Professional Documents
Culture Documents
Naskah diterima : 31 Januari 2013; Direvisi: 15 Februari 2013; Disetujui: 5 Maret 2013
13
Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.11 No.1 Maret 2013 : 13-28
Slave Lake hingga Baker Lake (Neflia, 2010). Indonesia TABEL 1. PENELITIAN BENDA JATUH DAN SAMPAH ANTARIKSA LAPAN
sebagai Negara ekuator memiliki potensi yang cukup besar No Objek Penelitian Hasil Penelitian
kejatuhan benda antariksa. Hingga saat ini sudah ada 3 benda Waktu
jatuh antariksa yang telah diidentifikasi (Djamaluddin, 2004 1 Benda jatuh di Dugaan kuat benda jatuh
di dalam Neflia, 2010), yaitu bagian motor roket COSMOS- Bima, NTB adalah meteorit dengan
3M yang jatuh pada 26 Maret 1981 di Gorontalo, bagian 3 Mei 2010 komponen utama logam
motor roket Soyuz A-2 yang jatuh pada 16 April 1988 di
Lampung dan pecahan roket CZ-3 RRC yang jatuh pada 13 2 Benda Jatuh di Dugaan kuat benda jatuh
Oktober 2003 di Bengkulu. Duren Sawit, tersebut adalah meteorit
Potensi bahaya yang ditimbulkan sampah antariksa Jakarta Timur dengan komponen utama batu
mendorong berbagai upaya dan penelitian dalam pembersihan 29 April 2010 (struktur rapuh)
sampah-sampah tersebut di antariksa. Pada tahun 2007, China 3 Tubrukan satelit serpihan Iridium 33 berpusat
melakukan uji coba senjata anti-satelit dengan Iridium 33 (milik di ketinggian sekitar 820 km
menghancurkan satelit yang tidak terpakai di antariksa. Uji ini Amerika Serikat dengan inklinasi sekitar 86°
menghasilkan tak kurang dari 150.000 pecahan satelit dengan dan Cosmos 2251 sedang serpihan Cosmos 2251
ukuran sekitar 1 cm (Hardi, 2011). Pada awal tahun 2015, (milik Federasi berpusat di ketinggian sekitar
Swiss berencana meluncurkan satelit pembersih sampah Rusia) 780 km dengan inklinasi
antariksa yang dinamakan CleanSpace One (P.Gero, 2012). sekitar 74°. Karena ketinggian
Penggunaan busa “Nerf Balls”, termination tether (TT), layar LAPAN-TUBSAT sekitar 630
surya, dan perisai whipple juga telah dilakukan sebagai upaya km dengan inklinasi sekitar
untuk mengurangi sampah antariksa. Selain itu, ESA 97°) maka potensi gangguan
berencana menjalankan program “Antariksa Bersih” pada serpihan tidak signifikan.
2015 mendatang. Selain pembersihan, program lainnya adalah 4 Pengamatan
pengembangan bahan satelit “ramah antariksa”. terhadap peluruhan
Satelit Indonesia turut andil dalam menambah populasi orbit satelit USA
sampah antariksa. Selama 36 tahun sejak pertama kali satelit 193 yang
Indonesia mengorbit pada 1976, tiga satelit gagal beroperasi diperkirakan jatuh
secara penuh, yaitu Satelit Palapa B2 gagal mengorbit saat pada bulan Maret
peluncuran, Satelit Palapa C1 yang hanya mampu beroperasi 2008 dan pecahan-
selama dua tahun karena masalah pengisian baterai, serta pecahannya ketika
Satelit Telkom-3 yang hilang sebelum sampai pada orbitnya akhirnya ditembak
(Galih & Ngazis, 2012). Meskipun persentase jumlah sampah oleh militer
satelit Indonesia di antariksa cenderung sedikit dibandingkan Amerika Serikat
dengan total keseluruhan jumlah sampah satelit Indonesia pada tanggal 21
yang disumbangkan negara lain, namun satelit Indonesia yang Februari 2008
saat ini masih berfungsi dan akan diluncurkan berpotensi memakai rudal SM-
dalam menambah jumlah sampah antariksa di antariksa. 3
Penelitian ini akan mengkaji kondisi mengenai penanganan 5 Analisis dampak Hingga tangal 26 Januari
sampah antariksa Indonesia dan regulasi yang ada, yang
pecahan satelit 2007, semua debris Fengyun
dibatasi pada sampah antariksa yang berasal dari satelit yang
Fengyun 1C yang 1C (32 keping) berada pada
sudah habis masa operasinya atau satelit yang sudah tidak
ditembak dengan orbit yang berbeda dengan
berfungsi lagi. Dari kondisi yang ada saat ini, akan disusun
sistem anti satelit LAPAN TUBSAT sehingga
suatu strategi dalam penanganan sampah antariksa agar lebih
(ASAT) oleh kecil sekali kemungkinan
baik ke depannya.
militer Cina pada terjadinya tumbukan.
II. TINJAUAN PUSTAKA tanggal 11 Januari
2007 pada satelit
A. Penelitian Sejenis LAPAN-TUBSAT
yang diluncurkan
1) Penelitian Benda Jatuh dan Sampah Antariksa Indonesia
pada tanggal 10
Penelitian mengenai sampah antariksa Indonesia telah Januari 2007
dilakukan oleh Pusat Pemanfaatan Sains dan Antariksa 6 Benda jatuh Benda jatuh tersebut adalah
LAPAN (LAPAN, 2011). Penelitian ini dilakukan untuk antariksa di meteor karena berdasarkan
mengetahui potensi kerusakan yang diakibatkan oleh sampah Gianyar Bali data tidak ada benda buatan
antariksa terhadap satelit Indonesia dan potensi kerusakan tanggal 1 Januari terkatalog yang melintasi
yang diakibatkan oleh benda antariksa yang jatuh di wilayah 2008 Gianyar di sekitar waktu
Indonesia. kejadian.
Penelitian yang dilakukan terhadap benda jatuh dan 7 Benda jatuh Benda jatuh tersebut adalah
sampah antariksa di LAPAN ditunjukkan pada Tabel 1. antariksa di Flores pecahan satelit Okean 3
tanggal 23 Februari (Okean 3 deb) milik Federasi
2007 Rusia
14
Analisis SWOT Sampah Antariksa Indonesia (Diah Yuniarti)
No Objek Penelitian Hasil Penelitian Penelitian mengenai peran ITU dalam penanganan sampah
Waktu antariksa dilakukan oleh Philip de Man (2013). ITU
8 benda jatuh benda jatuh tersebut adalah merupakan badan khusus PBB yang menangani TIK. Satelit
antariksa di pecahan roket CZ-3 (Chang dikendalikan dan dimanuver melalui komunikasi antar stasiun
Bengkulu tanggal Cheng/Long March 3) milik radio sehingga satelit menjadi domain ITU, bukan PBB.
13 Oktober 2003 RRC. Berdasarkan International Telecommunication Convention di
9 kajian peristiwa Nairobi tahun 1982, peran utama ITU terkait dengan
jatuhnya satelit pengelolaan satelit terbagi 3 yaitu:
BeppoSax milik 1. Mengalokasikan frekuensi radio untuk digunakan satelit
Italia pada tanggal 2. Menyediakan kerangka kerja peraturan koordinasi teknis
29 April 2003 untuk mencegah interferensi yang berbahaya antar
10 Identifikasi benda benda jatuh tersebut adalah tranmisi satelit
jatuh antariksa di bagian motor roket Soyuz A- 3. Memberikan perlindungan internasional terhadap
Lampung tanggal 2/Space Launcher 4 (SL- interferensi radio antar transmisi satelit melalui sistem
16 April 1988 4)/11A511U milik Rusia registrasi.
11 benda jatuh benda jatuh tersebut adalah Sesuai dengan prinsip dasarnya, ITU lebih banyak
antariksa di bagian motor roket Cosmos- menangani operasional stasiun satelit dan penggunaan efisien
Gorontalo tanggal 3M/Space Launcher 8 (SL- frekuensi radio dan posisi orbit satelit dibandingkan dengan
26 Maret 1981 8)/11K65M milik Rusia menentukan status fungsional objek antariksa.
12 Pembuatan Telah diperoleh perangkat Pada konferensi WARC ORB pada tahun 1985, Negara
perangkat analisis analisis terpadu cuaca Inggris memberikan pendapat yang pada akhirnya menjadi
terpadu antariksa, gangguan orbit, dan rekomendasi konferensi kepada Komite Konsultasi Radio
operasional satelit (disingkat Internasional ITU (CCIR) yang dimandatkan untuk menilai
PAT Orbit) berupa program resiko yang dimiliki oleh populasi sampah antariksa saat ini
komputer yang diantaranya dengan pandangan untuk memberikan solusi yang mungkin
memuat modul-modul tentang untuk WARC ORB tahun 1988. Akan tetapi, CCIR, dengan
sampah antariksa dan benda mengabaikan mandat yang jelas tersebut, hanya menghasilkan
jatuh antariksa laporan non committal “Interferensi Fisik di Orbit Satelit
13 Pembuatan Modul Telah dibuat modul prediksi Geostasioner” sehingga pada WARC 1988, isu mengenai
Prediksi Benda benda jatuh antariksa yang sampah antariksa diabaikan dan belum ditindak lanjuti.
Jatuh Antariksa direncanakan dapat menangani Akhirnya, beberapa tahun kemudian, sektor radio komunikasi
5 skenario yaitu: ITU (ITU-R) mengadopsi rekomendasi perlindungan
Benda dikabarkan akan jatuh lingkungan pada orbit satelit geostasioner. Rekomendasi ini
dan informasi prediksi waktu secara tegas menyatakan bahwa satelit yang melintasi orbit
dan lokasi jatuhnya (berikut satelit geostasioner (GSO) pada akhir masa hidupnya dapat
TLE-nya) tersedia di Space- menghalangi hubungan radio satelit yang aktif” sehingga
Track. untuk alasan ini merekomendasikan “sesedikit mungkin
Benda dikabarkan akan jatuh sampah yang dilepaskan ke wilayah GSO selama penggantian
tapi hanya diperoleh prediksi satelit di orbit” dan bahwa “satelit geostasioner pada akhir
waktu jatuhnya (berikut TLE- masa hidupnya harus dihilangkan dari wilayah GSO”.
nya) di Space-Track. Final Acts WRC-12 menginstruksikan Biro untuk
Benda dikabarkan akan jatuh melanjutkan investigasi intensif berdasarkan penggunaan
tapi TLE-nya tidak tersedia di aktual penempatan yang tercatat dan memberikan mandat
Space-Track melainkan di untuk menginisiasi penyelidikan kepada administrasi untuk
sumber lain. menyediakan informasi pergerakan satelit.
Pemantauan benda secara
rutin yang informasi prediksi B. Sampah Antariksa
waktu dan lokasi jatuhnya Menurut Inter-Agency Space Debris Coordination
(berikut TLE-nya) tersedia di Committee (IADC) di dalam Space Debris Mitigation
Space-Track. Guidelines (United Nations: Office for Outer Space Affairs,
Pemantauan benda secara 2010), sampah antariksa didefinisikan sebagai seluruh objek
rutin yang perlu untuk buatan manusia, termasuk pecahan dan elemen di orbit bumi
dipantau tapi hanya diperoleh atau yang memasuki atmosfer lagi yang sudah tidak berfungsi.
prediksi waktu jatuhnya di Sedangkan, menurut United Nations Committee on the
Space-Track. Peaceful Uses of Outer Space (UN COPUOS) di dalam
International Interdisciplinary Congress on Space Debris
Sumber: LAPAN, 2011 (IICSD) ke 48 mendefinisikan sampah antariksa sebagai
benda yang diciptakan manusia, objek yang tidak berfungsi
baik di orbit bumi maupun yang memasuki atmosfir (Man,
2) Peran ITU Dalam Penanganan Sampah Antariksa 2013).
15
Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.11 No.1 Maret 2013 : 13-28
16
Analisis SWOT Sampah Antariksa Indonesia (Diah Yuniarti)
pembatasan produksi sampah antariksa yang berasal dari misi Untuk membatasi resiko pesawat antariksa dan orbital
peluncuran dan pencegahan pecahan dan bagian yang stahes kendaraan peluncur lain dari pemecahan yang tidak
membatasi peningkatan sampah antariksa pada jangka disengaja, seluruh sumber di pesawat dari energi tersimpan
panjang, meliputi prosedur akhir operasi yang meniadakan harus dikosongkan atau diamankan saat tidak lagi dibutuhkan
pesawat antariksa yang sudah tidak aktif dan stage orbit untuk operasi misi atau pembuangan setelah misi.
kendaraan luncur dari wilayah yang dipenuhi oleh pesawat Sejauh ini, persentase terbesar populasi sampah antariksa
antariksa yang masih beroperasi. yang dikatalogkan berasal dari pecahan pesawat antariksa dan
Panduan mitigasi sampah antariksa UNCOPUOS sebagai orbital stage kendaraan peluncur. Mayoritas pecahan tersebut
berikut: tidak disengaja, banyak yang dihasilkan dari pesawat angkasa
dan orbital stages kendaraan peluncur yang ditinggalkan
1) Panduan 1 : Membatasi Pelepasan Sampah Selama
dengan jumlah energi tersimpan yang signifikan. Tindakan
Operasi Normal
mitigasi yang paling efektif adalah pasivasi pesawat angkasa
Sistem antariksa harus dirancang untuk tidak melepaskan dan orbital stages kendaraan peluncur pada akhir misi.
sampah selama operasi normal. Jika hal ini tidak Pasivasi memerlukan penghapusan semua bentuk energi
memungkinkan, dampak pelepasan sampah apapun di tersimpan termasuk bahan pembakar sisa dan cairan
lingkungan luar antariksa harus diminimalisasi. terkompresi serta pengosongan peralatan penyimpan energi.
2) Panduan 2 : Meminimalisasi Potensi Pecahan Selama 6) Panduan 6 : Membatasi Keberadaan Jangka Panjang
Fase Operasi Pesawat Antariksa dan Launch Vehichle Orbital Stages di
Pesawat antariksa dan orbital stage kendaraan peluncur wilayah orbit rendah bumi (LEO) setelah misi terakhir
harus dirancang untuk menghindari kegagalan yang dapat Pesawat angkasa dan orbital stages kendaraan peluncur
menyebabkan terjadinya pemecahan yang tidak disengaja. yang telah mengakhiri fase operasional di orbit yang melewati
Jika kondisi kegagalan ini terjadi, tindakan pembuangan wilayah LEO harus dipindahkan dari orbit dengan cara yang
pasivasi harus direncanakan dan dilaksanakan untuk terkendali. Jika tidak memungkinkan, Pesawat angkasa dan
menghindari pemecahan. orbital stages kendaraan peluncur harus dibuang dari orbit
Secara historis, beberapa pecahan disebabkan karena tidak untuk menghindari keberadaan jangka panjangnya di wilayah
berfungsinya sistem antariksa, seperti kegagalan katastrofik LEO.
propulsi dan sistem daya. Dengan melibatkan skenario potensi Saat membuat penetapan berdasarkan solusi yang potensial
pemecahan dalam analisis mode kegagalan, kemungkinan dalam memindahkan objek dari LEO, pertimbangan yang
kejadian katastrofik ini terjadi bisa dikurangi. tepat harus dibuat untuk memastikan sampah yang bertahan
3) Panduan 3 : Membatasi Kemungkinan Tumbukan yang hingga mencapai permukaan bumi tidak memiliki resiko yang
tidak Disengaja di Orbit tidak seharusnya terhadap orang atau harta benda termasuk
Di dalam mengembangkan profil rancangan dan misi polusi lingkungan yang disebabkan bahan-bahan berbahaya.
pesawat antariksa serta tingkatan kendaraan peluncur, 7) Panduan 7 : Membatasi Interferensi Jangka Panjang dari
kemungkinan tumbukan yang disengaja dengan objek yang Pesawat Antariksa dan launch vehicle orbital stages di
dikenal saat fase peluncuran sistem dan waktu hidup orbit wilayah orbit bumi geosinkronus (GEO) setelah misi terakhir.
harus diestimasi dan dibatasi. Jika data orbit yang tersedia
Pesawat dan angkasa dan orbital stages kendaraan
mengindikasikan potensi tumbukan, pengaturan waktu
peluncur yang telah mengakhiri fase operasional di orbit yang
peluncuran atau manuver penghindaran di orbit harus
melewati wilayah GEO harus ditempatkan pada orbit yang
dipertimbangkan.
dapat menghindari interferensi jangka panjang dengan
Beberapa tumbukan yang tidak disengaja telah
wilayah GEO.
diidentifikasi. Beberapa studi mengindikasikan bahwa ketika
Untuk objek angkasa yang berada pada atau dekat dengan
jumlah dan massa sampah antariksa naik, sumber utama
wilayah GEO, potensi tubrukan pada masa mendatang bisa
sampah antariksa baru cenderung berasal dari tumbukan
dikurangi dengan menempatkan objek di akhir misi pada orbit
tersebut. Prosedur penghindaran tumbukan telah diadopsi oleh
diatas wilayah GEO sehingga tidak akan berinterferensi
beberapa negara anggota dan organisasi internasional.
dengan atau kembali ke wilayah GEO.
4) Panduan 4: Menghindari Penghancuran Secara Sengaja D. Peluncuran Satelit
dan Aktivitas Berbahaya Lainnya
Satelit merupakan suatu benda yang beredar di ruang
Menyadari bahwa resiko tinggi dari tumbukan dapat
antariksa dan mengelilingi bumi, berfungsi sebagai stasiun
mengancam operasi antariksa, penghancuran dengan sengaja
radio yang menerima dan memancarkan atau memancarkan
pesawat antariksa dan orbital stages kendaraan peluncur yang
kembali dan atau menerima, memproses dan memancarkan
sedang berada di orbit atau aktivitas berbahaya lainnya yang
kembali sinyal komunikasi radio (Perdirjen 357/dirjen/2006).
menyebabkan sampah jangka panjang harus dihindari. Saat
Meskipun proses dalam peluncuran tergantung pada tipe
pemecahan yang disengaja diperlukan, pemecahan harus
peluncur, posisi geografis tempat peluncuran, rintangan
dilakukan pada ketinggian rendah yang cukup baik untuk
terkait payload namun metode peluncuran konvensional yang
membatasi waktu hidup orbit dari pecahan yang dihasilkan.
paling ekonomis adalah menggunakan orbit transfer Hohmann
5) Panduan 5 : Meminimalisasi Potensi Pecahan Pasca Misi (ITU-R) sebagai berikut:
dari Energi yang Tersimpan 1. Menempatkan satelit pada orbit parkir lingkaran rendah
dengan ketinggian mendekati 200 km
17
Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.11 No.1 Maret 2013 : 13-28
2. Menaikkan ketinggian pada persimpangan ekuatorial untuk satelit tersebut juga harus tetap agar stasiun bumi tidak lagi
merubah orbit parkir menjadi orbit transfer eliptis dengan membutuhkan peralatan pencari satelit. Oleh karena itu,
apogee 36000 km sebagian besar satelit komunikasi ditempatkan di orbit
3. Menghasilkan orbit ekuatorial lingkaran saat satelit geostasioner ekuatorial.
melintasi apogee dari orbit transfer dengan cara memicu
1) Low Earth Orbit (LEO)
motor apogee.
Persyaratan dasar dalam pemilihan sistem peluncuran Satelit di orbit bumi rendah (LEO) beroperasi pada
adalah: ketinggian beberapa ratus kilometer hingga mencapai 1000
1. Kemampuan pengangkatan ke orbit yang dituju km. Satelit LEO memiliki periode orbit sekitar 90 menit. Pada
2. Ketersediaan setelah konstruksi satelit dan fase pengujian ketinggian ini, orbit kebanyakan bebas dari radiasi tinggi dan
selesai partikel bermuatan. Karena satelit di LEO tidak dapat melihat
3. Biaya peralatan dan jasa wilayah bumi yang luas dank arena pergerakannya relatif
terhadap permukaan bumi, LEO tidak cukup berfungsi untuk
Ada beberapa tipe sistem peluncuran, yaitu : misi seperti misi komunikasi.
1. Orbit Geostasioner (GSO) Meskipun begitu, suatu jaringan yang mengandung cukup
banyak satelit LEO untuk melihat seluruh wilayah bumi dan
Sistem peluncuran utama bagi satelit GSO memiliki
yang bisa mengirimkan sinyal antar satelit dapat memberikan
pendorong yang dapat dibuang yang memiliki beberapa
cakupan dunia yang berkelanjutan. Jika jaringan semacam itu
tahapan untuk menempatkan satelit pada orbit akhirnya.
mencakup orbit kutub dan dekat-kutub, jaringan tersebut juga
Tahapan pertama biasanya melibatkan beberapa fase
bisa memberikan cakupan wilayah kutub dan wilayah yang
penyalaan roket yang menempatkan satelit dan motor roket
cukup tinggi yang tidak bisa dilakukan oleh satelit
apogee (ARM) pada transfer orbit dengan perigee mendekati
geostasioner. Karena terletak pada orbit rendah, waktu
ketinggian 200 km dan apogee pada ketinggian GSO. Pada
transmisi perjalanan pulang pergi satelit relatif pendek (0.005
apogee, ARM dinyalakan untuk mengedar orbit pada mode
detik dari dan ke permukaan bumi), menghilangkan
geosinkronus. Beberapa sistem peluncuran yang sesuai
kebutuhan untuk kendali gaung atau perlakuan lainnya.
dengan karakterististik ini adalah ARIANE, ATLAS, DELTA,
LEO juga berguna untuk misi yang tidak memerlukan
H-Series, LLV, LONG MARCH, M-Series, PROTON,
komunikasi real-time. Misi semacam itu hanya membutuhkan
TITAN, ZENIT, dan lainnya.
satu atau beberapa satelit. Sebagai contih, data yang tidak
2. Orbit non-geostasioner (Non-GSO). perlu secara cepat dikirimkan ke pengguna, tetapi bisa
Sistem peluncuran untuk satelit orbit bumi rendah (LEO) disimpan dan dikirimkan saat satelit melewati stasiun bumi
biasanya memerlukan kemampuan pendorong yang lebih (disebut store-and-forward).
rendah dibandingkan untuk sistem GSO dan menunjukkan 2) Circular Medium Earth Orbits (MEO)
fleksibilitas lebih baik pada rancangannya. Rancangan dasar
Satelit pada MEO lingkaran, juga disebut orbit lingkaran
kendaraan sistem peluncuran non-GSO serupa dengan yang
menengah (ICO), memiliki ketinggian antara LEO dan orbit
dimiliki oleh satelit GSO saat banyak satelit dari payload
geosinkron mulai dari 1500 hingga 36000 km. Orbit yang
besar harus ditempatkan pada orbit non-GSO. Tahapan roket
umum adalah dengan ketinggian sekitar 10000 km dan
dapat ditambahkan atau dihilangkan tergantung dari
periode orbit 6 jam. Cakupan real time dunia yang kontinyu
kebutuhan payload dan orbit. Sistem peluncuran GSO telah
dapat didapatkan dengan menggunakan lebih sedikit satelit
beroperasi pada periode yang lama sejak peluncuran awal
dibandingkan dengan yan juga dibutuhkan untuk monstelasi
satelit bumi pertama yaitu Sputnik pada tahun 1957.
satelit di orbit LEO.
Perkembangan baru untuk meningkatkan reabilitas dan
Satelit pada orbit bumi medium relatif lebih lambat seperti
mengurangi biaya sistem telah dilakukan sebingga saat ini
terlihat dari bumi dan membutuhkan pengaturan yang lebih
terdapat beberapa sistem baru atau yang dimodifikasi bagi
sedikit dan lebih sederhana dibandingkan dengan sistem
industri satelit komunikasi. Beberapa contoh sistem
LEO.Waktu transmisi perjalanan pulang pergi satelit ini dari
peluncuran tipe LEO adalah Atlas I (AS), Aussroc (Australia),
bumi lebih lama daripada satelit di orbit rendah yaitu
Capricornio (Spain), Delta Lite (AS), ESA/CNES Series
transmisi ICO 0.069 detik sedangkan sistem Iridium 0.0052
(Europe), J-Series (Japan), Kosmos (Russia), Lockheed Astria
detik. Dengan menggunakan satelit dengan ketinggian besar
(AS), Long March CZ-1 (China), PacAstro (AS), Pegasus
akan mengurangi jumlah satelit dimana sinyal harus
(AS), Sea Launch (AS/International), Shavit (Israel), SLV
dikirimkan antar satelit agar cakupannya luas. Akan tetapi,
Series (India), Soyuz/Vostok (Russia), and VLS Series
satelit di orbit MEO harus memiliki komponen penahan
(Brazil), dan lainnya.
radiasi untuk bisa bertahan lama. Jenis khusus dari MEO
E. Tipe Orbit Satelit (Wright, Grego, & Gronlund, 2005) adalah orbit semisinkronos yang memiliki periode 12 jam dan
Pemilihan orbit tertentu untuk satelit tergantung dari misi ketinggian sekitar 20000 km. Satelit GPS AS Navstar dan
satelit tersebut, misalnya satelit penginderaan jauh yang satelit navigasi Glonass Rusia menggunakan orbit ini. Sistem
mengambil gambar permukaan bumi dengan resolusi tinggi navigasi membutuhkan minimal empat satelit yang dapat
harus diletakkan sedekat mungkin dengan bumi. Satelit dilihat oleh pengguna sepanjang waktu sedangkan sistem
semacam itu harus ditempatkan di Low Earth Orbit (LEO). komunikasi satelit yang kontinyu hanya membutuhkan satu
Lain halnya dengan satelit komunikasi atau satelit siaran satelit. Dengan demikian, pada ketinggian yang sama, sistem
komersial. Satelit semacam ini harus mampu mengirimkan navigasi membutuhkan lebih banyak satelit dibandingkan
dan menerima sinyal dari wilayah geografis yang luas. Lokasi dengan sistem komunikasi.
18
Analisis SWOT Sampah Antariksa Indonesia (Diah Yuniarti)
19
Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.11 No.1 Maret 2013 : 13-28
3. Fungsi telekomunikasi satelit akan hilang atau berkurang Masih terkait dengan pasal 21, di dalam pasal 22
karena tumbukan di orbit disebutkan “Dalam hal satelit Indonesia telah mencapai akhir
4. Hancurnya satelit karena tumbukan atau ledakan akan masa operasi normalnya atau tidak dapat berfungsi sesuai
menimbulkan awan sampah orbit dengan rencana penggunaannya (anomali), penyelenggara
5. Satelit yang melayang-layang di GSO setelah masa akhir telekomunikasi yang memiliki dan atau menguasai satelit
hidupnya akan menghalangi RF links dari satelit yang dimaksud wajib: membuang satelit telekomunikasi dari lokasi
aktif orbitnya (deorbit) yang pelaksanaannya dilakukan sesuai
Berdasarkan latar belakang tersebut, Dewan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
radiokomunikasi ITU merekomendasikan beberapa langkah, memindahkan satelit telekomunikasi ke lokasi orbit lain
yaitu: apabila satelit akan dimanfaatkan kembali dengan prinsip
1. Sesedikit mungkin sampah yang dapat dilepaskan di tidak mengganggu satelit lain yang beroperasi berdasarkan
wilayah GSO selama pergantian satelit di orbit ketentuan perundang-undangan yang berlaku.”
2. Semua solusi yang memungkinkan harus dilakukan untuk Konsekuensi dari gagalnya digunakan sistem satelit di
memperpendek umur sampah di orbit transfer eliptis dalam periode yang disepakati adalah dihapuskannya entri
dengan apogee berada pada atau dekat dengan ketinggian sementara dari MIFR (Master International Frequency
GSO Register). Pasal 13.6 Radio Regulation menyebutkan bahwa
3. Sebelum habisnya bahan bakar, satelit geostasioner pada “jika informasi handal yang tersedia menunjukkan bahwa
akhir masa hidupnya harus dipindahkan dari wilayah penempatan yang tercatat belum beroperasi secara regular
GSO sehingga di bawah pengaruh gaya perturbing pada sesuai dengan karakteristik dibutuhkan yang dinotifikasi
lintasannya, satelit akan tetap berada di orbit dengan seperti dijelaskan pada lampiran 4 (Radio Regulations), atau
perigee minimal 200 km di atas ketinggian geostasioner. tidak digunakan sesuai dengan karakteristik tersebut, Biro
4. Transfer satelit ke orbit graveyard harus dilakukan harus mengkonsultasikan kepada administrasi terkait dan
dengan hati-hati untuk menghindari interferensi RF berdasarkan pada persetujuan tersebut atau ketika terdapat
dengan satelit yang masih aktif. ketidakresponan setelah pengiriman dua peringatan secara
Persyaratan dasarnya bahwa pembuangan pesawat berturut-turut, masing-masing dalam periode tiga bulan, Biro
antariksa seperti di bawah ini ke orbit dengan ketinggian yang harus membatalkan atau mengubah dengan sesuai atau
lebih besar akan berada di bawah pengaruh gaya perturbing menahan karakteristik dasar dari entry” (Man, 2013)
sehingga tidak bermigrasi kembali ke wilayah GSO:
ITU merekomendasikan margin bahan bakar harus III. METODE PENELITIAN
ditambahkan ke dalam anggaran untuk memperhitungkan A. Pendekatan Penelitian
dampak ketidakakuratan penentuan orbit and kemungkinan
error sewaktu pelaksanaan deorbit. Selain itu, serangkaian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
strategi maneuver harus dilakukan untuk menaikkan perigee kualitatif. Data hasil wawancara dan studi pustaka dianalisis
orbit hingga mencapai ketinggian minimum yang dengan menggunakan analisis SWOT kualitatif yang
diproyeksikan sehingga meminimalkan dampak kegagalan mencakup kekuatan, kelemahan, kesempatan dan tantangan
sistem penggerak akibat margin bahan bakar yang tidak terhadap penanganan sampah satelit Indonesia.
berfungsi atau tidak cukup. Setelah ketinggian perigee B. Teknik Penelitian
minimum telah dicapai, serangkaian strategi maneuver harus
dilanjutkan dengan menaikkan secara progressif pesawat Penelitian dilakukan dengan teknik penelitian wawancara
antariksa ke orbit perigee dengan menggunakan semaksimal kepada regulator dan penyelenggara satelit Indonesia.
mungkin bahan bakar dan, jika memungkinkan, pressurant C. Informan
yang tersisa. Jika seluruh sisa bahan bakar dan pressurant
Informan dalam penelitian ini terdiri dari penyelenggara
telah habis, semua sumber energi tersimpan harus dipasivasi
satelit Indonesia dan regulator. Informan dari pihak
untuk menghindari kemungkinan fragmentasi.
penyelenggara satelit Indonesia terdiri dari PT.Indosat,
H. Regulasi Terkait PT.Pasifik Satelit Nusantara (PSN), PT. Asia Cellular
Ketentuan mengenai pengelolaan satelit yang telah habis Satellite (ACeS), dan LAPAN. Sedangkan informan dari
masa operasinya terdapat di dalam Peraturan Menteri pihak regulator terdiri dari Direktorat Penataan Sumber Daya
Komunikasi dan Informatika Nomor: Ditjen SDPPI dan BNPB.
13/P/M.KOMINFO/8/2005 tentang Penyelenggaraan D. Lokasi Penelitian
Telekomunikasi yang Menggunakan Satelit sebagaimana
Lokasi pelaksanaan survey dilakukan di 2 (dua) lokasi
telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan
yaitu Jakarta dan Jawa Barat. Lokasi Jakarta dipilih karena
Informatika Nomor: 37/P/M.KOMINFO/12/2006.
informan penyelenggara satelit Indonesia dan regulator
Di dalam Pasal 21 disebutkan “Dalam hal calon
berlokasi di Jakarta dan Jawa Barat. \
penyelenggara satelit Indonesia tidak menggunakan
pendaftaran satelit tersebut akibat suatu satelit habis masa E. Teknik Pengumpulan Data
operasinya atau disebabkan tidak dapat berfungsi sesuai Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara
dengan rencana penggunaannya, Menteri dapat kepada penyelenggara satelit Indonesia dan regulator
mengambilalih pengelolaan pendaftaran dan sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi perpustakaan,
pengkoordinasian satelit yang telah didaftarkan ke ITU oleh literatur dan peraturan-peraturan terkait sampah antariksa.
Administrasi Telekomunikasi Indonesia.”
20
Analisis SWOT Sampah Antariksa Indonesia (Diah Yuniarti)
Pengumpulan data penelitian terdiri dari pengumpulan data Sel ini menyajikan situasi yang merusak bahkan menjadi
tahap pertama (pra survey) dan pengumpulan data tahap bencana bagi organisasi.dalam hal ini, organisasi melakukan
kedua. Kegiatan yang dilakukan pada pengumpulan data damage control untuk meminimalisasi dampak negaif yang
tahap pertama antara lain pengurusan ijin penelitian, membuat ditimbulkan dari kondisi bencana ini.
perjanjian waktu pelaksanaan penelitian dengan calon
informan atau narasumber di setiap lokasi penelitian, dan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
menguji instrumen wawancara. Wawancara dilakukan kepada informan yang terdiri dari
Pengumpulan data tahap kedua merupakan kegiatan penyelenggara satelit Indonesia dan regulator yang
pengumpulan data dengan mempergunakan instrumen yang ditunjukkan pada Tabel 4 sebagai berikut:
telah disesuaikan dengan hasil pengumpulan data tahap
TABEL 4. INFORMAN PENELITIAN
pertama.
No Jabatan Instansi
F. Teknik Analisis Data
1. Staf Subdirektorat Pengelolaan Orbit Satelit,
Dalam penelitian ini digunakan analisis data kualitatif Direktorat Penataan Sumber Daya Ditjen
dengan metode SWOT kualitatif. Analisis SWOT adalah SDPPI
suatu instrumen perencanaaan strategis yang klasik. Dengan
menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan 2. Regulatory PT.Asia Cellular Satellite (ACeS)
internal dan peluang dan ancaman eksternal, instrumen ini 3. Divisi Teknis PT.Indosat, Tbk
memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara Satelit dan
terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi (Start dan Regulatory
Hovland, 2004). 4. Peneliti Bidang Pusat Sains dan Antariksa LAPAN
Pendekatan kualitatif matriks SWOT yang dikembangkan Matahari dan
oleh Kearns (Kearns, 1992) menampilkan delapan kotak Antariksa
(Tabel 3), yaitu dua kotak faktor eksternal (Peluang dan 5. Regulatory, PT.Pasifik Satelit Nusantara (PSN)
Tantangan), dua kotak faktor internal (Kekuatan dan Direktur
Kelemahan), sedangkan empat kotak lainnya merupakan Operasi dan
Staf
identifikasi isu strategis yang timbul.
TABEL 3. MATRIKS SWOT KUALITATIF G. HasilWawancara
EKSTERNAL
1) Penyelenggara Satelit Indonesia
Informan penyelenggara satelit Indonesia terdiri dari
OPPORTUNITY THREAT PT.Indosat, PT.PSN, PT.ACeS, dan LAPAN. Jawaban dari
INTERNAL pertanyaan wawancara disajikan dalam bentuk matriks (Tabel
terlampir).
STRENGTH Comparative Advantage Mobilization
2) LAPAN
WEAKNESS Divestation/Investation Damage Control
Terdapat tiga sampah antariksa ditemukan jatuh di
Sumber : Kearns, 1992 Indonesia. Bengkulu tanggal 13 Oktober 2003 yakni pecahan
1) Sel A: Keuntungan Komparatif roket CZ-3 (Chang Cheng/Long March 3) milik RRC,
Lampung tanggal 16 April 1988 yakni bagian motor roket
Sel ini merupakan kondisi dimana organisasi memiliki Soyuz A-2/Space Launcher 4 (SL-4)/11A511U milik Rusia,
posisi atau kondisi yang kuat untuk mengambil kesempatan Gorontalo tanggal 26 Maret 1981 yakni bagian motor roket
dari peluang yang ada. Cosmos-3M/Space Launcher 8 (SL-8)/11K65M milik Rusia.
2) Sel B : Mobilisasi Dampak yang ditimbulkan dengan adanya sampah
Pada sel ini, tantangan eksternal yang dihadapi organisasi antariksa antara lain terjadinya tabrakan, baik tabrakan antar
dapat diatasi dengan memobilisasi sumber daya organisasi sampah antariksa maupun tabrakan antara sampah antariksa
secara efektif. dengan satelit yang masih berfungsi; gangguan pengamatan
astronomi, terutama astronomi optik; radiasi nuklir jika
3) Sel C: Divestasi/Investasi sampah antariksa yang jatuh ke permukaan bumi mengandung
Pada sel ini, pembuat keputusan mengalami beberapa muatan nuklir.
keadaan yang ambigu dimana terdapat beberapa kesempatan Definisi umum sampah adalah semua sampah antariksa
yang berpotensi menjanjikan tetapi saat ini tidak dapat buatan yang tidak lagi memiliki fungsi. Ada beberapa satelit
dieksploitasi. Pilihan strategis yang tersedia yaitu: 1) Investasi yang dalam kurun waktu tertentu tidak aktif tapi suatu saat
pada program yang lemah untuk diubah menjadi kekuatan akan diaktifkan. Satelit dengan karakteristik tersebut tidak
dengan mencari keuntungan komparatif 2) Divestasi bisa digolongkan sebagai sampah. Satelit yang difungsikan
kelemahan ini dan melewatkan kesempatan, misalnya ke sebagai plotter tidak bisa dianggap sebagai sampah.
organisasi lain yang telah menikmati keuntungan komparatif Teknologi penanganan sampah antariksa terdiri dari dua
3) Mempertahankan status quo dengan tidak melakukan macam, yaitu :
investasi maupun divestasi. a. Mitigasi, sifatnya pasif seperti yang tercantum di dalam
United Nation Space Debris Guideline. Guideline ini pada
4) Sel D: Damage Control awalnya diusulkan oleh NASA kepada negara-negara maju
21
Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.11 No.1 Maret 2013 : 13-28
di dalam International Debris Coordination (IADC). Studi Kementerian Komunikasi dan Informatika yang memiliki
NASA pada tahun 1990-an oleh John Kessler dkk yang informasi mengenai kondisi satelit yang sudah deorbit akan
juga dilakukan oleh Negara lain mengungkapkan bahwa menyurati operator bersangkutan agar satelit yang sudah
melakukan mitigasi sampah antariksa tidak akan efektif di deorbit tersebut tidak mengganggu satelit lain yang masih
masa depan. Diproyeksikan pada 200 tahun-an ke depan, berfungsi.
jumlah sampah antariksa akan meningkat secara Teknologi satelit dan reservasi penggunaan frekuensi terus
eksponensial meskipun tidak ada lagi satelit yang berkembang sesuai dengan kebutuhan masing-masing Negara.
diluncurkan sejak tahun 2005, terutama di orbit LEO (< Vendor akan mengikuti kesepakatan internasional di dalam
2000 km). WRC (World Radio Conference). WRC akan menghasilkan
b. Meminimalisir dampak sampah yang telah ditimbulkan, Final Act yang diikuti oleh seluruh Negara. Saat ini Indonesia
misalnya dengan teknik ADR (active debris removal) sedang meratifikasi Final Act 2012. WRC diadakan 3-4 tahun
dengan menggunakan laser, jaring besar, dan lengan robot. sekali.
Metode yang paling efektif adalah dengan menggunakan Kendala dalam pengelolaan sampah antariksa diantaranya :
lengan robot. Hal ini sudah dilakukan oleh negara Swiss. 1. Tidak ada perangkat khusus untuk mengontrol sampah,
Tahun lalu Swiss sudah mempresentasikan rancangan contoh bila satelit mati tanpa energi maka tidak dapat
lengan robotnya pada sidang PBB. Akan tetapi dari segi dikendalikan oleh apapun juga. Satelit semacam ini bisa
biaya, satelit lengan robot ini cukup mahal. Untuk menabrak satelit aktif atau tertarik gravitasi bumi.
mengambil satelit yang besar, ukuran lengan dan ukuran 2. Biaya untuk pengelolaan sampah antariksa mahal, lebih
satelit pengambil juga harus besar. Satu satelit dirancang efektif jika dibuang ke luar antariksa
untuk mengambil satu sampah antariksa.
2. Badan Nasional Penanggulangan Bencana
LAPAN belum memiliki kebijakan mengenai pengelolaan
sampah antariksa. Belum ada forum resmi LAPAN yang Bencana yang ditimbulkan oleh jatuhnya benda antariksa
membahas tentang sampah antariksa. Terkait dengan buatan manusia (satelit) digolongkan sebagai bencana yang
penanganan benda jatuh antariksa, sudah ada beberapa diskusi diakibatkan “kegagalan teknologi”. Namun, istilah kegagalan
terkait namun SOP penanganan benda jatuh yang melibatkan teknologi yang terdapat di dalam UU No.24 Tahun 2007
lembaga lain seperti Bappeten, Kominfo, BNPB belum selesai tentang Penanggulangan Bencana menurut beberapa ahli
dilakukan. Indonesia tidak memiliki satelit komunikasi di teknologi tidak tepat. Dalam hal ini, istilah “kecelakaan
orbit rendah sehingga ketentuan deorbit di RPM hanya untuk teknologi ” lebih tepat digunakan. Hingga saat ini, belum
satelit GSO. Jika memang nantinya ada satelit komunikasi di pernah ada kasus bencana yang diakibatkan oleh satelit jatuh
LEO, aturan deorbit juga harus diterapkan untuk yang LEO. yang ditangani oleh BNPB.
Fungsi BNPB dalam penanganan bencana terdiri dari:
3) Regulator 1. Pra bencana. Dalam kondisi pra bencana, fungsi BNPB
Selain dengan penyelenggara satelit Indonesia, wawancara hanya bersifat koordinatif.
juga dilakukan terhadap regulator,dalam hal ini Direktorat 2. Tanggap darurat (bencana). Dalam kondisi tanggap
Penataan Sumber Daya Ditjen SDPPI Kementerian darurat, BNPB memiliki fungsi tambahan (fungsi
Komunikasi dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana komando) yaitu menggerakkan sumber daya di
(BNPB). Kementerian/Lembaga dengan manajemen penanganan
darurat bencana.
1. Direktorat Penataan Kementerian Komunikasi dan
3. Pasca bencana. Dalam kondisi pasca bencana, fungsi
Informatika
BNPB bersifat koordinatif, selain itu terdapat pula fungsi
Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak memiliki sebagai pelaksana (penilai).
regulasi yang mengatur mengenai sampah satelit (sampah Jika kejatuhan satelit telah dinyatakan sebagai bencana
antariksa). Sampah antariksa merupakan domain LAPAN. nasional, LAPAN akan menjadi koordinator utama (focal
Sampah satelit merupakan objek luar antariksa. point) dalam penanganan bencana. BNPB tidak akan terlibat
Saat ini, Direktorat Penataan Sumber Daya sedang langsung. Jika memang diperlukan, BNPB hanya bersifat
menyusun revisi RPM “Penggunaan Orbit Satelit Untuk koordinatif lintas Kementerian/Lembaga atau organisasi.
Penyelenggaraan Telekomunikasi” yang merupakan Selain itu, BNPB juga akan menyediakan peta kerentanan
penyusunan ulang dari RPM tahun 2007. Pada pasal 51 bencana.
dikatakan “Dalam hal satelit Indonesia telah mencapai akhir
masa operasinya, penyelenggara satelit Indonesia wajib H. Analisis SWOT
membuang satelit dari lokasi orbit (deorbit) yang Analisis SWOT penelitian ini memetakan kekuatan dan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan internasional”. Masa kelemahan serta peluang dan tantangan dari kondisi
akhir operasi satelit biasanya 15 tahun. penanganan sampah antariksa di Indonesia, khususnya yang
Di dalam Koordinasi Satelit (Korsat) yang pelaksanaannya berasal dari satelit yang tidak berfungsi. Selanjutnya, dari
dikoordinir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika pemetaan tersebut, diidentifikasi strategi-strategi yang dapt
biasanya terdapat general agreement, misalnya untuk selisih dilakukan dari pemetaan tersebut.
jarak 8 derajat antar satelit, tidak diperlukan koordinasi. Saat ini, penanganan sampah antariksa yang berasal dari
Koordinasi diperlukan jika terdapat overlapping terhadap satelit yang tidak berfungsi baru yang dilakukan oleh
cakupan wilayah, slot orbit berdekatan dan frekuensi satelit penyelenggara satelit Indonesia baru sebatas menerapkan
sama. mekanisme deorbit satelit, sebagaimana tercantum di dalam
Regulasi satelit masih mengacu pada Peraturan Menteri No. Recommendation ITU-R S.1003-2 tentang Perlindungan
13 tahun 2005 dan Peraturan Menteri No. 37 tahun 2006.
22
Analisis SWOT Sampah Antariksa Indonesia (Diah Yuniarti)
Lingkungan di Orbit Satelit Geostasioner. Pemerintah SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika, pemerintah
Indonesia, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan tidak dapat memberikan sanksi terhadap pelanggaran
Informatika telah mengadopsi ketentuan ITU tersebut ke ketentuan ini dan tidak memiliki instrumen untuk mengawasi
dalam Permenkominfo No.13/P/M.Kominfo/8/2005 Tentang mekanisme deorbit apakah sudah sesuai dengan ketentuan
Penyelenggaraan Telekomunikasi yang Menggunakan Satelit atau belum.
sebagaimana diubah dengan Permenkominfo Berkembangnya teknologi dan meningkatnya kebutuhan
No.37/P/M.Kominfo/12/2006 dimana di dalam pasal 22 masyarakat terhadap komunikasi dan informasi merupakan
disebutkan “Dalam hal satelit Indonesia telah mencapai akhir salah satu pendorong dalam hal peluncuran satelit ke angkasa.
masa operasi normalnya atau tidak dapat berfungsi sesuai Dengan demikian, semakin lama jumlah sampah antariksa
dengan rencana penggunaannya (anomali), penyelenggara yang berasal dari satelit yang tidak berfungsi semakin
telekomunikasi yang memiliki dan atau menguasai satelit bertambah. Berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh
dimaksud wajib: membuang satelit telekomunikasi dari lokasi sampah antariksa, diantaranya benturan dengan benda
orbitnya (deorbit) yang pelaksanaannya dilakukan sesuai antariksa lainnya (Liou dan Johnson, 2008 di dalam Bradley
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau dan Wein, 2009) dan komitmen penerapan Green ICT telah
memindahkan satelit telekomunikasi ke lokasi orbit lain mendorong para ilmuwan untuk mengembangkan teknologi
apabila satelit akan dimanfaatkan kembali dengan prinsip penanganan sampah antariksa, misalnya penggunaan laser
tidak mengganggu satelit lain yang beroperasi berdasarkan untuk pengukuran sampah antariksa ( Zhang, dkk, 2012) dan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku”. teknologi lengan robot untuk mengambil sampah antariksa.
Berdasarkan wawancara dengan Indosat dan PSN, Faktor alam, seperti radiasi matahari juga dapat membantu
penyelenggara yang telah menerapkan deorbit satelit adalah penghancuran sampah antariksa.
Telkom untuk satelit-satelit Telkom yang telah habis masa Dalam hal kelembagaan, di Indonesia, lembaga yang
operasinya. Penyelenggara satelit lainnya seperti Indosat, PSN menangani keantariksaan secara umum adalah LAPAN
dan AceS yang mengelola satelit GSO baru akan menerapkan sedangkan hal-hal terkait dengan penggunaan spektrum
mekanisme deorbit satelit setelah satelit yang dikelola habis frekuensi dan orbit satelit berada di bawah Kementerian
masa operasinya. Sedangkan untuk penyelenggara satelit non- Komunikasi dan Informatika. Secara internasional, ITU
GSO seperti LAPAN, satelit mikro yang dikelola akan memiliki peran dalam mengawasi dan memastikan
dibiarkan hingga memasuki atmosfer bumi dan terbakar habis. optimalisasi penggunaan satelit serta meminimalisir dampak
Undang-Undang Keantariksaan dari LAPAN telah memuat penggunaan satelit dari Negara-negara pengelola satelit.
ketentuan mengenai peluncuran wahana antariksa dan benda Berdasarkan pemetaan terhadap kekuatan dan kelemahan
jatuh antariksa namun sayangnya belum memuat ketentuan (faktor internal) serta tantangan dan peluang (faktor eksternal)
mengenai sampah antariksa, khususnya yang berasal dari kondisi penanganan sampah antariksa di Indonesia, solusi
satelit yang tidak berfungsi. Sebenarnya, panduan bagi suatu yang dapat diterapkan oleh pemerintah terkait dengan
negara dalam hal mitigasi sampah antariksa terdapat di dalam penanganan sampah antariksa, khususnya sampah antariksa
Space Debris Mitigation Guidelines dari UNCOPUOS, yang berasal dari satelit yang tidak berfungsi, yaitu dengan
namun panduan ini belum diratifikasi oleh pemerintah merevisi UU keantariksaan dan Permenkominfo
Indonesia. Dengan demikian, regulasi mengenai penanganan No.13/P/M.Kominfo/8/2005 sebagaimana diubah dengan
sampah antariksa di Indonesia dapat dikatakan belum Permenkominfo No.37/P/M.Kominfo/12/2006. Selain itu,
memadai. Lebih jauh, meskipun ketentuan deorbit satelit telah pemerintah perlu meratifikasi Space Debris Mitigation
diadopsi di dalam Permenkominfo Guideline dari UNCOPUOS. Beberapa implementasi dari
No.13/P/M.Kominfo/8/2005 sebagaimana diubah dengan Guideline ini antara lain ditunjukkan oleh Perancis (CNES)
Permenkominfo No.37/P/M.Kominfo/12/2006 namun dimana dari tahun 2003-2005 sebanyak tiga satelit telah
ketentuan ini belum memuat secara detail mengenai kriteria dideorbit sesuai ketentuan. Jerman, melalui DLR telah
satelit yang harus dideorbit. Man (2013) mengungkapkan melakukan proyek terkait guideline ini diantaranya TerraSAR
bahwa kriteria mengenai “tidak berfungsi-nya” satelit maupun X, Tandem-X, TET, enMap dan MetImage. Selain itu, Jerman
benda antariksa buatan lainnya belum dideskripsikan secara telah memiliki Quality Management System’s Product
jelas, baik oleh IADC maupun UNCOPUOS. Penggolongan Assurance sebagai implementasi space debris mitigation
objek antariksa sebagai sampah antariksa masih bersifat bias. guideline UNCOPUOS (Portelli, dkk, 2010). Matriks analisis
Selanjutnya, meskipun ketentuan deorbit bersifat wajib, SWOT selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 5.
berdasarkan wawancara dengan Direktorat Penataan Ditjen
23
Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.11 No.1 Maret 2013 : 13-28
24
Analisis SWOT Sampah Antariksa Indonesia (Diah Yuniarti)
25
Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.11 No.1 Maret 2013 : 13-28
LAMPIRAN
TABEL MATRIKS HASIL WAWANCARA PENYELENGGARA SATELIT INDONESIA
N Item Indosat PSN ACeS LAPAN
o. Pertanyaan
1. Kebijakan dalam 1. Palapa C-2 1. Untuk 1. Lokasi stasiun bumi 1. Pusat kendali satelit
mengelola satelit dikendalikan dari memperpanjang di Batam. berada di
(aktif dan tidak stasiun bumi Daan umur satelit dapat 2. Penonaktifan satelit Rancabungur, Bogor
aktif) Mogot. Palapa D dilakukan dengan dilakukan setelah dengan cakupan
dikendalikan dari sistem incline dilakukan ASEAN.
stasiun bumi Jatiluhur. (bergerak tidak pada perhitungan bahan Sebelumnya, pusat
2. Efisiensi penggunaan orbit, yaitu untuk bakar yang kendali berada di
bahan bakar untuk utara-selatan dilepas disepakati sebagai Stasiun Biak dengan
operasional satelit 3-4 derajat sehingga titik terakhir operasi. cakupan bagian
dapat memperpanjang bergerak lebih jauh) 3. Mekanisme deorbit Timur Indonesia dan
umur satelit untuk menghemat sudah tertuang di Australia bagian
3. Deorbit merupakan bahan bakar. SOP yang diberikan Timur) dan Stasiun
solusi yang paling 2. Palapa C2 saat ini oleh Lockeed Rumpin dengan
layak, secara teknis dioperasikan incline. Martin. cakupan ASEAN,
dan ekonomis untuk Pengoperasian 4. Ada pemantauan Indonesia bagian
operator satelit saat dilakukan bersama deorbit yang telah barat dan Bali
ini. dengan Indosat di dilakukan operator bagian Barat.
4. Bahan bakar yang Stasiun Daan Mogot oleh Pabrikan 2. Jika LAPAN Tubsat
diperlukan untuk 3. Stasiun bumi PSN hingga setahun sudah habis masa
membawa satelit tidak ada di Cikarang sesudahnya. Saat operasinya, satelit
aktif kembali ke bumi sedangkan Stasiun operator melakukan akan dibiarkan
lumayan banyak bumi Garuda I pembakaran hancur setelah
sehingga biayanya terletak di Batam terakhir, operator durasi waktu
mahal akan melaporkan tertentu.
5. Untuk satelit orbital element
komunikasi, ketika kepada pabrikan.
ada peralatan
komunikasi yang
rusak, tidak perlu
dikembalikan lagi ke
bumi, tidak seperti
pesawat ISS.
6. Solusi untuk
penanganan satelit
yang tidak aktif,
apakah deorbit
maupun dikembalikan
lagi ke bumi
tergantung teknologi
yang ada dan biaya
yang ditimbulkan.
7. Satelit yang sudah
berakhir masa
operasinya akan di-
deorbit. Satelit GSO
dipindahkan dari GEO
(geostationer orbit),
satelit NGSO
dipindahkan dari
wilayah LEO dan
MEO untuk mencegah
terganggunya satelit
aktif.
8. Proses deorbit (satelit
dibuang sejauh 300
km dari posisi semula)
merupakan tanggung
jawab operator .
9. Satelit yang sudah
berada di luar GEO
tidak dikelola oleh
siapapun.
26
Analisis SWOT Sampah Antariksa Indonesia (Diah Yuniarti)
27
Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.11 No.1 Maret 2013 : 13-28
28