Professional Documents
Culture Documents
Kerja Praktek Menggunakan Metode RULA
Kerja Praktek Menggunakan Metode RULA
PROFIL PERUSAHAAN
PT. Dua Kelinci adalah perusahaan yang bergerak dibidang food industry,
yang berawal dari usaha rumah tangga yang dibangun oleh Ho Sie Ak dan
Lauw Bie Giok serta keluarganya. Pasangan suami-istri ini memulai
usahanya dengan repacking kacang garing dengan merk “Sari Gurih”
berlogo "Dua Kelinci", yang berpusat di Surabaya pada tahun 1972 dengan
pengelolaan usaha yang masih dilakukan secara sederhana dan dengan
manajemen keluarga. Karena konsumen lebih mengenal produk tersebut
dengan nama “Dua Kelinci”, maka pada tahun 1982 merk “Sari Gurih”
diganti dengan merk "Dua Kelinci". Wilayah pemasaran perusahaan ini
pada mulanya berkisar pada wilayah Jawa Timur.
1
ketidaksesuaian antara nama perusahaan dengan merk produk yang
dihasilkan. Komplek sekarang pabrik Dua Kelinci memiliki luas sekitar 12
hektar. Komplek ini meliputi enam gudang untuk mengelola bahan, dua
bangunan kantor, gedung tamu, fasilitas staf, dan Kios Kelinci.
Pada masa awal berdiri PT. Dua Kelinci hanya memproduksi kacang
garing, lalu adanya permintaan pasar akan produk baru telah mendorong
bidang Research and Development (R&D) untuk melakukan inovasi dan
diversifikasi, sehingga pada tahun 2000 berhasil melakukan
pengembangan produk yaitu dengan memproduksi varian kacang kulit,
kacang bersalut tepung, serta produk makanan ringan berbahan dasar
tepung. Inovasi-inovasi yang dilakukan PT. Dwi Kelinci dalam
memproduksi produk-produk baru merupakan hal yang sangat penting
untuk berkompetisi dalam pasar global. Perkembangan produk yang
dilakukan juga diimbangi dengan pengembangan peralatan serta mesin
produksi yang berteknologi modern. Pada tahun 2006, PT. Dua Kelinci
juga mengembangkan produk yang berbasis biji-bijian atau serealia seperti
kacang polong, kacang koro dan jagung.
2
penelitian dan pengembangan, serta distribusi dan pemasaran,
profesionalisme merupakan faktor yang sangat penting bagi kelangsungan
PT. Dua Kelinci. Dalam proses produksi, profesionalisme ditunjang
dengan penggunaan mesin-mesin berteknologi tinggi seperti mesin masak
dan pencuci kontinyu, mesin pengering dan pembersih kontinyu, silo-silo
penyimpanan kacang yang dilengkapi dengan pengatur suhu, serta cool
room untuk menyimpan dalam suhu rendah
3
a. Peningkatan daya saing di segala bidang, terutama disegi kualitas,
efesiensi, dan teknologi.
1.5. Ketenagakerjaan
Tenaga kerja yang ada di PT. Dua Kelinci terbagi atas 3 golongan yaitu :
a. Harian kontrak
Yaitu tenaga kerja yang dikontrak per 6 bulan. jadi tiap 6 bulan sekali
harus perpanjangan kontrak sebelum di-pending. Proses pending ini
dilihat dari kinerja karyawan kontrak tersebut.
b. Harian tetap
Yaitu tenaga kerja tetap yang sistem penggajiannya 2 minggu sekali
dan mendapat jaminan JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) dan JKM
(Jaminan Kematian).
c. Bulanan tetap
Yaitu tenaga kerja tetap yang sistem penggajiannya 1 bulan sekali dan
mendapatkan jaminan berupa JKK, JKM, dan JHT(Jaminan Hari
Tua).
4
PT. Dua kelinci menerapkan sistem 7 hari kerja, yaitu dari hari Senin
hingga Minggu. Pembagian shift kerja karyawan PT. Dua Kelinci diatur
menjadi 2 bagian pokok, yaitu :
3. Short Shift Short shift diberlakukan untuk karyawan pada tahap produksi
sortir manual dan packing. Pembagian jam kerja tersebut antara lain :
a. Shift pagi : 06.30 – 15.00
b. Shift siang : 14.30 – 23.00
c. Shift malam : 22.30 – 07.00
5
kontrol kualitas dilaksanakan di seluruh proses produksi, mulai pengadaan
bahan baku hingga pengiriman. Setiap karyawan bertanggung jawab
penuh atas penerapan standart kualitas di bidang masing-masing. namun,
secara khusus, tanggung jawab manajemen mutu dilakukan oleh devisi
Quality Control (QC) atau Quality Assurance (QA).
Kebijakan mutu Dua Kelinci adalah memberikan kepuasan tertinggi
kepada pelanggan dengan mengendalikan kualitas produk agar sesuai
dengan harapan pelanggan, melakukan penyempurnaan secara terus
menerus, dan memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Didukung dengan laboratorium yang memadai dalam menunjang
penelitian tentang produk-produk di Dua Kelinci. Laboratorium Dua
Kelinci meliputi ; laboratorium mikrobiologi, kimia pangan, limbah,
organoleptik dan lain-lain. Laboratorium tersebut dioperasikan oleh staf
ahli dibidang teknologi pangan dan mikobiologi pangan yang
berpengalaman, memahami biosafety, standart-standar pengujian nasional
dan internasional, serta standar keselamatan kerja di laboratorium. Selain
itu guna dalam rangka menjamin kualitas dengan produktifitas terbaik,
maka Dua Kelinci telah mengembangkan teknologi medern sebagai
berikut : mesin continuous cooking, continuous drying/roasting dan
continuous frying. Selain itu ada cool storage berkapasitas besar untuk
menampung bahan baku, sehingga mampu menjaga rasa dan kualitas.
6
didaur ulang dan digunakan kembali. Kualitas air hasil filtrasi ini
telah teruji dan ini terindikasi dari ikan-ikan yang hidup dengan
sehat di kolam. Adapun endapan tanah organik dari filtrasi akan
didaur ulang kembali ke tanah.
7
BAB II
Persediaan kacang basah untuk PT. Dua Kelinci tidak sama tiap
bulannya, kadang banyak dan kadang sedikit. Persediaaan yang
melimpah biasanya terjadi tiga kali dalam setahun yaitu bulan
8
Januari, April dan September karena pada bulan-bulan tersebut
adalah musim tanam kacang. Kebutuhan bahan baku perusahaan
pada bulan-bulan tersebut dipenuhi dengan mengandalkan lebih
dari satu supplier atau daerah pemasok kacang tanah mentah.
Sedangkan selain tiga bulan tersebut, kebutuhan bahan baku
kacang mentah didapat dari satu atau dua daerah pemasok kacang
mentah. Sumber bahan baku kacang didapat dari supplier tetap
karena sudah dapat memenuhi kebutuhan produksi. Frekuensi
kedatangan bahan baku tidak dapat diperkirakan karena adanya
perbedaan masa tanam pada masing-masing petani.
9
lokal. Perbandingan dan penetapan harga kacang dapat dilihat dari
tabel standar naik turun harga kacang tanah supplier.
10
Mesin ini digunakan untuk membersihkan kacang dari tanah,
sampah dan akar dengan dimasukkan tabung putar (molen)
dibantu spray air yang disemprotkan dalam tabung agar bersih
dari tanah.
c) Cleaner akar
Mesin ini dipakai setelah kacang selesai menjalani proses
drying untuk membersihkan sisa-sisa akar yang masih ada.
Mesin ini memakai tabung putar untuk memisahkan akar dari
kacang.
2. Mesin Washing
Mesin untuk mencuci kacang setelah dibersihkan pada mesin
cleaner basah, yaitu dengan merendam kacang dalam air dan
diputar dengan 4 turbin putar. Mesin ini juga dilengkapi dua tabung
putar termasuk penyemprot air tekanan tinggi untuk membersihkan
kacang jadi benar-benar bersih dari repaksinya kecuali sedikit akar.
3. Mesin Cooking
Mesin ini digunakan untuk memasak kacang.
4. Mesin Dryer
Mesin ini digunakan untuk mengeringkan kacang yang telah
selesai dimasak.
5. Mesin Gravity
Mesin ini digunakan untuk memisahkan kacang yang berat dan
ringan serta jelek dan bagus.
6. Mesin ayak
Mesin ini digunakan untuk memisahkan kacang yang besar dengan
kacang yang kecil.
7. Mesin Roaster
Mesin ini digunakan untuk mengoven kacang kualitas ekspor
setelah disortir.
8. Mesin Thermopack
Mesin ini digunakan untuk mengoven kacang kualitas lokal.
11
9. Mesin TAM
Mesin ini digunakan untuk pengemasan kacang.
10. Mesin Isida
Mesin ini digunakan untuk mengeluarkan kacang dengan takaran
yang telah diprogramkan.
11. Mesin Cinghong
Mesin pengemas dan penakar kacang secara manual yang
digunakan untuk packing kacang lokal.
b. Sarana penunjang
1. Belt Conveyor
Belt Conveyor (BC) adalah alat transport perpindahan kacang dari
proses satu ke proses berikutnya.
2. Sekop
Sekop ini digunakan untuk memasukkan kacang basah ke BC
mesin Cleaner kering.
3. Troli
Kereta dorong merupakan sarana transportasi untuk pengangkutan
bahan untuk diproses pada proses selanjutnya
4. Frooklif
Frookclift adalah mobil yang digunakan untuk tarnsportasi produk
yang telah selesai diproses untuk dibawa ke gudang.
5. Radiator dan blower
Radiator dan blower ini adalah alat bantu untuk mengalirkan panas
dari pembakaran batu bara ke mesin cooking, dryer dan roaster.
6. Tempat penyimpanan kacang setengah jadi
Ada 3 jenis Tempat penyimpanan yang ada di PT. Dua Kelinci,
yaitu :
a. Sec bin
Tempat penyimpanan sementara.
b. Silo
Digunakan untuk menyimpan kacang kualitas lokal
12
c. Coolroom
Digunakan untuk menyimpan kacang kualitas eksport
d. Staple
Digunakan untuk menyimpan kacang kualitas lokal jika silo
sudah penuh.
7. Karung
Karung ini digunakan untuk mengemas bahan baku atau wadah
kacang ½ jadi yang disimpan di staple.
8. Alat pembersih
Alat pembersih yang dimaksud terdiri dari sapu, sekop, kain lap,
dan lain-lain. Digunakan untuk membersihkan lingkungan stasiun
kerja masing-masing.
13
PEMBELIAN KACANG BASAH
Cooking
Drying
SILO
Sortir
Oven
Packing
Gambar 2.1 Bagan Alir Produksi Kacang Garing
14
c. Setiap karung kacang tanah diambil sampelnya sebanyak
setangkupan tangan, kemudian dicampurkan dengan sampel dari
karung-karung lain dan diaduk.
II. Netral : kacang dengan biji 1,3 tua dan biji 2 kecil tua.
15
Penentuan harga dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut :
16
5:1 +700 1:9 -1950
6:1 +800 1:10 -2200
2. Cooking
17
pengecekan. Ketika dari alat di dapat hasil 60, untuk
mengetahui kadar garamnya menggunakan perhitungan sebagai
berikut :
x×3
kadar _ garam =
10
Keterangan :
60×3 =18%
kadar _ garam =
10
18
Alur produksi pada tahap drying antara lain :
a. Kacang yang telah melalui tahap cooking masuk ke BC dan
berjalan menuju take in.
b. Kacang tanah naik melalui elevator kemudian dipindahkan ke
masing-masing mesin dryer yang diinginkan melalui belt conveyor.
c. Kacang yang telah dimasukkan ke mesin dryer lalu disirkulasi.
Untuk sirkulasi awal yaitu waktu dari awal pengeringan adalah
selama 4 jam dan untuk sirkulasi selanjutnya dilakukan setiap jam
sekali.
d. Sirkulasi tersebut dilakukan terus menerus sampai kacang tersebut
kering. Lama proses pengeringan ini adalah selama 12-14 jam
tergantung kualitas dari kacang yang dikeringkan.
e. Setelah itu dilakukan pengecekan secara manual atau dengan alat
pengukur tingkat kekeringan kacang tersebut.
f. Setelah itu kacang siap menjalani proses selanjutnya.
4. Ayak Silo
19
c. Cool Room
Cool Room merupakan tempat menyimpan kacang di dalam
ruangan dingin dengan temperatur 5-10 ºC. Dengan suhu
penyimpanan tersebut kacang bisa tahan sampai lebih dari 3 bulan
dengan kapasitas coolroom adalah 850-1000 ton.
20
1 Ayak
Tahap 3 2 Simpan (silo/staple)
3 Gravity abangan
1 Simpan (silo/staple)
Abangan 2 Simpan (silo/staple)
3 Cenos
1 Simpan (coolroom)
Mesin
2 Simpan (silo/staple)
ayak
3 Buang
21
d. Kacang dengan kualitas eksport dimasukkan karung. Sedangkan
yang memiliki kualitas local dimasukkan ke dalam sec bin
e. Kacang dengan kualitas eksport yang telah dikemas dalam karung
ditimbang lalu di masukkan penampunagn sementara lalu menuju
elevator masuk ke sec bin dan siap di oven pada mesin roaster.
f. Kacang dengan kualitas local juga di masukkan karung dan siap
untuk dioven di Thermopack.
6. Oven
22
a. Kacang yang disimpan di sec bin setelah melalui proses sortir
dimasukkan ke BC menuju ke mesin roaster untuk kacang kualitas
eksport. Sedangkan untuk kacang yang memilki kualitas local
yang disimpan dalam karung dimasukkan ke dalam thermopack.
b. Kacang yang telah berada di mesin roaster dan thermopack
tersebut siap dioven masing-masing selama ± 10 jam pada suhu
85º C dan ± 48 jam pada suhu 90º C.
c. Setelah proses pengopenan kacang lalu disimpan pada sec bin
untuk mengurangi suhu akibat proses oven yang telah dilakukan.
d. Setelah itu kacang siap menjalani sortir final.
7. Packing
23
e. Setelah melalui tahap pemeriksaaan kacang yang telah dikemas
lalu ditata dalam kardus dan siap disimpan di gudang.
24
• produk kacang rendah lemak bermerek Lofet.
• produk makanan ringan berbahan dasar tepung. seperti : Tic tac, Krip
Krip dan My Corn
• produk biji-bijian/serelia seperti
o kacang koro dengan merek Koroku dan Rege Koro
o kacang polong dengan merek polongmas, Polongku dan Rege
Polong
o biji jagung dengan merek Morning
• produk minuman dengan merek Sir Jus dan Jus Cup.
25
BAB III
LAPORAN KEGIATAN LAPANGAN
Kerja Praktek (KP) yang dilaksanakan di PT. Dua Kelinci yang terletak di Jalan .
Pati-Kudus km 6.3, Pati, Jawa Tengah ini, telah dilaksanakan pada tanggal 18 Juli
sampai 19 Agustus 2011. Kerja Praktek ini merupakan salah satu tugas yang harus
ditempuh untuk menyelesaikan program Strata I Program Studi Teknik Industri
Fakultas Sains dan Teknologi di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta dan sarana dalam mempraktekkan materi yang telah diterima di
bangku kuliah.
26
Mencari informasi proses pengeringan (drying)
20 Juli Area
Mencari informasi proses cleaning pengayakan grafiti
2011 pabrik
dan storage setengah jadi (SILO)
Mencari informasi proses pengovenan (OVEN)
Mencari informasi proses sortir final dan pengepakan
(PACKING)
21 Juli Area Melihat proses pengeluaran kacang setelah di keringkan
2001 pabrik (drying)
25 Juli Poliklinik Diskusi dengan ibu Aris Windarsih
2011 Area
Mengambil gambar pekerja inspeksi OC
pabrik
26 Juli Poliklinik Konsultasi dengan ibu Aris Windarsih
2011 Area
Pengambilan data dimensi dan wawancara
pabrik
27 Juli Area
Pengambilan video
2011 pabrik
28 Juli –
10 Agustus Poliklinik Pengerjaan laporan
2011
11-18
Pabrik dan
Agustus Mencari info tambahan tentang prusahaan
kantor
2011
19 Agustus
Pelepasan dan pamitan
2011
Senin, 18 Juli 2011, saya datang ke PT. Dua Kelinci untuk bertemu dengan Bapak
Sofwan yang akan menjelaskan aturan-aturan yang harus ditaati selama
menjalankan kerja praktek di dalam perusahaan seperti memakai baju yang
sopan, dilarang memakai kaos, dilarang memakai sandal, dilarang memotret atau
merekam video di bagian produksi, tidak boleh memakan atau mencicipi produk
yang sedang diproduksi dan rambu-rambu yang lainnya serta memberitahukan
pembimbing kerja praktek dari perusahaan yang akan mengarahkan dan
membimbing kita selama melakukan kegiatan di dalam perusahaan. Setelah itu
saya diantarkan ke BP Poliklinik untuk menemui Ibu Aris Windarsih selaku
pembimbing. Kerja praktik ini dilaksanakan pada hari senin sampai sabtu, mulai
jam 07.00 sampai jam 15.45 WIB. Setelah berkenalan dengan Ibu Aris dan staf-
staf BP Poliklinik, saya ditemani oleh Ibu Asih berkeliling pabrik untuk
27
pengenalan area pabrik dan melihat postur kerja para karyawan yang ada di
perusahan sebagai bahan pertimbangan postur kerja mana yang akan dianalisis.
Di hari berikutnya yaitu selasa, 19 Juli 2011, setelah berdiskusi dengan Ibu Aris,
saya akan mulai mencari informasi tentang proses produksi yang ada di PT. Dua
Kelinci khususnya pembuatan kacang garing yang merupakan proses produksi
terbesar yang ada dibandingkan proses produksi produk yang lain. Sebagai
langkah awal saya menemui kepala divisi kacang garing yaitu Bapak Warno.
Beliau menyuruh saya mencari tahu prosesnya sendiri dengan datang ke tiap
stasiun yang ada pada devisi kacang garing. Lalu saya mulai dari stasiun pertama
yaitu bagian Pembelian Kacang Basah (PKB) dan bertemu dengan Bapak
Bambang dan Ibu Win untuk mengetahui prosedur dan system dalam mengatur
persediaan dan pemilihan kacang sebagai bahan baku utama. Selanjutnya adalah
bagian cooking yang berfungsi untuk memasak kacang. Disini saya dibantu oleh
Bapak Yono dan Bapak Kasiman untuk mengetahui proses pemasakan kacang
mulai dari pembersihkan kacang sampai kacang tersebut matang dan siap diproses
selanjutnya.
Pada hari ketiga yaitu hari rabu, 20 Juli 2011, saya melanjutkan mencari informasi
mengenai proses produksi kacang garing. Stasiun selanjutnya adalah bagian
drying, disini saya dibantu oleh Bapak Sutikno dan dipandu oleh Bapak Jasman
mencari tahu proses drying mulai dari awal sampai akhir. Setelah selesai dengan
bagian drying selanjutnya adalah bagian ayak silo. Pada stasiun ini saya dibantu
oleh Ibu Sutami dalam memahami fungsi dan proses yang ada. Sedangkan untuk
tiga stasiun berikutnya adalah sortir, oven dan packing saya dibantu oleh Ibu
Hartini, Bapak Sunthi dan Bapak Sutopo untuk memahami proses dan fungsi
masing-masing stasiun tersebut.
Hari kamis, 21 Juli 2011 saya menemui Bapak Jasman yang telah berjanji
memperlihatkan proses pembongkaran kacang dari mesin dryer dengan
mensisakan satu bak kacang yang seharusnya dibongkar pada shift malam.
28
Selanjutnya saya mulai menyusun laporan tentang proses produksi kacang garing
dari informasi yang telah dikumpulkan.
Pada minggu kedua, senin, 25 Juli 2011, setelah berkonsultasi dengan Ibu Aris,
saya mulai mencari data-data primer untuk laporan kerja praktik yaitu foto postur
kerja. Postur kerja yang saya pilih adalah pada bagian sortir ose devisi kacang
atom.
Selasa, 26 Juli, saya melanjutkan pengumpulan data yaitu data ukuran dimensi
tubuh para karyawan sortir ose dan melakukan wawancara mengenai keluhan-
keluhan yang dialami selama bekerja yang berhubungan dengan kesalahan postur
kerja. Dikarenakan kekurangan data. Dan pada tanggal 27 juli 2011, saya kembali
mengambil data tapi berupa video saat karyawan sedang mensortir ose.
29
BAB IV
STUDI KASUS
30
apakah posisi yang mereka lakukan merupakan posisi yang tepat dan
ergonomis. Kenyamanan tercipta apabila pekerja melakukan postur kerja
yang baik dan aman. Setiap posisi kerja memiliki tingkat resiko yang
berbeda. Apabila seorang operator melakukan pekerjaan dalam posisi yang
salah maka akan mengakibatkan resiko yang fatal. Namun masih banyak
operator yang melakukan pekerjaan dengan posisi yang seharusnya tidak
dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan dilakukan berulang-ulang
karena sudah menjadi kebiasaan. Padahal, hal tersebut dapat menimbulkan
terjadinya Comulative Trauma Disorders.
Berdasarkan hal diatas, maka diperlukan suatu analisis pengukuran kerja
yang didasarkan pada prinsip-prinsip biomekanika, dan salah satu metode
yang bisa digunakan yaitu metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
dan Rapid Entire Body Assessment (REBA).
4.1.2 Asumsi
31
4.1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Menambah wawasan tentang orientasi pengembangan teknologi
di masa sekarang dan mendatang sehingga diharapkan dapat
menyadari realitas antara teori yang diberikan di bangku kuliah
dengan tugas yang didapat di lapangan.
b. Menambah informasi dan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip
yang diajarkan selama masa kuliah dengan aplikasinya di dunia
industri.
c. Mengukur kemampuan analisis secara teoritis dengan kondisi
nyata yang ada di lapangan.
d. Sebagai media untuk memperoleh pengalaman awal dalam
usaha untuk berpikir secara kritis dan melatih keterampilan
sikap, serta pola tindak dalam masyarakat industri yang sesuai
dengan disiplin ilmu yang dipelajari.
e. Menambah wawasan tentang informasi serta melatih pola pikir
mahasiswa untuk dapat menggali permasalahan, yang kemudian
akan dianalisa dan dicari penyelesaiannya secara integral
komprehensif.
f. Memberikan solusi terhadap masalah yang ada di tempat Kerja
Praktek.
32
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui postur kerja yang baik menurut prinsip RULA dan
REBA.
b. Melakukan perhitungan postur kerja dengan metode RULA dan
REBA.
c. Melakukan analisis terhadap postur tubuh operator sesuai
dengan metode RULA dan REBA
1. Bagi Mahasiswa
A. Sebagai persiapan dalam menghadapi dunia kerja.
B. Dapat meningkatkan wawasan mahasiswa terhadap kondisi
nyata perusahaan, dan dapat menambah kemampuan, serta
keyakinan akan teori yang diperoleh dari perkuliahan.
C. Kesempatan untuk mengembangkan kebidangan dan keilmuan
dalam teknik industri ke dalam dunia industri nyata
D. Sebagai batu loncatan untuk meraih masa depan yang lebih
baik
3. Bagi Perusahaan
33
a. Dapat menjalin hubungan eksternal yang positif dengan
lembaga pendidikan tingkat universitas khususnya Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Jurusan Teknik
Industri.
b. Adanya masukan bermanfaat yang dapat digunakan untuk
meningkatkan produktivitas perusahaan sesuai dengan hasil
pengamatan yang dilakukan mahasiswa selama melaksanakan
Kerja Praktek.
c. Mengenal dan mengetahui kebidangan dan keilmuan yang ada
di Jurusan Teknik Industri Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
34
Kenyamanan tercipta apabila pekerja melakukan postur kerja yang
baik dan aman.
Dalam tubuh manusia terdapat tiga jenis gaya, yaitu:
1. Gaya gravitasi, yaitu gaya yang melalui pusat massa dari tiap
segmen tubuh manusia dengan arah kebawah (F=m.g).
2. Gaya Reaksi, yaitu gaya yang terjadi akibat beban pada segmen
tubuh atau berat segmen tubuh itu sendiri.
3. Gaya otot, yaitu gaya yang terjadi pada bagian sendi, baik akibat
gesekan sendi atau akibat gaya pada otot yang melekat pada
sendi. Gaya ini menggambarkan besarnya gaya momen otot.
Tubuh manusia terdiri dari 6 link yaitu:
1. Link lengan bawah, dibatasi joint telapak tangan dan siku.
2. Link lengan atas, dibatasi joint siku dan bahu.
3. Link punggung, dibatasi joint bahu dan pinggul.
4. Link paha, dibatasi joint pinggul dan lutut.
5. Link betis, dibatasi joint lutut dan mata kaki.
6. Link kaki, dibatasi joint mata kaki dan telapak kaki.
35
4.2.3 Comulative Trauma Disorders (CTD)
Comulative Trauma Disordersadlah cidera pada system kerangka otot
yang semakin bertambah secara bertahap sebagai akibat dari trauma
kecil yang terus menerus yang disebabkan oleh disain yang buruk
yaitu disain alat/system kerja yang membutuhkan gerakan tubuh
dalam posisi yang tidak normal serta penggunaan perkakas atau alat
lainnya terlalu sering. Penyebabnya adalah:
1. Penggunaan gaya yang sangat berlebihan selama gerakan
normal.
2. Gerakan sendi yang kaku yaitu tidak pada posisi normal
3. Perulangan gerkan yang sama secara terus menerus
4. Kurangnya istirahat yang cukup untuk memulihkan trauma
sendi.
36
4.2.5 Perkembangan RULA
RULA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini
memudahkan peneliti untuk dapat dilatih dalam melakukan
pemeriksaan dan pengukuran tanpa memerluka biaya peralatan
tambahan. Pengembangan RULA terjadi dalam tiga tahap. Tahap
pertama adalah pengembangan untuk perekaman atau pencatatan
postur kerja, tahap kedua adalah pengembangan system penskoran dan
tahap yang ketiga adalah pengambangan skala level tindakan yang
memberikan suatu panduan terhadap suatu level resiko dan kebutuhan
akan tindakan untuk melakukan pengukuran yang lebih terperinci.
Adapun tujuan dari dikembangkannya metode RULA ini adalah
sebagai berikut:
1. Memberikan suatu metode pemeriksaan populasi pekerja
secara cepat, terutama pemeriksaan paparan (exposure)
terhadap resiko gangguan bagian tubuh atas yang disebabkan
karena bekerja.
2. Menentukan penilaian gerakan-gerakan otot yang dikaitkan
dengan postur kerja, mengeluarkan tenaga, dan melakukan
kerja statis dan repetitive yang mengakibatkan kelelahan otot.
3. Memberikan hasil yang dapat digunakan pada pemeriksaan
atau pengukuran ergonomi yang mencakup faktor-faktor fisik,
mental, lingkungan dan faktor organisional dan khususnya
mencegah terjadi gangguan pada tubuh bagian atas akibat
kerja.
Penilaian menggunakan metode ini adalah metode yang telah
dilakukan oleh McAtamey dan Corlett (1993). Tahapan-tahapan
menggunakan metode ini adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan metode untuk pencatatan postur bekerja
Tubuh dibagi menjadi dua bagian yang membentuk dua
kelompok, yaitu grup A dan B.
37
ó Grup A: lengan atas dan lengan bawah serta pergelangan
tangan.
ó Grup B: leher, badan dan kaki.
Pembagian tersebut memastikan bahwa seluruh postur tubuh
dicatat sehingga postur kaki, badan dan leher yang terbatas
yang mungkin mempengaruhi postur tubuh bagian atas dapat
masuk dalam pemeriksaan.
sistem penskoran pada setiap postur bagian tubuh ini
menghasilkan urutan anngka yang logis dan mudah untuk
diingat. Agar memudahkan identifikasi kisaran postur dari
setiap gambar bagian tubuh disajikan dalam bidang sagital.
Pengukuran dimulai dengan pengamati operator selama
beberapa siklus kerja untuk menentukan tugas dan postur
pengukuran.
Skor-skor yang terdapat dalam metode RULA adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Skor Pergerakan Lengan Atas
38
Ganbar 4.1 Range Pergerakan Lengan Atas (a) postur alamiah (b) postur
extention dan fexion (c) postur lengan atas fexion.
39
Tabel 4.3 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan
40
Tabel 4.4 Skor Rentang Postur untuk Leher
41
Table 4.5 Skor Pergerakan untuk Punggung
42
Gambar 4.9 Range Pergerakan Kaki
43
Tabel 4.6 Skor Postur Kelompok A
44
Sistem penskoran dilanjutkan dengan melibatkan otot dan
tenaga yang digunakan.
45
Gambar 4.10 Bagan Penilaian RULA
46
Action level 1
Suatu skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur ini bias
diterima jika tidak dipertahankan atau tidak berulang dalam
periode yang lama.
Action level 2
Skor 3 atau 4 yang menunjukkan bahwa diperlukan
pemeriksaan lanjutan dan juga diperlukan perubahan-
perubahan.
Action level 3
Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa pemeriksaan dan perubahan
perlu segera dilakukan.
Action level 4
Skor 7 menunjukkan bahwa kondisi ini berbahaya maka
pemeriksaan dan perubahan diperlukan dengan segera (saat itu
juga).
47
Tahap 1 : Pengambilan data postur pekerja berupa video atau
foto.
Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja
dari leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga
kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau
memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya
peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail
(valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa
didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta
analisis selanjutnya.
Tahap 2 : Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja.
Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh
dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut dari
masing-masing segmen tubuh yang meliputi punggung
(batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah,
pergelangan tangan dan kaki. Pada metode REBA
segmen-segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi
punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Sementara
grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan
pergelangan tangan. Dari data sudut segmen tubuh pada
masing-masing grup dapat diketahui skornya, kemudian
dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A
untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh
skor untuk masing-masing tabel.
48
Table 4.9 Skor Pergerakan Punggung
49
Tabel 4.11 Skor Pergerakan Kaki
50
Tabel 4.13 Skor Pergerakan Lengan Bawah
51
Kita dapat mengetahui skor A dengan melihat tabel A dengan
skor punggung, leher, dan kaki. Dan tabel B untuk lengan atas,
lengan bawah, dan pergelangan tangan untuk mengetahui skor
B.
Tahap 3 : Penentuan berat benda yang diangkat, coupling dan aktivitas
pekerja.
Faktor lain yang perlu disertakan adalah berat beban yang
diangkat, coupling dan aktivitas pekerjanya. Masing-masing
faktor tersebut juga mempunya kategori skor.
Table 4.15 Skor A REBA dan Skor Beban
52
Table 4.16 Tabel skor B REBA dan Skor Coupling
53
Tahap 4 : Perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan.
Setelah didapatkan skor dari tabel A kemudian dijumlahkan
dengan skor untuk berat beban yang diangkat sehingga
didapatkan nilai bagian A. Sementara skor dari tabel B
dijumlahkan dengan skor dari tabel coupling sehingga didapatkan
nilai bagian B. Dari nilai bagian A dan bagian B dapat digunakan
untuk mencari nilai bagian C dari tabel C yang ada.
54
Table 4.18 Level Resiko dan Tindakan
Dari tabel resiko di atas dapat diketahui dengan nilai REBA yang
didapatkan dari hasil perhitungan sebelumnya dapat diketahui level
resiko yang terjadi dan perlu atau tidaknya tindakan dilakukan untuk
perbaikan. Perbaikan kerja yang mungkin dilakukan antara lain
berupa perancangan ulang peralatan kerja berdasarkan prinsip-
prinsip ergonomi.
4.2.7 Anthropometri
55
c. Uji kecukupan data
Uji kecukupan data dapat dilakukan dengan formula :
56
Arthritis,
Myalgia, 109 109 123 91 98 104 86
Osteoporosis
Berikut ini adalah data keluhan dari para pekerja sortir ose yang
diperoleh dari hasil wawancara :
lama
PEKERJA Umur Keluhan pegal-pegal tempo
kerja
A 40 11 punggung dan tangan Jarang
B 31 11 punggung dan kaki Sering
C 34 11 punggung dan kaki Sering
D 33 7 punggung dan kaki Sering
E 25 10 punggung, pundak dan kaki Sering
F 35 11 punggung, pundak dan kaki Sering
G 33 11 punggung dan kaki Sering
H 45 10 Pundak Kadang
I 36 10 Pundak Jarang
J 33 12 punggung dan kaki Jarang
K 37 10 punggung, pusing dan kaki Sering
L 32 10 punggung dan kaki Jarang
M 28 5 punggung, pundak dan kaki Sering
N 34 10 punggung, pundak dan kaki Sering
O 44 13 Pundak Sering
P 37 12 punggung dan kaki jarang
Q 31 13 Punggung Sering
R 44 17 punggung, pundak dan pusing Sering
57
S 45 12 punggung dan kaki bagian tungkak Sering
Gambar 4.18. Postur Kerja Karyawan Sortir Ose. (a) postur kerja 1, (b)
postur kerja 2, (c) postur kerja 3
58
4. Pengukuran sudut
Leher A-C-B
Punggung C-E-D
Kaki L-E-F
Lengan atas G-C-E
Lengan bawah H-G-I
Pergelangan J-I-K
59
Gambar 4.20. Postur Kerja 1
60
Gambar 4.22. Postur Kerja 3
61
5. Data ukuran stasiun kerja
Stasiun kerja pada bagian sortir ose adalah sebuah meja yang
yang di lengkapi lampu dan bagian seperti corong untuk
memisahkan ose yang baik.
62
Gambar 4.25. Kursi Sortir Awal Tampak Samping
63
M 21 45 47
N 24 46 46
O 26 48 47
P 23 56 49
Q 28 52 51
R 27 52 46
S 22 47 45
Keterangan :
64
a. Postur Kerja 1
1. Perhitungan Skor RULA
65
b. Postur Kerja 2
1. Perhitungan Skor RULA
66
c. Postur Kerja 3
1. Perhitungan Skor RULA
67
B. Usulan
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
68
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nialai signifikasi
dimensi tinggi siku duduk dengan metode kolmogorov-
smimov adalah 0.2 dan dengan metode shapiro-wilk
adalah 0.44
b. Pantat ke lutut
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
69
smimov adalah 0.2 dan dengan metode shapiro-wilk
adalah 0.403
σ= = = 2.38 cm
= 24.42 cm
BKA = 24.42 + 2(2.38) = 29.18 cm
BKB = 24.42 – 2(2.38) = 19.66 cm
70
Gambar 4.26. Grafik Keseragaman Data Tinggi Siku Duduk
b. Pantat ke lutut
σ= = = 3.52 cm
= 49.47 cm
BKA = 49.47 + 2(3.52) = 56.51 cm
BKB = 49.47 – 2(3.52) = 42.43 cm
71
c. Tinggi lutut berdiri
σ= = = 2.89 cm
= 47.84 cm
BKA = 47.84 + 2(2.89) = 53.62 cm
BKB = 47.84 – 2(2.89) = 42.06 cm
N’ =
72
a. Tinggi siku duduk
N’ =
N’ =
= 14.48 = 14 pengamatan
b. Pantat ke lutut
N’ =
2
2
19(46728) −883600
N ' = 0.05
940
= 7.66 = 8 pengamatan
N’ =
2
2
19(43639) −826281
N'= 0.05
909
= 5.54 = 6 pengamatan
73
Untuk menghitung persentil 95, 50 dan 5 digunakan rumus
sebagai berikut :
P = + 1.645 σ
95
P =
50
P = - 1.645 σ
5
a. Tinggi siku duduk
P = 24.42 cm
50
b. Pantat ke lutut
P = 49.47 + 1.645(3.52) = 55.26 cm
95
P = 7.57 cm
50
P = 7.57 cm
50
74
240cm
27cm
8cm
25cm
60cm
74cm
75
Gambar 4.31. Usulan Kursi Sortir Ose Tampak Samping
76
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1. RULA
5.1.1. Postur Kerja 1
a. Group A
1) Lengan atas
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan atas yang
0
terbentuk adalah 55 dan bobot lengan di topang. Oleh karena
itu dapat diketahui skornya adalah 3 (flexion) dan ada
penambahan skor 1, sehingga skornya menjadi 4.
2) Lengan bawah
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan bawah yang
0
terbentuk adalah 68 . Maka skornya adalah 1 (flexion) dan
terjadi penambahan skor 1 karena lengan bekerja melintasi
garis tengah badan. Sehingga skornya menjadi 2.
3) Pergelangan tangan
Berdasarkan pengolahan data, sudut pergelangan tangan yang
0
terbentuk adalah 14 memiliki skor 2 (flexion) dan ada
penambahan skor 1 karena pergelangan tangan berada pada
deviasi radial maupun ulnar. Sehingga skornya adalah 3.
4) Perputaran
Dalam data pengamatan terlihat bahwa pergelangan tangan
berada pada rentang menengah putaran, sehingga memiliki
skor sebesar 1.
b. Group B
1) Sudut punggung
Berdasarkan pengolahan data, sudut punggung yang
0
terbentuk adalah 22 . Oleh karena itu dapat diketahui bahwa
skor 3 (flexion).
77
2) Sudut leher
Berdasarkan pengolahan data, sudut leher yang terbentuk
0
adalah 2 . Oleh karena itu dapat diketahui bahwa skor 1
(flexion).
3) Kaki
Berdasarkan data yang diambil, terlihat bahwa kedua kaki
tidak tertopang dengan bobot bebannya tidak tersebar merata.
Oleh karena itu skor untuk kaki yaitu 2.
Setelah didapatkan skor masing-masing sudut pergerakan, untuk
skor group A didapatkan hasil sebesar 4 berdasarkan tabel skor A
kemudian dijumlahkan dengan skor otot 1 karena penggunaan postur
tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit serta ditambah
dengan skor tenaga sebesar 0 sehingga didapatkan skor C sebesar 5.
Sementara skor dari group B didapatkan hasil sebesar 4 berdasarkan
tabel skor B kemudian dijumlahkan dengan skor otot 1 karena
penggunaan postur tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit
serta ditambah dengan skor tenaga sebesar 0 sehingga didapatkan
skor D sebesar 5.
Berdasarkan skor C dan D yang telah diperoleh maka didapatkan
grand score RULA sebesar 6. Dan dapat diambil kesimpulan bahwa
postur pekerja tersebut mempunyai action level 3 yang menunjukkan
bahwa pemeriksaan dan perubahan perlu segera dilakukan.
78
2) Lengan bawah
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan bawah yang
0
terbentuk adalah 87 . Maka skornya adalah 1 (flexion) dan
terjadi penambahan skor 1 karena lengan bekerja melintasi
garis tengah badan. Sehingga skornya menjadi 2.
3) Pergelangan tangan
Berdasarkan pengolahan data, sudut pergelangan tangan yang
0
terbentuk adalah 4 memiliki skor 2 (flexion) dan ada
penambahan skor 1 karena pergelangan tangan berada pada
deviasi radial maupun ulnar. Sehingga skornya adalah 3.
4) Perputaran
Dalam data pengamatan terlihat bahwa pergelangan tangan
berada pada rentang menengah putaran, sehingga memiliki
skor sebesar 1.
b. Group B
1) Sudut punggung
Berdasarkan pengolahan data, sudut punggung yang
0
terbentuk adalah 9 . Oleh karena itu dapat diketahui bahwa
skor 2 (flexion).
2) Sudut leher
Berdasarkan pengolahan data, sudut leher yang terbentuk
0
adalah 14 . Oleh karena itu dapat diketahui bahwa skor 2
(flexion).
3) Kaki
Berdasarkan data yang diambil, terlihat bahwa kedua kaki
tidak tertopang dengan bobot bebannya tidak tersebar merata.
Oleh karena itu skor untuk kaki yaitu 2.
Setelah didapatkan skor masing-masing sudut pergerakan, untuk
skor group A didapatkan hasil sebesar 3 berdasarkan tabel skor A
kemudian dijumlahkan dengan skor otot 1 karena penggunaan postur
79
tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit serta ditambah
dengan skor tenaga sebesar 0 sehingga didapatkan skor C sebesar 4.
Sementara skor dari group B didapatkan hasil sebesar 3 berdasarkan
tabel skor B kemudian dijumlahkan dengan skor otot 1 karena
penggunaan postur tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit
serta ditambah dengan skor tenaga sebesar 0 sehingga didapatkan
skor D sebesar 4.
Berdasarkan skor C dan D yang telah diperoleh maka didapatkan
grand score RULA sebesar 4. Dan dapat diambil kesimpulan bahwa
postur pekerja tersebut mempunyai action level 2 yang menunjukkan
bahwa perlu pemeriksaan lanjutan dan juga diperlukan perubahan
perubahan.
80
4) Perputaran
Dalam data pengamatan terlihat bahwa pergelangan tangan
berada pada rentang menengah putaran, sehingga memiliki
skor sebesar 1.
b. Group B
1) Sudut punggung
Berdasarkan pengolahan data menggunakan autocad, sudut
0
punggung yang terbentuk adalah 36 . Oleh karena itu dapat
diketahui bahwa skor 3 (flexion).
2) Sudut leher
Berdasarkan pengolahan data, sudut leher yang terbentuk
0
adalah 15 . Oleh karena itu dapat diketahui bahwa skor 2
(flexion).
3) Kaki
Berdasarkan data yang diambil, terlihat bahwa kedua kaki
tertopang dengan bobot bebannya tersebar merata. Oleh
karena itu skor untuk kaki yaitu 1.
81
postur pekerja tersebut mempunyai action level 3 yang menunjukkan
bahwa pemeriksaan dan perubahan perlu segera dilakukan.
5.2. REBA
5.2.1. Postur Kerja 1
a. Group A
1) Sudut punggung
Berdasarkan pengolahan yang telah dilakukan, sudut
0
punggung yang terbentuk adalah 22 . Oleh karena itu dapat
diketahui bahwa skor 3 (flexion) dan tidak ada penambahan
skor.
2) Sudut leher
Berdasarkan pengolahan data, sudut leher yang terbentuk
0
adalah 2 . Oleh karena itu dapat diketahui bahwa skor 1
(flexion) dan tidak ada penambahan skor.
3) Kaki
Berdasarkan data yang diambil, terlihat bahwa kaki pekerja
membentuk sudut sebesar 1010 dan kedua kaki tidak
tertopang dengan bobot bebannya tidak tersebar merata. Oleh
karena itu skor untuk kaki yaitu 2 dan ditanmbah 1 sehingga
menjadi 3.
b. Group B
1) Lengan atas
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan atas yang
0
terbentuk adalah 55 dan bobot lengan di topang. Oleh karena
itu dapat diketahui skornya adalah 3 (flexion) dan ada
penambahan skor 1, sehingga skornya menjadi 4.
2) Lengan bawah
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan bawah yang
0
terbentuk adalah 68 . Maka skornya adalah 1 (flexion).
82
3) Pergelangan tangan
Berdasarkan pengolahan data, sudut pergelangan tangan yang
0
terbentuk adalah 14 memiliki skor 1 (flexion) dan ada
penambahan skor 1 karena pergelangan tangan menyimpang
atau berputar. Sehingga skornya adalah 2.
83
3) Kaki
Berdasarkan data yang diambil, terlihat bahwa kaki pekerja
0
membentuk sudut sebesar 54 dan kedua kaki tidak tertopang
dengan bobot bebannya tidak tersebar merata. Oleh karena
itu skor untuk kaki yaitu 2 dan ditanmbah 1 sehingga skornya
menjadi 3.
b. Group B
1) Lengan atas
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan atas yang
0
terbentuk adalah 16 dan bobot lengan di topang. Oleh karena
itu dapat diketahui skornya adalah 1 (flexion).
2) Lengan bawah
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan bawah yang
0
terbentuk adalah 87 . Maka skornya adalah 1 (flexion).
3) Pergelangan tangan
Berdasarkan pengolahan data, sudut pergelangan tangan yang
0
terbentuk adalah 4 memiliki skor 1 (flexion) dan ada
penambahan skor 1 karena pergelangan tangan menyimpang
atau berputar. Sehingga skornya adalah 1.
84
sebesar 5 yang menyatakan bahwa pekerja tersebut mempunyai level
resiko sedang dan perlu diadakan perbaikan.
b. Group B
1) Lengan atas
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan atas yang
0
terbentuk adalah 36 . Oleh karena itu dapat diketahui skornya
adalah 2 (flexion) dan tidak ada penambahan skor.
2) Lengan bawah
Berdasarkan pengolahan data, sudut lengan bawah yang
0
terbentuk adalah 84 . Maka skornya adalah 1 (flexion).
3) Pergelangan tangan
Berdasarkan pengolahan data, sudut pergelangan tangan yang
0
terbentuk adalah 35 memiliki skor 2 (flexion) dan ada
85
penambahan skor 1 karena pergelangan tangan menyimpang
atau berputar. Sehingga skornya adalah 3.
86
5.3.2. REBA
Dari hasil analisis data dapat dilihat bahwa ketiga postur kerja
karyawan sortir ose memiliki level resiko yang sama tetapi dengan
skor REBA yang berbeda. Jika diurutkan dari posrut kerja yang baik
ke yang buruk maka urutan postur kerjanya adalah postur kerja 3
lalu postur kerja 2 kemudian postur kerja 1 dengan masing-masing
skor REBA yang dimiliki adalah 4, 5 dan 7. Semakin kecil skor
REBA maka resiko yang dimiliki dari postur kerja yang terbentuk
akan semakin kecil juga. Jadi, dari ketiga postur tersebut yang paling
baik adalah postur kerja 3 karena terlihat kaki pekerja tertopang.
Sedangkan postur kerja yang paling buruk adalah postur kerja 1
karena kaki pekerja tidak tertopang dan bobot lengan atas ditopang
sehingga menyebabkan nilai skor REBA dari postur tersebut besar.
87
yang menggunakannya. Serta mengganti saluran tempat memisahkan ose
yang baik agar tidak mengganggu karyawan dalam mengganti posisi dan
kakinya tidak dibuka kesamping.
Dari hasil pengolahan data semua dimensi dinyatakan berdistribusi normal
karena nilai signifikasi baik dengan metode kolmogorov-smimovmaupun
shapiro-wilk lebih besar dari 0.05. sedangkan untuk uji keseragaman data,
semua data dimensi dinyatakan setagam karena masih di dalam batas
kontrol atas dan batas kontrol bawah. Begitu juga uji kecukupan data, semua
data dimensi dinyatakan cukup untuk mewakili keseluruhan ukuran dimensi
karyawan sortir ose.
Untuk merancang ulang stasiun kerja yang baru diperlukan ukuran dimensi
para pekerja dengan data sebagai berikut :
88
Perubahan yang dilakukan pada stasiun kerja sortir ose khususnya meja
adalah dengan mengubah tinggi meja menjadi 76 cm, yang didapatkan
dari penjumlahan ukuran dimensi tinggi siku duduk persentil 50 dan
tinggi lutut berdiri persentil 95 yang masing-masing sebesar 24 cm dan
52 cm. Selain itu desain yang diubah adalah tempat penampungan ose
yang baik setelah dipisahkan dari yang cacat yang semula hanya
berbentuk segitiga diubah menjadi seperti bentuk corong. Dengan jarak
pangkal batang corong ke lantai adalah 52 cm mengikuti ukuran dimensi
tinggi lutut berdiri persentil 95, lebar 8 cm, dan tebal sambungannya
adalah 6 cm. Alasan pemakaianukuran dimensi tinggi lutut berdiri
persentil 95 pada jarak pangkal batang corong ke lantai agar 95%
pekerja pada stasiun sortir ose pada saat bekerja dapat duduk dengan
nyaman tanpa gangguan pada lututnya seperti terbentur staasiun kerja.
Sedangkan pemakaian ukuran dimensi tinggi siku duduk persentil 50
pada penambahan tinggi meja adalah agar sudut lengan bawah yang
dihasilkan nantinya tidak terlalu kecil ataupun tidak terlalu besar yaitu
sekitar 600- 100 0 yang mempunyai skor 1.
b. Kursi
Untuk kursi yang digunakan mengalami perubahan pada tinggi kursi
yang menyesuaikan dengan penambahan tinggi meja sortir. Perubahan
tinggi kursi ini sesuai dengan ukuran dimensi tinggi lutut berdiri
persentil 50 yaitu sebesar 47 cm dan lebar menyesuaikan. Alasan
pemakaian ukuran dimensi tinggi lutut berdiri persentil 50 adalah agar
kursi usulan ini tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah sehingga rata-
rata nyaman digunakan oleh pekerja sortir ose.
89
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Dari hasil pengolahan, analisis dan pembahasan yang telah dilakukan maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari ketiga postur kerja karyawan bagian sortir ose di PT. Dua Kelinci,
postur kerja yang paling baik menurut metode RULA adalah postur
kerja 2 karena memiliki nilai grand score paling kecil yaitu sebesar 4
dengan level resiko 2. Sedangkan menurut metode REBA postur kerja
yang paling baik adalah postur kerja 3, karena memiliki skor REBA
terkecil yaitu 4.
2. Karena semua postur kerja membutuhkan perbaikan maka usulan yang
disarankan adalah me redesign stasiun kerja sortir ose yaitu meja dan
kursi yang sudah ada. Perubahan yang dilakukan adalah pada meja
dengan mengubah tinggi meja menjadi 76 cm dan mengubah tempat
penampungan ose yang baik setelah dipisahkan dari yang cacat yang
semula hanya berbentuk segitiga diubah menjadi seperti bentuk corong.
Dengan jarak pangkal batang corong ke lantai adalah 52 cm mengikuti
ukuran dimensi tinggi lutut berdiri persentil 95, lebar 8 cm, dan tebal
sambungannya adalah 6 cm. Sedangkan pada kursi sortir adalah dengan
mengubah tinggi kursi menjadi 47 cm dan lebar serta panjang
menyesuaikan.
6.2. Saran
Dari kegiatan kerja praktik yang telah dilakukan maka dapat diberikan saran
sebagai berikut :
1. Penggunaan stasiun kerja yang mendukung agar menghasilkan postur
kerja yang dapat mengurangi CTD pada para karyawan.
90
2. usulan tindak lanjut hasil penelitian ini adalah menguji desain stasiun
kerja usulan yang telah dirancang dalam laporan ini
91