cepat, terutama pemeriksaan paparan (exposure)
terhadap resiko gangguan bagian tubuh atas yang disebabkan
karena bekerja.
2. Menentukan penilaian gerakan-gerakan otot yang dikaitkan
dengan postur kerja, mengeluarkan tenaga, dan melakukan
kerja statis dan repetitive yang mengakibatkan kelelahan otot.
3. Memberikan hasil yang dapat digunakan pada pemeriksaan
atau pengukuran ergonomi yang mencakup faktor-faktor fisik,
mental, lingkungan dan faktor organisional dan khususnya
mencegah terjadi gangguan pada tubuh bagian atas akibat
kerja.
Penilaian menggunakan metode ini adalah metode yang telah
dilakukan oleh McAtamey dan Corlett (1993). Tahapan-tahapan
menggunakan metode ini adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan metode untuk pencatatan postur bekerja
Tubuh dibagi menjadi dua bagian yang membentuk dua
kelompok, yaitu grup A dan B.

37
ó Grup A: lengan atas dan lengan bawah serta pergelangan
tangan.
ó Grup B: leher, badan dan kaki.
Pembagian tersebut memastikan bahwa seluruh postur tubuh
dicatat sehingga postur kaki, badan dan leher yang terbatas
yang mungkin mempengaruhi postur tubuh bagian atas dapat
masuk dalam pemeriksaan.
sistem penskoran pada setiap postur bagian tubuh ini
menghasilkan urutan anngka yang logis dan mudah untuk
diingat. Agar memudahkan identifikasi kisaran postur dari
setiap gambar bagian tubuh disajikan dalam bidang sagital.
Pengukuran dimulai dengan pengamati operator selama
beberapa siklus kerja untuk menentukan tugas dan postur
pengukuran.
Skor-skor yang terdapat dalam metode RULA adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Skor Pergerakan Lengan Atas

38
Ganbar 4.1 Range Pergerakan Lengan Atas (a) postur alamiah (b) postur
extention dan fexion (c) postur lengan atas fexion.

Table 4.2 Skor Pergerakan Lengan Bawah

Ganbar 4.2 Range Pergerakan Lengan Bawah

39
Tabel 4.3 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan

Gambar 4.3 Range Pergerakan Pergelangan Tangan

Ganbar 4.4 Standar RULA Putaran Pergelelangan Tangan

40
Tabel 4.4 Skor Rentang Postur untuk Leher

Gambar 4.5 Range Pergerakan Leher

Gambar 4.6 Range Pergerakan Leher yang Diputar dan Dibengkokkan

41
Table 4.5 Skor Pergerakan untuk Punggung

Gambar 4.7 Range Pergerakan Punggung

Gambar 4.8 Range Pergerakan Punggung yang Diputar atau Dibelokkan

42
Gambar 4.9 Range Pergerakan Kaki

2. Perkembangan sistem untuk pengelompokan skor postur


bagian tubuh
Rekaman video yang dihasilkan dari postur kelompok A dan B
diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur.
Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk
memperoleh skor A dan tabel B untuk memperoleh skor B

43
Tabel 4.6 Skor Postur Kelompok A

Table 4.7 Skor Postur Kelompok B

44
Sistem penskoran dilanjutkan dengan melibatkan otot dan
tenaga yang digunakan.

Skor untuk penggunaan otot:


+1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau
penggunaan postur tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1
menit.

Skor untuk penggunaan tenaga (beban), yaitu sbb:


0 jika pembebanan sesekali atau tenaga kurang dari 20 Kg dan
ditahan.
1 jika beban sesekali 20 – 10 Kg.
2 jika beban 2 – 10 Kg bersifat statis atau berulang-ulang.
2 jika beban sesekali namun lebih dari 10 Kg.
3 jika beban (tenaga) lebih dari 10 Kg dialami secara statis
atau berulang.
4 jika pembebanan seberapapun besarnya dialami dengan
sentakan cepat.
Skor penggunaan otot dan skor tenaga pada kelompok tubuh
bagian A dan B diukur dan dicatat dalam kotak-kotak yang
tersedia kemudian ditambahkan dengan skor yang berasal dari
table A dan B, yaitu:
Skor A + skor penggunaan otot + skor tenaga = skor C
Skor B + skor penggunaan otot + skor tenaga = skor D
Atau secara bagan dapat disajikan sebagai berikut:

45
Gambar 4.10 Bagan Penilaian RULA

3. Pengembangan Grand Skor dan Daftar Tindakan


Setiap kombinasi skor C dan D diberikan rating yang disebut
grand skor, yang nilainya 1 sampai 7. Nilai grand skor
diperoleh dari tabel berikut.
Tabel 4.8 Tabel Grand skor

Setelah diperoleh grand skor, yang bernilai 1 hingga 7


menunjukkan level tindakan (action level) sebagai berikut:

46
Action level 1
Suatu skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur ini bias
diterima jika tidak dipertahankan atau tidak berulang dalam
periode yang lama.
Action level 2
Skor 3 atau 4 yang menunjukkan bahwa diperlukan
pemeriksaan lanjutan dan juga diperlukan perubahan-
perubahan.
Action level 3
Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa pemeriksaan dan perubahan
perlu segera dilakukan.
Action level 4
Skor 7 menunjukkan bahwa kondisi ini berbahaya maka
pemeriksaan dan perubahan diperlukan dengan segera (saat itu
juga).

4.2.6 Rapid Entire Body Assessment (REBA)

Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang


dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara
cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan,
pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini
juga dipengaruhi oleh faktor coupling, beban eksternal yang ditopang
oleh tubuh serta aktivitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan
REBA tidak membutuhkan waktu lama untuk melengkapi dan
melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang
mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan
postur kerja operator (McAtamney, 2000).

Penilaian menggunakan metode REBA yang telah dilakukan oleh Dr.


Sue Hignett dan Dr. Lynn McAtamney melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut:

47
Tahap 1 : Pengambilan data postur pekerja berupa video atau
foto.
Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja
dari leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga
kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau
memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya
peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail
(valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa
didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta
analisis selanjutnya.
Tahap 2 : Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja.
Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh
dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut dari
masing-masing segmen tubuh yang meliputi punggung
(batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah,
pergelangan tangan dan kaki. Pada metode REBA
segmen-segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi
punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Sementara
grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan
pergelangan tangan. Dari data sudut segmen tubuh pada
masing-masing grup dapat diketahui skornya, kemudian
dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A
untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh
skor untuk masing-masing tabel.

48
Table 4.9 Skor Pergerakan Punggung

Gambar 4.11 Pergerakan Punggung

Tabel 4.10 Skor Pergerakan Leher

Gambar 4.12 Pergerakan Leher

49
Tabel 4.11 Skor Pergerakan Kaki

Gambar 4.13 Pergerakan Kaki

Tabel 4.12 Skor Pergerakan Lengan Atas

Gambar 4.14 Pergerakan Lengan Atas

50
Tabel 4.13 Skor Pergerakan Lengan Bawah

Gambar 4.15 Pergerakan Lengan Bawah

Tabel 4.14 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan

Gambar 4.16 Pergerakan Pergelangan Tangan

51
Kita dapat mengetahui skor A dengan melihat tabel A dengan
skor punggung, leher, dan kaki. Dan tabel B untuk lengan atas,
lengan bawah, dan pergelangan tangan untuk mengetahui skor
B.
Tahap 3 : Penentuan berat benda yang diangkat, coupling dan aktivitas
pekerja.
Faktor lain yang perlu disertakan adalah berat beban yang
diangkat, coupling dan aktivitas pekerjanya. Masing-masing
faktor tersebut juga mempunya kategori skor.
Table 4.15 Skor A REBA dan Skor Beban

52
Table 4.16 Tabel skor B REBA dan Skor Coupling

Table 4,17 Skor C REBA dan Activity Score

53
Tahap 4 : Perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan.
Setelah didapatkan skor dari tabel A kemudian dijumlahkan
dengan skor untuk berat beban yang diangkat sehingga
didapatkan nilai bagian A. Sementara skor dari tabel B
dijumlahkan dengan skor dari tabel coupling sehingga didapatkan
nilai bagian B. Dari nilai bagian A dan bagian B dapat digunakan
untuk mencari nilai bagian C dari tabel C yang ada.

Nilai REBA didapatkan dari hasil penjumlahan nilai bagian C


dengan nilai aktivitas pekerja. Dari nilai REBA tersebut dapat
diketahui level resiko pada muscolusceletal dan tindakan yang
perlu dilakukan untuk mengurangi resiko serta perbaikan kerja.
Untuk lebih jelasnya, alur cara kerja dengan menggunakan
metode REBA.

Gambar 4.17 Langkah-Langkah Perhitungan Metode REBA

54
Table 4.18 Level Resiko dan Tindakan

Dari tabel resiko di atas dapat diketahui dengan nilai REBA yang
didapatkan dari hasil perhitungan sebelumnya dapat diketahui level
resiko yang terjadi dan perlu atau tidaknya tindakan dilakukan untuk
perbaikan. Perbaikan kerja yang mungkin dilakukan antara lain
berupa perancangan ulang peralatan kerja berdasarkan prinsip-
prinsip ergonomi.

4.2.7 Anthropometri

Tahapan perancangan sistem kerja menyangkut work space design


memperhatikan faktor anthropometri secara umum adalah sebagai
berikut (Roebuck, 1995):
1. Pemilihan sampel yang akan diambil datanya
2. Penentuan kebutuhan data (dimensidimensi system kerja yang akan
dirancang)
3. Penentuan sumber data (dimensi tubuh yang akan diambil) dan
pemilihan persentil yang akan dipakai
4. Penyiapan alat ukur anthropometri
5. Pengambilan data
6. Pengolahan data dengan :
a. Uji kenormalan data
Uji kenormalan data dapat dilakukan dengan bantuan software
SPSS (non parametrik test)
b. Uji keseragaman data
Dengan menggunakan formula matematis sebagai berikut :

55
c. Uji kecukupan data
Uji kecukupan data dapat dilakukan dengan formula :

d. Perhitungan persentil data (Persentil kecil, rata-rata, dan besar)


e. Visualisasi rancangan, dengan memperhatikan posisi tubuh secara
normal, kelonggaran (pakaian dan ruang), variasi gerak dan
analisis hasil rancangan

4.3. Pengumpulan dan Pengolahan Data

4.3.1. Pengumpulan Data

Dari hasil observasi langsung yang telah dilakukan didapatkan

beberapa data sebagai berikut :

1. Data diagnosa karyawan PT. Dua Kelinci

Berikut ini adalah data diagnosa karyawan yang berhubungan


dengan efek dari kesalahan postur kerja yang dialami.

Tabel 4.19. Diagnosa Karyawan PT. Dua Kelinci

Keluhan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli


Parestesi
20 25 31 9 12 10 12
(kesemutan)
Neuralgia
41 25 34 47 54 45 43
(pegal)

56
Arthritis,
Myalgia, 109 109 123 91 98 104 86
Osteoporosis

2. Data keluhan pekerja

Berikut ini adalah data keluhan dari para pekerja sortir ose yang
diperoleh dari hasil wawancara :

Tabel 4.20. Data Keluhan Pekerja Sortir Ose

lama
PEKERJA Umur Keluhan pegal-pegal tempo
kerja
A 40 11 punggung dan tangan Jarang
B 31 11 punggung dan kaki Sering
C 34 11 punggung dan kaki Sering
D 33 7 punggung dan kaki Sering
E 25 10 punggung, pundak dan kaki Sering
F 35 11 punggung, pundak dan kaki Sering
G 33 11 punggung dan kaki Sering
H 45 10 Pundak Kadang
I 36 10 Pundak Jarang
J 33 12 punggung dan kaki Jarang
K 37 10 punggung, pusing dan kaki Sering
L 32 10 punggung dan kaki Jarang
M 28 5 punggung, pundak dan kaki Sering
N 34 10 punggung, pundak dan kaki Sering
O 44 13 Pundak Sering
P 37 12 punggung dan kaki jarang
Q 31 13 Punggung Sering
R 44 17 punggung, pundak dan pusing Sering

57
S 45 12 punggung dan kaki bagian tungkak Sering

3. Foto postur kerja

Berikut ini adalah gambar postur kerja dari karyawan yang


bekerja di bagian sortir ose.

(a) (b) (c)

Gambar 4.18. Postur Kerja Karyawan Sortir Ose. (a) postur kerja 1, (b)
postur kerja 2, (c) postur kerja 3

58
4. Pengukuran sudut

Gambar 4.19. Titik-Titik Pembentuk Sudut

Tabel 4.21. Titik Pembentuk Sudut

Postur Titik pembentuk

Leher A-C-B
Punggung C-E-D
Kaki L-E-F
Lengan atas G-C-E
Lengan bawah H-G-I
Pergelangan J-I-K

59
Gambar 4.20. Postur Kerja 1

Gambar 4.21. Postur Kerja 2

60
Gambar 4.22. Postur Kerja 3

Tabel 4.22. Data Besar Sudut yang Terbentuk

Sudut Postur kerja 1 Postur kerja 2 Postur kerja 3


Leher 20 140 110
Punggung 220 90 150
Kaki 1010 540 830

Lengan atas 550 160 360


Lengan bawah 680 870 840
Pergelangan 140 40 350

61
5. Data ukuran stasiun kerja

Stasiun kerja pada bagian sortir ose adalah sebuah meja yang
yang di lengkapi lampu dan bagian seperti corong untuk
memisahkan ose yang baik.

Gambar 4.23. Meja Sortir Awal Tampak Depan

Gambar 4.24. Meja Sortir Awal Tampak Samping

62
Gambar 4.25. Kursi Sortir Awal Tampak Samping

6. Data dimensi tubuh


Dari hasil pengukuran yang dilakukan didapatkan hasil
pengukuran dimensi tubuh sebagai berikut ;

Tabel 4.23. Data Ukuran Dimensi Pekerja Bagian Sortir Ose

PEKERJA Tsd pkl Tlb


A 28 45 50
B 20 48 45
C 24 52 48
D 24 55 53
E 26 54 51
F 23 50 48
G 28 49 48
H 26 45 45
I 23 49 46
J 25 48 43
K 24 46 47
L 22 53 54

63
M 21 45 47
N 24 46 46
O 26 48 47
P 23 56 49
Q 28 52 51
R 27 52 46
S 22 47 45

Keterangan :

Tsd : tinggi siku duduk


Pkl : pantat ke lutut
Tlb : tinggi lutut berdiri

4.3.2. Pengolahan Data

A. Postur Kerja Awalan

Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari


pekerja dilakukan perhitungan besar sudut dari masing-masing
segmen tubuh yang meliputi punggung, leher, lengan atas,
lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki.

64
a. Postur Kerja 1
1. Perhitungan Skor RULA

Tabel 4.24. Perhitungan RULA Postur Kerja 1

Postur Sudut Skor Grand score


lengan atas 550 3+1
lengan bawah 680 1+1
4
Pergelangan 140 2+1
5
Perputaran 1
Otot 1
Tenaga 0 6
Leher 20 1
Punggung 220 3 5
Kaki Tidak Tertopang 2 4
Otot 1
Tenaga 0

2. Perhitungan Skor REBA

Tabel 4.25. Perhitungan REBA Postur Kerja 1


Postur Sudut Skor skor REBA
Punggung 220 3
5
Leher 20 1 5
0
Kaki
101 (TT) 2+1
beban 0
6
lengan atas 550 3+1 7
lengan bawah 680 1 5
5
pergelangan 140 1+1
coupling 0
actiity score 1

65
b. Postur Kerja 2
1. Perhitungan Skor RULA

Tabel 4.26. Perhitungan RULA Postur Kerja 2


postur Sudut Skor grand score
lengan atas 160 1
lengan bawah 870 1+1
3
pergelangan 40 2+1
4
perputaran Menengah putaran 1
Otot 1
tenaga 0 4
0
leher 14 2 3
Punggung 9 2 4
0
Kaki Tidak Tertopang 2
Otot 1
tenaga 0

2. Perhitungan Skor REBA

Tabel 4.27. Perhitungan REBA Postur Kerja 2


Postur Sudut Skor skor REBA
Punggung 90 2
0
Leher 14 1 4
4
Kaki 540 2+1
Beban 0
0
4
lengan atas 16 1 5
lengan bawah 870 1 2
2
Pergelangan 40 1+1
coupling 0
actiity score 1

66
c. Postur Kerja 3
1. Perhitungan Skor RULA

Tabel 4.28. Perhitungan RULA Postur Kerja 3


Postur Sudut Skor grand score
lengan atas 360 2
0
lengan bawah 84 1+1
0 4
Pergelangan 35 3+1
5
Perputaran 1
Otot 1
tenaga 0 5
0
Leher 36 3 3
0
Punggung 15 2 4
Kaki Tertopang 1
Otot 1
tenaga 0

2. Perhitungan Skor REBA

Tabel 4.29. Perhitungan REBA Postur Kerja 3


postur Sudut Skor skor REBA
punggung 15 0
2
0
leher 11 1 3
3
kaki 830 1+1
beban 0

lengan atas 360 2 3


4
lengan
3
bawah 840 1 3
pergelangan 350 2+1
0
coupling
actiity score 1

67
B. Usulan

Setelah dilakukan perhitungan REBA dan RULA pada ketiga

postur kerja tersebut, ternyata diketahui bahwa postur kerja


karyawan perlu untuk diperbaiki. Karena dengan posisi awalan
tadi dapat dikatakan mempunyai resiko yang tinggi. Lingkungan
stasiun kerja yang tidak nyaman membuat karyawan mudah
merasa lelah dalam bekerja. Pada stasiun sortir ose ini, meja dan
kursi yang digunakan terlalu rendah sehingga menjadi postur
kerja yang terbentuk dari stasiun tersebut tidak ergonomis. Oleh
karena itu, perlu diusulkan agar lingkungan kerja khususnya
meja dan kursi bagian sortir ose didesain ulang agar sesuai
dengan dimensi pekerja dan lebih ergonomis. Nantinya dengan
cara ini dapat mengurangi resiko para karyawan.

Untuk merancang stasiun kerja yang baru, maka digunakan


perhitungan ukuran dimensi tubuh dengan metode
Anthropometri agar mendapatkan ukuran stasiun kerja yang
sesuai dengan ukuran karyawan sortir ose. Data ukuran dimensi
tubuh karyawan harus dilakukan uji normalitas, keseragaman
dan kecukupan data terlebih dahulu. Dari hasil pengolahan
dengan menggunakan SPSS, maka didapatkan hasil sebagai
berikut :

a. Tinggi siku duduk

Tabel 4.30. Uji Normalitas Tinggi Siku Duduk


Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

tsd .149 19 .200* .953 19 .440

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

68
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nialai signifikasi
dimensi tinggi siku duduk dengan metode kolmogorov-
smimov adalah 0.2 dan dengan metode shapiro-wilk
adalah 0.44

b. Pantat ke lutut

Tabel 4.31. Uji Normalitas Pantat Ke Lutut

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

pkl .136 19 .200* .932 19 .192

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nialai signifikasi


dimensi tinggi siku duduk dengan metode kolmogorov-
smimov adalah 0.2 dan dengan metode shapiro-wilk
adalah 0.129

c. Tinggi lutut berdiri

Tabel 4.32. Uji Normalitas Tinggi Lutut Berdiri

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

tlb .162 19 .200* .951 19 .403

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nialai signifikasi


dimensi tinggi siku duduk dengan metode kolmogorov-

69
smimov adalah 0.2 dan dengan metode shapiro-wilk
adalah 0.403

Untuk menganalisis hasil SPSS diatas maka digunakan hipotesis


sebagai berikut :
H0 : data berdistribusi normal
H1 : data tidak berdistribusi normal

Dengan ketentuan penarikan kesimpulan jika nilai signifikasi >


0.05 maka H0 diterima. Sedangkan jika nilai signifikasi < 0.05
maka H1 diterima.

Setelah dilakukan uji normalitas pada data dimensi tubuh


karyawan sortir ose, selanjutnya dilakukan uji keseragaman data
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

a. Tinggi siku duduk

σ= = = 2.38 cm

= 24.42 cm
BKA = 24.42 + 2(2.38) = 29.18 cm
BKB = 24.42 – 2(2.38) = 19.66 cm

70
Gambar 4.26. Grafik Keseragaman Data Tinggi Siku Duduk

b. Pantat ke lutut

σ= = = 3.52 cm

= 49.47 cm
BKA = 49.47 + 2(3.52) = 56.51 cm
BKB = 49.47 – 2(3.52) = 42.43 cm

Gambar 4.27. Grafik Keseragaman Data Pantat Ke Lutut

71
c. Tinggi lutut berdiri

σ= = = 2.89 cm

= 47.84 cm
BKA = 47.84 + 2(2.89) = 53.62 cm
BKB = 47.84 – 2(2.89) = 42.06 cm

Gambar 4.28. Grafik Keseragaman Data Tinggi Lutut Berdiri

Setelah dilakukan uji keseragaman data seperti diatas, langkah


selanjutnya adalah menguji kecukupan data ukuran dimensi
tubuh yang telah diambil. Uji ini dilakukan untuk mengetahui
apakah data ukuran dimensi tubuh yang diambil sudah cukup
mewakili data yang dibutuhkan dalam perhitungan
Antrophometri. Jumlah data minimal yang harus diambil dalam
uji kecukupan data dapat dicari dengan menggunakan rumusan
sebagai berikut:

N’ =

72
a. Tinggi siku duduk

N’ =

N’ =

= 14.48 = 14 pengamatan

b. Pantat ke lutut

N’ =

2
2
19(46728) −883600
N ' = 0.05
940

= 7.66 = 8 pengamatan

c. Tinggi lutut berdiri

N’ =

2
2
19(43639) −826281
N'= 0.05
909

= 5.54 = 6 pengamatan

Setelah di lakukan uji normalitas, keseragaman data dan uji


kecukupan data langkah selanjutnya adalah perhitungan
persentil. Perhitungan persentil ini digunakan untuk menentukan
ukuran benda yang akan dirancang berdasarkan data dimendi
dari pekerja yang bekerja bagian sortir ose di PT. Dua Kelinci.

73
Untuk menghitung persentil 95, 50 dan 5 digunakan rumus
sebagai berikut :
P = + 1.645 σ
95
P =
50
P = - 1.645 σ
5
a. Tinggi siku duduk

P = 24.42 + 1.645(2.38) = 28.33 cm


95

P = 24.42 cm
50

P = 24.42 - 1.645(2.38) = 20.5 cm


5

b. Pantat ke lutut
P = 49.47 + 1.645(3.52) = 55.26 cm
95

P = 7.57 cm
50

P = 49.47 - 1.645(3.52) = 43.68 cm


5

c. Tinggi lutut berdiri


P = 47.84 + 1.645(2.89) = 52.59 cm
95

P = 7.57 cm
50

P = 47.84 - 1.645(2.89) = 43.09 cm


5

74
240cm

80cm 22cm 2cm


6cm

27cm
8cm
25cm

Gambar 4.29. Usulan Meja Sortir Ose Tampak Depan

60cm

74cm

Gambar 4.30. Usulan Meja Sortir Ose Tampak Samping

75
Gambar 4.31. Usulan Kursi Sortir Ose Tampak Samping

76
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1. RULA
5.1.1. Postur Kerja 1
a. Group A
1) Lengan atas
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan atas yang
0
terbentuk adalah 55 dan bobot lengan di topang. Oleh karena
itu dapat diketahui skornya adalah 3 (flexion) dan ada
penambahan skor 1, sehingga skornya menjadi 4.
2) Lengan bawah
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan bawah yang
0
terbentuk adalah 68 . Maka skornya adalah 1 (flexion) dan
terjadi penambahan skor 1 karena lengan bekerja melintasi
garis tengah badan. Sehingga skornya menjadi 2.
3) Pergelangan tangan
Berdasarkan pengolahan data, sudut pergelangan tangan yang
0
terbentuk adalah 14 memiliki skor 2 (flexion) dan ada
penambahan skor 1 karena pergelangan tangan berada pada
deviasi radial maupun ulnar. Sehingga skornya adalah 3.
4) Perputaran
Dalam data pengamatan terlihat bahwa pergelangan tangan
berada pada rentang menengah putaran, sehingga memiliki
skor sebesar 1.

b. Group B
1) Sudut punggung
Berdasarkan pengolahan data, sudut punggung yang
0
terbentuk adalah 22 . Oleh karena itu dapat diketahui bahwa
skor 3 (flexion).

77
2) Sudut leher
Berdasarkan pengolahan data, sudut leher yang terbentuk
0
adalah 2 . Oleh karena itu dapat diketahui bahwa skor 1
(flexion).
3) Kaki
Berdasarkan data yang diambil, terlihat bahwa kedua kaki
tidak tertopang dengan bobot bebannya tidak tersebar merata.
Oleh karena itu skor untuk kaki yaitu 2.
Setelah didapatkan skor masing-masing sudut pergerakan, untuk
skor group A didapatkan hasil sebesar 4 berdasarkan tabel skor A
kemudian dijumlahkan dengan skor otot 1 karena penggunaan postur
tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit serta ditambah
dengan skor tenaga sebesar 0 sehingga didapatkan skor C sebesar 5.
Sementara skor dari group B didapatkan hasil sebesar 4 berdasarkan
tabel skor B kemudian dijumlahkan dengan skor otot 1 karena
penggunaan postur tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit
serta ditambah dengan skor tenaga sebesar 0 sehingga didapatkan
skor D sebesar 5.
Berdasarkan skor C dan D yang telah diperoleh maka didapatkan
grand score RULA sebesar 6. Dan dapat diambil kesimpulan bahwa
postur pekerja tersebut mempunyai action level 3 yang menunjukkan
bahwa pemeriksaan dan perubahan perlu segera dilakukan.

5.1.2. Postur Kerja 2


a. Group A
1) Lengan atas
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan atas yang
0
terbentuk adalah 16 . Oleh karena itu dapat diketahui skornya
adalah 1 (flexion) dan tidak ada penambahan skor.

78
2) Lengan bawah
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan bawah yang
0
terbentuk adalah 87 . Maka skornya adalah 1 (flexion) dan
terjadi penambahan skor 1 karena lengan bekerja melintasi
garis tengah badan. Sehingga skornya menjadi 2.
3) Pergelangan tangan
Berdasarkan pengolahan data, sudut pergelangan tangan yang
0
terbentuk adalah 4 memiliki skor 2 (flexion) dan ada
penambahan skor 1 karena pergelangan tangan berada pada
deviasi radial maupun ulnar. Sehingga skornya adalah 3.
4) Perputaran
Dalam data pengamatan terlihat bahwa pergelangan tangan
berada pada rentang menengah putaran, sehingga memiliki
skor sebesar 1.

b. Group B
1) Sudut punggung
Berdasarkan pengolahan data, sudut punggung yang
0
terbentuk adalah 9 . Oleh karena itu dapat diketahui bahwa
skor 2 (flexion).
2) Sudut leher
Berdasarkan pengolahan data, sudut leher yang terbentuk
0
adalah 14 . Oleh karena itu dapat diketahui bahwa skor 2
(flexion).
3) Kaki
Berdasarkan data yang diambil, terlihat bahwa kedua kaki
tidak tertopang dengan bobot bebannya tidak tersebar merata.
Oleh karena itu skor untuk kaki yaitu 2.
Setelah didapatkan skor masing-masing sudut pergerakan, untuk
skor group A didapatkan hasil sebesar 3 berdasarkan tabel skor A
kemudian dijumlahkan dengan skor otot 1 karena penggunaan postur

79
tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit serta ditambah
dengan skor tenaga sebesar 0 sehingga didapatkan skor C sebesar 4.
Sementara skor dari group B didapatkan hasil sebesar 3 berdasarkan
tabel skor B kemudian dijumlahkan dengan skor otot 1 karena
penggunaan postur tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit
serta ditambah dengan skor tenaga sebesar 0 sehingga didapatkan
skor D sebesar 4.
Berdasarkan skor C dan D yang telah diperoleh maka didapatkan
grand score RULA sebesar 4. Dan dapat diambil kesimpulan bahwa
postur pekerja tersebut mempunyai action level 2 yang menunjukkan
bahwa perlu pemeriksaan lanjutan dan juga diperlukan perubahan
perubahan.

5.1.3. Postur kerja 3


a. Group A
1) Lengan atas
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan atas yang
0
terbentuk adalah 36 . Oleh karena itu dapat diketahui skornya
adalah 2 (flexion) dan tidak ada penambahan skor.
2) Lengan bawah
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan bawah yang
0
terbentuk adalah 84 . Maka skornya adalah 1 (flexion) dan
terjadi penambahan skor 1 karena lengan bekerja melintasi
garis tengah badan. Sehingga skornya menjadi 2.
3) Pergelangan tangan
Berdasarkan pengolahan data, sudut pergelangan tangan yang
0
terbentuk adalah 35 memiliki skor 3(flexion) dan ada
penambahan skor 1 karena pergelangan tangan berada pada
deviasi radial maupun ulnar. Sehingga skornya adalah 4.

80
4) Perputaran
Dalam data pengamatan terlihat bahwa pergelangan tangan
berada pada rentang menengah putaran, sehingga memiliki
skor sebesar 1.

b. Group B
1) Sudut punggung
Berdasarkan pengolahan data menggunakan autocad, sudut
0
punggung yang terbentuk adalah 36 . Oleh karena itu dapat
diketahui bahwa skor 3 (flexion).
2) Sudut leher
Berdasarkan pengolahan data, sudut leher yang terbentuk
0
adalah 15 . Oleh karena itu dapat diketahui bahwa skor 2
(flexion).
3) Kaki
Berdasarkan data yang diambil, terlihat bahwa kedua kaki
tertopang dengan bobot bebannya tersebar merata. Oleh
karena itu skor untuk kaki yaitu 1.

Setelah didapatkan skor masing-masing sudut pergerakan, untuk


skor group A didapatkan hasil sebesar 4 berdasarkan tabel skor A
kemudian dijumlahkan dengan skor otot 1 karena penggunaan postur
tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit serta ditambah
dengan skor tenaga sebesar 0 sehingga didapatkan skor C sebesar 5.
Sementara skor dari group B didapatkan hasil sebesar 3 berdasarkan
tabel skor B kemudian dijumlahkan dengan skor otot 1 karena
penggunaan postur tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit
serta ditambah dengan skor tenaga sebesar 0 sehingga didapatkan
skor D sebesar 4.

Berdasarkan skor C dan D yang telah diperoleh maka didapatkan


grand score RULA sebesar 5. Dan dapat diambil kesimpulan bahwa

81
postur pekerja tersebut mempunyai action level 3 yang menunjukkan
bahwa pemeriksaan dan perubahan perlu segera dilakukan.

5.2. REBA
5.2.1. Postur Kerja 1
a. Group A
1) Sudut punggung
Berdasarkan pengolahan yang telah dilakukan, sudut
0
punggung yang terbentuk adalah 22 . Oleh karena itu dapat
diketahui bahwa skor 3 (flexion) dan tidak ada penambahan
skor.
2) Sudut leher
Berdasarkan pengolahan data, sudut leher yang terbentuk
0
adalah 2 . Oleh karena itu dapat diketahui bahwa skor 1
(flexion) dan tidak ada penambahan skor.
3) Kaki
Berdasarkan data yang diambil, terlihat bahwa kaki pekerja
membentuk sudut sebesar 1010 dan kedua kaki tidak
tertopang dengan bobot bebannya tidak tersebar merata. Oleh
karena itu skor untuk kaki yaitu 2 dan ditanmbah 1 sehingga
menjadi 3.

b. Group B
1) Lengan atas
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan atas yang
0
terbentuk adalah 55 dan bobot lengan di topang. Oleh karena
itu dapat diketahui skornya adalah 3 (flexion) dan ada
penambahan skor 1, sehingga skornya menjadi 4.
2) Lengan bawah
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan bawah yang
0
terbentuk adalah 68 . Maka skornya adalah 1 (flexion).

82
3) Pergelangan tangan
Berdasarkan pengolahan data, sudut pergelangan tangan yang
0
terbentuk adalah 14 memiliki skor 1 (flexion) dan ada
penambahan skor 1 karena pergelangan tangan menyimpang
atau berputar. Sehingga skornya adalah 2.

Setelah didapatkan skor segmen masing-masing group, didapatkan


skor tabel A sebesar 5 kemudian dijumlahkan dengan skor untuk
berat beban sebesar 0 karena tidak ada beban yang diangkat atau
kurang dari 5 kg, sehingga didapatkan skor A sebesar 5. Sementara
skor dari tabel B adalah sebesar 5 lalu dijumlahkan dengan skor
coupling sebesar 0 karena pegangannya baik, sehingga didapatkan
skor B sebesar 5. Dari skor A dan B dapat digunakan untuk mencari
skor C dari tabel yaitu sebesar 6.

skor REBA didapatkan dari hasil penjumlahan skor C dengan nilai


aktivitas pekerja yaitu sebesar 1, sehingga didapatkan skor akhir
sebesar 7 yang menyatakan bahwa pekerja tersebut mempunyai level
resiko sedang dan perlu diadakan perbaikan.

5.2.2. Postur Kerja 2


a. Group A
1) Sudut punggung
Berdasarkan pengolahan data menggunakan autocad dan
0
perhitungan, sudut punggung yang terbentuk adalah 9 . Oleh
karena itu dapat diketahui bahwa skor 2 (flexion) dan tidak
ada penambahan skor.
2) Sudut leher
Berdasarkan pengolahan data, sudut leher yang terbentuk
0
adalah 14 . Oleh karena itu dapat diketahui bahwa skor 1
(flexion) dan tidak ada penambahan skor.

83
3) Kaki
Berdasarkan data yang diambil, terlihat bahwa kaki pekerja
0
membentuk sudut sebesar 54 dan kedua kaki tidak tertopang
dengan bobot bebannya tidak tersebar merata. Oleh karena
itu skor untuk kaki yaitu 2 dan ditanmbah 1 sehingga skornya
menjadi 3.

b. Group B
1) Lengan atas
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan atas yang
0
terbentuk adalah 16 dan bobot lengan di topang. Oleh karena
itu dapat diketahui skornya adalah 1 (flexion).
2) Lengan bawah
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan bawah yang
0
terbentuk adalah 87 . Maka skornya adalah 1 (flexion).
3) Pergelangan tangan
Berdasarkan pengolahan data, sudut pergelangan tangan yang
0
terbentuk adalah 4 memiliki skor 1 (flexion) dan ada
penambahan skor 1 karena pergelangan tangan menyimpang
atau berputar. Sehingga skornya adalah 1.

Setelah didapatkan skor segmen masing-masing group, didapatkan


skor tabel A sebesar 4 kemudian dijumlahkan dengan skor untuk
berat beban sebesar 0 karena tidak ada beban yang diangkat atau
kurang dari 5 kg, sehingga didapatkan skor A sebesar 4. Sementara
skor dari tabel B adalah sebesar 2 lalu dijumlahkan dengan skor
coupling sebesar 0 karena pegangannya baik, sehingga didapatkan
skor B sebesar 2. Dari skor A dan B dapat digunakan untuk mencari
skor C dari tabel yaitu sebesar 4.

skor REBA didapatkan dari hasil penjumlahan skor C dengan nilai


aktivitas pekerja yaitu sebesar 1, sehingga didapatkan skor akhir

84
sebesar 5 yang menyatakan bahwa pekerja tersebut mempunyai level
resiko sedang dan perlu diadakan perbaikan.

5.2.3. Postur Kerja 3


a. Group A
1) Sudut punggung
Berdasarkan pengolahan data, sudut punggung yang
0
terbentuk adalah 15 . Oleh karena itu dapat diketahui bahwa
skor 2 (flexion) dan tidak ada penambahan skor.
2) Sudut leher
Berdasarkan pengolahan data, sudut leher yang terbentuk
0
adalah 11 . Oleh karena itu dapat diketahui bahwa skor 1
(flexion) dan tidak ada penambahan skor.
3) Kaki
Berdasarkan data yang diambil, terlihat bahwa kaki pekerja
0
membentuk sudut sebesar 83 dan kedua kaki tertopang
dengan bobot bebannya tersebar merata. Oleh karena itu skor
untuk kaki yaitu 1 dan ditambah 1 sehingga menjadi 2.

b. Group B
1) Lengan atas
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan atas yang
0
terbentuk adalah 36 . Oleh karena itu dapat diketahui skornya
adalah 2 (flexion) dan tidak ada penambahan skor.
2) Lengan bawah
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan bawah yang
0
terbentuk adalah 84 . Maka skornya adalah 1 (flexion).
3) Pergelangan tangan
Berdasarkan pengolahan data, sudut pergelangan tangan yang
0
terbentuk adalah 35 memiliki skor 2 (flexion) dan ada

85
penambahan skor 1 karena pergelangan tangan menyimpang
atau berputar. Sehingga skornya adalah 3.

Setelah didapatkan skor segmen masing-masing group, didapatkan


skor tabel A sebesar 3 kemudian dijumlahkan dengan skor untuk
berat beban sebesar 0 karena tidak ada beban yang diangkat atau
kurang dari 5 kg, sehingga didapatkan skor A sebesar 3. Sementara
skor dari tabel B adalah sebesar 3 lalu dijumlahkan dengan skor
coupling sebesar 0 karena pegangannya baik, sehingga didapatkan
skor B sebesar 3. Dari skor A dan B dapat digunakan untuk mencari
skor C dari tabel yaitu sebesar 3.

skor REBA didapatkan dari hasil penjumlahan skor C dengan nilai


aktivitas pekerja yaitu sebesar 1, sehingga didapatkan skor akhir
sebesar 4 yang menyatakan bahwa pekerja tersebut mempunyai level
resiko sedang dan perlu diadakan perbaikan.

5.3. Analisis Postur Kerja


5.3.1. RULA
Setelah menentukan masing-masing grand score untuk ketiga postur
kerja karyawan sortir ose dapat dilihat bahwa postur kedua lebih
baik dari pada dua postur tubuh lainnya. Hal tersebut ditunjukkan
dengan nilai grand score dan level resiko yang dimiliki paling kecil
yaitu skor sebesar 4 yang berada dilevel 2. Postur kerja 2 memiliki
besar sudut punggung yang paling kecil, karena punggung pekerja
pada postur 2 tersebut lebih tegak dari pada yang lainnya sehingga
mempengaruhi nilai akhir grand score menjadi lebih kecil. Selain itu
postur kerja tersebut juga mempunyai sudut lengan atas dan
pergelangan paling kecil dari pada postur kerja lainnya yaitu sebesar
160 dan 4 0. Dan postur kerja yang paling buruk adalah postur kerja 1
karena berada dilevel resiko 3 dan memiliki grand score sebesar 6.

86
5.3.2. REBA
Dari hasil analisis data dapat dilihat bahwa ketiga postur kerja
karyawan sortir ose memiliki level resiko yang sama tetapi dengan
skor REBA yang berbeda. Jika diurutkan dari posrut kerja yang baik
ke yang buruk maka urutan postur kerjanya adalah postur kerja 3
lalu postur kerja 2 kemudian postur kerja 1 dengan masing-masing
skor REBA yang dimiliki adalah 4, 5 dan 7. Semakin kecil skor
REBA maka resiko yang dimiliki dari postur kerja yang terbentuk
akan semakin kecil juga. Jadi, dari ketiga postur tersebut yang paling
baik adalah postur kerja 3 karena terlihat kaki pekerja tertopang.
Sedangkan postur kerja yang paling buruk adalah postur kerja 1
karena kaki pekerja tidak tertopang dan bobot lengan atas ditopang
sehingga menyebabkan nilai skor REBA dari postur tersebut besar.

5.4. Usulan yang Disarankan


Setelah melakukan pengamatan dan dilanjutkan dengan pengolahan data
serta analisis terhadap postur kerja karyawan bagian sortir ose PT Dua
Kelinci, dapat dilihat bahwa postur kerja yang dimiliki tidak baik jika
dibiarkan dalam waktu yang lama. Hal tersebut dikarenakan stasiun
kerjanya sangat tidak ergonomis. Oleh karena itu, usulan yang dapat
disarankan agar bisa mengurangi resiko kerja terhadap para karyawan
khususnya bagian sortir ose adalah dengan mendesain ulang stasiun kerja
yang lebih ergonomis.
Desain stasiun kerja yang ada sekarang memiliki tinggi yang tidak sepadan
dengan dimensi badan yang dimiliki karyawan atau bisa dikatakan terlalu
rendah baik meja maupun kursi yang dipakai. Dan tambahan tempat
memisahkan ose yang baik ke dalam ember sangat mengganggu dalam
melakukan posisi duduk yang benar karena mengharuskan karyawan
menekuk kaki ataupun membuka kakinya kesamping agar bisa melakukan
pekerjaannnya. Melihat hal tersebut untuk usulan, meja dan kursi yang
digunakan harus ditinggikan atau disesuaikan dengan dimensi para pekerja

87
yang menggunakannya. Serta mengganti saluran tempat memisahkan ose
yang baik agar tidak mengganggu karyawan dalam mengganti posisi dan
kakinya tidak dibuka kesamping.
Dari hasil pengolahan data semua dimensi dinyatakan berdistribusi normal
karena nilai signifikasi baik dengan metode kolmogorov-smimovmaupun
shapiro-wilk lebih besar dari 0.05. sedangkan untuk uji keseragaman data,
semua data dimensi dinyatakan setagam karena masih di dalam batas
kontrol atas dan batas kontrol bawah. Begitu juga uji kecukupan data, semua
data dimensi dinyatakan cukup untuk mewakili keseluruhan ukuran dimensi
karyawan sortir ose.
Untuk merancang ulang stasiun kerja yang baru diperlukan ukuran dimensi
para pekerja dengan data sebagai berikut :

Tabel 5.1. Data Ukuran Dimensi dengan Persentil 95, 50 dan 5.


Persentil 95 Perentil 50 Persentil 5
Tinggi siku duduk 28.33 24.42 20.5
Pantat ke lutut 55.26 49.47 43.68
Tinggi lutut berdiri 52.59 47.84 43.09

Perhitungan persentil 95 yang akan digunakan dalam perancangan meja dan


kursi untuk stasiun kerja sortir ose. Persentil 95 berarti hanya 95% orang
yang dapat menggunakan produk tersebut dengan aman dan nyaman,
sedangkan yang 5% menyesuaikan. Sedangkan untuk persentil 50 berarti
50% orang yang dapat menggunakan produk tersebut dengan aman dan
nyaman, dan 50% menyesuaikan. Dan untuk persentil 5 berarti hanya 5%
orang yang dapat menggunakan produk tersebut dengan aman dan nyaman,
sedangkan yang 95% menyesuaikan.
Dari data diatas maka dapat dirancang sebuah stasiun kerja baru yaitu
berupa meja dan kursi untuk pekerja sortir ose dengan rincian sebagai
berikut :
a. Meja

88
Perubahan yang dilakukan pada stasiun kerja sortir ose khususnya meja
adalah dengan mengubah tinggi meja menjadi 76 cm, yang didapatkan
dari penjumlahan ukuran dimensi tinggi siku duduk persentil 50 dan
tinggi lutut berdiri persentil 95 yang masing-masing sebesar 24 cm dan
52 cm. Selain itu desain yang diubah adalah tempat penampungan ose
yang baik setelah dipisahkan dari yang cacat yang semula hanya
berbentuk segitiga diubah menjadi seperti bentuk corong. Dengan jarak
pangkal batang corong ke lantai adalah 52 cm mengikuti ukuran dimensi
tinggi lutut berdiri persentil 95, lebar 8 cm, dan tebal sambungannya
adalah 6 cm. Alasan pemakaianukuran dimensi tinggi lutut berdiri
persentil 95 pada jarak pangkal batang corong ke lantai agar 95%
pekerja pada stasiun sortir ose pada saat bekerja dapat duduk dengan
nyaman tanpa gangguan pada lututnya seperti terbentur staasiun kerja.
Sedangkan pemakaian ukuran dimensi tinggi siku duduk persentil 50
pada penambahan tinggi meja adalah agar sudut lengan bawah yang
dihasilkan nantinya tidak terlalu kecil ataupun tidak terlalu besar yaitu
sekitar 600- 100 0 yang mempunyai skor 1.
b. Kursi
Untuk kursi yang digunakan mengalami perubahan pada tinggi kursi
yang menyesuaikan dengan penambahan tinggi meja sortir. Perubahan
tinggi kursi ini sesuai dengan ukuran dimensi tinggi lutut berdiri
persentil 50 yaitu sebesar 47 cm dan lebar menyesuaikan. Alasan
pemakaian ukuran dimensi tinggi lutut berdiri persentil 50 adalah agar
kursi usulan ini tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah sehingga rata-
rata nyaman digunakan oleh pekerja sortir ose.

89
BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Dari hasil pengolahan, analisis dan pembahasan yang telah dilakukan maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari ketiga postur kerja karyawan bagian sortir ose di PT. Dua Kelinci,
postur kerja yang paling baik menurut metode RULA adalah postur
kerja 2 karena memiliki nilai grand score paling kecil yaitu sebesar 4
dengan level resiko 2. Sedangkan menurut metode REBA postur kerja
yang paling baik adalah postur kerja 3, karena memiliki skor REBA
terkecil yaitu 4.
2. Karena semua postur kerja membutuhkan perbaikan maka usulan yang
disarankan adalah me redesign stasiun kerja sortir ose yaitu meja dan
kursi yang sudah ada. Perubahan yang dilakukan adalah pada meja
dengan mengubah tinggi meja menjadi 76 cm dan mengubah tempat
penampungan ose yang baik setelah dipisahkan dari yang cacat yang
semula hanya berbentuk segitiga diubah menjadi seperti bentuk corong.
Dengan jarak pangkal batang corong ke lantai adalah 52 cm mengikuti
ukuran dimensi tinggi lutut berdiri persentil 95, lebar 8 cm, dan tebal
sambungannya adalah 6 cm. Sedangkan pada kursi sortir adalah dengan
mengubah tinggi kursi menjadi 47 cm dan lebar serta panjang
menyesuaikan.

6.2. Saran
Dari kegiatan kerja praktik yang telah dilakukan maka dapat diberikan saran
sebagai berikut :
1. Penggunaan stasiun kerja yang mendukung agar menghasilkan postur
kerja yang dapat mengurangi CTD pada para karyawan.

90
2. usulan tindak lanjut hasil penelitian ini adalah menguji desain stasiun
kerja usulan yang telah dirancang dalam laporan ini

91

You might also like