You are on page 1of 10

PERUBAHAN PERILAKU DAN FUNGSI KOGNITIF DENGAN TERAPI PERILAKU

KOGNITIF PADA PENDERITA NAPZA


(The Changes of Behaviors and Cognitive Functions by Cognitive Behavioural Therapy
in the Drug Abusers)

Herni Susanti
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok 16424,
Email: herni-s@ui.ac.id

ABSTRACT
Introduction: This study was aimed to find out the effect of CBT on the behaviors i.e. depressive,
agressive and antisocial behaviors as well as cognitive functions of patients who were treated in
rehabilitation unit at a drug addiction hospital (Rumah Sakit Ketergantungan Obat) in Jakarta.
Method: The research design was Quasi experimental pre-post test without control group by providing
intervention: CBT for 6 sessions (10–12 times intervention). The population was all patients in the
rehabilitation unit with a nursing diagnosis: low self esteem and/or inffective coping strategies. There
were 23 participants who involved in this investigation. The data was analized by using dependent
and independent sample t, and anova tests. Result: The results showed that p value for depressive
bahaviours, agressive behaviurs, antisocial behaviors, and cognitive functions were 0.914; 0.001;
0.039; 0.003 respectively. The outcomes indicated that there was significant impact of CBT on
agressive behaviors, antisocial behaviors, and cognitive functions (α = 0.05, p value < 0.05), but not
on depressive behaviors (α = 0.05, p value > 0.05). Discussion: It is argued that depressive symptoms
might not be apparent for the users in rehabilitative phase. The findings also showed that there was
significant relation between antisocial behaviors and the length of drug usage. This affirms exsiting
concepts in that long drug usage brings about serious damage in the users' behaviors and cognitive
functions. It is recommended, therefore, to include CBT as an important intervention for clients with
drug abuse problems who are cared in rehabilitation center.

Keywords: drugs abuse, behaviors, cognitive functions

PENDAHULUAN dampak buruk terhadap perilaku dan fungsi


kognitif para penggunanya (Bergen, et al.,
Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika,
2003; Dulin, Hill, dan Ellingson, 2006; Thomas
Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya)
dan Rockwood, 2001). Dampak terhadap
saat ini sudah menjadi masalah nasional. Hal
perilaku meliputi munculnya perilaku depresif
ini terjadi karena semakin meningkatnya
(isolasi diri dari lingkungan, kurangnya
anggota masyarakat yang menyalahgunakan
kegiatan perawatan diri), perilaku agresif dan
NAPZA. Jenis NAPZA yang banyak digunakan
perilaku antisosial (mengganggu ketertiban).
adalah heroin yaitu jenis opiat semi sintetik
Dampak terhadap fungsi kognitif terutama
(putaw), dilanjutkan cannabis, amfetamin,
munculnya pikiran-pikiran negatif seperti
dan alkohol. Berdasarkan penelitian yang
percaya dirinya menjadi orang tidak berguna,
dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN)
bersalah, tidak berdaya dan tidak dapat
dan Universitas Indonesia ditemukan bahwa
dipercaya. Selain itu, para penyalahguna
angka penyalahguna NAPZA meningkat dari
NAPZA umumnya juga memiliki pemikiran
3,2 juta jiwa pada tahun 2003 menjadi 3,6 juta
yang menolak dirinya sedang memiliki masalah
jiwa pada tahun 2008 (BNN, 2009).
(denial) atau menganggap remeh masalah yang
Beberapa penelitian menunjukkan
sedang dihadapinya (minimisasi). Apabila
bahwa penyalahgunaan NAPZA, membawa

171
Jurnal Ners Vol. 5 No. 2 Oktober 2010: 171–180

dampak-dampak ini tidak ditangani dengan BAHAN DAN METODE


serius, muncul masalah yang lebih kompleks
Penelitian ini menggunakan desain quasi
seperti bunuh diri, kekerasan dalam keluarga,
experimental pre-post test without control
kriminalitas, dan pelecehan seksual.
group dengan intervensi TPK. Alasan tanpa
Terapi Perilaku Kognitif (TPK) adalah
kontrol karena jumlah pasien yang termasuk
salah satu terapi spesialis keperawatan jiwa
kriteria inklusi terbatas.
yang dapat diberikan pada semua klien
Populasi target pada penelitian ini
penyalahguna NAPZA (Stuart, 2009). Terapi
adalah seluruh pasien yang sedang menjalani
Perilaku Kognitif merupakan sebuah proses
perawatan di ruang rehabilitasi RSKO Jakarta,
perlakuan yang memungkinkan individu
yang memiliki diagnosa keperawatan gangguan
untuk mengoreksi kepercayaan diri yang
konsep diri: harga diri rendah dan/atau koping
salah yang dapat menimbulkan perasaan dan
individu tidak efektif. Sampelnya adalah total
tingkah laku negatif. TPK juga berlandaskan
sampling yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu
konsep bahwa manusia berpikir memengaruhi
dewasa, pendidikan minimal SD, kondisi emosi
bagaimana manusia bertingkah laku, serta apa
stabil, dan bersedia terlibat dalam penelitian
yang dilakukan oleh klien akan memengaruhi
(tidak mengganggu program kegiatan lain di
pikirannya. Berdasarkan hal ini, TPK dianggap
ruangan). Sampel pada penelitian ini adalah 34
sangat sesuai untuk mengatasai masalah
klien, namun hanya 23 yang berhasil mengikuti
perilaku dan kognitif yang muncul akibat
program TPK sampai selesai.
penyalahgunaan NAPZA seperti yang telah
Penelitian dilakukan di Ruang Rehabilitasi
diuraikan.
RSKO Jakarta. Penelitian dilaksanakan
Hasil studi literatur yang dilakukan
mulai dari awal bulan Oktober 2010 sampai
peneliti menunjukkan bahwa studi tentang TPK
dengan Mei 2011. Pengumpulan data dan
pada penyalahguna NAPZA baru dilakukan di
pemberian terapi dilaksanakan mulai tanggal
luar Indonesia (Barrowclough, 2002; Kadden,
15 Nopember 2010 sampai 15 April 2011.
2002; Ouimette, 1997; Castelanos dan Conrod,
Kegiatan pengumpulan data dan pemberian
2006). TPK saat ini sedang dikembangkan
terapi dilaksanakan dengan melibatkan perawat
di Keilmuan Keperawatan Jiwa FIK-UI, dan
yang bertugas di ruang rehabilitasi RSKO
hanya dilakukan untuk klien gangguan jiwa
Jakarta untuk pemberian terapi generalis (terapi
(Sasmita, 2007; Fauziah; 2009; Susanti dan
ini yang merupakan syarat diberikannya terapi
Wardani, 2009). Berdasarkan hal tersebut,
spesialis: TPK). Selanjutnya klien diberikan
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
TPK oleh terapis yang terdiri dari peneliti dan
yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
perawat RSKO yang telah mengikuti pelatihan
pengaruh TPK terhadap perilaku (depresif,
TPK. Sebagai tambahan informasi, sebelum
agresif dan antisosial) serta fungsi kognitif klien
proses pemberian terapi dilakukan pelatihan
penyalahguna NAPZA di Jakarta, khususnya
kepada perawat RSKO untuk penyamaan
yang sedang mendapatkan perawatan di
persepsi dan intervensi.
Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO)
Satu responden rata-rata yang dibutuhkan
Jakarta. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi
dari mulai pre-test, pemberian tindakan
pedoman pelaksanaan TPK dalam memberikan
generalis, pemberian TPK, dan post-test adalah
asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
6 sampai 12 kali pertemuan (satu hari pre-test
penyalahgunaan NAPZA untuk semua perawat
sekaligus terapi generalis, 4–10 hari TPK dari
di unit rehabilitasi NAPZA. Selain itu, hasil ini
sesi I–V dengan rerata 1–2 kali untuk setiap
juga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk
sesi, dan satu hari untuk post-test). Waktu yang
menyusun program berskala nasional dalam
bervariasi ini sangat ditentukan oleh kondisi
penanggulangan masalah penyalahgunaan
responden dan terapis, mengingat dari kelima
NAPZA yang melibatkan tenaga kesehatan
sesi TPK ada yang dapat dilakukan satu sesi
profesional.
dalam satu hari, namun ada pula kondisi yang

172
Perubahan Perilaku dan Fungsi Kognitif dengan Terapi Perilaku Kognitif (Herni Susanti)

mengharuskan dilakukan satu sesi dalam dua nilai α crombach berturut-turut: kuesioner
hari (misalnya jika perkembangan klien tidak B1 = 0,568; kuesioner B2 = 0,846; kuesioner
signifikan dan sesi perlu diulang). B3 = 0,865; kuesioner C = 0,746. Dikatakan
Alat pengumpul data terdiri dari reliabel jika nilai α crombach ≥ 0,6. Oleh
tiga instrumen. Instrumen A merupakan karena itu kuesioner B, B2, B3 dan C bisa
instrumen untuk mendapatkan gambaran dikatakan reliabel kaena mempunyai nilai
karakteristik responden antara lain terdiri dari: α crombach ≥ 0,6. Uji validitas pada semua
usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, instrumen menunjukkan adanya beberapa
status perkawinan, jenis NAPZA dan lama pertanyaan yang tidak valid (nilai r rata-rata
menggunakan NAPZA. Bentuk pertanyaan lebih kecil dari r tabel = 0,553). Berdasarkan
dalam pertanyaan tertutup, dan peneliti hasil di atas, peneliti meninjau kembali
memberi angka pada kotak yang tersedia, sesuai instrumen tersebut dan menemukan bahwa ada
dengan pilihan yang dipilih oleh responden. beberapa pernyataan yang kurang dipahami tata
Jumlah pertanyaan ada 7 pertanyaan. Instrumen bahasanya. Selanjutnya dilakukan perbaikan
B merupakan instrumen yang dipakai untuk berdasarkan diskusi dengan perawat yang sudah
mengukur tentang perilaku klien penyalahguna sangat berpengalaman di ruang rehabilitasi
NAPZA, terdiri dari Instrumen B1 (depression NAPZA, sebelum akhirnya didistribusikan
scale menurut Center for Epidemiological kepada calon responden.
Studies Depressed Mood Scale (CES-D) dari Proses pemberian TPK dimulai dengan
Radloff (1977) dalam Applied Psicological meminta kesediaan responden yang memenuhi
Measurement volume 1 No. 3, 2008, instrumen kriteria inklusi menjawab pertanyaan pre-test.
B2 (aggressive scale (Chamberlain, 2009) dan Kemudian responden diberikan terapi generalis
instrument B3 (anti sosial scale (Halaby, 2007). oleh peneliti maupun perawat ruangan.
Jumlah pertanyaan intrumen B1 adalah 20 Responden diberikan terapi spesialis (TPK)
pertanyaan, instrumen B2 29 pertanyaan, dan apabila indikasinya kuat yaitu setelah diberikan
instrumen B3 sebanyak 26 pertanyaan. Perlu terapi generalis. Pada beberapa klien setelah
disampaikan di sini bahwa rentang nilai untuk dilakukan terapi generalis, indikasi TPK tidak
semua instrumen perilaku 0–100, di mana adekuat (tidak ada lagi masalah dalam fungsi
semakin tinggi nilai berarti semakin berkurang kognitif terkait penyalahgunaan NAPZA)
perilaku maladaptif yang dimaksud. Penilaian maka klien tersebut gagal dijadikan responden.
seperti ini terjadi karena bentuk pertanyaan- Sebagai tambahan informasi, kondisi Drop Out
pertanyaan yang ada dalam instrument bersifat juga terjadi karena klien diharuskan pulang
negatif. Kuesioner C untuk mengukur fungsi (ada 9 klien yang terhenti menjadi responden
kognitif responden. Kuesioner ini berjumlah karena kondisi tersebut). Selanjutnya dilakukan
20 pertanyaan yang dikembangkan oleh post-test setelah responden selesai diberikan
peneliti sendiri berdasarkan studi literatur TPK.
ekstensif terkait karakteristik penyalahguna
NAPZA (Fountaine, 2009; Stuart, 2009;
HASIL
Townsend, 2009). Pelaksanaan TPK dilakukan
berdasarkan panduan modul TPK untuk klien Usia responden dari 23 orang terbanyak
penyalahguna NAPZA yang dikembangkan berada pada usia antara 20–40 tahun (87%);
sendiri oleh peneliti berdasarkan bahan modul jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki
TPK sebelumnya (Fauziah, 2009; Sasmita, yaitu sebanyak 19 orang (82,6%). Pendidikan
2007). responden terbanyak berasal dari SMA yaitu
Uji coba instrumen dilakukan di unit 11 orang (47,8%). Sebagian besar responden
Rehabilitasi NAPZA Rumah Sakit Marzoeki tidak bekerja yaitu sebanyak 9 orang (39,1%).
Mahdi Bogor pada 13 klien. Rencana awal Status perkawinan terbanyak adalah tidak
klien yang akan diujikan 15 orang, namun menikah yaitu 18 orang (78,3%). Mayoritas
karena ada dua klien yang sudah pulang maka lama responden menyalahgunakan NAPZA
jumlah berkurang. Uji reabilitas menunjukkan adalah 6–10 tahun yaitu sebanyak 13 orang

173
Jurnal Ners Vol. 5 No. 2 Oktober 2010: 171–180

dan paling sedikit adalah lebih dari 20 tahun lama menyalahgunakan NAPZA dengan
yaitu sebanyak 3 orang. Adapun tentang jenis perubahan nilai perilaku depresif, perilaku
NAPZA yang digunakan, semua responden agresif, perilaku antisosial, dan fungsi kognitif
lebih dari satu jenis, yaitu gabungan 3–4 zat digunakan uji Anova.
yaitu opiat, ganja, kokain dan alkohol. Pengaruh TPK terhadap nilai perilaku
Hasil analisis untuk variabel perilaku depresif, perilaku agresif, perilaku antisosial,
agresif sebelum mengikuti TPK, didapatkan dan fungsi kognitif menunjukkan bahwa
rerata sebesar 60,74 yang diyakini bahwa hanya perilaku depresif yang tidak mengalami
rerata perilaku depresif responden berada pada perubahan yang signifikan antara sebelum dan
rentang antara 42 sampai 74, dengan standard sesudah pemberian TPK dengan nilai p value
deviasi 6,716. rerata perilaku agresif sebelum sebesar 0,914 (p value > 0,05). Sedangkan untuk
dilakukan TPK adalah 55,57 dengan rentang variabel yang lain (perilaku agresif, perilaku
antara 34–73 dan standar deviasi 9,885. Rerata antisosial dan fungsi kognitif) menunjukkan
perilaku antisosial sebelum dilakukan TPK adanya perubahan positif yang signifikan antara
adalah 68,22 dengan nilai minimal 45 dan nilai sebelum dan sesudah perlakukan TPK dengan
maksimal 84 dengan standar deviasi 10,651. p value < 0,05.
Sedangkan nilai fungsi kognitif sebelum Analisa terhadap hubungan setiap
dilakukan TPK adalah 32,26 dengan nilai komponen karakteristik dengan perubahan
minimum 19 dan nilai maksimum 43 dengan perilaku depresif, agresif, antisosial serta
fungsi kognitif menunjukkan tidak adanya
standar deviasi 6,362.
korelasi bermakna, kecuali antara lama
Hasil analisis untuk variabel perilaku
penggunaan NAPZA dengan perubahan
agresif setelah mengikuti TPK, didapatkan
perilaku antisosial.
rerata sebesar 60,87 yang diyakini bahwa rerata
Rerata nilai perilaku antisosial pada
perilaku agresif responden berada pada rentang
mereka yang menyalahgunakan NAPZA selama
antara 53 sampai 70, dengan standard deviasi
1–5 tahun adalah 75,00 dengan standar deviasi
4.985. Rerata perilaku agresif setelah dilakukan
2,828. Pada responden yang menyalahgunakan
TPK adalah 66,00 dengan rentang antara
NAPZA selama 6–10 tahun rata-rata nilai
52–87 dan standar deviasi 9.487. rerata perilaku
perilaku antisosialnya adalah 69,50 dengan
antisosial setelah dilakukan TPK adalah 76,61
standar deviasi 7,489.
dengan nilai minimal 59 dan nilai maksimal 95 Responden dengan penyalahgunaan
dengan standar deviasi 9,694. Sedangkan nilai NAPZA selama 10–15 tahun rata-rata
fungsi kognitif setelah dilakukan TPK adalah memiliki nilai perilaku antisosial 66,33
36,17 dengan nilai minimum 25 dan nilai dengan standar deviasi 5,508. Responden yang
maksimum 46 dengan standar deviasi 4,386. menyalahgunakan NAPZA selama 15–20 tahun
Analisis bivariat dilakukan dengan rata-rata nilai perilaku antisosialnya adalah
menggunakan uji statistik dependent sample t- 84,40 dengan standar deviasi 9,788. Sedangkan
test (paires t test) untuk mengetahui perubahan yang menyalahgunakan NAPZA selama
nilai perilaku depresif, perilaku agresif, lebih dari 20 tahun mempunyai rata-rata nilai
perilaku antisosial, dan fungsi kognitif sebelum perilaku antisosialnya 65,00 dengan standar
dan sesudah diberikan TPK. Hubungan antara deviasi 9,788. Hasil uji statistik didapatkan
usia dengan perubahan nilai perilaku depresif, p value = 0,014 (p value < 0,05) yang berarti ada
perilaku agresif, perilaku antisosial, dan fungsi hubungan bermakna antara perubahan perilaku
kognitif digunakan analisis uji regresi linier antisosial dengan lama menyalahgunakan
sederhana. Sedangkan untuk mengetahui NAPZA.
hubungan antara jenis kelamin dan status
perkawinan dengan perubahan nilai perilaku
depresif, perilaku agresif, perilaku antisosial, PEMBAHASAN
dan fungsi kognitif digunakan uji independent Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sample t-test. Untuk pendidikan, pekerjaan, karakteristik klien penyalahguna NAPZA yang

174
Perubahan Perilaku dan Fungsi Kognitif dengan Terapi Perilaku Kognitif (Herni Susanti)

dirawat di ruang rehabilitasi RSKO Jakarta Terkait dengan lama pemakaian


memiliki kesamaan dengan studi sejenis NAPZA, terlihat dari hasil penelitian ini bahwa
tentang karakteristik penyalahguna NAPZA kebanyakan responden telah menggunakan
di unit rehabilitasi di kota Deli Serdang, NAPZA lebih dari lima tahun. Hasil ini
Sumatera Utara (Saragih, 2009). Meskipun berbeda dengan penelitian Saragih (2009) yang
terdapat perbedaan signifikan pada kedua menunjukkan bahwa mayoritas responden
penelitian tersebut, terutama terkait jumlah menggunakan NAPZA kurang dari lima tahun.
sampel (pada penelitian Saragih menggunakan Menurut pendapat peneliti, lamanya masa
169 responden, dan penelitian ini hanya 23 penggunaan zat ini disebabkan banyaknya
responden), secara umum karakteristik klien responden yang telah menggunakan pelayanan
penyalahguna NAPZA di beberapa kota besar rehabilitasi NAPZA di RSKO lebih dari
di Indonesia telah tergambarkan. Karakteristik satu kali. Dengan kata lain, kondisi relaps
yang dimaksud antara lain usia klien yang dikalangan responden sangat tinggi. Selain itu,
kebanyakan berada pada masa produktif (20–40 data lain menunjukkan bahwa semua responden
tahun), jenis kelamin yang mayoritas laki-laki, tidak ada yang menggunakan zat hanya 1 (satu)
status perkawinan yang kebanyakan tidak jenis saja. Banyak responden yang menyatakan
menikah dan jenis pekerjaan responden yang bahwa mereka telah mulai menggunakan satu
rata-rata tidak bekerja. jenis NAPZA tertentu sejak lama (umumnya
Pendapat bahwa karakteristik yang telah ganja), kemudian menggunakan zat lainnya,
disebutkan di atas bukan merupakan hal baru. dan pada akhirnya baru berminat menjalankan
Sebagai contoh, Badan Narkotika Nasional program rehabilitasi.
(2009) menyebutkan bahwa kebanyakan Kondisi tersebut di atas menimbulkan
pengguna NAPZA di Indonesia adalah laki-laki sebuah pertanyaan besar yaitu bagaimana
dan berusia produktif. Namun demikian, studi memberikan pelayanan rehabilitasi yang
ini menegaskan kondisi klien yang menjalani dapat menjamin menurunkan tingkat relaps
perawatan di unit rehabilitasi NAPZA yang para pengguna NAPZA? Meskipun kejadian
ada di Indonesia, khususnya yang berbasis relaps dapat pula terjadi karena faktor eksternal
Rumah Sakit. Data ini menjadi informasi (lingkungan klien paska perawatan rehabilitasi),
yang penting terutama bagi pemberi kebijakan namun hasil penelitian ini dapat memicu semua
tenaga profesional yang terlibat dalam program
untuk merancang kegiatan dan fasilitas yang
rehabilitasi NAPZA untuk mengoptimalkan
mendukung program rehabilitasi sesuai
upaya pencegahan terjadinya kekambuhan.
karakteristik hasil-hasil studi ilmiah.
Seringkali kekambuhan terjadi karena klien

Tabel 1. Pengaruh TPK terhadap nilai perilaku depresif, perilaku agresif, perilaku antisosial, dan
fungsi kognitif
Variabel N Mean SD P value
Perilaku Depresif
Sebelum 23 60,74 6,716 0,914
Sesudah 23 60,87 4,985

Perilaku Agresif
Sebelum 23 55,57 9,885 0,001
Sesudah 23 66,00 9,487

Perilaku antisosial
Sebelum 23 68,22 10,651
Sesudah 23 76,61 9,694 0,039

Fungsi kognitif
Sebelum 23 32,26 ,362 0,003
Sesudah 23 36,17 4,386

175
Jurnal Ners Vol. 5 No. 2 Oktober 2010: 171–180

tidak mendapatkan bekal yang cukup selama Ditambah lagi dengan kondisi semua responden
masa rawat akibat intervensi yang diberikan penelitian ini yang memang sudah berada di
terputus, tidak sistematis, dan tidak berorientasi ruang rehabilitasi, sehingga kondisi emosi
pada persiapan pulang. Di bidang keperawatan relatif stabil (meskipun ada yang belum
jiwa, penanganan klien di unit rehabilitasi stabil umumnya mereka adalah klien yang
secara lebih terstruktur, efisien dan sesuai baru dipindah dari ruang akut, dan klien
dengan standar profesi menjadi tantangan seperti ini tidak diperkenankan mengikuti
setiap perawat yang bekerja di area ini, penelitian). Fountaine pun dalam tulisannya
Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan tidak mengungkapkan secara spesifik bahwa
adalah adanya kesinambungan pemberian kondisi depresi tersebut berlaku untuk semua
terapi generalis dan spesialis (seperti TPK individu pengguna NAPZA dan untuk semua
dalam penelitian ini) yang dapat menjamin situasi. Dengan kata lain, perlu disampaikan
keberlangsungan intervensi keperawatan pada di sini bahwa pemahaman tentang adanya
klien secara terstruktur dalam mempersiapkan perilaku depresif di kalangan penyalahguna
klien pulang. NAPZA perlu ditinjau ada di fase mana
Penelitian ini juga menunjukkan adanya individu tersebut berada: akut atau rehabilitatif.
perubahan yang bermakna dalam perilaku dan Di fase akut, perilaku depresif sangat mungkin
fungsi kognitif responden sebelum dan sesudah muncul dominan, namun di fase rehabititasi
pemberian intervensi TPK. Namun demikian, kondisi depresi sudah menurun (meskipun
khusus untuk perilaku depresif perubahan muncul, biasanya karena ada stressor baru
yang terjadi tidak signifikan. Menurut peneliti, yang signifikan).
hal ini kemungkinan terjadi karena kondisi Variabel penelitian dependen lainnya
depresi pada responden memang sudah tidak yaitu perilaku agresif, perilaku antisosial dan
muncul lagi secara dominan. Dengan kata lain, fungsi kognitif terlihat dari hasil penelitian ini
perilaku depresif ini memang muncul secara adanya perubahan yang signifikan. Meskipun,
jelas di fase akut, dan kurang terlihat ketika beberapa hasil ini memang sudah dapat
individu sudah berada di fase rehabilitasi. diprediksi, namun penelitian ini sekali lagi
Kondisi ini juga didukung oleh pengamatan memperkuat hasil studi tentang intervensi
peneliti terhadap responden yang menjadi perilaku yang sudah puluhan tahun silam
klien di ruang rehabilitasi RSKO yang tidak dilakukan oleh banyak peneliti (Krasnager,
lagi menunjukkan karakteristik khas individu 1979). Hasil ini juga menegaskan pernyataan
dengan depresi, seperti nafsu makan menurun, bahwa penanganan pada klien dengan masalah
sering menangis, sering merasa sedih dan kesehatan jiwa (NAPZA) yang intensif dan
merasa sendiri. profesional mampu memberikan dampak yang
Fenomena tersebut di atas kurang sejalan sangat positif terhadap klien. Terlepas adanya
dengan penelitian yang dilakukan Castelanos beberapa kekurangan dari pemberian TPK
dan Conrod (2006) serta pernyataan Fountaine pada penelitian ini, hasil yang konstruktif ini
(2009) yang mengindikasikan bahwa perilaku diharapkan menjadi pemicu bagi semua tenaga
depresif merupakan tampilan yang umum kesehatan jiwa untuk memberikan kontribusi
terjadi di kalangan individu yang menggunakan yang maksimal dalam merawat klien di unit
NAPZA. Bahkan Castelanos dan Conrod rehabilitasi.
mampu membuktikan intervensi singkat Pemberian TPK yang dilakukan secara
dengan menggunakan pendekatan perilaku bertahap dari mulai proses membina hubungan
kognitif mampu merubah kondisi depresi saling percaya, identifikasi masalah, proses
cukup signifikan (n = 423). Menurut peneliti, perubahan distorsi kognitif, proses perubahan
perbedaan tersebut terjadi dipengaruhi oleh perilaku negatif dan pembekalan pencegahan
jumlah sampel pada penelitian ini yang sedikit, kekambuhan merupakan rangkaian penting
sehingga sulit untuk menarik kesimpulan bagi setiap individu untuk menolong dirinya
yang lebih luas untuk memberikan gambaran keluar dari masalah yang sedang dialaminya:
tentang pengaruh TPK pada pengguna NAPZA. harga diri rendah dan koping tidak efektif.

176
Perubahan Perilaku dan Fungsi Kognitif dengan Terapi Perilaku Kognitif (Herni Susanti)

Sepanjang proses tersebut klien diajak oleh merata (standar deviasi besar). Jumlah yang
terapis merubah perilaku agresif (misalnya sedikit ini memang sulit dihindari oleh peneliti,
meledak-ledak, mudah marah, mudah emosi), mengingat beberapa usaha sudah dilakukan
merubah perilaku antisosial (misalnya tidak untuk mendapatkan jumlah responden yang
taat tata tertib, bersikap tidak sopan, berbuat lebih besar. Salah satu upaya yang dilakukan
keributan), dan merubah pikiran negatif adalah memperpanjang masa intenvensi, yang
(misalnya denial, proyeksi, minimisasi). awalnya intervensi dilaksanakan dalam waktu
Terakhir klien diminta komitmennya untuk tiga bulan, namun memanjang sampai lima
melakukan perubahan-perubahan yang positif bulan (karena sampai bulan ketiga jumlah
dalam rangka mencegah kekambuhan. Selama klien yang menjadi responden masih hitungan
proses ini pula, klien selalu difasilitasi untuk belasan, dan itupun di antaranya ada yang drop
mengungkapkan perasaan, serta kendala yang out karena harus pulang). Dengan demikian,
dihadapi dalam menjalani proses ini. Seringkali untuk selanjutnya apabila dilaksanakan
waktu yang dihabiskan bersama terapis sekitar penelitian sejenis, rencana waktu intervensi
45 menit-1 jam setiap sesinya terasa kurang. dan juga kontrak/komitmen klien menjadi
Uraian ini tampak jelaslah bahwa kemajuan responden merupakan hal yang sangat perlu
klien merupakan hasil dari sebuah proses diperhatikan.
panjang namun terstruktur dan berorientasi Penelitian ini memiliki beberapa
pada kebutuhan klien, dan pada akhirnya keterbatasan di antaranya Jumlah sampel
melalui pembuktian ilmiah klien menunjukkan yang sedikit, yaitu hanya 23 responden. Hal
perubahan yang positif dari proses pemberian ini disebabkan karena jumlah klien di ruang
TPK. Terapi Perilaku Kognitif sendiri adalah rehabilitasi RSKO yang memenuhi kriteria
suatu bentuk psikoterapi jangka pendek, yang inklusi pada saat periode penelitian sedikit.
menjadi dasar bagaimana seseorang berfikir Jumlah klien yang dirawat saat dilakukan
dan bertingkah laku positif dalam setiap penelitian memang mencapai 10–20 orang
interaksi (Stuart, 2009). setiap harinya, namun umumnya hanya
Hasil uji statistik terhadap hubungan sepertiganya yang dapat dijadikan responden
karakteristik dengan perubahan perilaku dan karena beberapa keterbatasan: kondisi
fungsi kognitif klien penyalahguna NAPZA klien yang belum stabil (baru masuk ruang
menunjukkan bahwa ada hubungan yang rehabilitasi), terikat jadwal kegiatan ruangan
bermakna antara lama pemakaian NAPZA yang ketat, dan menolak menjadi responden.
dengan perubahan perilaku antisosial. Hal ini Kondisi ini diperburuk dengan banyaknya
memperkuat pernyataan bahwa dampak nyata jumlah responden yang drop out (9 responden)
yang muncul akibat penggunaan NAPZA dalam karena harus pulang ditengah-tengah proses
jangka waktu lama mengakibatkan kerusakan pemberian TPK. Sebagai solusi dari masalah
seseorang dalam bertindak sesuai norma yang ini peneliti akhirnya memperpanjang waktu
berlaku (Fountaine, 2009). Perilaku antisosial penelitian, yaitu dari tiga bulan menjadi lima
yang dimaksud termaksud mengganggu bulan. Berdasarkan keterbatasan ini, hasil
ketenangan, melakukan seks bebas, dan terlibat penelitian hanya dapat digerelisir apabila
dalam perkelahian/perdebatan. dilakukan penelitian serupa dengan jumlah
Hasil analisa bivariat untuk melihat sampel yang lebih banyak.
hubungan setiap komponen karakteristik Keterbatasan waktu bagi pemberi
dengan kondisi perilaku dan fungsi kognitif terapi dan klien dalam melaksanakan TPK
sebagian besar tidak ada yang menunjukkan juga merupakan kendala. Pemberi terapis
hubungan yang bermakna (hanya ada satu adalah peneliti dan perawat yang bertugas di
nilai hubungan yang bermakna yaitu hubungan ruang rehabilitasi RSKO Jakarta. Dari empat
antara lama pemakaian NAPZA dengan perilaku orang yang layak memberikan TPK, hanya
antisosial). Menurut peneliti, hal ini terjadi 1 (satu) terapis yang memang sehari-hari
mengingat jumlah responden yang sedikit yaitu waktu kerjanya berada di RSKO. Selebihnya
hanya 23 dengan distribusi yang sangat tidak adalah mahasiswa spesialis keperawatan jiwa,

177
Jurnal Ners Vol. 5 No. 2 Oktober 2010: 171–180

mahasiswa profesi ners, dan staf pengajar. dirawat di unit rehabilitasi NAPZA, Ada
Berdasar kondisi tersebut, pelaksanaan TPK hubungan bermakna antara lama pemakaian
diberikan setelah terapis menyelesaikan NAPZA dengan perubahan perilaku dan
kegiatan utama mereka, dan memulai sesi fungsi kognitif klien yang sedang dirawat di
mereka di sore hari (sekitar jam 16.00 WIB). unit rehabilitasi NAPZA. Tidak ada hubungan
Seringkali, pemberian TPK yang dimulai sore karakteristik (umur, jenis kelamin, status
hari tidak dapat optimal karena setelah jam pernikahan, jenis pekerjaan, dan tingkat
18.00 WIB klien telah memiliki kegiatan wajib pendidikan) dengan kondisi perilaku dan fungsi
yang terjadwal. Sebagai solusi, terapis harus kognitif pada klien yang sedang dirawat di unit
datang memberikan TPK hampir setiap hari rehabilitasi NAPZA
kepada klien yang berbeda (terutama pada
saat kondisi klien yang banyak/menumpuk). Saran
Walaupun kondisi ini tidak berlangsung Pihak pendidikan tinggi keperawatan
terus-menerus selama lima bulan intervensi, hendaknya menggunakan evidence based
mengingat ada beberapa waktu, pemberian dalam mengembangkan teknik asuhan
terapi tidak berjalan lancar karena tidak adanya keperawatan jiwa dalam penerapan Terapi
klien yang layak menjadi responden (waktu Perilaku Kognitif bagi klien penyalahguna
jeda tanpa pemberian TPK). NAPZA, dan hendaknya mengembangkan
Kekurangan lain adalah penelitian ini modul TPK bagi klien penyalahguna NAPZA,
ditujukan untuk klien-klien pengguna semua Departemen kesehatan RI menetapkan suatu
zat (bukan salah satu zat yang khas). Memang kebijakan untuk implementasi TPK pada klien
diawal, peneliti bermaksud memfokuskan penyalahguna NAPZA, Organisasi profesi
responden penelitian ini pada penyalahguna menetapkan TPK sebagai salah satu kompetensi
NAPZA jenis heroin (putau) mengingat gejala, dari perawat spesialis keperawatan jiwa, Pihak
dan respons klien dapat sangat bervariasi sesuai rumah sakit menetapkan TPK sebagai salah
jenis zat yang digunakan. Namun demikian, satu program dalam meningkatkan kualitas
sejalan dengan proses, peneliti memutuskan asuhan keperawatan jiwa, khususnya untuk
untuk tidak hanya berfokus pada peyalahguna klien penyalahguna NAPZA yang dirawat
heroin saja. Alasan utamanya adalah demi di unit rehabilitasi dan pihak rumah sakit
menjaring responden yang lebih banyak. memberikan kesempatan kepada perawat
Kedepannya, penelitian yang berfokus pada kesehatan jiwa untuk mengembangkan diri
responden dengan satu jenis zat tertentu tetap melalui pendidikan formal keperawatan sampai
menjadi agenda yang penting. jenjang spesialis, Perawat spesialis keperawatan
jiwa hendaknya menjadikan TPK sebagai salah
SIMPULAN DAN SARAN satu terapi keperawatan dalam mengatasi
masalah harga diri rendah dan koping individu
Simpulan
tidak efektif. Perlunya dilakukan replikasi
TPK merubah secara bermakna perilaku pada rumah sakit lain yang memiliki program
agresif (meningkatkan perilaku nonagresif) rehabilitasi NAPZA di seluruh Indonesia
pada klien yang sedang dirawat di unit sehingga diketahui keefektifan penggunaan
rehabilitasi NAPZA, TPK merubah secara TPK dalam menangani klien penyalahguna
bermakna perilaku antisosial (meningkatkan NAPZA dan kesempurnaan modul, perlu
perilaku non-antisosial) pada klien yang dilakukan penyempurnaan pelaksanaan TPK
sedang dirawat di unit rehabilitasi NAPZA, untuk menjadikan TPK sebagai salah satu
TPK meningkatkan secara bermakna fungsi model pelayanan keperawatan. Hasil penelitian
kognitif pada klien yang sedang dirawat di berguna sebagai data dasar bagi penelitian
unit rehabilitasi NAPZA, TPK tidak merubah selanjutnya dalam mengubah perilaku dan
perilaku depresif pada klien yang sedang fungsi kognitif maladaptif klien penyalahguna
NAPZA.

178
Perubahan Perilaku dan Fungsi Kognitif dengan Terapi Perilaku Kognitif (Herni Susanti)

KEPUSTAKAAN Krasnagen. N.A., 1979. Research Monograph


25 series. Behavioural Analysis &
Barrowclough, 2002. Randomized Controlled
Treatment of Substance Abuse. National
Trial of Motivational Interviewing,
Institute on Drug Abuse US Departement
Cognitive Behavior Therapy, and Family
of Health Education and welfare.
Intervention for Patients with Comorbid
Kadden, R.M., 2002. Cognitive-Behavior
Schizophrenia and Substance Use
Therapy for Substance Dependence:
Disorders. American Jurnal Psychiatry,
Coping Skill Training, (online), (http://
158, 1706–1713.
w w w. b h r m . o rg / g u i d e l i n e s / C B T-
Bergen, H.A., Martin, G., Richardson, Allison,
Kadden.pdf, diakses tanggal Februari
AS., dan Roeger, S., 2004. Sexual abuse,
2010, jam 14.00).
anti sosial behaviour and subtance use:
Ouimette, P.C., Finney, J.W., dan Moos,
gender diffrences in Young community
R.H., 1997. Twelve-step and cognitive-
adolecents. Australian and New Zealand
behavioral treatment for substance
Journal of Psychiatry, 38: 34–41.
abuse: A comparison of treatment
Badan Narkotika Nasional, 2009.
effectiveness. Journal of Consulting and
Penyalahgunaan dan Ketergantungan
Clinical Psychology, 65, 230–240.
NAPZA. (online) (http://www.bnn.
Radloff, L.S., 1977. The CES-D scale: A self-
go.id), diakses tanggal 30 Mei 2010 dari
report Depression Scale for research
pukul 17.00 WIB)
in the general population, (online),
Castelanos, N. dan Conrod, P., 2006. Brief
(http://www. apm.sagepub.com., diakses
interventions targeting personality risk
tanggal 25 Oktober 2010, jam 17.00).
factors for adolesecent substance misuse
Saragih, N., 2009. Karakteristik Penyalahguna
reduce depression,panic and risk-taking
Narkotik, Psikotropika, dan Zat
behaviours. Journal of Alcohol & Drug
Adiktif (NAPZA) di Sibolangit Center
Education, 15, 645–658.
Rehabilitation for Drug Addict
Chamberlain, J.M., 2009. Disentangling
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004–
Aggressiveness and Assertiveness within
2007. Skripsi tidak dipublikasikan,
the MMPI-2 PSY-5 Aggressiveness
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Scale. Tesis, Michigan: Kent State
Sartika, D.,2010. Pengaruh Relapse
University
Preventation Training terhadap
Dulin, P.L., Hill, R.D., dan Ellingson, K., 2006.
Kekambuhan dan Kepatuhan Klien
Relationships among religious factors,
Ketergantungan Heroin yang Menjalani
sosial support and alcohol abuse in a
Program Terapi Rumatan Metadon di
western U.S. college student sample.
DKI Jakarta. Tesis tidak dipublikasikan,
Journal of Alcohol & Drug Education,
Depok: Universitas Indonesia.
50 (1), 5–14.
Sasmita, H., 2007. Efektivitas Cognitive
Fauziah, 2009. Pengaruh Terapi Perilaku
Behaviour Therapy pada Klien dengan
Kognitif (TPK) pada Pasien Skizoprenia
Harga Diri Rendah di Rumah Sakit
dengan Perilaku Kekerasan di Rumah
Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis tidak
Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis
dipublikasikan, Depok: Universitas
tidak dipublikasikan, Depok: Universitas
Indonesia.
Indonesia.
Shives, 2005. Basic concepts of psychiatric –
Fontaine, K.L., 2009. Mental Health Nursing.
mental health nursing (4 th ed).
(sixth edition). New Jersey: Pearson
Philadelphia: Lippincott.
Prentice-Hall.
Stuart, G.W., 2009. Principles and Practice
Halaby, S.G., 2009. Psychometric Validation of
of psychiatric nursing. (8th edition). St
the Cognitive Appraisal of Risky events
Louis: Mosby.
antisocial/prosocial (CARE-A/P) scale,
Susanti, H. & Yulia, I.Y., 2009. Pengaruh
(online), (http://proquest.umi.com.,
Terapi Perilaku Kognitif terhadap
diakses tanggal 25 Oktober 2010, jam
Persepsi, Sikap, dan Perilaku Pasien
15.00).

179
Jurnal Ners Vol. 5 No. 2 Oktober 2010: 171–180

Skizofrenia Terkait Pengobatan di and mortality among older people.


RS Marzoeki Mahdi. Laporan Riset Journal of the American Geriatrics
Hibah A2, tidak dipublikasikan, Depok: Society, 49(4), 415–420.
Universitas Indonesia. Townsend, M.C., 2009. Psychiatric Mental
Thomas, V.S., dan Rockwood, K.J., 2001. Health Nursing. (6th ed). Philadelphia:
Alcohol abuse, cognitive impairment, F.A. Davis Company.

180

You might also like