You are on page 1of 14
ih, wal if o> wt # { ; i? A i j ‘iy { : W) saan ity i ol Mansael NO. 35 TAHUN XIII APRIL 2003 ISSN: 0854-5499 © _PELAKSANAAN ASAS MOST FAVOURED NATION (MFN) DAN NATIONAL TREATMENT (NT) DI BIDANG INDUSTRI OTOMOTIF NASIONAL DIKAITKAN DENGAN PENYELESAIAN, SENGKETA DALAM KERANGKA GATT/WTO. + PEMANFAATAN PERIKANAN Di ZEE MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA, © PRINSIP POLITIK BEBAS AKTIF DALAM PERJANJIAN KERJASAMA EKONOMI (ASEAN) * MAKINNA DAN IMPLIKASI KEDUDUKAN POLISI SEBAGAT ALAT NEGARA DI DALAM KERANGKA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM MASYARAKAT (Lam and Order) © PENEGAKANHUKUM TERHADAP PELANGGARAN PENANGKAPAN IKAN DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM = \IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Suatu Penelitian Di-Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Barat) © PENERAPAN KETENTUANIZIN, GING AN ADA PERUSAHAAN INDUSTRI DI KABUPATEN y ACEH BESAR + PEMBERIAN RAK MILIK ATAS'TANAH KEPADA PEGAWAI NEGARI DI BANDA ACEH (Suatu Penetitian di Kota Banda Aceh) * MALPRAKTEK mébik DANI ERTANGGNGARWABAN DOKTER DALAM HUKUM PERDATA + MASALAH POLIGAMI SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR I TAHUN 1974 DI KKABUPATEN ACEH UTARA + ANALISIS SENGKETA WARGA LAWAN ADMINISTRASI NEGARA DALAM HUKUM ACARA PERDATA (Pesbenaraa Tolok Uker Subyektif) + PERANAN ASURANSI SYARIAT DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN UMAT (Seate Penclitian Pade PT Asuransi Takafel Cabang Bande Aceh) © STUDI TENTANG PENINGKATAN HAK GUNA BANGUNAN (HGB) MENJADI HAK MILIK ATAS TANAH RUMAH SANGAT SEDERHANA (RSS) UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM - BANDA ACEH KANUN JURNAL ILMU HUKUM Nomor 35 Tahun Xi April 2003 Nordin MH, S.HL, MHum. 1 Mujibussalim, $.11, MHum. 2 4 M.Gaussyah, S.H., MHL. 60 Basti, SEL MH B Ridwan Ahmad, SH, dick. 88 Bakei, SH., M.Hum. dik 96 Sulaiman Ibrahim, S.H.,S.U. 109 DrT.H.Malamur Mohd. Zein SKM.dkk. 130 Jamaluddin, SH, M.Hum, 48 Syarifuddin, SL, M.Hum, 166 ‘Yusri, SL, MHL, did. 184 Efendi, S.HL, M.Si, dike 201 PELAKSANAAN ASAS MOST FAVOURED NATION (MEN) DAN NATIONAL TREATMENT (NT) DI BIDANG INDUSTRI OTOMOTIF NASIONAL DIKAITKAN DENGAN PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KERANGKA GATT/WIO- PEMANFAATAN PERIKANAN DI ZEE_MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA PRINSIP POLITIK BEBAS AKTIF DALAM PERJANJIAN ‘KERJASAMA EKONOMI (ASEAN) MAKNA DAN IMPLIKASI KEDUDUKAN POLISI SEBAGAI ALAT. NEGARA DI DALAM KERANGKA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM MASYARAKAT (Law and Order) PENEGAKAN HUKUM TERHADAP —PELANGGARAN PENANGKAPAN IKAN DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Suatu Penelitian di- Kota Banda Aceh dan Kabupaten Acch Barat) PENERAPAN KETENTUAN IZIN_GANGGUAN PADA PERUSAHAAN INDUSTRI DI KABUPATEN ACEH BESAR PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH KEPADA PEGAWAI NEGARI DI BANDA ACEH (Suatu Penelitian di Kota Banda Aceh) MALPRAKTEK MEDIK DAN PERTANGGUNGJAWABAN DOKTER DALAM HUKUM PERDATA MASALAH POLIGAMI SETELAH BERLAKUNYA UNDANG- UNDANG NOMOR I TAHUN 1974 DI KABUPATEN ACEH UTARA. ANALISIS SENGKFTA WARGA LAWAN ADMINISTRASI NEGARA DALAM HUKUM ACARA PERDATA (Pembenaran Tolok Ukur Subyektif) PERANAN ASURANSI SYARIAT DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN UMAT (Suatu Penelitian pada PT Asurinsi ‘Takaful Cabang Bands Acch) STUDI TENTANG PENINGKATAN HAK GUNA BANGUNAN (HGB) MENJADI HAK MILIK ATAS TANAH RUMAH SANGAT 'SEDERHANA (RSS) KANUN No. 35 Edisi April 2003. Basri, Penegakan Hukum tetiadan Pelanggaran Penangkapan Ikan ai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN PENANGKAPAN IKAN DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (The Law Envorcement on Fishing Catch Violation in Aceh Darussalam Province) Oleh : Basri*) ABSTRACT Kata Kunci: Penegakan hukum, penangkapan ikan The effort of fishing catch that inconsistent with applicable law has caused Social tension among local fishermen. This article aims at explaining on actions thet can be taken in the framework of law enforcement on fishing catch violation in internal waters of Aceh, and obstacles in conducting such action. The data were obtained from field and library research that analysed qualitatively. The result of study shaws that; criminal legal action on violator of fishing catch much more Priority compared to controlling efforts as administration legal instrument. Besides, there were some obstacles in law enforcement effert and it has great influence, namely; law itself, law officer and facilities that support law enforcement in internal waters of Aceh. A, PENDAHULUAN Bz Indonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, ‘wilayah lautan menjadi sangat penting mengingat fungsinya yang begitu besar. Fungsi lautan tidak hanya sebagai penghubung antara pulan yang satu dengan lainnya, tetapi juga mengandung sumber kekayaan alam yang sangat besar di dalamnya yang dapat dipergunakan sebagai sumber penghidupan bagi rakyat, Salah satu dari sumber kekayaan alam laut tersebut adalah sumber daya ikan yang terdapat di laut teritorial Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. *) Basri, SH, MHum. adaleh Staf Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. ee" KANUN No. 35 Edisi April 2003 B Basti, Penegakan Hukum terhatap Pelanggaran Penangkapan Ikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Potensi kelautan Indonesia sangat besar mengingat 70% wilayalnya merupakan laut yang meliputi kurang lebih 17.508 pulau besar dan kecil (Lufsiana, 1997: 119). Berdasarkan perhitungan batas 12 mil laut, maka perairan lautnya ada sekitar 5,1 juta kilometer persergi panjang pantai diperkirakan 81.000 kilometer (Prawiroatmodjo, 1997: 5). Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di ujung barat kepulauan Indonesia memiliki wilayah laut yang cukup luas, yaitu memiliki garis pantai 1660 km, schingga lebih dari 75% batas wilayahnya merupakan laut. Luas laut teritorial ‘mencapai 32,071 km (Mukhlis, 2002: 59). Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pemanfaatan sumber daya perikanan di perairan wilayah Indonesia, telah diberlakukan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan, Dalam rangka keberlakuan undang-undang ini, ada dua instrumen hukum yang dapat dipergunakan, yaitu instrumen hukum administrasi dan instrumen hukum pidana. Istrumen hukum administrasi terlihat dari upaya pengawasan dan pengendalian oleh pemerintah terhadap kegiatan penangkapan ikan. Instrumen hukum pidana nampak dari pemberian sanksi pidana terhadap pelanggaran penangkapan ikan. Penegakan hukum merupakan suatu upaya untuk mengefektifkan instrumen hukum tersebut terhadap berbagai pelanggaran yang terjadi. Berbagai pelanggaran penangkapan ikan sering terjadi di wilayah perairan iaut Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hal itu terutama dilakukan oleh kapal penangkep juga telah membawa ‘keresahan bagi nelayan lokal. Di samping itu, dikhawatirkan bahwa kegiatan penangkapan seperti itu dapat menusak kelestarian sumber daya ikan, Larangan penggunaan jaring trawl ditentukan dalam Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan jaring Trawl. Tujuan dari penghapusan jaring trawl itu ‘ntara lain untuk kelestarian sumberdaya perikanan, peningkatan produksi nelayan tradisional serta menghindari terjadinya ketegangan-ketegangan sosial dalam masyarakat nelayan, Untuk mencapai tujuan penetapan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, maka peraturan tersebut perlu ditegakkan guna terwujudnya kepatuhan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat nelayan. Oleh karena itu penegakan hukum diperlukan untuk menfungsikan kaedah-kaedah yang dimuat dalam suatu peraturan perundang-undangan sesuai dengan tujuan penetapannya, a KANUN No. 35 Edisi April 2003 Basri, Penagakan Hukum terhadap Pelanggaran Penangkapan tken di Provinsi |Nenggroe Aceh Darussalam “a Penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, telah menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial di kalangan masyarakat nelayan, terutama bagi nelayan lokal. Oleh karena itu timbul suatu permasalahan hukum yarig layak untuk dikemukakan di sini yaitu: tindakan-tindakan apa saja yang dapat dilakukan terhadap pelanggaran ketentuan penangkapan ikan di laut perairan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, serta faktor-faktor apakah yang menjadi hambatan-hambatan dalam melaksanakan tindakan-tindakan tersebut. B. TINJAUAN PUSTAKA Laut teritorial merupakan wilayah laut yang menjadi tanggung jawab sepenuhnya bagi suatu negara pantai dengan penerapan hukum yang berlaku di wilayahnya, yaitu hukum nasional negara yang bersangkutan (Joko Subagyo, 1993: 21). Tanggung jawab itu, merupakan aplikasi dari penguasaan negara atas kekayarin alam yang terkandung di laut. Penguasan negara atas sumber daya perikanan dimaksudkan untuk mengatur pengelolaan dan pemanfaatannya. Pemanfaatan ikan meliputi usaha penangkapan dan pemasarannya yang bertujuan untuk memperbesar manfaat ikan tersebut bagi ieperluan hidup dan kelangsungan hidup manusia (Hartono, 1997: 197). Oleh kamea itu, perikanan dapat pula disrtikan sebagai kegiatan atau usaha yang dilakukan secata managemen dan ilmu ekonomi terhadap sumber daya ikan (Marpaung, 1993: 72). Tanggung jawab negara tethadap pemanfaatan sumber daya perikanan tidak terbatas pada pembuatan peraturannya saja, tetapi lebih dari itu negara bertangunig, jawab untuk menegakkannya. Penegakan hukum merupakan sebagian dari yurisdik si negara yang meliputi; kewenangan membuat aturan-aturan hukum dan kewenangan untuk menegakkan aturan hukum yang berlaku (Adi Sumardiman, 1982: 82) Penegakan hukum merupakan cara untuk membuat hukum itu menjadi kenyataan. Hukum harus diterapkan terhadap peristiwa yang konkrit yang bertujusn untuk menjaga ketertiban masyarakat, memberikan manfaat serta memberikan rasa keadilan bagi setiap orang (Sudikno Mertokusumo, 1999: 145) Penegakan hukum menurut Notitie Handhaving Milicurecht, 1981, ialah pengawasan dan penerapan (atau dengan ancaman penggunaan instrumen administratif, kepidanaan atau keperdataan dicapailah penataan ketentuan hukum dem ss JUN No. 35 Edis! April 2003 15 Basri, Penogekan Hukum terhadep Pelanggaran Penangkapan ikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pereturan yang berlaku umum dan individual (Andi Hamzah, 1997: 71). Dengan demikian, penegakan hukum merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan yang berlaku, dalam hal ini peraturan atau ketentuan mengenai penangkapan ikan di laut. Dalam upaya untuk mencapai ketaatan terhadap hukum, penegakan hukum itu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: Faktor hukumnya sendiri; Faktor penegak hukum Faktor sarana atau fasilitas pendukung Faktor masyarakat Faktor kebudayaan (Soerjono Soekanto, 1986: 3). Di sisi lain, penegakan hukum juga tidak terlepas dari sistem penerapan hukum yang meliputi tiga komponen utama, yaitu komponen hukum yang akan diterapkan, institusi yang akan menerapkan dan personil institusi tersebut Institusi yang dimaksukdn disini meliputi lembaga-lembaga administrasi dan lembaga-lembaga yudisial (Lili Rasyidi, 1993: 114). Berbagai faktor dan komponen hukum yang telah dikemukakan di atas, dalam kenyataannya saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Peranan berbagai Komponen tersebut sangat menentukan dalam upaya penegakan hukum, schingga tujuan hukum benar-benar tercapai dalam kenyataannya. Pembentukan hukum harus memperhatikan persyaratan-persyaratan formil dan materiil, sehingga aturan hukum yang dihasilkan tidak menimbulkan kesulitan dan penegakannya. Di samping itu peranan aparat sangat diperlukan karena hukum hanya dapat berfungsi apabila ada manusia yang menerapkannya. Hal ini tentu harus didukung pula oleh tersedianya sarana dan fasilitas yang memadai untuk memberikan kemudahan pelaksanaan tugas bagi aparat penegak hukum tersebut. C. METODE PENELITIAN yee Ne Penelitian ini merupakan model penelitian hukum normatif yang diperkuat dengan data empiris, Dikatakan demikian, karena penelitian ini didasarkan pada penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakean dimaksudkan untuk memperoleh bahan hukum utama (primer), sedangkan data lapangan dimaksudkan sebagai penunjang bahan hukum utama. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian yang bersifat deskriptis analitis, 16 KANUN No. 35 Edisi April 2003 Basti, Penegakan Hukum terhadap Pelanggaran Penangkapan Ikan di Provinsi Nanggroe Aoch Darussalam Bahan hukum primer dikumpulkan dengan menggunakan sistem kartu catatan yang disusun berdasarkan pokok permasalahan dalam penelitian. Dengan cara ini memudahkan pemecahan permasalahan yang ditemukan. Bahan hukum tersebut dipadukan dengan data lapangan yang diperoleh melalui wawancara yang tidak berstruktur dengan informan dan responden, dengan metode pengambilan sampel ‘secara purposive. Analisis terhadap bahan hukum dilakukan melalui interpretasi sistematis, untuk memberikan makna bagi bahan hukum tersebut. Keseluruhan bahan hukum dan data lapangan itu dianalisis secara kwalitatif yang didasarkan atas langkah-langkah berpikir secara runtum dan muntut, sehingga diperolch jawaban atas permasalahan penelitian. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Pelanggaran Dalam Penangkapan Ikan Apabila dilihat dari kegiatan penangkapan ikan di laut, ada beberapa jenis kegiatan yang dapat digolongkan sebagai pelanggaran peraturan-peraturan perikanan. Bentuk-bentuk pelanggaran tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Menggunakan bahan atau alat tangkap yang berbahaya Termasuk bahan yang membahayakan adalah; bahan peledak, bahan beracun, aliran listrik dan sebagainya. Penggunaan bahan ini akan berakibat punahnya sumber-sumber biota laut yang sangat merugikan kelangsungan hidup sumber daya alam di laut. Hampir sama dengan bahan yang membahayakan adalah penggunaan alat tangkap yang dapat merusak sumber daya ikan dan merugikan bagi kehidupan nelayan tradisional. Salah satu alat tangkap yang termasuk Kategori ini adalah penggunaan jaring trawl yang dilarang melalui Keputusan Presiden No, 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl. Janis-jenis jaring trawl yang dikenal dalam praktek, terdapat berbagai nama yaitu, pukat harimau, pukat tarik, tangkul tarik, jaring trawl ikan, pukat apollo, pukat langgar dan lain-lain, MANUN bn ae DC --—————— MANUN No. 35 Edisi April 2003 7 Basti, Penegekan Hukum tethadap Pelanggaran Penangkapan ikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam b. Melakukan penangkapan ikan tanpa izin Izin diperlukan untuk mengantisipasi segala tindakan yang apabila dilakukan melebihi batas yang telah ditentukan akan dapat membawa akibat tertentu pula. Dengan demikian, izin merupakan sarana sebagai upaya preventif terhadap akibat yang mungkin akan timbul dari suatu perbuatan. Berdasarkan peraturan pemerintah No. 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan, bahwa izin penangkapan dapat dibedakan atas dua kategori; yaitu: 1. Surat Penangkapan Ikan (SPI) yang harus dimiliki oleh perusahaan perikanan yang memakai kapal perikanan berbendera Indonesia. 2. Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) bagi perusahaan perikanan yang memakai kapal perikanan berbendera asing. Izin penangkapan ikan tersebut dikeluarkan oleh pemerintah pusat terhadap kapal perikanan yang berukuran di atas 30 grass ton (GT). Sedangkan terhadap kapal perikanan yang berukuran 30 GT ke bawah, izin perangkapan ikan dikeluarkan oleh pemerintah daerah. c. Pelanggaran ketentuan perizinan Sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perikanan, bahwa setiap orang atau badan hukum yang melakukan penangkapan ikan wajib memiliki Izin Usaha Perikanan (UP) dan Surat Penangkapan Ikan (SPI). Dalam ketentuan perizinan juga ditetapkan batasan-batasan yang wajib dipatuhi oleh pemegang izin, seperti daerah penangkapan ikan, ukuran kapal, serta jenis alat tangkap yang digunakan. ‘Ada beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemegang IUP dan SPI yaitu: 1, Melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam IUP dan SPI; 2. Memohon persetujuan tertulis dari pemberi izin dalam hal memindahtangankan TUPnya; 3. Menyampaikan laporan kegiatan usaha setiap enam bulan sekali. TUP dan SPI mempunyai batas-batas berlakunya sesuai dengan batas operasional. Hal ini ditentukan oleh menteri pada tingkat pusat dan gubernur di tingkat daerah. 78 KANUN No. 35 Edisi April 2003 Basti, Penegakan Hukum terhadap Pelanggaren Penangkapan ikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ketentuan mengenai daerah penangkapan ikan, ukuran kapal dan jenis alat tangkap yang digunakan dicantumkan sebagai persyaratan perizinan, jika pemegang izin melanggar persyaratan tersebut, maka ia telah melakukan pelanggaran terhadap izin penangkapan ikan. 2. Tindakan-tindakan Hukum Terhadap Pelanggaran Penangkapan Ikan Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam penegakan hukum, perlu diambil tindakan-tindakan yang dapat membuat pelaku patuh dan taat pada suatu kaidah hukum. Tindakan-tindakan penegakan kaidah hukum dapat dimulai dari tindakan previntif sampai dengan tindakan represif pada tahap terakhir.Tindakan preventif menitikberatkan pada pendekatan persuasif melalui sosialisasi peraturan perundang- undangan. Scbaliknya tindakan represif lebih menitikberatkan pada penjatuhan hukuman terhadap pelaku pelangearan. Salah satu instramen pecegahan terhadap pelanggaran penangkapan ikan adalah melalui perizinan penangkapan ikan. Dalam hal ini pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam telah berusaha untuk tidak memberikan izin penangkapan ikan kepadia usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang berbahaya. Tindakan itu dimaksudkan untuk mencegah terjadinya ketegangan-ketegangan sosial antara nelayan motorisasi dengan nelayan tradisional. Permasalahan yang sampai saat ini belum dapat diatasi sepenuhnya adalah seringnya terjadi aksi pencurian ikan oleh nelayan asing di perairan Acch. Aksi tersebut turut didukung oleh lemahnya upaya penegakan hukum di laut, terutama aparat yang berwenang di bidang perikanan di daerah. Menghadapi kenyataan tersebut, maka tindakan hukum yang dapat dilakukan adalah melalui tindakan represif, baik berupa pemberian sanksi administrasi maupun penerapan sanksi pidana. Salah satu bentuk sanksi administratif yang utama adalah pencabutan izin usaha. Hal ini dilakukan oleh pejabat yang berwenang membezikan izin. Dalam bidang perikanan, tentu pejabat yang mengeluarkan izin usaha perikanan. Apabila sanksi administrasi tersebut diterapkan terhadap nelayan asing yang menangkap ikan di Aceh, maka persoalan yang timbul yaitu izin penangkapan ikan yang dimiliki olch nelayan tersebut tidak dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah di ‘Aceh, Dengan demikian, Pemerintah Daerah tidak berwenang mencabut izin nelayan asing tersebut. Pencabutan izin penangkapan ikan hanya dapat dilakukan oleh pemberi izin. Se KANUN No. 35 Edis! April 2003 79 Basri, Penegakan Hukum terhadap Palanggaran Penangkepan kan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Pencabutan izin dimaksudkan supaya pelanggaran yang telah dilakukan tidak akan berkelanjutan. Dengan kata lain, pencaburtan izin dapat menghentikan pelanggaran dan mencegah terjadi pelanggaran yang sama yang dilakukan oleh orang, yang sama pula. Oleh karena sanksi administrasi belum memberikan jalan keluar yang efektif, maka tindakan lain yang dapat ditempuh adalah dengan menerapkan sanksi pidana. Dari sejumlah kasus penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan asing di perairan Aceh dikategorikan sebagai penangkapan ikan tanpa izin, karena mereka menggunakan jaring trawl. Penggunaan jaring secara tegas telah dilarang melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1980, tentang Penghapusan Jaring Trawl. Pilihan penerapan sanksi dimaksudkan agar tindakan-tindakan yang diambil dalam upaya penegakan hukum menjadi efektif, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh penerapan sanksi itu sendiri. Apabila tujuan sanksi itu untuk memberikan rasa nestapa kepada pelaku pelanggaran, maka sanksi pidana yang akan dipilih. Akan tetapi, jika perbuatannya yang ingin dihentikan, maka sanksi administrasi lebih tepat. 3. Hambatan-hambatan yang Dihadapi Dalam Upaya Penegakan Hukum Dari hasil penelitian menunjukkan adanya beberapa hambatan yang dihadapi dalam upaya penegakan hukum dibidang penangkapan ikan di laut teritorial Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Berikut ini akan dikemukakan beberapa hambatan yang itemukan di lapangan yang dihadapi oleh penegak Hukum. 1, Hambatan dari peraturan perundang-undangannya Hambatan-hambatan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: a, Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang perikanan hanya menyerahkan sebagian urusan perikanan kepada pemerintah daerah, Oleh karena itu, terdapat dualisme dalam pemberian izin di bidang perikanan yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini dapat menyulitkan dalam pengawasan terhadap izin yang diberikan 80 KANUN No. 35 Edisi April 2063 Basti, Ponegakan Hukum terhadap Petanggaran Penangkepan tkan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam b. Tidak adanya keseimbangan antara penerapan sanksi administratif dan sanksi pidana, Dalam menindak pelaku pelanggaran sanksi administratif selalu dikesampingkan dan lebih mengutamakan sanksi pidana. Pengertian jaring trawl yang terdapat dalam Keppres Nomor 39 Tahun 1980, tentang penghapusan jaring trawl, tidak begitu jelas. Apalagi kalau dihubungkan dengan ketentuan perizinan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 dan Kepmen Pertanian Nomor 815/LPTS/IK,120/11/90 yang menentukan penggunakan alat tangkap dan jalur penangkapan ikan dicantumkan dalam perizinan, kapal yang melakukan penangkapan ikan memiliki [UP dan SPI, tapi ‘mengeunakan alat tangkap sejenis jaring trawl. Tidak singkronnya antara peraturan pemerintah dengan peraturan daerah yang ‘mengatur izin usaha perikanan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1990 ditentukan yang, wajib memiliki IUP adalah perusahaan perikanan. Dalam Peraturan Pemerintah ini dibedakan antara perusahaan sebagai badan hukum dengan nelayan kecil yang menangkap ikan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Ketentuan ini berbeda dengan yang dimaksudkan dalam Peraturan Daerah No. 2 ‘Tahun 1989 tentang izin usaha perikanan, yang tidak membedakan secara tegas antara perusahaan perikanan dengan usaha perikanan. ._Hambatan dari penegak hukum Jika diteliti peraturan perundang-undangan dibidang perikanan, maka penegak hukum yang dimaksudkan meliputi pejabat administrasi dan aparatus penegak hukum di laut. a. Pejabat administrasi Pejabat administrasi yaitu pejabat yang berwenang memberikan izin di bidang perikanan. Penegakan hukum yang dilakukan dalam bentuk pengawasan terhadap izin yang telah dikeluarkan, dan berhak mencabut izin jika terjadi pelanggaras. Lemahnya pengawasan menyebabkan sering terjadinya pelanggaran terhadap izh yang diberikan. 81 Basti, Penegekan Hukum terhadap Pelanggaran Penangkapan Ikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam b. Aparatur penegak hukum di laut Dalam penegakan hukum di laut melibatkan beberapa pihak yaitu, TNI-AL, POLRI dan PPNS, Untuk itu telah ditetapkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menhamkam/Pangab, Menteri Keuangan, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan dan Jaksa Agung RI No. Kep/B/4S/XIV/1972, S.K. 901/M/1972, Kep. TISIMKMM/2/1972. Berdasarkan SKB tersebut dibentuk Badan Koordinasi Keamanan Laut (BAKORKAMLA) tingkat pusat yang bertanggung jawab atas terselenggaranya upaya penegakan hukum di laut, Di tingkat daerah dibentuk Satuan Tugas Pengamanan di Laut (SATGASKAMLA). Kendala yang dihadapi adalah dalam hal koordinasi antara satuan tugas tersebut dengan instansi laut di bidang perikanan. Apalagi Gubernur diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan atas kegiatan usaha perikanan di daerah administratifnya. 3. Hambatan berupa fasilitas penegakan hukum Untuk keberhasilan upaya penegakan hukum perlu ditunjang oleh fasilitas atan sarana yang memadai, guna memperlancar tugas-tugas aparat di lapangan. Termasuk dalam pengertian fasilitas tersebut meliputi kemampuan patroli di laut dan biaya operasionalnya. Kemampuan patroli sangat diperlukan dalam pengamanan wilayah laut, terutama untuk menangkap kapal-kapal asing yang menjarah ikan di laut wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Fasilitas penegakan hukum tersebut tidak hanya dilihat dari segi kwalitasnya, tetapi juga harus diperhatikan tentang kwalitasnya. Kecepatan kapal patroli harus lebih tinggi dari pada kecepatan kapal yang melakukan pencurian ikan. E, PENUTUP Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum dalam bidang penangkapan ikan dapat dilakukan tethadap pelanggaran-pelanggaran izin dibidang perikanan, baik izin usaha perikanan maupun izin penangkapan ikan. 82 KANUN No. 35 Edisi April 2003 Basri, Penegakan Hukum terhadap Pelanggaran Penangkapan |kan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Terhadap pelanggaran penangkapan ikan tersebut dapat diterapkan tindakan- tindakan berupa sanksi administratif dan sanksi pidana. Dari sejumlah pelanggaran penangkapan ikan, penerapan sanksi pidana lebih dominan dibandingkan dengan sanksi administratif. Dalam hal ini fungsi pengawasan terhadap izin penangkapan ikan hampir tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dalam melakukan upaya penegakan hukum masih saja ditemukan kendala- kendala, jelas, schingga sulit diterapkan. Di samping itu, juga aparat pencgakan hukum di laut yang masih lemah, serta masih minimnya fasilitas yang mendukung tugas-tugas penegakan hukum di laut. DAFTAR PUSTAKA Adi Sumardiman, et, al (1982), Wawasan Nusantara, Surya Indah, Jakarta. Andi Hamzah (1997), Penegakan Hukum Lingkungan, Edisi Revisi, Sapta Artha Jaya, Jakarta. Bendasurono Prawiroadmodjo (1997), Pendidikan Lingkungan Kelautan, Rineka Cipta, Jakarta. Dimyati Hartono (1997), Hukum Laut Internasional, Pengamanan Pemagaran Yuridis Kawasan Nusantara, Bina Cipta, Bandung. Joko Subagyo, P (1993), Hukum Laut Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta. Leden Marpaung (1993), Tindak Pidana Wilayah Perairan Laut Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Lili Rasyidi (1993), Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung. Lufsiana (1997), Potensi Laut Sebagai Harapan dan Masa Depan Bangsa, Jurnal Penelitian tlmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas lampung, N. 17. KANUN No. 35 Edisi April 2003 83 Basri, Penegakan Hukum lerhadap Pelanggaran Penangkapan Ikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Mukhlis (2002), Peran Pangkalan TNI Angkatan Laut (LANAL) Sabang dalam Perlindungan Hukum Sumber Daya Perikanan di Zona Ekonomi (Eksklusif Indonesia, Kamus, Jumal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Unsyiah, No. 31. Soerjono Sockanto (1986), Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press, Jakarta. Sudikno Mertokusumo (1999), Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta. se8ee 84 KANUN No. 35 Edisi April 2003

You might also like