Professional Documents
Culture Documents
A. Defenisi
Anemia Aplastik adalah suatu penyakit yang jarang tetapi mengakibatkan
kekacauan serius yang diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang untuk
menghasilkan sel darah (www.netdoctor.cu.uk, 2000).
Anemia Hipoplastik (Aplastik) adalah pansitopenia (anemia, neutropenia,
dan trombositopenia) sebagai hasil dari hipoplasia sumsum tulang yang beratnya
bervariasi. Anemia hipoplastik mungkin dihasilkan dari kegagalan atau Supresi sel
induk yang pluripoten. Ini sangat jarang, cacat yang timbul hingga mempengaruhi
sel yang ditugasi sebagai eritroid saja, sewaktu dihasilkan aplasia eritrosit yang
murni (Underwood, 2000).
Anemia Aplastik adalah penyakit yang disebabkan oleh karena rusaknya
sumsum tulang berupa berkurangnya sel darah merah dan terhentinya pembekuan
sel hematopeutik dalam sumsum tulang aplasia dapat terjadi hanya satu, dua atau
tiga sistem hematopoutik ( Eritrupoutik, granulapoutik dan trombopoutik ) (
Ngastiah, 1997).
B. Etiologi
1. Faktor congenital : sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain
seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan lain sebagainya.
2. Faktor didapat
a. Bahan kimia : Benzena, insektisida, senyawa As, Au, Pb. Obat :
Kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin),
santonin-kalomel, obat sitostatika
b. Radiasi : sinar roentgen, radioaktif.
c. Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain – lain.
d. Infeksi : tuberculosis milier, hepatitis dan lain – lain.
e. Keganasan , penyakit ginjal, gangguan endokrin, dan idiopatik.
C. Patofisiologi
Anemia Aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk di sumsum
tulang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel yang
dihasilkan tidak memadai.
Anemia aplastik disebabkan sel precursor dalam sum-sum tulang dan
penggantian dengan lemak dapat juga idiopatik (hal ini tanpa penyebab yang
jelas) dan merupakan penyebab utama. (Brunner and Suddarth, 2002).
Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel
darah putih dan trombosit. Secara morfologi sel-sel darah merah terlihat
normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang, dan biopsi
sumsum tulang menunjukan suatu keadaan yang disebut “fungsi kering“ dengan
hipoplasia yang nyata dan terjadi dengan penggantian jaringan lemak.
Langkah-langkah pengobatan terdiri dari mengidentifikasi dan
menghilangkan agen penyebab dan keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa
kasus seperti ini diduga merupakan keadan imunologis (Prince, 1998).
D. Manifestasi Klinik
Menurut Elizabeth (2000), manifestasi klinik dari Anemia Aplastik adalah :
1. Tanda-tanda sistemik yang klasik adalah :
a. Peningkatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi oksigen lebih
banyak ke jaringan.
b. Peningkatan kecepatan pernafasan klien karena tubuh berusaha untuk
menyediakan lebih banyak oksigen pada darah.
c. Pusing akibat berkurangnya aliran darah ke otak.
d. Rasa lelah karena meningkatnya oksigen berbagai organ termasuk organ,
otot jantung dan rangka.
e. Kulit pucat karena berkurangnya oksigen.
f. Mual akibat penurunan aliran darah saluran cerna dan susunan saraf pusat.
g. Penurunan kualitas rambut dan kulit.
2. Apabila trombosit dan sel darah putih terkena, maka gejala-gejala bertambah
dengan :
a. Pendarahan dan mudahnya timbul memar.
b. Infeksi berulang.
c. Luka kulit dengan selaput lendir yang sulit sembuh.
E. Penatalaksanaan
Menurut Soeparman (2001) pengobatan anemia aplastik terdiri atas :
1. Identifikasi dan eliminasi penyebab.
2. Pengobatan suportif terhadap infeksi dan anemia.
3. Mempercepat penyembuhan dan mengatasi pansitopenia dapat
melalui imunosupresif, transplantasi sumsum tulang, obat-obat anabolic, dan
kostenoid pansitopenia yang relatif ringan cukup di observasi.
a. Tranfusi Eritrosit
b. Tranfusi Trombosit
c. Tranfusi
d. Kortikosteroid.
f. Imunosupresif.
g. Kombinasi obat
h. Transplantasi.
F. Komplikasi
1. Gagal jantung
2. Sepsis
3. Kejang
4. Infeksi
5. Kegagalan cangkok sumsum (terjadi setelah traspalantasi sum-sum tulang)
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktvitas / istirahat
2. Sirkulasi
Tanda : Pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring,
bibir dan dasar kuku).
3. Integritas Ego
4. Eliminasi
5. Makanan / cairan
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya
lama.
Tanda : Wajah meringis, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
8. Pernafasan
9. Keamanan
Tanda : Aphasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
c. Faal Hemotasis
d. Sumsum tulang
e. Virus
g. Kromosom.
h. Defesiensi imun.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/ nutrien ke sel.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/ absorbsi nutrien
yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal.
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan
neurologi (Anemia), gangguan mobilitas, defisit nutrisi.
5. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan
proses pencernaan, efek samping terapi obat.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat
(penurunan hemoglobin, leukopenia, penurunan granulasit, respon inflamasi
tertekan), pertahanan utama tidak adekuat misalnya kerusakan kulit, statis cairan
tubuh, prosedur invasif, penyakit kronis, malnutrisi.
D. Intervensi Dan Rasional
1. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/ nutrien ke sel.
Tujuan : Mempertahankan suplai Oksigen dan nutrisi ke sel.
Intervensi:
a. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa,
dasar kuku.
R: Memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan
membantu menentukan kebutuhan intervensi.
b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
R: Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler. Catatan : Kontraindikasi bila ada hipotensi.
c. Awasi upaya pernafasan; auskultasi bunyi nafas perhatikan bunyi
adventisius.
R: Dispnea, gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung lama/
peningkatan kompensasi curah jantung.
d. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
R: Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial resiko
infark.
e. Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan
memori, bingung.
R: Dapat mengidentifikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau
defisiensi vitamin B12.
f. Orientasikan ulang pasien sesuai kebutuhan. Catat jadwal aktifitas pasien
untuk dirujuk. Berikan cukup waktu untuk pasien berpikir, komunikasi dan
aktifitas.
R: Membantu memperbaiki proses pikir dan kemampuan melakukan/
mempertahankan kebutuhan AKS.
g. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat
sesuai indikasi.
R: Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan
pasien/ kebutuhan rasa hangat seimbang dengan kebutuhan untuk
menghindari panas berlebih pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ).
h. Kolaborasi :Awasi pemeriksaan laboratorium misal Hb/ Ht dan jumlah
SDM, GDA.
R: Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/ respon terhadap
terapi.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : Aktifitas dapat kembali normal.
Intervensi:
a. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/ AKS normal, catat laporan
kelelahan, keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas.
R: Mempengaruhi intervensi/ bantuan.
b. Kaji kehilangan/ gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.
R: Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin B12
mempengaruhi keamanan pasien/ resiko cedera.
c. Awasi TD, nadi, pernafasan, selama dan sesudah aktifitas. Catat respon
terhadap tingkat aktifitas (peningkatan denyut jantung/ TD, disritmia,
pusing, dispnea, Takipnea, dan sebagainya).
R: Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa
jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
d. Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
Pantau dan batasi pengunjung, Telepon, dan gangguan berulang tindakan
yang tak direncanakan.
R: Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan
menurunkan regangan jantung dan paru.
e. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
R: Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing,
berdenyut, dan peningkatan resiko cedera.
f. Berikan bantuan dalam aktifitas/ ambulasi bila perlu, memungkinkan pasien
untuk melakukannya sebanyak mungkin.
R: Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan
sesuatu sendiri.
g. Rencanakan kemajuan aktifitas dengan pasien, termasuk aktifitas yang
dianggap pasien perlu. Tingkatkan tingkat aktifitas sesuai toleransi.
R: Meningkatkan secara bertahap tingkat aktifitas sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/ stamina tanpa kelemahan. Meningkatkan harga diri
dan rasa terkontrol.
h. Gunakan teknik penghematan energi, misal mandi dengan duduk, duduk
untuk melakukan tugas-tugas.
R: Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan
energi dan mencegah kelemahan.
i. Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, nafas
pendek, kelemahan, atau pusing terjadi.
R: Regangan/ stress kardiopulmonal berlebihan/ stress dapat menimbulkan
dekompensasi/ kegagalan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terhadap berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran)
Tujuan :. Mendemonstrasikan pemeliharaan kemajuan peningkatan berat
badan.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi
sekresi.
R : Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga
pasien terlindungi dari aspirasi.
b. Auskultasi bising usus.
R : Fungsi saluran cerna biasanya tak baik pada kasus cedera kepala. Jadi
bising usus membantu menentukan respon untuk makan atau
berkembangnya komplikasi seperti paralitik illeus.
c. Timbang berat badan sesuai indikasi.
R : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian
nutrisi.
d. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dan
teratur.
R : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi
yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.
e. Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang santai saat makan.
R : Meningkatkan nafsu untuk makan makanan yang disediakan.
f. Kaji feses, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya.
R : Perdarahan sub akut / akut dapat terjadi (ulkus lambung) dan perlu
intervensi dan metode alternatif pemberian makan.
g. Konsultasi dengan ahli gizi
R : Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan
kalori / nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan
penyakit sekarang ( trauma, penyakit jantung dan masalah metabolic ).
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan
neurologi (anemia), gangguan mobilitas, defisit nutrisi
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Intervensi :
a. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat
lokal, eritema, ekskoriasi.
R: Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan
dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
b. Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak
bergerak atau di tempat tidur.
R: Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan/
mempengaruhi hipoksia seluler.
c. Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun.
R: Area lembab, terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara
berlebihan dan meningkatkan iritasi.
d. Bantu untuk latihan rentang gerak aktif atau pasif.
R: Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1995. Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan Edisi 2,
Ganong F. William. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. EGC : Jakarta