You are on page 1of 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker merupakan kumpulan penyakit yang berasal dari sel tubuh yang mengalami
pembelahan sel yang tidak teratur, dapat menghindari proses kematian sel, dapat menginvasi
jaringan, dan kemampuan untuk metastasis. Penamaan kanker berasal dari asal jaringannya:
kanker yang berasal dari jaringan epitel dinamakan karsinoma, berasal dari jaringan mesenkim
dinamakan sarkoma, dan yang berasal dari jaringan hematopietik dinamakan leukemia,
limfoma, dan mieloma multipel. Kanker berasal dari perubahan genetik yang menyebabkan
proliferasi sel yang tidak terkontrol. Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit
kanker adalah genetik, karsinogen, dan perilaku/gaya hidup (cth: merokok, pola makan yang
tidak sehat, konsumsi alkohol, dan kurang aktivitas fisik).1
Kanker payudara terjadi akibat proliferasi tidak normal sel epitel yang melapisi duktus
atau lobulus payudara. Penyakit ini dapat terjadi pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan
dengan rasio perempuan dengan laki-laki sekitar 150:1.1 Kanker payudara merupakan penyakit
yang dipengaruhi oleh hormon. Karena pada perempuan yang mengalami menarche di usia
dini (di bawah 12 tahun), usia menopause lebih lambat dari nilai mediannya (di atas 52 tahun),
melahirkan bayi aterm untuk pertama kali dan hidup pada usia di atas 35 tahun, penggunaan
kontrasepsi hormonal eksogen, penggunaan terapi sulih hormon pascamenopause, pengguna
estrogen penguat kandungan selama kehamilan, tidak menyusui bayinya, memiliki risiko untuk
terserang penyakit kanker payudara.1
Menurut data Riset Kesehatan Dasar, secara nasional prevalensi penyakit kanker pada
penduduk semua umur di Indonesia di tahun 2013 sebanyak 1,4 % dari total populasi, atau
diperkirakan sekitar 347.792 orang. Penyakit kanker dapat menyerang semua umur, tetapi
berdasarkan data di tahun 2013 kelompok umur 75 tahun ke atas merupakan kelompok dengan
prevalensi tertinggi yang terserang penyakit kanker. Berdasarkan organnya, penyakit kanker
payudara menduduki posisi kedua sebagai prevalensi tertinggi, sekitar 61.682 orang, setelah
penyakit kanker serviks di Indonesia. Di dunia, kanker payudara memiliki prevalensi tertinggi
sebagai penyebab kematian pada penduduk perempuan. Sama halnya di RS Kanker Dharmais,
penyakit kanker payudara memiliki prevalensi tertinggi untuk angka kematiannya sejak tahun
2010 sampai 2013 dan nilai tersebut terus bertambah setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan
gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan dengan jelas oleh

Universitas Tarumanagara 1
penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam keadaan lanjut. Hal inilah yang
menyebabkan tingginya angka kematian kanker tersebut.2
Dalam upaya menurunkan prevalensi kematian akibat penyakit kanker, khususnya
kanker payudara, diperlukan peningkatan upaya pelayanan kesehatan, khususnya di RS karena
prevalensi pasien yang terdiagnosis dan yang meninggal meningkat tiap tahunnya, terlebih
menyangkut golongan umur produktif. Informasi tentang faktor-faktor ketahanan hidup
memberikan manfaat yang besar. Bukan hanya untuk peningkatan penanganan penderita
kanker payudara, tapi juga untuk memberikan informasi yang cukup kepada masyarakat
tentang kanker payudara dan perkembangan serta prognosis penyakit tersebut di masa
mendatang.

Universitas Tarumanagara 2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Payudara


Payudara merupakan suatu kelompok kelenjar-kelanjar besar yang berasal dari epidermis, yang
terbungkus dalam fascia yang berasal dari dermis, dan fascia superficial dari permukaan
ventral dada. Puting susu sendiri merupakan suatu proliferasi lokal dari stratum spinosum
epidermis.
Pada minggu ke 5 atau ke 6 perkembangan janin, tampak dengan jelas dua garis ventral
yang berasal dari ektoderm yang menebal. Garis ini merupakan mammary ridges atau milk
lines yang nantinya sepanjang garis ini dapat berkembang sepasang payudara, pada
kebanyakan mamalia, perjalanannya dari dasar dari forelimb (cikal bakal axilla) sampai ke
regio hind limb (area inguinal). Pada embrio manusia garis ini nantinya akan menghilang
seiring waktu, tetapi yang berada di regio pectoral tidak karena akan berkembang menjadi
payudara sesungguhnya.3

Gambar 2.1 Mammry ridges atau milk lines


2.2 Anatomi Payudara
2.2.1 Payudara
Payudara terdiri atas kelenjar dan jaringan penyokong fibrosa yang berada diantara matriks
lemak, pembuluh darah, pembuluh limfatik, dan saraf. Laki-laki dan perempuan pada dasarnya
memiliki payudara, tetapi payudara secara normal hanya berkembang pada wanita. Pada
payudara terdapat kelenjar mammae yang letaknya di jaringan subkutan berada di atas otot

Universitas Tarumanagara 3
pectoralis mayor dan pectoralis minor. Payudara memiliki bagian yang menonjol, pada bagian
tersebut terdapat puting yang dikelilingi kulit berpigmen secara sirkuler, areola. Kelenjar
mammae pada laki-laki nantinya akan mengalami rudimeter dan tidak berfungsi, hanya tersisa
beberapa duktus yang kecil.4
Batas payudara yang normal terletak antara iga ke 2 di superior dan iga ke 6 di inferior
(pada usia tua atau mammae yang besar bisa mencapai iga ke 7), serta antara taut sternokostal
di medial dan linea aksilaris anterior di lateral.5
Dua sepertiga dari dasar payudara dibentuk oleh fascia pectoralis yang menutupi otot
pectoralis mayor, sisanya fascia menutupi otot serratus anterior. Antara payudara dan fascial
pectoralis terdapat bidang jaringan subkutan yang longgar atau ruang kosong, retromammary
bursa. Pada ruang tersebut terdapat sedikit lemak yang membuat payudara bergerak. Terdapat
ekor payudara yang merupakan jaringan kelenjar yang menonjol kea rah aksila, dinamakan
penonjolan Spence atau ekor payudara. Penonjolan spence ini dapat dipengaruhi oleh aktivitas
hormon perempuan (siklus mentruasi) karena dapat membesar dan menjadi benjolan saat
menstruasi.4
Kelenjar payudara menempel ke dermis dari kulit yang melapisinya dan
penempelannya dibantu oleh ligamentum suspensorium atau ligamentum Cooper. Jaringan
pengikat yang terdiri atas serat fibrosa berkembang di bagian superior dari payudara.4

Gambar 2.2 Anatomi payudara potongan sagital


Pada usia 8 sampai 15 tahun, payudara membesar dikarenakan meningkatnya deposisi
lemak. Terjadi juga pelebaran areola dan puting payudara. Ukuran, bentuk payudara
dipengaruhi oleh genetik, etnik, dan faktor gizi seseorang. Pada payudara normal, terdapat 15
sampai 20 lobus payudara, berasal dari duktus lactiferus yang merupakan parenkim dari
kelenjar payudara. Aliran dari tiap lobul diatur oleh duktus lactiferus dan dekat daerah areola

Universitas Tarumanagara 4
duktus mengalami dilatasi membentuk sinus lactiferus. Sinus lactiferus nantinya akan menjadi
tempat penyimpanan air susu ibu yang muncul pada masa menyusui.4
Terdapat banyak kelenjar sebasea di areola dan membesar saat kehamilan, nantinya
kelenjar tersebut akan mensekresi substansi yang berminyak untuk memproteksi dan lubrikasi
areola dan puting. Puting adalah penonjolan yang bentuknya silindris dan letaknya di tengah
areola. Puting tidak memiliki lemak, rambut, ataupun kelenjar keringet. Pada ujung dari puting
terdapat fisura yang berasal dari duktus laktiferus. Penyusun terbanyak puting adalah serat otot
polos yang mengelilingi duktus lactiferus dan dapat mengeluarkan susu saat bayi
menghisapnya.4
2.2.2 Vaskularisasi Payudara
Arteri yang memperdarahi payudara berasal dari arteri perforantes anterior dari arteri mamaria
interna, arteri torakalis lateralis yang bercabang dari arteri aksilaris, dan beberapa arteri
interkostalis posterior. Aliran pembuluh darah balik payudara menuju ke vena aksilaris.5
Drainase limfanodus dari aksila tidak dibatasi dengan jelas. Ada enam limfanodus
aksila yang dikenali oleh ahli bedah, yaitu (1) The axillary vein group (lateral), yang memiliki
406 limfanodus yang terbentang secara medial atau posterior dari vena dan menerima drainase
paling banyak dari ekstreias atas tubuh. (2) External mammary group (grup anterior/ pektoral),
yang mengandung 5-6 limfanodus yang tebentang sepanjang batas bawah M.pectoralis minor,
bersebelahan dengan pembuluh darah torasika lateral, serta menerima drainase dari bagian
lateral payudara. (3) The scapular group (posterior atau subskapular), yang mengandung 5-7
limfanodus yang terbentang sepanjang dinding axilla posterior di batas lateral skapula, dan
bersebelahan dengan pembuluh darah subskapularis, serta menerima drainase dari bagian
posterior bawah leher, bahu posterior, dan tubuh posterior. (4) The central group, yang
mengandung 3-4 set limfanodus yang tersematkan pada lemak di aksila, terbentang di posterior
M.pektoralis minor, dan menerima drainase dari vena aksilaris, mammary external, dan
scapular groups . (5) The subclavicular group (apikal), yang mengandung 6-12 set limfanodus,
yang terbentang di posterior dan superior batas atas dari M.pectoralis minor dan mendapat
drainase dari seluruh pectoral group. (6) The interpectoral group (Rotter’s lymph nodes), yang
mengandung 1-4 limfanodus yang terletak diantara M.pectoralis mayor dan M.pectoralis minor,
serta mendapat drainase langsung dari payudara.3
Level limfanodus berdasarkan hubungan anatomik dengan M.pectoralis minor. Limfanodus
yang terletak di lateral atau di bawah batas bawah M. pektoralis minor adalah limfanodus level
1, yang termasuk the axillary vein, external mammary, dan scapular groups. Limfanodus yang
berlokasi di superfisial atau dalam M.pektoralis minor adalah limfonodus level II, yang

Universitas Tarumanagara 5
termasuk central dan interpectoral group. Limfanodus yang berlokasi di medial atau atas dari
batas atas M.pektoralis minor adalah limfonodus level III, yang termasuk subclavicular groups.
3

2.2.3 Persarafan Payudara


Sisi superior payudara dipersarafi oleh nervus supraklavikular yang berasal dari cabang ke 3
dan ke 4 pleksus servikalis. Sisi medial payudara dipersarafi oleh cabang kutaneus anterior dari
nervus interkostalis 2 sampai 7. Puting payudara dipersarafi oleh cabang kutaneus lateral dari
nervus interkostalis 4, sedangkan areola dan mammae sisi lateral dipersarafi cabang kutaneus
lateral dari nervus interkostalis lainnya.5
Kulit daerah payudara dipersarafi oleh cabang pleksus serviklais dan nervus
interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri dipersarafi oleh saraf simpatis. Saraf yang
berperan untuk sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas yaitu nervus
interkostobrakualis dan nervus kutaneus brakius medialis. 5

2.3 Fisiologi Payudara


Pengembangan payudara dan fungsinya diinisiasi oleh berbagai stimuli dari hormon, termasuk
estrogen, progesteron, prolaktin, oksitosin, hormon tiroid, kortisol, dan hormon pertumbuhan.
Estrogen menginisiasi pengembangan duktus, dimana progesteron berperan dalam mengubah
pitel dan perkembangan lobulus. Prolaktin merupakan hormon stimulus utama untuk
laktogenesis pada akhir kehamilan dan masa postpartum. Prolaktin meregulasi reseptor hormon
dan menstimulasi perkembangan epitel. Gonadotropins luteinizing hormone (LH) dan Folicle-
stimulating hormon (FSH) meregulasi pelepasan estrogen dan progesteron dari ovarium.
Pelepasan LH dan FSH dari sel basofil pada aterior pituitary diregulasi oleh sekresi dari
Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) dari hipotalamus. Feedback positif dan negatif
berefek pada sirkulasi estrogen dan progesteron, meregulasi sekresi LH, FSH, dan GnRH.
Hormon-hormon ini bertanggung jawab dalam perkembangan, fungsi, dan pemeliharaan
jaringan payudara.3

2.4 Definisi Kanker Payudara


Kanker Payudara adalah penyakit dimana sel-sel di payudara tumbuh tak terkendali, yang dapat
berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya. Ada berbagai jenis kanker payudara. Jenis
kanker payudara tergantung pada sel-sel di payudara yang berubah menjadi sel kanker.6,7

Universitas Tarumanagara 6
Kanker payudara bisa dimulai di berbagai bagian payudara. Payudara terdiri dari 3
bagian utama, yaitu: lobulus, saluran dan jaringan ikat. Lobulus adalah kelenjar yang
menghasilkan susu. Saluran adalah tabung yang membawa susu ke putting susu. Jaringan ikat
yang terdiri dari jaringan berserat dan lemak, mengelilingi dan menyatukan seluruh bagian.
Sebagian besar kanker payudara dimulai di saluran atau lobulus.7
Kanker payudara bisa menyebar ke luar payudara melalui pembuluh darah dan
pembuluh getah bening. Saat kanker payudara menyebar ke bagian tubuh yang lain, dikatakan
telah bermetastasis.7

2.5 Epidemiologi Kanker Payudara


Kanker payudara (Ca Mammae) adalah keganasan tersering pada wanita semua kelompok usia,
meskipun dapat juga terjadi pada laki-laki. Perbandingan antara kejadian laki-laki : perempuan
adalah 1:1000. Berdasarkan penelitian retrospektif yang pernah dilakukan, hampir 1,7 juta
kasus kanker payudara di seluruh dunia pada tahun 2012, dengan rerata 43 kasus per 100.000
wanita.8,9 Berdasarkan WHO, pada tahun 2011 lebih dari 508.000 wanita meninggal dunia
akibat kanker payudara di seluruh dunia. Persentasi kasus kanker payudara bervariasi di
seluruh dunia, mulai dari 19,3 per 100.000 wanita di Afrika timur sampai 89,7 per 100.000
wanita di Eropa Barat.10 Di Asia Pasifik pada tahun 2012, kasus kanker payudara mencapai
404.000 kasus, dengan rerata 30 kasus per 100.000, dimana kasus terbanyak terjadi di China
(46%), Jepang (14%) dan Indonesia (12%).9 Di Indonesia sendiri lebih dari 80% kasus
ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan sulit dilakukan.6

2.6 Faktor Risiko dan Etiologi Kanker Payudara


Peningkatan estrogen berhubungan erat dengan resiko terjadinya kanker payudara, dimana
pengurangan paparan estrogen dapat menjadi perlindungan. Faktor-faktor yang meningkatkan
banyaknya siklus menstruasi, seperti menarche dini, nuliparitas, dan menopause yang telat,
dapat berhubungan dalam meningkat resiko kanker payudara. Olahraga ringan-sedang dan
periode laktasi yang panjang dapat menurunkan resiko tersebut. Perubahan akhir dari epitel
payudara berhubungan dengan kehamilan aterm juga bersifat protektif, jadi makin tua usia saat
pertama kali melahirkan berhubungan dengan peningkatan resiko kanker payudara.6
Selain itu obesitas juga berhubungan dalam peningkatan resiko kanker payudara.
Akibat bahan utama estrogen pada wanita postmenopause adalah konversi dari

Universitas Tarumanagara 7
androstenedione menjadi estrone oleh jaringan adiposa, sehingga obesitas berhubungan dengan
peningkatan pajanan estrogen jangka panjang.6
Faktor resiko nonhormonal termasuk paparan radiasi ketika periode perkembangan
payudara secara aktif. Alkohol juga meningkatkan resiko, konsumsi alkohol dapat
meningkatkan level serum estradiol. Makan makanan tinggi lemak juga mengambil bagian
dalam meningkatkan resiko kanker payudara dengan meningkatkan level serum estrogen.6
Genetik berpengaruh dalam kanker payudara sekitar 5-8% kasus. Gen BRCA1 dan
BRCA2 membawa resiko sebesar 80% untuk terkena kanker payudara. BRCA1 berlokasi di
kromosom 17, mutasi pada pasangan dasarnya dapat menjadi predisposisi dari kanker payudara
dan kanker ovarium. BRCA2 terletak di lengan kromosom 13q. Keluarga yang membawa
abnormalitas BRCA1 atau BRCA2 biasanya memiliki riwayat setidaknya empat penyakit
terkait, kanker payudara di usia muda (di bawah 40 tahun), kanker payudara bilateral, kanker
ovarium pada individu yang sama (BRCA1), atau kanker payudara pada laki-laki (BRCA2).
Defek genetik ketiga utama yang berhubungan dengan kanker payudara adalah Li-Fraumeni
Syndrome (disebabkan oleh mutasi gen P53 pada kromosom 17), dimana wanita dalam
golongan ini mengalami kanker payudara pada usia muda.6,11

2.7 Histopatologi Kanker Payudara


Kanker payudara bisa invasif maupun in situ. Mayoritas 85% kanker payudara adalah DCIS
(Ductal Carcinoma In Situ). DCIS dapat ditahapkan dari 1 sampai 3. Tahapan ini didasari oleh
formasi tubulus, indeks mitotik, dan diferensiasi/pleomorphism nuklear, dan berhubungan
dengan hasil akhir tumor. LCIS (Lobular Carcinoma In Situ) terjadi sekitar 10% dari seluruh
kanker payudara, dikarakteristikkan dengan sel bulat kecil yang menginfiltrasi lobulus dan
sering terlewati pada sitologinya, dimana gambaran selnya sulit untuk dibedakan dari sel epitel
normal. Secara klinis, LCIS lebih multifokal didalam payudara dan bisa juga bilateral. Tanda
ini berarti lebih sering ditangani dengan masektomi.6,11
Persentasi kecil dari kanker payudara tipe lainnya, seperti medularis (infiltrasi limfosit),
koloid atau musin, dan tubular. Tipe ini biasanya berdiferensiasi baik dan mempunyai
prognosis yang lebih baik.6,11
Karsinoma in situ. Sel kanker baik in situ atau invasif tergantung apakah sel kanker
menembus ke membran basalis atau tidak. Kanker payudara in situ dideskripsikan sebagai
tidak adanya invasi sel ke stroma sekitar dan terbatas di antara duktus alami dan batas alveolar.
Sebelum penggunaan mammografi tersebar luas, diagnosis kanker payudara ditentukan oleh
pemeriksaan fisik. Pada saat itu kanker in situ terjadi sebanyak <6% dari keseluruhan kanker

Universitas Tarumanagara 8
payudara, dan LCIS lebih sering didiagnosis dari pada DCIS dengan rasio >2:1. Bagaimanapun,
ketika skrining mammografi lebih popular, insiden kanker in situ 14 kali lipat meningkat (45%),
dan DCIS lebih sering terdiagnosis dari pada LCIS dengan rasio >2:1.6,11
LCIS DCIS
Age 44-47 54-58
Insiden 2-5% 5%-10%
Tanda klinis Tidak ada Massa, nyeri, discharge
Mammografi Tidak ada Mikrokalsifikasi
Premenopause 2/3 1/3
Multicentricity 60-90% 40-80%
Bilateral 50-70% 10-20%
Metastasis ke aksila 1% 1-2%

Tabel 2.1 Karakteristik LCIS dan DCIS

Multicentricity menyatakan bahwa kejadian pada kanker payudara kedua terjadi diluar kuadran
kanker payudara primer (atau setidaknya berjarak 4 cm), dimana multifocality mengarah pada
kejadian kanker payudara kedua terjadi di dalam kuadran yang sama pada kanker payudara
primer (berjarak <4cm).6,11
DCIS memiliki penanganan yang mirip dengan kanker payudara invasive dan biasanya terdiri
dari eksisi lebar dengan jarak 1 cm pada jaringan payudara normal yang mengelilingi jaringan
yang abnormal. Pada pasien dengan high-grade DCIS, radioterapi digunakan untuk
mengurangi resiko rekurensi lokal. Ketika area dari DCIS lebih dari 4 cm, masektomi biasanya
dilakukan. LCIS dikarakteristikkan dengan lobules yang terpenuhi dengan sel malignan tetapi
resiko invasi kurang dari pada DCIS.6,11

2.8 Diagnosis Kanker Payudara


Pada 30% kasus, pasien akan menemukan benjolan di payudaranya, dan yang lainnya
menunjukkan tanda dan gejala kanker termasuk :
1. Pembesaran payudara atau terlihat asimetris
2. Puting mengalami perubahan, retraksi, atau ada bloody discharge
3. Ulkus atau eritema kulit di payudara
4. Massa di aksila
5. Nyeri muskuloskeletal

Universitas Tarumanagara 9
Bagaimanapun hingga 50% wanita yang mengalami keluhan pada payudaranya, tidak
memiliki tanda-tanda fisik pada patologi payudara. Nyeri pada payudara biasanya berhubungan
dengan penyakit jinak.

2.9 Pemeriksaan Fisik


Inspeksi
Inspeksi payudara, dengan tangan pasien diangkat lurus ke atas, dengan tangan di pinggul
(dengan atau tanpa kontraksi M. pektoralis). Nilai bentuk payudara, simetris atau tidak, edema,
peau d’ orange, retraksi puting atau kulit, atau eritema.11
Palpasi
Dalam posisi supinasi payudara dipalpasi di seluruh kuadran dari sternum ke lateral ke M.
latissimus dorsi dan dari klavikula inferior ke lapisan rektus bagian atas. Palpasi secara hati-
hati pada supraklavikula dan parasternal juga. Nilai lokasi, bentuk, konsistensi, ukuran,
mobilitas, fiksasi, dan karakteristik lainnya dari massa atau limfadenopati di payudara.11

Gambar 2.3 Inspeksi dan palpasi Payudara


Kemudian dilakukan pencatatan hasil pemeriksaan fisik berupa:6
- Status generalis (Karnofsky Perfomance Score)
- Status Lokalis:
o Payudara kanan atau kiri atau bilateral

Universitas Tarumanagara 10
o Massa tumor
 lokasi, ukuran, konsistensi, bentuk dan batas tumor, terfiksasi atau tidak
ke kulit, M.pektoralis atau dinding dada, perubahan kulit (kemerahan,
dimpling, edema/nodul satelit, peau d’ orange, ulserasi), perubahan
putting susu (tertarik, erosi, krusta, discharge)
o Status kelenjar getah bening
 KGB aksila, infraklavikula, supraklavikula (jumlah, ukuran, dan
konsistensi)
o Pemeriksaan pada daerah metastasis
 Lokasi: tulang, hati, paru, otak
 Bentuk

2.10 Pemeriksaan Penunjang3,11


Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
sesuai dengan perkiraan metastasis, tumor marker (apabila tinggi perlu diulang untuk follow
up).
Pemeriksaan pencitraan bisa menggunakan mammografi, duktografi, ultrasonografi,
MRI. Mammografi digunakan sebagai alat skrining untuk mendeteksi kanker payudara yang
tidak terduga pada pasien asimptomatik. Terdapat dua pandangan, craniocaudal view (CC),
dan mediolateral oblique view (MLO). MLO view memperlihatkan gambaran terbaik volume
jaringan payudara, termasuk kuadran atas bagian luar dan the axillary tail of spence. Sedangkan,
CC view menyediakan visualisasi yang lebih baik oada bagian medial payudara. Mammografi
lebih akurat dari pada pemeriksaan fisik untuk mendeteksi kanker payudara stadium awal, dan
tingkat true-positive nya sebesar 90%. Guideline dari National Comprehensive Cancer
Network menganjurkan bahra wanita ≥20 tahun denga resiko normal harus melakukan
pemeriksaan payudara setidaknya tiap 3 tahun. Dimulai pada usia 40 tahun, pemeriksaan
payudara perlu dilakukan tiap tahun.

Universitas Tarumanagara 11
Gambar 2.4 Mammografi A-B (CC view), C-D (MLO view)

Gambar 2.5 Mammografi


Duktografi. Indikasi primer penggunaan duktografi adalah nipple discharge, terutama jika
mengandung darah. Media kontras radioopak disuntikkan ke 1 atau lebih duktus, dan kemudian
dilakukan mammografi. Kanker akan terlihat sebagai massa ireguler atau sebagai defek
pemenuhan kontras ke beberapa intralumen.

Universitas Tarumanagara 12
Gambar 2.6 Duktografi
Ultrasonografi, merupakan metode untuk menilai massa kistik, menunjukkan
gambaran echogenik pada abnormalitas spesifik yang berbentuk padat. Massa payudara jinak
biasanya menunjukkan kontur yang lembut, bulat atau oval, hipoekoik di bagian dalam, dan
berbatas jelas anterior dan posteriornya. Kanker payudara memiliki ciri khas yaitu dindingnya
ireguler, tapi bisa memiliki batas yang halus. Ultrasonografi juga bisa digunakan sebagai
panduan fine-needle aspiration biopsy, core needle biopsy, dan lokasi jarum pada lesi payudara.
Ultrasonografi tidak bisa mendeteksi lesi berdiameter ≤ 1 cm. USG juga bisa digunakan untuk
memberi gambaran pada limfanodus regional pada pasien kanker payudara. Sensitivitas
pemeriksaan pada nodus di axilla sebesar 35-82% dan spesifitasnya sebesar 73-97%.

Universitas Tarumanagara 13
Gambar 2.7 Ultrasonografi

MRI. Selain untuk menilai kelainan yang ditunjukkan oleh mammografi, MRI juga
dapat mendeteksi lesi tambahan pada payudara. MRI biasanya digunakan pada kasus-kasus
tertentu seperti wanita yang memiliki riwayat kanker payudara di keluarga, atau yang
membawa mutasi gen yang membutuhkan skrining pada usia awal, karena evaluasi mamografi
terbatas pada wanita muda yang densitas payudaranya meningkat. MRI juga dapat
memperlihatkan tumor tambahan di payudara baik multifokal ataupun multisentrik.

Universitas Tarumanagara 14
Gambar 2.8 MRI

Biopsi kelenjar sentinel ( Sentinel lymph node biopsy ) adalah mengangkat kelenjar
getah bening aksila sentinel sewaktu operasi. ( Kelenjar getah bening sentinel adalah kelenjar
getah bening yang pertama kali menerima aliran limfatik dari tumor, menandakan mulainya
terjadi penyebaran dari tumor primer).
Biopsi kelenjar getah bening sentinel dilakukan menggunakan blue dye, radiocolloid,
maupun kombinasi keduanya. Bahan radioaktif dan atau blue dye disuntikkan disekitar tumor;
Bahan tersebut mengalir mengikuti aliran getah bening menuju ke kelenjar getah bening
( senitinel ). Ahli bedah akan mengangkat kelenjar getah bening tersebut dan memintah ahli
patologi untuk melakukan pemeriksaan histopatologi. Bila tidak ditemukan sel kanker pada
kelenjar getah bening tersebut maka tidak perlu dilakukan diseksi kelenjar aksila.Teknologi
ideal adalah menggunakan teknik kombinasi blue dye dan radiocolloid.
Perbandingan rerata identifikasi kelenjar sentinel antara blue dye dan teknik kombinasi
adalah 83% vs 92%. Namun biopsi kelenjar sentinel dapat dimodifikasi menggunakan teknik
blue dye saja dengan isosulfan blue ataupun methylene blue. Methylene blue sebagai teknik
tunggal dapat mengindentifikasi 90% kelenjar sentinel. Studi awal yang dilakukan RS
Dharmais memperoleh identifikasi sebesar 95%. Jika pada akhir studi ini diperoleh angka
identifikasi sekitar 90% maka methylene blue sebagai teknik tunggal untuk identifikasi
kelenjar sentinel dapat menjadi alternatif untuk rumah sakit di Indonesia yang tidak memiliki
fasilitas radiocoloid. ( level 3 )
Pemeriksaan Patologi Anatomi. Pemeriksaan patologi pada kanker payudara meliputi
pemeriksaan sitologi, morfologi (histopatologi), pemeriksaan immunohistokimia, in situ
hibridisasi dan gene array (hanya dilakukan pada penelitian dan kasus khusus).
Cara Pengambilan Jaringan:
 Biopsi Jarum Halus, Biopsi Apus dan Analisa Cairan

Universitas Tarumanagara 15
Biopsi jarum halus, biopsi apus dan analisa cairan akan menghasilkan penilaian sitologi.
Biopsi jarum halus atau yang lebih dikenal dengan FNAB dapat dikerjakan secara rawat
jalan ( ambulatory). Pemeriksaan sitologi merupakan bagian dari triple diagnostic
untuk tumor payudara yang teraba atau pada tumor yang tidak teraba dengan bantuan
penuntun pencitraan. Yang bisa diperoleh dari pemeriksaan sitologi adalah bantuan
penentuan jinak/ganas; dan mungkin dapat juga sebagai bahan pemeriksaan ER dan
PgR, tetapi tidak untuk pemeriksaan HER2Neu.
 Tru-cut Biopsi atau Core Biopsy
Tru-cut biopsi dan core biopsyakan menghasilkan penilaian histopatologi. Tru-cut
biopsi atau core biopsy dikerjakan dengan memakai alat khusus dan jarum khusus no
G12-16. Secara prinsip spesimen dari core biopsysama sahihnya dengan pemeriksaan
biopsi insisi.
 Biopsi Terbuka dan Spesimen Operasi
Biopsi terbuka dan spesimen operasi akan menghasilkan penilaian histopatologi. Biopsi
terbuka dengan menggunakan irisan pisau bedah dan mengambil sebagian atau seluruh
tumor, baik dengan bius lokal atau bius umum.
Pemeriksaan histopatologi merupakan baku emas untuk penentuan jinak/ ganas suatu jaringan;
dan bisa dilanjutkan untuk pemeriksaan imunohistokimia.
Pemeriksaan Immunohistokimia. Pemeriksaan Imunohistokimia (IHK) adalah
metode pemeriksaan menggunakan antibodi sebagai probe untuk mendeteksi antigen dalam
potongan jaringan ataupun bentuk preparasi sel lainnya. IHK merupakan standar dalam
menentukan subtipe kanker payudara.Pemeriksaan IHK pada karsinoma payudara berperan
dalam membantu menentukan prediksi respons terapi sistemik dan prognosis.
Pemeriksaan imunohistokimia yang standar dikerjakan untuk kanker payudara adalah:
1. Reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen (ER) dan reseptor progesteron (PR)
2. HER2
3. Ki-67
Pemeriksaan ER dan PR dilakukan pada material dari blok parafin (spesimen core biopsy dan
eksisi), dan dapat juga dari hapusan sitologi atau cell block. Pemeriksaan harus dilakukan pada
spesimen yang difiksasi dengan Neutral Buffer Formalin (NBF) 10%.Hasil dinyatakan positif
apabila > 1% inti sel terwarnai (baik dengan intensitas lemah, sedang, ataupun kuat).
Pemeriksaan status HER2 (c-erbB-2, HER2/neu) saat ini telah direkomendasikan untuk
karsinoma payudara invasif (DCIS tidak dievaluasi untuk HER2). Pemeriksaan HER2 harus

Universitas Tarumanagara 16
dilakukan pada blok paraffin dari jaringan yang difiksasi dengan NBF 10% dan tidak dapat
dilakukan dari hapusan sitologi. Hasil dinyatakan HER2 positif pada HER2 +3,
sedangkanHER2 +2 memerlukan pemeriksaan lanjutan berupa hibridisasi in situ.

2.11 Staging3
Stadium kanker payudara diklasifikasikan berdasarkan TNM (T: ukuran tumor, N: limfanodus,
M: metastasis). Kanker paling sering bermetastasis ke hati, tulang, otak paru, dan ke bagian
payudara lainnya. Pada kasus-kasus berat maka USG hati dan CT scan tulang perlu dilakukan.

Universitas Tarumanagara 17
Gambar 2.9 Stadium TNM kanker Payudara

Universitas Tarumanagara 18
Gambar 2.10 Grup stadium TNM

Universitas Tarumanagara 19
2.12 Tatalaksana3,8
Pembedahan tetap menjadi landasan manajemen kanker payudara. Operasi radikal untuk
kanker payudara, termasuk mastektomi dengan eksisi otot pectoral (radikal
Mastektomi, Halsted), sedang populer di awal tahun abad terakhir. Selama paruh kedua abad
ke-20 operasi yang paling sering dilakukan adalah modified radikal masektomi (Patey), dimana
otot dihindarkan dan semua kelenjar getah bening aksila diangkat.
Selama 25 tahun terakhir, eksisi lebar pada tumor (lumpektomi, segmentektomi)
memberi hasil jangka panjang yang baik sebagai mastektomi. Operasi konservatif payudara
yang diikuti dengan radioterapi kini menjadi bedah yang diterima untuk kanker payudara dini.
Beberapa indikasi untuk mastektomi adalah
 Tumor besar / ukuran payudara kecil;
 Tumor multifokal;
 Perubahan premalignant luas;
 Tumor pada kehamilan (terutama trimester pertama);
 Kambuhnya kanker payudara mengikuti konservasi payudara sebelumnya
Pada stadium I, II, dan III awal (stadium operabel), sifat pengobatan adalah kuratif.
Semakin dini semakin tinggi kurasinya. Pengobatan pada stadium I, II, dan IIIa adalah operasi
yang primer, terapi lainnya hanya bersifat adjuvan. Untuk stadium I, II pengobatan adalah
radikal mastektomi atau modified radikal mastektomi, dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika
adjuvan. Berdasarkan protokol di RSCM/FKUI, diberikan terapi radiasi pasca operasi radikal
mastektomi atau modified radikal mastekomi , tergantung dari kondisu kelenjar getah bening
aksila. Jika kelenjar getah bening aksilla mengandung metastase maka diberikan terapi radiasi
adjuvan dan sitostatika adjuvan. Jika kelenjar getah bening aksila tidak mengandung metastase,
maka terapi radiasi dan sitostatika adjuvan tidak diberikan.
Stadium IIIa, adalah stadium simple mastektomi dengan radiasi dengan sitostatika
adjuvan.
Stadium IIIb dan IV, sifat pengobatannya adalah paliasi, yaitu terutama untuk
mengurangi penderitaan penderita dan memperbaiki kualitas hidup.
Untuk stadium IIIb atau yang dinamakan locally advanced pengobatan utama adalah
radiasi dan dapat diikuti oleh modalitas lainnya yaitu terapi hormonal dan sitostatika
(kemoterapi)

Universitas Tarumanagara 20
Stadium IV pengobatan yang primer adalah yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan
kemoterapi. Radiasi terkadang diperlukan untuk paliasi pada daerah-daerah metastasis atau
pada tumor yang berdarah, difuse, dan berbau yang mengganggu sekitarnya.
Metode pengobatan kanker payudara stadium dini yaitu breast conserving treatment,
cara ini yaitu dengan mengangkat tumor dan diseksi aksilla yang iikuti radiasi kuratif.
Terapi hormonal. Kanker payudara 30-40% nya adalah hormon dependen. Pada
kanker payudara dengan estrogen reseptor dan progesteron reseptor yang positif respon terapi
hormonal bisa mencapai 77%. Terapi hormonal dibedakan tiga golongan penderita menurut
status menstruasi, yaitu premenopause, 1-5 tahun menopause, dan post menopause. Untuk
premenopause terapi hormonal berupa terapi ablasi yaitu bilateral oopharektomi. Untuk post
menopause terapi hormonalnya berupa pemberian obat anti estrogen. Untuk 1-5 tahun
menopause, jenis terapi hormonal tergsntung dari aktivitas efek estrogen. Jika efek estrogen
postitif, dilakukan ablasi dan jika efek estrogen negatif dilakukan pemberian obat anti estrogen.
Kemoterapi. Terapi ini bersifat sistemik, bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan
pada kanker payudara yang sudah lanjut, bersifat paliatif; tetapi dapat pula diberikan pada
kanker payudara yang sudah dilakukan operasimastektomi, bersifat terapi adjuvan. Biasanya
diberikan terapi kombinasi CMF (C: cyclophosphamide; M: methotrexate; F: 5-fluorouracil).

Universitas Tarumanagara 21
DAFTAR PUSTAKA

1. Kasper D, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson J, Loscalzo J. Harrison's Principles


of Internal Medicine. 19th ed. McGraw Hill Education; 2012.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Penyakit Kanker. 2015. Available
from: http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
kanker.pdf
3. Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, Pollock RE.
Schwartz’s Principles of Surgery. 10th ed. McGraw-Hill Education; 2015
4. Moore K. L., Dalley A. F., Agur A. M. R., Moore Clinically Oriented Anatomy. 7th ed.
Philadelphia: Lippincoot Williams & Wilkins;2014
5. Sjamsuhidajat, De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 4. Jakarta: EGC;2016
6. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara.
(cited 2017 July 24) Available from:
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKPayudara.pdf
7. CDC. Breast Cancer. USA. (updated 2016 April 4; cited 2017 July 24). Available from:
https://www.cdc.gov/cancer/breast/basic_info/what-is-breast-cancer.htm
8. Cunningham FG, Levenp KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Williams
Obstetry, 23th ed.
9. Youlden DR, Cramb SM, Yip CH, Baade PD. Incidence and mortality of female breast
cancer in the Asia-Pacific region. 2014; 11(2):101-115.
10. WHO.
11. Cuschieri A, Grace PA, Darzi A, Borley N, Rowley DI. Clinical Surgery. 2 nd ed.
Blackwell Science Ltd; 2003. Hal 434-440

Universitas Tarumanagara 22

You might also like