You are on page 1of 10

Ana Matofani, Gelar Dwirahayu, Eva Musyrifah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


e-mail: ana.matofani13@mhs.uinjkt.ac.id, gelar.dwirahayu@uinjkt.ac.id,
eva.musyrifah@uinjkt.ac.id
Abstract. The aim of this research is to analyze the effect of Interlocked Problem Posing Instruction
on Student’s Mathematical Creative Thinking. This research was conducted at MTsN 1 Tangerang
Selatan on academic year of 2017/2018. The indicators of mathematical creative thinking that
measured are, (a) fluency and (b) flexibility. A quasi experiment with two group randomized post-
test only control group design method was used. Sample consisted of two groups with experiment
group of 31 student and control group of 30 students selected by cluster random sampling
technique. The research instrument was the ability test of mathematical creative thinking in the form
of essay. The results showed that the average score of students mathematical creative thinking at
experiment group was 74 and control group was 60,33. Futhermore, using the t test, obtained t
count value 3,632 and sig. (2-tailed) = 0,001 < 0,05, then H0 was rejected. So it can be concluded
that student’s mathematical creative thinking who taught by interlocked problem posing instruction
is higher than that of students taught by conventional learning.

Keywords: Interlocked Problem Posing, Mathematical Creative Thinking

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pembelajaran interlocked problem
posing terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Penelitian dilakukan di MTs Negeri 1
Tangerang Selatan tahun ajaran 2017/2018. Indikator kemampuan berpikir kreatif matematis yang
diukur dalam penelitian ini yaitu: (a) berpikir lancar dan (b) berpikir fleksibel. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan desain randomized control group
posttest only. Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Sampel terdiri
dari dua kelas yaitu 31 siswa kelas eksperimen dan 30 siswa kelas kontrol. Instrumen yang
digunakan pada penelitian ini yaitu tes kemampuan berpikir kreatif matematis berbentuk essay. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
kelas eksperimen sebesar 74 dan kelas kontrol sebesar 60,33. Selanjutnya dengan menggunakan uji t,
diperoleh harga t hitung 3,632 dan sig.(2-tailed) = 0,001 < 0,05, maka H0 ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan
pembelajaran interlocked problem posing lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajarkan
dengan pembelajaran konvensional.

Kata Kunci: Berpikir Kreatif Matematis, Interlocked Problem Posing.

Copyright © 2018| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 9 Mei 2018
“Literasi Digital dalam Agama dan Sains untuk Mewujudkan Kecakapan Hidup Abad 21”

Pendahuluan
Pendidikan selalu mendukung seseorang untuk mengalami perubahan pikiran dan
kepribadian. Perubahan pikiran dan kepribadian dalam bidang pendidikan meliputi berbagai
komponen yang terlibat di dalamnya, salah satu di antaranya adalah mutu pendidikan itu
sendiri. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika menurut UU. Nomor 20
Tahun 2003 yang menekankan pengembangkan potensi diri siswa untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU. Nomor 20
Tahun 2003).
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang paling dasar dalam mempengaruhi
perkembangan teknologi dan berperan penting dalam berbagai disiplin ilmu. Pada
Kurikulum 2013 mengupayakan peningkatan mutu pendidikan untuk menghasilkan lulusan
yang kreatif, mandiri, mampu bekerja sama, solidaritas, memiliki jiwa kepemimpinan,
empati, toleransi dan mampu menghadapi kehidupan pada masa yang akan datang
(Permendikbud, 2013). Berdasarkan tujuan tersebut terlihat bahwa kemampuan berpikir
kreatif merupakan salah satu poin penting dalam pelaksanaan pembelajaran matematika.
Kemampuan berpikir kreatif merupakan hal penting yang harus dimiliki semua orang.
Seseorang yang mempunyai kemampuan berpikir kreatif akan lebih mudah dalam
menghadapi suatu permasalahan yang ia hadapi dengan tepat dan benar. Selain itu,
kemampuan berpikir kreatif juga mampu menciptakan sesuatu yang baru sepeti ide, gagasan,
maupun produk, tidak hanya dalam pembelajaran tetapi juga dalam bermasyarakat.
Menurut Johnson, berpikir kreatif adalah berpikir yang mengisyaratkan ketekunan,
disiplin pribadi dan perhatian melibatkan aktivitas-aktivitas mental seperti mengajukan
pertanyaan, mempertimbangkan informasi-informasi baru dan ide-ide yang tidak biasa,
membuat keterkaitan, khususnya antara sesuatu yang serupa, mengaitkan satu dengan yang
lainnya secara bebas, menerapkan imajinasi pada setiap situasi yang membangkitkan ide baru
dan berbeda, serta memperhatikan intuisi (Siswono, 2008).
Olson mengatakan bahwa produk berpikir kreatif terdiri ada dua unsur, yaitu kefasihan
dan keluwesan (Siswono, 2008). Munandar (1999) mengkarakteristikan berpikir kreatif
siswa dibagi empat yaitu fluency, flexibility, originality, dan elaboration. Parnes
menyebutkan proses kreatif memacu pada lima macam perilaku kreatif, yaitu: fluency,
flexibility, originality, elaboration, dan sensitivity (Rahmawati dan Kurniati, 2010).
Menurut Haylock, berpikir kreatif ada tiga kriteria yaitu, kefasihan, fleksibilitas, dan
keaslian (Siswono, 2008). Silver menilai kemampuan berpikir kreatif dibagi menjadi tiga,
yaitu fluency, flexibility, dan novelty (Siswono, 2008).
Utari (2015) menyebutkan, bila masalah matematik yang diajukan kurang baik, lebih
bersifat prosedural, atau kurang mendorong siswa berpikir lebih lanjut maka siswa hanya
akan memiliki pengetahuan yang prosedural atau mekanikal saja dan kurang peluang untuk
memiliki kemampuan matematik tingkat tinggi (high order mathematical thinking).

Copyright © 2018| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

27
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 9 Mei 2018
“Literasi Digital dalam Agama dan Sains untuk Mewujudkan Kecakapan Hidup Abad 21”

Kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan salah satu tujuan pendidikan. Namun
hasil skor Programme for International Student Assessment (PISA, 2015) siswa Indonesia
masih dibawah rata-rata negara Organisation for Economic Cooperation dan Development
(OECD) meskipun mengalami peningkatan 21 poin dari tahun 2012 dengan nilai rata-rata
untuk kemampuan matematika secara umum adalah 386, kemampuan berpikir kreatif
matematis terindifikasi dalam kemampuan siswa pada level 5 dan 6. Pada level 5 dan 6 siswa
Indonesia hanya dapat menyelesaikan 10%. Ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa di Indonesia masih tergolong rendah. Fardah (2012) menjelaskan
bahwa kemampuan matematis siswa tingkat sekolah dasar dan menengah masih dalam
kategori rendah yaitu sebesar 46,67%.
Hal ini juga dibuktikan dengan penelitian pendahuluan yang dilakukan peneliti di salah
satu sekolah di Tangerang Selatan, yaitu MTs Negeri 1 Kota Tangerang Selatan. Peneliti
mengajukan instrumen tes kemampuan berpikir kreatif matematis pada kelas VIII. Hasil
yang didapat yaitu kemampuan berpikir kreatif matematis siswa tergolong rendah.
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengenai penyempurnaan
pola pikir pada kurikulum 2013 menyebutkan bahwa pola pembelajaran haruslah aktif,
berpusat pada peserta didik, serta guru hanyalah sebagai fasilitator. Sementara itu, prinsip
pembelajaran menurut NCTM yaitu para siswa harus belajar matematika dengan
pemahaman, secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan
sebelumnya (Suyono, 2008). Hal ini sesuai dengan prinsip kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa bahwa siswa dituntut untuk aktif agar dapat menunjukkan banyak ide dan
daya imajinatifnya untuk mengerjakan soal yang berbeda dengan membangun pemahaman
baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Maka dari itu, dibutuhkan
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, salah
satunya adalah pembelajaran interlocked problem posing.
Menurut Osman Cankoy (2013), pembelajaran interlocked problem posing (IPP)
merupakan suatu pendekatan pembelajaran problem posing (pengajuan masalah) dimana
siswa diberikan keluasan untuk belajar secara aktif dan mandiri dengan merumuskan dan
menyelesaikan masalah/soal sendiri yang telah diajukan secara berdiskusi dengan temannya
dan guru hanya berperan memberikan impuls dan sebagai fasilitator. Osman Cankoy
melakukan penelitian komparasi antara pembelajaran interlocked problem posing (IPP)
dengan traditional problem posing (TPP). Hasil penelitian tersebut, ditemukan bahwa
pembelajaran dengan treatment IPP yaitu siswa membuat soal yang bersifat reasonable
(logis), solvable (dapat dipecahkan), dan berkurangnya result-unknown problem (masalah
yang tidak diketahui hasilnya). Selain itu, pembelajaran IPP dianggap lebih efektif untuk
fokus dan tertarik belajar.
Terdapat perbedaan interlocked problem posing dan problem posing. Jika problem
posing, siswa memberikan pertanyaan sebanyak-banyaknya, sedangkan interlocked problem
posing yaitu siswa memberikan pertanyaan secara berkesinambungan.

Copyright © 2018| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

28
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 9 Mei 2018
“Literasi Digital dalam Agama dan Sains untuk Mewujudkan Kecakapan Hidup Abad 21”

Tahapan pembelajaran interlocked problem posing yang digunakan pada penelitian ini
mengikuti tahapan pembelajaran yang diungkapkan oleh Osman Cankoy (2013). Tahapan
pembelajaran ini dapat dilihat pada penjelasan sebagai berikut:
1. Ignition
Pada tahap ignition, guru memberikan suatu impuls sebagai pemicu awal agar
siswa dapat mengajukan masalah yang berpotensial untuk diselesaikan. Kegiatan
pembelajaran pada tahap ignition, yaitu:
a) Guru memberikan impuls berupa video animasi
b) Siswa mengamati video animasi yang diberikan oleh guru.
c) Siswa mengidentifikasi situasi masalah dari video animasi yang ditampilkan.
d) Siswa mengajukan masalah sesuai dengan video animasi yang ditampilkan.
2. Construction
Setelah siswa diberikan suatu impuls pada tahap ignition, selanjutnya siswa
membangun konsep ke dalam struktur kognitifnya sesuai dengan cara guru
menyajikannya. Pada tahap construction, siswa melakukan berbagai kegiatan yaitu:
a) Mengungkapkan ide dengan melengkapi soal/masalah yang guru berikan.
b) Membangun konsep dari impuls yang diberikan guru dengan membuat kesimpulan.
3. Discussion
Pada tahap discussion, siswa berdiskusi dengan temannya untuk
menyelesaikan/memberikan jawaban terkait soal pada tahap construction. Pada tahap
ini, siswa memerlukan bimbingan guru dalam memantau diskusi di tiap kelompok.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap diskusi yaitu:
a) Mendiskusikan penyelesaikan terkait soal yang telah diberikan.
b) Mempresentasikan jawaban yang telah diselesaikan.
c) Memeriksa dan menemukan kesalahan dari penyelesaian soal yang dibuat oleh teman
atau kelompok lain.
4. Development
Melanjutkan kegiatan discussion, tahap development yaitu siswa mengembangkan
model soal dari soal-soal pada tahap sebelumnya. Pada tahap development, kegiatan
yang dilakukan adalah guru memberikan soal dengan model soal yang telah
dikembangkan dari tahap sebelumnya.
5. Solution
Pada tahap ini, siswa menyelesaikan soal-soal matematika yang diberikan guru
secara individu.
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti ingin mengetahui pengaruh pembelajaran
interlocked problem posing terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

Metode
Penelitian ini dilaksanakan di MTs Negeri 1 Kota Tangerang Selatan pada semester
genap tahun ajaran 2017/2018 yaitu pada bulan Januari 2018. Metode penelitian yang
digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitian Randomized Control Group

Copyright © 2018| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

29
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 9 Mei 2018
“Literasi Digital dalam Agama dan Sains untuk Mewujudkan Kecakapan Hidup Abad 21”

Post Test Only. Sampel penelitian yang digunakan adalah yang akan menjadi kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Seluruh siswa diberikan post-test dengan instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir kreatif matematis pada
pokok bahasan aritmatika sosial.
Tabel 2. Tabel Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa

Dimensi
No.
Berpikir Indikator Berpikir Kreatif Pada Soal Aritmatika Sosial
Soal
Kreatif
Berpikir Menentukan beragam saran jenis tabungan yang dipilih 1
Lancar bersadarkan suku bunga dan potongan administrasi.
Menentukan gagasan/ide memilih sistem pembayaran 3
berdasarkan uang muka, angsuran perbulan dan lama
angsuran.
Berpikir Menghasilkan gambar situasi yang beragam berdasarkan luas 2a
Flexibel tanah, dan letak geografis tanah.
Menghasilkan harga penjualan dengan sudut pandang yang 2b
berbeda berdasarkan gambar situasi.
Menghasilkan permasalahan lain yang beragam berdasarkan 4
keuntungan yang sama.

Hasil dan Pembahasan


Hasil penelitian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa di kelas eksperimen dan
kelas kontrol disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3. Statistik Deskriptif Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa


Statistik Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Jumlah 30 30
siswa
Skor ideal 100 100
Rata-rata 74 60,33
Standar 12,41 16,44
Deviasi

Copyright © 2018| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

30
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 9 Mei 2018
“Literasi Digital dalam Agama dan Sains untuk Mewujudkan Kecakapan Hidup Abad 21”

Dari Tabel 3 terlihat bahwa siswa kelas eksperimen berjumlah 30 orang dan kelas
kontrol berjumlah 30 orang. Skor maksimum yang diperoleh siswa jika menjawab seluruh
soal dengan benar yaitu 100. Hasil rata-rata posttest menunjukan bahwa kelas eksperimen
memiliki nilai yang lebih besar yaitu 74 dan simpangan baku sebesar 12,41 dibandingkan
dengan kelas kontrol sebesar 60,33 dan simpangan baku sebesar 16,44. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas kontrol lebih
beragam dibandingkan kelas eksperimen.
Peneliti juga menganalisis kemampuan berpikir kreatif matematis siswa berdasarkan
dua indikator, yaitu berpikir lancar dan berpikir fleksibel. Berikut hasil kemampuan berpikir
kreatif matematis yang disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Batang Persentase Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Berdasarkan Gambar 1, menunjukkan bahwa kedua indikator kemampuan berpikir


kreatif matematis yang diukur, siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa kelas
kontrol. Rata-rata tertinggi baik siswa kelas eksperimen maupun siswa kelas kontrol
terdapat pada aspek berpikir lancar.
Selanjutnya, untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan rata-rata antara kelas
eksperimen dengan kelas kontrol dilakukan uji perbedaan rata-rata skor penalaran kreatif
matematis dengan menggunakan uji-t. Ringkasan hasil uji perbedaan rata-rata sebagaimana
yang dimaksud disajikan pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas dan Uji Hipotesis Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Copyright © 2018| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

31
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 9 Mei 2018
“Literasi Digital dalam Agama dan Sains untuk Mewujudkan Kecakapan Hidup Abad 21”

Hipotesis Statistik :
H0 : μ1 ≤ μ 2
H1 : μ 1 > μ 2

Dari Tabel 4 terlihat bahwa hasil uji kesamaan dua rata-rata kelas eksperimen dan
kontrol menunjukkan nilai t = 3,632 dan sig. (2-tailed) = 0,001 < 0,05. Hal ini
menunjukkan penolakan H0 dan penerimaan H1. H1 menyatakan bahwa rata-rata
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen dengan menggunakan
pembelajaran interlocked problem posing lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa kelas kontrol yang diajarkan dengan pembelajaran
konvensional.
Penulis mengidentifikasi kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dapat meningkat
pada tahap ignition, construction, discussion, development, dan solution. Pada tahap
ignition, guru memberikan impuls berupa video animasi mengenai topik yang akan
dipelajari. Penggunaan video animasi pada tahap ini diharapkan dapat lebih menarik minat
siswa sehingga dapat teroptimalisasi tujuan pembelajaran. Tahap ini dilaksanakan melalui
diskusi kelompok, siswa mengidentifikasi informasi dari video animasi dan membuat tiga
pertanyaan setiap pertemuan. Jumlah video yang digunakan peneliti yaitu 5 video dan setiap
pertemuan peneliti menggunakan satu video yang sesuai dengan subbab yang dipelajari pada
pertemuan itu. Berikut cuplikan salah satu video yang digunakan dalam Gambar 2:

Gambar 2. Cuplikan Video Animasi Pembelajaran

Copyright © 2018| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

32
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 9 Mei 2018
“Literasi Digital dalam Agama dan Sains untuk Mewujudkan Kecakapan Hidup Abad 21”

Pada tahap ini siswa dilatih untuk mengidentifikasi informasi dan membuat pertanyaan
dari impuls berupa video animasi yang diberikan oleh guru. Cerita yang digunakan dalam
pembuatan video animasi berupa cerita yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hal
ini memungkinkan siswa dapat memahami makna dari video tersebut, sehingga siswa tidak
terlalu kesulitan dalam mengolah informasi dan mengajukan pertanyaan.
Pada tahap construction, siswa mulai membangun konsep melalui pertanyaan-
pertanyaan yang ada di LKS berdasarkan video animasi. Pada tahap ini siswa dilatih agar
dapat mengungkapkan ide-ide dan siswa dapat membangun konsep dari impuls yang
diberikan oleh guru.
Pada tahap discussion, siswa berdiskusi untuk menyelesaikan masalah terkait dengan
soal yang telah diberikan pada lembar LKS yang selanjutnya siswa diminta untuk
mempersentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Masalah yang ada pada tahap ini dibuat
secara berkesinambungan yang bertujuan agar siswa dapat membentuk konsep materi itu
sendiri. Pada saat perwakilan siswa mempersentasikan hasil diskusinya, siswa yang lain
memeriksa jawaban yang telah mereka kerjaan untuk mengetahui ada/tidaknya kesalahan
penyelesaian soal yang telah dikerjakan oleh kelompok lain. Pada tahap ini siswa dilatih
berdiskusi untuk menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru, siswa dapat memeriksa serta
menemukan kesalahan dari penyelesaian soal yang dibuat oleh teman atau kelompok lainnya.
Selain itu, siswa berinteraksi dengan siswa lainnya dan dilatih untuk menumbuhkan rasa
percaya diri dengan mempersentasikan hasil diskusinya, serta dalam mengajukan
pendapatnya.
Tahap development, secara individu siswa diberikan masalah aritmatika sosial yang
lebih tinggi dari masalah yang ada pada tahap discussion. Tahap ini bertujuan agar peneliti
dapat mengetahui sejauh mana konsep yang telah didapat dari tiap individu. Pada tahapan
ini siswa juga dilatih agar dapat menyelesaikan masalah yang lebih tinggi dengan
menerapkan pemahaman konsep yang telah didapatkan dari tahap sebelumnya dan mampu
mengubah cara pemikirannya.
Pada tahap terakhir yaitu solution, siswa diminta untuk menyelesaikan masalah
aritmatika sosial secara individu. Hal ini bertujuan agar peneliti dapat mengetahui sejauh
mana konsep yang telah didapat dari tiap individu dan dilatih untuk dapat mencetuskan
penyelesaian masalah serta mampu menerapkan konsep yang telah didapatkan pada tahap
sebelumnya.
Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa tahapan-tahapan pada proses pembelajaran
dengan pembelajaran interlocked problem posing ini mendorong siswa untuk merumuskan
masalah berdasarkan situasi, dapat menemukan ide-ide dan konsep materi yang diberikan,
serta mendorong siswa untuk mempresentasikan hasil dari ide tersebut.

Copyright © 2018| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

33
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 9 Mei 2018
“Literasi Digital dalam Agama dan Sains untuk Mewujudkan Kecakapan Hidup Abad 21”

Penutup
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan ditunjukkan bahwa kemampuan berpikir
kreatif matematis yang diajarkan menggunakan pembelajaran interlocked problem posing
lebih tinggi dibanding kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan
menggunakan pembelajaran konvensional.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh selama penelitian ada beberapa saran
terkait penelitian ini, yaitu diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan rujukan
untuk mengadakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan interlocked problem
posing atau kemampuan berpikir kreatif matematis dan pembelajaran ini dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas.

Daftar Pustaka
De Walle, John A. Van (penerjemah: Suyono). Sekolah Dasar dan Menengah Matematika
Pengembangan dan Pengajaran Jilid 1 Edisi ke 6. Jakarta: Erlangga, 2008.
Cankoy, Osman. Interlocked Problem Posing and Children’s Problem Posing Performance
In Free Structured Situation. Jurnal Internasional Pendidikan Sains dan Matematika.
National Science Council: Taiwan, 2013.
Fardah, Dini Kinanti. Analisis Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam
Matematika Melalui Open-Ended, Jurnal KREANO FMIPA UNNES, vol 3, No. 2,
2012.
Munandar, Utami. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah . Jakarta:
Gramedia, 1999.
PERMENDIKBUD Nomor 81A Tahun 2013, http://luk.staff.ugm.ac.id, diakses tanggal
28 September 2017 pukul 13.00 WIB.
PISA 2015 Results Excellence and Equity in education volume 1, OECD Publishing, 2016.
(http://dx.doi.org/10.1787/9789264266490-en), diunduh tanggal 14 Juli 2017
pada pukul 16.00 WIB.
Rachmawati, Yeni dan Kurniati, Euis. Strategi Pengembangan Kreativitas Pada Usia Taman
Kanak-kanak. Jakarta: Kencana, 2010.
Siswono, Tatag Eko Yuli. Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan
Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya:
Unesa University.Press,2008.

Copyright © 2018| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

34
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 9 Mei 2018
“Literasi Digital dalam Agama dan Sains untuk Mewujudkan Kecakapan Hidup Abad 21”

Utari-Sumarmo. Mathematical Problem Posing, Rasional, Pengertian, Pembelajaran dan


Pengukurannya. Bandung: Pascasarjana STKIP Siliwangi Bandung dan Pascasarjana
UPI. 2015.
UU. Nomor 20 Tahun 2003, http://www.pendis.kemenag.go.id , diakses tanggal 23 Mei
2017 pukul. 20.00 WIB.

Copyright © 2018| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

35

You might also like