You are on page 1of 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku kekerassan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrem dari marah atau
ketakutan/panik. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan sering dipandang sebagai rentang
dimana agresiv verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) disisi yang lain. Suatu
keadaan yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi, benci atau marah. Hal ini kan
mempengaruhi perilaku seseorang berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut
terkadang perillaku menjadi agresif atau melukai karena penggunaan koping yang kurang
bagus (Wati, 2010).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang di ekspresikan dengan
melakukan ancaman mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan. Respon tersebut
biasanya muncul akibat adanya stressor.Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik pada
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.Melihat dampak dari kerugian yang di timbulkan,
maka penanganan pasien dengan perilaku kekerasan perlu di lakukan secara cepat dan tepat
oleh tenaga-tenaga professional (Keliat, Model praktik keperawatan profesional jiwa, 2012).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai orang lain atau secara fisik maupun psikologis ( Berkowitz dalam Hernawati
1993.
Hasil riset WHO dan World Bank menyimpulkan bahwa gangguan jiwa dapat
mengakibatkan penurunan produktivitas sampai dengan 8,5 %, saat ini gangguan jiwa
menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi dengan 11,5 % (Dayly lost (1998) dalam
Rasmun,2001).
WHO menyatakan satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental atau
jiwa.Who memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan
kesehatan jiwa. Dalam hal ini, Azrul Azwar (Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes)
mengatakan angka itu menunjukan jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat
yang sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk indonesia menderita kelainan jiwa dari
rasa cemas, setress, depresi, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja, sampai skizofrenia
(Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal dan
fisik ( Ketner et al., 1995 dalam Keliat, Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas, 2012).
Melihat dampak dari kerugian yang ditimbulkan, maka penanganan pasien dengan
perilaku kekerasan perlu dilakukan secara cepat dan tepat oleh tenaga-tenaga profesional. .
Tidak sedikit masyarakat yang beranggapan bahwa individu yang sakit jiwa adalah
aib dan memalukan, tidak bermoral bahkan tidak beriman.Pada umumnya pasien gangguan
jiwa di bawa keluarga ke rumah sakit jiwa atau unit pelayanan kesehatan jiwa lainnya karena
keluarga tidak mampu merawat dan terganggu perilaku pasien.
Masalah tindakan kekerasan perilaku agresi merupakan kejadian kompleks yang
bukan hanya mencakup aspaek perilaku (behavior) tapi merupakan suatu problema kesehatan
jiwa yang dapat dialami oleh siapapun. Fenomena social yang terjadi beberapa tahun
belakangan ini seperti krisis berkepanjangan, adakan penduduk yang tidak merata karena
sulitnya mencari kehidupan layak sehingga penduduk melakukan migrasi(urbanisasi) ke
wilayah yang lebih menjanjikan pendapatan layak secara ekonomi seperti di negara Indonesia
banyak terjadi PHK, antara lapangan pekerjaan yang sedikit .
Berdasarkan latar belakang di atas mengenai gangguan kesehatan jiwa yang salah
satunya merupakan perilaku kekerasan maka penulis tertarik untuk menulis makalah dengan
judul asuhan keperawatan dengan perilaku kekerasan, guna membantu klien dan keluarga
dalam menangani masalah kesehatan yang di hadapi melalui penerapan asuhan keperawatan
jiwa.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori dan memberikanAsuhan Keperawatan dan
Strategi Pelaksanaan pada pasien dengan perilaku kekerasan.

2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan pengertian perilaku kekerasan
b. Mahasiswa mampu mengetahui Etiologi dari Perilaku Kekerasan
c. Mahasiswa mampu mengetahui Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
d. Mahasiswa mampu memberikan Asuhan keperawatan pada pasien dengan perilaku
kekerasan meliputi pengkajian, pohon masalah, diagnosa keperawatan serta tindakan
keperawatan
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang dimana melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang
lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Wati, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis.Berdasarkan definisi ini, perilaku kekerasan
dapat di lakukan secara verbal di arahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan.Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu perilaku kekrasan saat
sedang berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).(Keliat,
Keperawatan kesehatan jiwa komunitas, 2012)
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi oleh seseorang
yang di tunjukan dengan perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri orang
lain maupun lingkungan secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain
secara fisik maupun psikologis (Menurut Berkowizt dalam buku Yosep 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami
perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain ( Menurut
Towsend dalam buku Yosep 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan di klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang (Menurut
Maramis dalam buku Yosep 2011).

B. Tanda dan gejala

Data subyektif :
1. mengatakan mudah kesal dan jengkel ,
2. merasa semua barang tidak ada harganya sehingga dibanting-banting.
( keliat, proses keperawatan kesehatan jiwa, 1998 )

Data obyektif :
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Menegepalkan tangan
5. Jalan mondar-mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Melempar atau memukul benda/ orang lain
10. Merusak barang atau benda
11. Tidak memiliki kemampuan mencegah/ mengendalikan perilaku kekerasan
(Keliat, Keperawatan kesehatan jiwa komunitas, 2012).

Menurut Fitria (2009) tanda dan gejala perilaku kekerasan diantaranya adalah :
1. Fisik : mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
2. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada
keras, kasar dan ketus.
3. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri, atau orang lain, merusak
lingkungan, amuk atau agresif.
4. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk ingin berkelahi, menyalahkan dan
menuntut.
5. Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak
jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral dan kreatifitas terhambat.
7. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
8. Perhatian : bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.
Menurut Direja (2011) tanda dan gejala pada pasien data yang perlu dikaji adalah

masalah keperawatan data yang perlu dikaji


Subjektif
1. Klien mengancam.
2. Klien mengumpat dengan
kata-kata kotor.
3. Klien mengatakan dendam
dan jengkel.
4. Klien mengatakan ingin
berkelahi.
5. Klien menyalahkan dan
menuntut.
6. Klien meremehkan.
Objektif
1. Mata melotot/pandangan tajam.
2. Tangan mengepal.
3. Rahang mengatup.
4. Wajah memerah dan tegang.
5. Postur tubuh kaku.

Perilaku kekerasan 6. Suara keras.

C. Etiologi

1. Faktor predisposisi
a) Teori biologi
Beardasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus elektris
ringan pada hipotalamus ternyata menimbulkan prilaku agresif, dimana jika terjadi
kerusakan fungsi limbic (untuk emosi dan perilaku) lobus frontal (untuk pemikiran
rasional), lobius temporal (untuk interprestasi indra penciuman dan memori) akan
menimbulakn mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang
ada disekitarnya.
1) Neurologic faktor, beragam komponen dari sistem saraf seperti synap,
neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau
menghambat rangsangan dan pesan-pesan yamg akan mempengaruhi sifat agresif.
Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respons agresif.
2) Genetic faktor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen manusia
terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi
oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karkotype XYY, pada umumnya
dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut
hukum akibat perilaku agresif.
3) Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada individu.
Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia menghalangi peningkatan cortisol
terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang
berakhirnya pkerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah
terstimulasi untul bersikap agresif.
4) Biochemistry faktor (Faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmiter di otak
(epinephrin, norepinephrin, dopamin, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari
luar tubuh yang di anggap mengancam atau membahayakan akan dihantar melalui
implus neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut efferent.
Peningkatan hormon androgen dan norephinephrin serta penurunan serotonin dan
GABA pada cairan cerebospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya
perilaku agresif.
5) Brain Area dirsorder, gangguan pada sistem imbik dan lobus temporal, sindrom otak
organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilesi ditemukan sangat
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

b) Faktor psikologis
1) Teori Psikoanalisa
Agresif dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang
seseorang (life span hystori). Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpusan fase
oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapatkan kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cendurung mengembangkan sikap agresif
dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompesasi adanya ketidakpercayaan pada
lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan
tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.Perilaku agresif dan
tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaanya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
2) Imitation, modeling, and information processing theory:
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang
menolelir kekerasan.Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari madia atau
lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu
penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan pamukulan pada
boneka dengan raward positif (makin keras pukulanya akan diberi coklat), anak lain
menonton tayangan cara mengasihii dan mencium boneka tersebut dengan reward
positif pula (makin baik belainya mendapat hadiah coklat). Setelah anak-anak keluar
dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontonan
yang pernah dialaminya.
3) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan
terdekatnya.Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan dan
mengamati bagaimana respons ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan
agresifitas lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap
bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan.

Menurut Farida (2010)faktor predisposisi berdasarkan faktor psikologis perilaku


kekerasan meliputi :
1Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan untuk maengalami
hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi PK.
2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak
menyanangkan.
3) Frustasi
4) Kekerasan dalam rumah atau keluarga.
c) Factor sosial budaya.
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh, sesaji atau
kotoran kerbau di keraton, serta ritual-ritual yang cenderung mengarah pada
kemusyrikan secara tidak langsung turut memupuk sikap agresif dan ingin menang
sendiri.Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima merupakan
faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu dengan maraknya
demontrasi,film-film kekerasan, mistik tahayul dan perdukunan (santet, teluh) dalam
tayangan televisi (Yosep, 2011).
Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif sesuai
dengan respons yang dipelajari. Sesuai dengan teori menurut bandura bahwa agresi tidak
berbeda dengan respon-respon yang lain. Factor ini dapat dipelajari melalui observasi atau
imitasi, dan potdapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.(Wati,
2010).

c) Aspek Religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresifitas merupakan dorongan dan bisikan
syetan yang menyukai kerusakan agar menusia menyesal (devil support). Semua bentuk
kekerasan adalah bisikan syetan yang dituruti masunia sebagai bentuk kompensasi bahwa
kebutuhan dirinya terancam dan segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan
norma agama (super ego) (Yosep, 2011).

2. Faktor presipita
Menurut Yosep (2011) Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan sering kali berkaitan dengan:
a) Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c) kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuati dalam keluarga serta tidak membisakan dialog
untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e) adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak
mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f) kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahantahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa reancam, baik berupa imjury secara
fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa factor pencetus injury perilkau kekerassan
adalah sebagai berikut(Wati, 2010) :
a) Klien: kelemahan fisik, keputasasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan
agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, mersa terancam baik
internal dari permasalan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
c) Lingkungan: panas, padat, dan bising.

D. Pohon Masalah

Akibat Resiko menciderai diri dan orang lain

Cord Problem Perilaku kekerasan

Penyebab Koping Individu Tidak Efektif


BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Pengkajian perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor yang di hadapi
oleh seseorang.Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan.Melihat dampak dari kerugian yang di timbulkan, penanganan pasien
perilaku kekerasan perlu di lakukan secara tepat dan cepat oleh tenaga yang
professional(Wati, 2010).
Kaji Faktor predisposisi dan presipitasi, serta kondisi klien sekarang. Kaji
riwayat keluarga dan masalah yang dihadapi klien.
Jelaskan tanda dan geala klien pada tahap marah, krisis atau perilaku kekerasan, dan
kemungkinan bunuh diri.Muka merah, tergang, pandangan mata tajam, mondar mandir,
memukul, memaksa, irritable, sensitive dan agresif.

Fokus pengkajian pada pasien dengan perilaku kekerasan meliputi :


1) Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan psiritual.
a) Aspek biologis
Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, taki kardi, muka merah, pupil menebal,
pengeluaran urine meningkat. Paad gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatuk tangan di kepel, tubuh
kaku dan reflek cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang di keluarkan saat marah
bertambah.

b) Aspek emosional
Individu yang marah karena tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam,
ingin memukul orang lain, ngamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c) Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran
pasca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya di olah
dalam proses intelaktual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara pasien
marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan bagai mana informasi di proses, di klarifikasi
dan di integrasikan.
d) Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep, rasa percaya, dan ketergantungan. Emosi marah
sering merangsang kemarahan orang lain. Klien sering kali menyalurkan kemarahan dengan
mengkritik tingkah laku orang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e) Aspek spiritual
Kepercayaan nilai moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang
bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang di
manifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif
meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat
dilukiskan sebagai berikut; aspek fisik terdiri dari muka merah, pandangan tajam, napas
pendek, dan cepat, berkeringat sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
Aspek emosi: tidak adekuat, tidak aman, debdam, jengkel. Aspek intelektual : mendominasi
bawel , sarkasme, berdebat, meremehkan. Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan,
ejekan, humor.

Perawat perlu memahami dan membedakan berbagai perilaku yang ditampilkan klien. Hal ini
dapat di analisa dariperbandingan berikut(Yosep, 2011) :

Aspek Pasif Asertif Agresif


Menyombongkan
diri, merendahkan
orang lain,
misalnya : “kamu
pasti tidak bisa,
Negatif merendahkan kamu selalu
diri misalnya : Positif menawarkan melanggar, kamu
“bisakah saya diri misalnya : “saya tidak pernah
melakukan hal itu ? mampu, saya bisa, menurut, kamu
Isi bisakah anda anda boleh, anda tidak akan pernah
pembicaraan melakukannya ?”. dapat”. bisa”.
Tekanan
suara Lambat. Mengeluh Sedang Keras ngotot
Kaku condong
Posisi badan Menunduhkan kepala Tegap dan santai kedepan
Jarak Menjaga jarak dengan Mempertahankan Siap dengan jarak
sikap mengabaikan jarak yang nyaman akan menyerang
orang lain
Loyo tidak dapat Mengancam,
Penampilan tenang Sikap tenang posisi menyerang
Mempertahankan
Sedikit/sama sekali kontak mata sesuai Mata meletot dan
Kontak mata tidak dengan hubungan dipertahankan

Format pengkajian pada pasien risiko perilaku kekerasan


Berikan tanda centang pada kolom yang sesuai dengan data pada pasien
Pelaku/ usia korban/usia
saksi/usia
1. Aniaya fisik [ ][ ] [ ][ ] [ ] [ ]
2. Aniaya seksual [ ] [ ] [ ][ ] [ ] [
]
3. Penolakan [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ]
4. Kekerasan dalam keluarga [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ]
5. Tindakan criminal [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ]
6. Aktivitas motoric
[ ] lesu [ ] tegang [ ] gelisah [ ] agitasi
[ ] tik [ ] grimasen [ ] tremor [ ] kompulsif
7. Interaksi selama wawancara
[ ] bermusuhan [ ] kontak mata kurang
[ ] tidak kooperatif [ ] defensif
[ ] mudah tersinggung [ ] curiga

B. Faktor Predisposisi
1) Citra Diri
Klien merasa puas dengan anggota tubuhnya yang normal, terutama bentuk
tubuh.
2) Identitas Diri
Klien Mengatakan dia seorang perempuan berusia 23 tahun, belum
menikah, belum memiliki pekerjaan tetap.
3) Peran Diri
Klien aktif dalam mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti gotong
royong dan pemuda.
4) Ideal Diri
Klien mengatakan menerima statusnya sebagai seorang anak, dan ingin
cepat pulang dan bebas biar bisa bekerja dan menjadi orang sukses.
5) Harga Diri
Klien mengatakan hubungan yang paling dekat, di sayang dan dapat di
percaya adalah ibunya.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku Kekerasan
2. Deficit perawatan diri.

1. Resiko cedera
2. Perubahan sensori dan persepsi: halusinasi
3. Koping individu inefektif

D. Intervensi

Tindakan keperawatan pada pasien

* SP 1.
1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah di lakukannya
4) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang di lakukannya
5) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/ mengendalikan perilaku kekerasan
6) Pasien dapat mencegah/ mengendalikan perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, social dan dengan terapi psikofarmaka

* SP 2.
1) Mengucapkan salam terapeutik
Dalam membina hubungan saling percaya pasien harus merasa aman dan nyaman saat
berinteraksi dengan perawat. Tindakan yang harus perawat lakukan dalam rangka membina
hubungan saling percaya adalah :
a) Mengucapkan salam terapeutik
b) Berjabat tangan
c) Menjelaskan tujuan interaksi
d) Membuat kontrak topic, waktu, dan tempat setiap kali ketemu pasien

* SP 3.
2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan sekarang dan yang lalu
3) Diskusikan perasaan, tanda, dan gejala yang di rasakan pasien jika terjadi
penyebab perilaku kekerasan
4) Diskusikan bersama pasien tentang perilaku kekerasan yang biasa di lakukan
pada saat marah :
a) Verbal
b) Terhadap orang lain
c) Terhadap diri sendiri
d) Terhadap lingkungan
5) Diskusikan bersama pasien akibat perilaku kekerasan yang ia lakukan
6) Diskusikan bersama pasien cara mengendalikan perilaku kekerasan yaitu
dengan cara berikut :
a) Fisik : pukul Kasur/ bantal, Tarik napas dalam
b) Obat
c) Social / verbal : menyatakan secar aserif rasa marahnya
d) Spiritual : beribadah sesuai keyakinan pasien
7) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik :
a) Latihan napas dalam dan pukul/ bantal
b) Susun jadwal latihan dalam dan pukul Kasur/ bantal
8) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara social/ verbal :
a) Bantu mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak dan meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
b) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
9) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual :
a) Bantu pasien mengendalikan marah secara spiritual : kegiatan ibadah yang
biasa di lakukan
b) Buat jadwal latihan ibadah dan berdoa
10) Bantu pasien mengendalikan perilaku kekerasan degngan patuh minum obat :
a) Bantu pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara pemberian, benear dosis, dan benar
obat) di sertai penjelasan mengenai keguanaan obat dan akibat berhenti
b) Susun jadwal minum obat secara tertr
11) Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk mengendalikan
perilaku kekerasan.
*SP 4.
1) Kegiatan evaluasi kegiatan yang pertama,kedua ketiga dan
keempatyang telah dilakukan
2) Bantu klien memilih kegiatan kegiatan tersebut
3)Masukan pada jadwal kegiatan

Tindakan keperawatan pada keluarga


* SP 1.
1)Keluarga dapat merawat pasien dirumah.

* SP 2.
1) Diskusikan maslah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2) Diskusikan bersama keluarga tentan perilaku kekerasan (penyebab, tanda dan
gejala, perilaku yang muncul, dan akibat dari perilaku tersebut)
3) Diskusikan bersama keluarga tentang kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang
lain.
4) Bantu latihan keluarga dalam merawat pasien perilaku kekerasan.
5) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah
diajarkan oleh perawat.
6) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien jika pasien dapat
melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
7) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan jika pasien
menunjukan gejala-gejala perilaku kekerasan
8) Buat perencanaan bersama keluarga.

*.SP 3.
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing klien melaksanakan kegiatan
pertama dan kedua dan diberi pujian.
2) Bersama keluarga melatih klien dalam kegiatan yang dipilih.

*.SP 4.
1)Evaluasi kegiatan keluaraga dalam membimbing klein melaksanakan kegiatan
perama,kedua,dan ketiga
2)Anjurka membantu klien sesuai jadwal

A. Evaluasi

Evaluasi terhadap kemampuan pasien dan keluarga dan kemampuan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan .
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang di ekspresikan
dengan melakukan ancaman mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan. Respon
tersebut biasanya muncul akibat adanya stressor.Respon ini dapat menimbulkan kerugian
baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.Melihat dampak dari kerugian yang di
timbulkan, maka penanganan pasien dengan perilaku kekerasan perlu di lakukan secara cepat
dan tepat oleh tenaga-tenaga professional.
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang dimana melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang
lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol. Dengan tanda dan gejala
meliputi : Muka merah dan tegang, pandangan tajam, mengatupkan rahang dengan kuat,
menegepalkan tangan , jalan mondar-mandir, bicara kasar, suara tinggi, menjerit atau
berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, melempar atau memukul benda/ orang lain,
merusak barang atau benda, tidak memiliki kemampuan mencegah/ mengendalikan perilaku
kekerasan.

B. Saran
1. Hindarkan klien dari faktor predisposisi maupun presipitasi yang bisa
menyebabkan perilaku kekerasan
2. Beritahu keluarga untuk membantu klien selama masa penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA

Direja, A. H. (2011). Buku ajar keperawatan jiwa. Yogyakarta: Nuha medika.


Keliat, B. A. (2012). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas. jakarta: EGC.
Keliat, B. A. (2012). Model praktik keperawatan profesional jiwa. jakarta: EGC.
Wati, F. K. (2010). Buku ajar keperawatan jiwa. jakarta: Salemba Medika.
Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa. jakarta: revita aditama.

You might also like