Professional Documents
Culture Documents
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait permasalahan air minum, higiene dan sanitasi masih
sangat besar. Hasil Risert Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan penduduk yang melakukan BAB
numpang di tetangga sebesar 6,7%, menn-gunakan jamban tidak sehat 25% dan
17,7%BAB disembarang tempat (Definisi JMP).
Berdasarkan studi Basic Human Services(BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat
mencuci tangan dilakukan:(i) setelah buang air besar 12%; (ii)setelahmembersihkantinjabayi
dan balita 9%; (iii) sebelum makan 14%; (iv) sebelum memberi makan bayi 7%; dan (v) sebe-lum
menyiapkan makanan 6%.Studi BHS lainnya
Implikasinya, diare, yang merupakan penyakit berbasis lingkungan menjadi penyebab nomor
satu kematian bayi di Indonesia, yaitu 42% dari total angka kematianbayi
usia 0-11 bulan. Di In-donesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap
tahun atau sejumlah 460 balita setiap harinya (Riset Kesehatan Dasar 2010).
Laporan kemajuan Millennium Development Goals (MDGs) yang dikeluarkan oleh Bappenas
pada tahun 2010 mengindikasikan bahwa pen-ingkatan akses masyarakat pedesaan terhadap
jamban sehat (target MDGs 7.C) tergolong pada tar-get yang membutuhkan perhatian
khusus,karena kecepatan peningkatan akses tidak sesuai dengan harapan. Dari target
akses sebesar 55,6% pada ta-hun 2015 untuk pedesaan, akses masyarakat pada jamban
keluarga yang sehat pada tahun 2009 baru sebesar 34%. Terdapat kesenjangan sebesar
21%dalam sisa waktu 3 tahun (2009-2015)
Dipuskesmas karangnongko angka kejadian diare pada tahun 2012 : 615 kasus. Pada tahun 2013
: 536 kasus. Pada tahun 2014 : 504 kasus
Untuk mencapai sasaran sanitasi MDGs terse-but, harus ditemukan cara meningkatkan
pencapai-annya akses sanitasi baik di perdesaan maupun di perkotaan. Di sisi lain dengan
anggaran pemerintah yang terbatas maka perlu dilakukan cara-cara yang lebih efektif dan
inovatif.
Perubahan perilaku dalam STBM dilakukan melalui metode pemicuan yang mendorong
perubahan perilaku masyarakat sasaran secara kolektif dan mampu membangun sarana sanitasi
secara mandiri sesuai kemampuan.
STBM sendiri adalah suatu pendekatan masyarakat untuk merubah perilaku hygiene sanitasi
melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Sanitasi total adalah kondisi
ketika suatu komunitas :
MASALAH
1. Masih banyaknya masyarakat yang BABS sehingga angka kejadian diare tinggi
2. Masih kurangnya sarana sanitasi yang dimiliki oleh masyarakat sehingga memungkinkan
masyarakat BABS
3. Masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk BAB di jamban meskipun sudah punya
jamban
TUJUAN
PEMBAHASAN
Wilayah puskesmas karangnongko terdiri dari 14 desa yaitu : kadilaju, Gumul, Banyuaeng,
Somokaton, Jetis, Karangnongko, Jagalan, Demakijo, Blimbing, Kanoman, Logede, Ngemplak,
Jiwan, Gemampir.
Dari keenam desa tersebut desa yang sudah ODF (Open Defecation Free ) ada 3 desa yaitu :
Ngemplak, Logede, dan Jiwan.
Membiarkan individu menyadari sendiri Mengatakan apa yang baik dan buruk (
mengajari )
Upaya untuk menuju desa ODF salah satunya adalah dengan melakukan pemicuan terhadap
masyarakat desa dan masyarakat sekolah. Adapun langkah- langkah pemicuan adalah sebagai
berikut :
I. Koordinasi dengan lintas sector yaitu koordinasi dengan kepala desa menjelaskan
pemicuan itu apa dan harus bagaimana supaya tidak terjadi kesalahpahaman.
Pernah ada anggapan bahwa setelah pemicuan akan diberi bantuan.
II. Menentukan sasaran pemicuan
Sasaran pemicuan yaitu komunitas masyarakat ( RW/dusun/desa ), bukan
perorangan atau keluarga yaitu :
Semua keluarga yang belum melaksanakan salah satu atau lima pilar STBM.
Dalam hal ini pilar yang pertama yaitu keluarga yang masih buang air besar
sembarangan.
Semua keluarga yang telah memiliki fasilitas sanitasi tetapi belum
memenuhi syarat kesehatan
III. Menyiapkan alat-alat dan bahan untuk pemicuan.
Pemicuan di puskesmas karangnongko diperlukan alat dan bahan sebagai berikut :
1. Bekatul 1 kg
2. Gandum 1 kg
3. Kertas manila 3 lbr
4. Aqua gelas 2 buah
5. Spidol besar 2 buah
6. Bingkisan 3 bungkus
7. Kertas untuk nama
8. Gambar gambar untuk alur kontaminasi
Setelah terjadi kesepakatan untuk membuat jamban maka kita harus mendorong mereka untuk
mengadakan pertemuan untuk membuat rencana aksi, bagaimana mewujudkan janji yang telah
disepakati tadi apakah mau dibangun sendiri-sendiri ataupun secara gotong royong. Yang jelas
semua atas biaya masyarakat sendiri.
Pemicuan tidak dilakukan di desa pamsimas saja, tapi juga dilakukan di desa lain dengan biaya
APBD II yaitu desa somokaton, Karangnongko, jetis. Masing-masing desa sudah dilakukan
pemicuan sebanyak 4 kali.
Setelah pemicuan selesai tim pemicu tidak lantas berhenti begitu saja, tim selalu memantau
perkembangan jamban terutama bagi masyarakat yang sudah menyanggupi untuk membuat
jamban.
Setelah sebulan dari kesepakatan, tim pemicu ( sanitarian, Promkes, Bidan dan kader )
melakukan kunjungan rumah ketempat masyarakat yang telah menyanggupi untuk membuat
jamban dengan tujuan untuk mengetahui apakah sudah direalisasikan atau belum.
Desa kanoman dan gemampir belum bisa deklarasi ODF karena masih ada angka BABS nya.
Angka BABS di desa Kanoman masih 21 KK ( jamban cemplung belum ada tutupnya ), sedangkan
angka BABS di desa Gemampir masih 8 KK ( belum punya jamban )
Selain kunjungan rumah KK yang belum punya jamban petugas juga melakukan monitoring
melalui sms kepada kader, minta data jamban yang baru. Jadi setiap bulan petugas sanitarian
sms ke kader ( semua desa ) untuk meminta data jamban yang baru. Lalu sanitarian langsung
memasukkan ke web site stbm.
Setelah dilakukan pemicuan, terlihat ada penambahan jamban, hal ini dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
NO NAMA JUMLAH SHARING BAB JUMLAH JAMBAN SHARING BABS
DESA JAMBAN S
JSP JSSP JSP JSSP
1 Ngemplak 322 79 131 26 355 81 122 0
Pada table dapat dilihat bahwa ada penambahan jamban yang sangat signifikan dari sebelum
dipicu dan setelah dipicu.
Dari ketiga desa yang sudah ODF diharapkan angka kejadian diare bisa manurun. Dibawah ini
table yang menerangkan tentang kejadian diare dari tahun 2012 s/d 2014
1 Ngemplak
2 Logede
3 Jiwan
KESIMPULAN
Pemicuan dapat berhasil karena didukung oleh beberapa factor antara lain :
1. Adanya kerjasama yang baik dengan lintas sector dan lintas program
2. Adanya kerjasama antara tim pemicu sehingga pemicuan dapat berhasil dengan baik
3. Didukung oleh pendanaan baik dari APBN maupun APBD
4. Adanya respn yang baik dari masyarakat.