You are on page 1of 25

REFERAT

KATARAK SENILIS

 Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik 


 Bagian Ilmu Penyakit Mata di BPRSUD Kota Salatiga

Diajukan kepada:
dr. H. Djoko Luzono, Sp. M.

Disusun oleh:
Wahyu Suryasaputra
NIM : 20050310140

KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
BPRSUD SALATIGA
2010
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan....................................................
Pengesahan...........................................................................................
....................................... i

Kata Pengantar......................................................
Pengantar....................................................................................................
.............................................. ii

Daftar Isi.................................................................... .......................................... iii

Daftar Tabel dan Gambar .....................................................


...................................................................................
.............................. v

Bab I Pendahuluan
Pendahuluan ........................................ .................................................... 1

Bab II Tinjauan
Tinjauan Pustaka ......................................... ............................................ 2

A. Definisi .................................................................................................... 2

B. Anatomi Lernsa ....................................... ................................................ 2

1. Kapsul ................................................................................................. 3

2. Serat Zonula ........................................................................................ 3

3. Epitel Lensa ........................................ ................................................ 3

4. Nukleus dan Korteks ............................................ .............................. 3

C. Fisiologi
Fisiologi Lensa ...................................... .................................................. 4

1. Keseimbangan
Keseimbangan Elektrolit
Elektrolit dan
dan Air Dalam
Dalam Lensa
Lensa ................................. 4

2. Akomodasi
Akomodasi Lensa .................................................. ............................. 5

D. Etiologi dan Patofisiologi


Patofisiologi ................................................ ....................... 6

E. Klasifikasi
Klasifikasi Katarak Senilis ................................................. .................... 8

1. Katarak Insipien ......................................... ........................................ 8

2. Katarak Intumesen
Intumesen ........................................ ..................................... 8
2. Katarak Imatur ............................................. ...................................... 9

3. Katarak Matur ................................................. ................................... 9

4. Katarak Hipermatur .............................................. .............................. 10

F. Manifestasi Klinis ................................................... ................................ 10

G. Diagnosis ........................................... ..................................................... 11

H. Penatalaksanaan .............................................. ........................................ 11

1. Pembedahan Katarak ............................................ .............................. 12

2. Komplikasi Pembedahan Katarak ....................................................... 14

I. Komplikasi .................................................. ............................................ 15

J. Prognosis ...................................... ........................................................... 16

K. Pencegahan ............................................ .................................................. 16

BAB III Kesimpulan ......................................................................................... 17

Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel Halaman

Tabel 1. Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi. 5

Tabel 2. Perbedaan stadium katarak senil 8

Gambar Halaman

Gambar 1. Pembedahan katarak (Harvard Health Publications, 2007). 13


BAB I

PENDAHULUAN

Katarak berasal dari bahasa Yunani ( Katarrhakies), Inggris (Cataract ), dan

Latin (Cataracta) yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular

dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak ialah

setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan

lensa) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya (Ilyas, 2005).

Katarak kerap disebut-sebut sebagai penyebab kebutaan nomor satu di

Indonesia. Bahkan, mengacu pada data World Health Organization (WHO),

sebagaimana dipublikasikan dalam situs www.who.int, katarak menyumbang sekitar

48% kasus kebutaan di dunia (Widyaningtyas, 2009).

Menurut WHO di negara berkembang 1-3% penduduk mengalami kebutaaan

dan 50% penyebabnya adalah katarak. Sedangakan untuk negara maju sekitar 1,2%

penyebab kebutaan adalah katarak. Menurut survei Depkes RI tahun 1982 pada 8

Propinsi, prevalensi kebutaan bilateral adalah 1,2% dari seluruh penduduk, sedangkan

prevalensi kebutaan unilateral adalah 2,1% dari seluruh penduduk (Ilham, 2009).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Katarak termasuk golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah tetapi dapat

disembuhkan. Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada

lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena

faktor usia, namun juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi

tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya.

Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,

yaitu usia diatas 50 tahun (Ilyas, 2005).

B. Anatomi Lensa

Anatomi lensa menurut AAO (1997-1998):

Lensa berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa menyumbang kekuatan

refraksi sebanyak 15-20 dioptri dalam penglihatan. Kutub anterior dan posterior lensa

dihubungkan oleh garis khayal yang disebut axis, sedangkan equator merupakan garis

khayal yang mengelilingi lensa. Lensa merupakan struktur yang tidak memiliki

pembuluh darah dan tidak memiliki pembuluh limfe. Di dalam mata, lensa trfiksir

pada serat zonula yang berasal dari badan silier. Serat zonula tersebut menempel dan
menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa. Kapsul ini

merupakan membran dasar yang melindungi nukleus, korteks dan epitel lensa.

1. Kapsul

Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan transparan

tersusun dari kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul ini

mengandung isi lensa serta mempertahankan bentuk lensa pada saat akomodasi.

Bagian paling tebal kapsul berada di bagian anterior dan posterior zona pre-

equator dan bagian paling tipis berada di bagian tengah kutub posterior.

2. Serat Zonula

Lensa terfiksir oleh serat zonula yang berasal dari lamina basal pars plana

dan pars plikata badan silier. Serat-serat zonula ini menyatu dengan lensa pada

bagian anterior dan psterior kapsul lensa.

3. Epitel Lensa

Tepat di belakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel.

Sel-sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan sel-sel lainnya,

seperti sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel tersebut juga dapat

membentuk ATP untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel yang baru

terbentuk akan menuju equator lalu berdiferensiasi menjadi serat lensa.

4. Nukleus dan Korteks

Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan akan

menekan serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa. Serat-serat


paling tua yang terbentuk merupakan lensa fetus yang diproduksi pada fase

embrionik dan masih menetap hingga sekarang. Serat-serat yang baru akan

membentuk korteks dari lensa.

C. Fisiologi Lensa

Fisiologi lensa menurut AAO (1997-1998):

Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk 

mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humor sebagai

penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi

anterior lensa saja yang terkena aqueous humor. Oleh karena itu, sel-sel yang berada

di tengah lensa membangun jalur komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan

membangun low-resistance gap junction antar sel.

1. Keseimbangan Elektrolit dan Air Dalam Lensa

Lensa normal mengandung 65% air, dan jumlah ini tidak banyak berubah

seiring bertambahnya usia. Sekitar 5% dari air di dalam lensa berada di ruangan

ekstrasel. Konsentrasi sodium di dalam lensa adalah sekitar 20µM dan potasium

sekitar 120µM. Konsentrasi sodium di luar lensa lebih tinggi yaitu sekitar 150µM

dan potasium sekitar 5µM.

Keseimbangan elektrolit antara lingkungan dalam dan luar lensa sangat

+
tergantung dari permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa sodium, Na ,
+ + +
K -ATPase. Inhibisi Na , K -ATPase dapat mengakibatkan hilangnya

keseimbangan elektrolit dan meningkatnya air di dalam lensa.

Keseimbangan kalsium juga sangant penting bagi lensa. Konsentrasi

kalsium di dalam sel yang normal adalah 30µM, sedangkan di luar lensa adalah

sekitar 2µM. Perbedaan konsentrasi kalsium ini diatur sepenuhnya oleh pompa

2+
kalsium Ca -ATPase. Hilangnya keseimbangan kalsium ini dapat menyebabkan

depresi metabolisme glukosa, pembentukan protein high-molecular-weight  dan

aktivasi protease destruktif.

Transpor membran dan permeabilitas sangat penting untuk kebutuhan

nutrisi lensa. Asam amino aktif masuk ke dalam lensa melalui pompa sodium yang

berada di sel epitel. Glukosa memasuki lensa secara difusi terfasilitasi, tidak 

langsung seperti sistem transport aktif.

2. Akomodasi Lensa

Mekanisme yang dilakukan mata untuk merubah fokus dari benda jauh ke

benda dekat disebut akomodasi. Akomodasi terjadi akibat perubahan lensa oleh

aksi badan silier terhadap serat-serat zonula. Setelah umur 30 tahun, kekakuan

yang terjadi di nukleus lensa secara klinis mengurangi daya akomodasi.

Saat otot silier berkontraksi, serat zonular relaksasi mengakibatkan lensa

menjadi lebih cembung. Ketika otot silier berkontraksi, ketebalan axial lensa

meningkat, kekuatan dioptri meningkat, dan terjadi akomodasi. Saat otot silier

relaksasi, serat zonular menegang, lensa lebih pipih dan kekuatan dioptri menurun.
Tabel 1. Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi.

Akomodasi Tanpa Akomodasi


Otot silier Kontraksi Relaksasi
Ketegangan serat zonular Menurun Meningkat
Bentuk lensa Lebih cembung Lebih pipih
Tebal axial lensa Meningkat Menurun
Dioptri lensa Meningkat Menurun

Terjadinya akomodasi dipersarafi oleh saraf simpatik cabang nervus III

(okulomotorius). Obat-obat parasimpatomimetik (pilokarpin) memicu akomodasi,

sedangkan obat-obat parasimpatolitik (atropine) memblok akomodasi. Obat-obatan

yang menyebabkan relaksasi otot silier disebut cycloplegik .

D. Etiologi dan Patofisiologi

Penyebab terjadinya katarak senilis hingga saat ini belum diketahui secara

pasti. Terdapat beberapa teori konsep penuaan menurut Ilyas (2005) sebagai berikut:

- Teori putaran biologik (“ A biologic clock”).

- Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali → mati.

- Imunologis; dengan bertambah usia akan bertambah cacat imunologik yang

mengakibatkan kerusakan sel.

- Teori mutasi spontan.

- Terori ” A free radical”

· Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat.

· Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi.


· Free radical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vitamin E.

- Teori “A Cross-link”.

Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul

protein sehingga mengganggu fungsi.

Perubahan lensa pada usia lanjut menurut Ilyas (2005):

1. Kapsul

- Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak)

- Mulai presbiopia

- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur

- Terlihat bahan granular

2. Epitel → makin tipis

- Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat

- Bengakak dan fakuolisasi mitokondria yang nyata

3. Serat lensa:

- Lebih iregular

- Pada korteks jelas kerusakan serat sel

- Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein

nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warna

coklet protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding

normal.
- Korteks tidak berwarna karena:

· Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.

· Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.

Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut biasanya

mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.

E. Klasifikasi Katarak Senil

Katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat stadium yaitu insipien,

intumesen, imatur, matur dan hipermatur (Ilyas, 2005).

Tabel 2. Perbedaan stadium katarak senilis (Ilyas, 2005).

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif 
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata
Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik 
Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Iris shadow
Negatif Positif Negatif Pseudopos
test
Uveitis +
Penyulit - Glaukoma -
Glaukoma

1. Katarak Insipien

Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari tepi ekuator

menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di

dalam korteks. Pada katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan

degeneratif (benda Morgagni) pada katarak isnipien (Ilyas, 2005).

Kekeruhan ini dapat menimbulkan polipia oleh karena indeks refraksi yang

tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu

yang lama.

2. Katarak Intumesen.

Pada katarak intumesen terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa

akibat lensa yang degeneratif menyerap air.

Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak 

dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding

dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit

glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan

mengakibatkan mipopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks

hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan

miopisasi.

Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan

 jarak lamel serat lensa.

3. Katarak Imatur

Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh atau katarak yang

belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah

volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif.
Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga

terjadi glaukoma sekunder (Ilyas, 2005).

4. Katarak Matur

Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa

lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila

katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,

sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh

lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan

berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang

keruh, sehingga uji bayangan iris negatif (Ilyas, 2005).

5. Katarak Hipermatur

Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut, dapat

menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi kelur dari

kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada

pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang

pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor.

Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks

yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan

bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam

korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni

(Ilyas, 2005).
F. Manifestasi Klinis

Gejala katarak senilis biasanya berupa keluhan penurunan tajam penglihatan

secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Penglihatan seakan-

akan melihat asap/kabut dan pupil mata tampak berwarna keputihan. Apabila katarak 

telah mencapai stadium matur lensa akan keruh secara menyeluruh sehingga pupil

akan benar-benar tampak putih. Gejala umum gangguan katarak menurut GOI (2009)

dan Medicastore (2009) meliputi:

1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.

2. Peka terhadap sinar atau cahaya.

3. Dapat terjadi penglihatan ganda pada satu mata.

4. Memerlukan pencahayaan yang baik untuk dapat membaca.

5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

G. Diagnosis

Diagnosis katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya

penyakit-penyakit yang menyertai (contoh: diabetes melitus, hipertensi, cardiac

anomalies). Penyakit seperti diabetes militus dapat menyebabkan perdarahan

perioperatif sehingga perlu dideteksi secara dini sehingga bisa dikontrol sebelum

operasi (Ocampo, 2009).


Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui

kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subkapsuler posterior dapat

membaik dengan dilatasi pupil.

Pada pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan palpebra, konjungtiva,

dan kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat normal. Pada lensa

pasien katarak, didapatkan lensa keruh. Lalu, dilakukan pemeriksaan shadow test 

untuk menentukan stadium pada penyakit katarak senilis. Ada juga pemeriksaan-

pemeriksaan lainnya seperti biomikroskopi, stereoscopic fundus examination,

pemeriksaan lapang pandang dan pengukuran TIO.

H. Penatalaksanaan

Pengobatan pada katarak adalah pembedahan. Untuk menentukan kapan

katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan. Tajam penglihatan

dikaitkan dengan tugas sehari-hari penderita.

1. Pembedahan Katarak (James et. al., 2006)

Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan

penggantian lensa dengan implan plastik. Saat ini pembedahan semakin banyak 

dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal

diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan secara topikal.

Jika keadaan sosial memungkinkan, pasien dapat dirawat swbagai kasus perawatan

sehari dan tidak memerlukan perawatan rumah sakit.


Operasi ini dapat dilakukan dengan:

- Insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior, diikuti oleh ekstraksi katarak 

ekstrakapsular ( extra-capsular cataract extraction, ECCE). Insisi harus dijahit.

- Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui

insisi yang lebih kecil di kornea atau sklera anterior (fakoemulsifikasi). Biasanya

tidak dibutuhkan penjahitan. Sekarang metode ini merupakan metode pilihan di

negara barat.

Kekuatan implan lensa intraokular yang akan digunakan dalam operasi

dihitung sebelumnya dengan mengukur panjang maata secara ultrasonik dan

kelengkungan kornea (maka juga kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa

umumnya dihitung sehingga pasien tidak akan membutuhkan kacamata untuk 

penglihatan jauh. Pilihan lensa juga dipengaruhi oleh refraksi mata kontralateral dan

apakah terdapat terdapat katarak pada mata tersebut yang membutuhkan operasi.

Jangan biarkan pasien mengalami perbedaan refraktif pada kedua mata.


Gambar 1. Pembedahan katarak (Harvard Health Publications, 2007).

Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek.

Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah

sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat

dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka

pasien membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan

kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal, lensa

intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan.


2. Komplikasi Pembedahan Katarak (James et. al., 2006)

a. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi

maka gel vitreousnya dapat masuk ke dalam bilik mata depan yang merupakan

resiko terjadinya glaukoma atau traksi pada retina.

b. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protus melalui insisi bedah pada periode paska

operasi dini. Pupil mengalami distorsi.

c. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang

terjadi (<0,3%), pasien datang dengan mata merah yang terasa nyeri, penurunan

tajam penglihatan, pengumpulan sel darah putih di bilik mata depan (hipopion).

d. Astigmatisma pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea

untuk mengurangi astigmatisma kornea. Ini dilakukan sebelum melakukan

pengukuran kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh dan tetes mata

steroid dihentikan. Kelengkungan kornea yang berlebih dapat terjadi pada garis

  jahitan bila jahitan terlalu erat. Pengangkatan jahitan biasanya menyelesaikan

masalah ini dan bisa dilakukan dengan mudah di klinik dengan anastesi lokal,

dengan pasien duduk di depan slit lamp. Jahitan yang longgar harus diangkat

untuk mencegah infeksi namun mungkin diperlukan jahitan kembali jika

penyembuhan lokasi insisi tidak sempurna. Fakoemulsifikasi tanpa jahitan melalui

insisi yang kecil menghindarkan komplikasi ini. Selain itu, penempatan luka

memungkinkan koreksi astigmatisma yang telah ada sebelumnya.


e. Edema makular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila

disertai dengan hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring berjalannya waktu,

namun dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.

f. Ablasio retina. Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan

dengan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila

terdapat kehilangan vitreous.

g. Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior

berkurang pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu

bermigrasi melalui permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan mungkin

didapatkan rasa silau. Dapat dibuat satu lubang kecil pada kapsul dengan laser

(neodymium yttrum (ndYAG) laser ) sebagai prosedur klinis rawat jalan. Terdapat

risiko kecil edema makular sistoid atau terlepasnya retina setelah kapsulotomi

YAG. Penelitian yang ditujukan pada pengurangan komplikasi ini menunjukkan

bahwa bahan yang digunakan untuk membuat lensa, bentuk tepi lensa, dan

tumpang tindih lensa intraokular dengan sebagian kecil cincin kapsul anterior

penting dalam mencegah opasifikasi kapsul posterior.

I. Komplikasi

Apabila dibiarkan katarak akan menimbulkan gangguan penglihatan dan

komplikasi seperti glaukoma, uveitis dan kerusakan retina (GOI, 2009).


J. Prognosis

Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat

sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada

saat yang tepat maka prognosis pada katarak senilis umumnya baik.

K. Pencegahan

Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis

ialah oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal

yang memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan

langsung terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap dan

sebagainya. Pemberian intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E) secara

teori bermanfaat (Wikipedia, 2010).


BAB III

KESIMPULAN

Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,

yaitu usia diatas 50 tahun.

Penyebab terjadinya katarak senilis ialah karena proses degeneratif. Selain itu

katarak senilis juga dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti adanya penyakit

metabolisme, trauma serta paparan sinar ultraviolet.

Katarak senilis secara klinis dikenal dalam empat stadium, yaitu stadium

insipien, imatur, matur dan hipermatur. Gejala umum gangguan katarak meliputi

penglihatan tidak jelas seperti terdapat kabut menghalangi objek, peka terhadap sinar

atau cahaya, dapat terjadi penglihatan ganda pada satu mata memerlukan

pencahayaan yang baik untuk dapat membaca, lensa mata berubah menjadi buram

seperti kaca susu.

Pengobatan pada katarak adalah pembedahan. Untuk menentukan kapan

katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan. Tajam penglihatan

dikaitkan dengan tugas sehari-hari penderita.

Apabila dibiarkan katarak akan menimbulkan gangguan penglihatan dan

komplikasi seperti glaukoma, uveitis dan kerusakan retina.

Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis

ialah disebabkan oleh faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-
hal yang memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan

langsung terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap dan

sebagainya. Pemberian intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E) secara

teori bermanfaat.

Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat

sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada

saat yang tepat maka prognosis pada katarak senilis umumnya baik.
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophtalmology. Lens and Cataract. 1997-1998. San Fransisco:

AAO

Anonim. 2010. Cataract . Diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/Cataract , tanggal

31 Januari 2010.

Global Online Information. 2009. Pengertian dan Definisi Katarak . Diakses dari

http://info.g-excess.com/id/info/PengertiandanDefinisiKatarak.info , tanggal

31 Januari 2010.

Harvard Health Publications. Harvard Medical School. 2007. Cataract Surgery-

Cataract: Eye Care. Diakses dari http://www.aolhealth.com/eye-care/learn-

about-it/cataract/cataract-surgery , tanggal 31 Januari 2010.

Ilham. 2006.   Epidemiologi Katarak 


, diakses dari http://www.scribd.com/doc/2028

3414/EPIDEMIOLOGI-KATARAK , tanggal 9 Januari 2010.

Ilyas, S. 2005.  Ilmu Penyakit Mata. Ed. 3. FKUI: Jakarta.


th
James, B., Chew, C., Bron, A. 2006.   Lecture Notes Oftalmologi. 9 ed. Erlangga

Medical Series: Jakarta.

Medicastore. (2009). Katarak . Diakses dari http://medicastore.com/penyakit/65/ 

Katarak.html, tanggal 31 Januari 2010.


Ocampo, V.V.D. (2009). Cataract, Senile: Differential Diagnoses and Workup.

Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview ,

tanggal tanggal 31 januari 2010.

You might also like