Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan cara pengukuran langsung yang meliputi
antropometri, klinis, biokimia dan biofisika, sedangkan pengukuran dengan cara tidak langsung yaitu
survey kosumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa, 2002).
Status gizi merupakan gambaran keseimbangan antara kebutuhan tubuh akan zat gizi untuk
pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan fungsi normal tubuh dan untuk
produksi energi dan intake zat gizi lainnya. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan
fisik, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2002).
Menurut Suhardjo (2003) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status gizi diantaranya
adalah faktor langsung: konsumsi makanan dan penyakit infeksi. Serta faktor tidak langsung antara lain
tingkat pendapatan, pengetahuan tentang gizi dan pendidikan. Sejalan dengan Suhardjo, Almatsier (2002)
menyatakan bahwa berbagai faktor sosial ekonomi akan mempengaruhi pertumbuhan anak.
B. Ulasan Kasus
1. Identitas Kasus
Nama : Faiza Muhamad Azri
Umur : 3 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Anak Ke- :1
Agama : Islam
Alamat : JL.Panenga Raya
2. Data Subjektif
a) Riwayat Pemberian Makan
Sekarang : Masih mengkonsumsi ASI saja
Dahulu : ASI
b) Riwayat Penyakit
Sekarang : Tidak ada
Dahulu : Tidak ada
Keluarga : Tidak ada
c) Jumlah Saudara Kandung : -
3. Data sosial ekonomi
a) Pendidikan
Ayah : SD (Sekolah Dasar)
Ibu : SMP (Sekolah Menengah Pertama)
b) Pekerjaan
Ayah : Swasta
Ibu : Ibu Rumah Tangga
4. Data objektif
a) Data Antropometri
PB : 64,2 cm
BB : 7,2 kg
Umur : 3 bulan
BBI : BBI = (umur(bulan)/2 ) + 4
( 3/ 2 ) + 4 = 1,5 + 4 = 5,5 Kg
Jadi untuk usia 3 bulan Berat Badan idealnya adalah 5,5 kg
GPA :
TINJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan
yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2005).
Status gizi diartikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan
masukan zat gizi. Status gizi sangat ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah cukup dan dalam
kombinasi waktu yang tepat di tingkat sel tubuh agar berkembang dan berfungsi secara normal. Status gizi
ditentukan oleh sepenuhnya zat gizi yang diperlukan tubuh dan faktor yang menentukan besarnya kebutuhan,
penyerapan, dan penggunaan zat-zat tersebut (Triaswulan, 2012)
Masa bayi dimulai dari usia 0-12 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan fisik yang cepat
disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi (Notoatmodjo, 2007). Tahapan pertumbuhan pada masa bayi
dibagi menjadi masa neonatus dengan usia 0-28 hari dan masa paska neonatus dengan usia 29 hari-12 bulan.
Masa neonatus merupakan bulan pertama kehidupan kritis karena bayi akan mengalami adaptasi terhadap
lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta mulai berfungsinya organ-organ tubuh, dan pada paska neonatus bayi
akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (Perry & Potter, 2005).
Status gizi merupakan keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh
untuk tumbuh kembang terutama untuk anak balita, aktifitas, pemeliharan kesehatan, penyembuhan bagi mereka
yang menderita sakit dan proses biologis lainnya di dalam tubuh. Kebutuhan bahan makanan pada setiap individu
berbeda karena adanya variasi genetik yang akan mengakibatkan perbedaan dalam proses metabolisme. Sasaran
yang dituju yaitu pertumbuhan yang optimal tanpa disertai oleh keadaan defisiensi gizi. Status gizi yang baik akan
turut berperan dalam pencegahan terjadinya berbagai penyakit, khususnya penyakit infeksi dan dalam tercapainya
tumbuh kembang anak yang optimal (Depkes RI, 2008).
Menurut Notoatmodjo (2003), kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi
adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh sebab itu, indikator yang paling baik untuk mengukur status gizi
masyarakat adalah melalui status gizi balita.
Menurut Depkes (2010), pemeliharan status gizi anak sebaiknya :
Dimulai sejak dalam kandungan. Ibu hamil dengan gizi yang baik, diharapkan akan melahirkan bayi
dengan status gizi yang baik pula.
Setelah lahir segera beri ASI eksklusif sampai usia 6 bulan.
Pemberian makanan pendampingan ASI (weaning food ) bergizi, mulai usia 6 bulan secara bertahap
sampai anak dapat menerima menu lengkap keluarga.
Memperpanjang masa menyususi (prolog lactation) selama ibu dan bayi menghendaki. 9 Status gizi dapat
diperoleh dengan pemeriksaan antopometri. Indikator yang digunakan berdasarkan Depkes (2010) adalah
(BB/U), (TB/U), (BB/TB), (IMT/U) klasifikasi status gizi berat badan per umur (BB/U) adalah sebagai
berikut :
a. Gizi lebih, jika lebih dari 2,0 SD
b. Gizi baik, jika -2,0 SD sampai +2,0 SD
c. Gizi buruk, jika kurang dari -3,0 SD
b) Pengukuran relatif lebih sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk
melakukannya (Supariasa, 2002).
Gizi mempunyai peran besar dalam daur kehidupan. Setiap tahap daur kehidupan terkait
dengan satu set prioritas nutrient yang berbeda. Semua orang sepanjang kehidupan
membutuhkan nutrient yang sama, namun dengan jumlah yang berbeda. Nutrient tertentu yang
didapat dari makanan, melalui peranan fisiologis yang spesifik dan tidak tergantung pada
nutrient yang lain, sang dibutuhkan untuk hidup dan sehat.
Kebutuhan akan nutrient berubah sepanjang daur kehidupan, dan ini terkait dengan pertumbuhan
dan perkembangan masing-masing tahap kehidupan.
1. Kelompok Masyrakat dalam Sikluss Daur Kehidupan
Beberapa kelompok dengan resiko tinggi di masyarakat membutuhkan perhatian khusus
dalam gizi . kelompok-kelompok itu adalah sebagai berikut :
2. Ibu menyusui
Air susu ibu atau ASI diciptakan untuk memenuhi kebutuhan bayi, dan untuk
keberhasilan ini diperlukan dukungan gizi. Tambahan kebutuhan gizi untuk
menyusui dapat diestimasikan dari jumlah dan komposisi asi yang
dikeluarkandismping jumlah asi yang dikeluarkan berbeda npada masing-masing
ibu, dan tergantung pada tahap laktasi, komposisi dari asi sendiri berbeda
tergantung dari waktu menyusui (pagi,siang, sore, malam) dan tahap dari
pemeberian ASI: jumlah fat yang ada dalam asi semakin meningkat artinya fat
pada asi yang keluar pada tahap akhir menyusui lebih tinggi daripada waktu
pemberian awal menyusui.
Agar asi dapat dokeluarkan, diperlukan hormone Oxytocin yang disekresi oleh
glandula pituitaria bagian posterior atas rangsangan isapan bayi.Oxytocin ini
menyebabkan jaringan muskuler sekeliling alveoli berkontraksi, yang dengan
demikian mendorong air susu menuju ke ductus penampungan.
2. Anak-Anak
Pertumbuhan yang cepat pada masa bayi diikuti dengan penurunan
kecepatan pada masa anak-anak prasekolah dan anak-anak
sekolah.pertambahan berat badan sekitar 1,8 – 2,7 kg per tahun. Pertambahan
panjang badan 7,6 cm per tahun hingga pacu tumbuh pada masa remaja .
Kebutuhan protein berdasarkan pada kegunaannya dalam mempetahankan
jaringan, perubahan posisi tubuh, dan sintesis jaringan baru. Mineral dan vitamin
penting untuk pertubuhan dan pengembangan normal. Intake yang kurang
tercermin dari pertumbuhan yang lambat, mineralisasi tulang yang tidak
sempurna, cadangan Fe yang kurang dan anemia.
Pertumbuhan yang melambat dan tidak menentu berdampak pada
kebutuhan nutrient. Pertimbangan pemberian makanan pada anak-anak adalah
agar terpenuhi kebutuhan fisik dan psikososialnya. Gizi pada anak-anak terkait
dengan pertumbuhan dan perkembangan untuk kesehatan yang positif.
c. Kelompok Remaja
Remaja merupakan masa transisi anak dan dewasa. Selama remaja perubahan
hormonal mempercepat pertubuhan. Pertumbuhan lebih cepat dari fase yang lain
dalam kehidupan, kecuali fase 1 tahun pertama kehidupan (bayi).
Remaja yang sedang bertumbuh umunya melahirkan bayi berat lahir rendah,
karena adanya persaingan nutrian untuk remaja yang bertumbuh dan fungsi plasenta
yang buruk. Kehamilan pada remaja mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk
mortalitas ibu dan bayi serta prematuritas.
Perempuan dengan masa anak-anak mengalami retardasi pertumbuhan juga akan
mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil di banding dengan normal, karenanya
resiko untuk terjadi “obstructedlabor”akan lebih tinggi.
Terdapat hubungan antara asupan kalori dan pertumbuhan. Pada remaja laki-laki
peningkatan asupan kalori stabil hingga 3,470 kkal perhari pada umur 16
tahun.asupan ini menurun pada umur 18-18 tahun 2.900 kkl perhari. Pada
perempuan intake kalori meningkat hingga umur 12 tahun dengan puncak kalori
level 2,550 kkal perhari dan kemudian menurun hingga umur 18 tahun.
2. Lansia
Gizi yang adekuat, proses penuaan yang sehat dan mempunyai
kemandirian daam berfungsi merupakan hal-hal esensial dari kualitas hidup yang
prima. Dengan bertambahnya umur, lansia cenderung untuk mengurangi
aktivitasnya. Dan dalam usahanya untuk mengurangi berat tubuh agar tidak
kelebihan, perlu “energy intake” diturunkan. Untuk melakukan penurunan intake
energy secara aman harus diikuti dengan makanan yang padat gizi dan perlu
perhatian penuh. Disamping gizi , perlu diperhatikan hal - hal seperti: aktivitas
fisik yang teratur, ada aktivitas sosial, dan menghindari makanan yang merusak,
misalnya tembakau, alcohol, kafein yang berlebihan, dan obat-obatan yang tidak
perlu.
Pada umumnya proses menua menyebabkan terjadinya penurunan
bertahap fungsi fisiologis yang normal. Kebutuhan energy menurun, namun
protein, vitamin, dan mineral tidak menurun bahkan dapat meningkatkan sehingga
kepadatan nutrient dalam makanan lansia sangat penting. Banyak perubahan
fisiologis dan penyakit kronis yang berkaitan dengan proses menua dapat
dihindarkan atau ditunda melalui gaya hidup sehat.
Masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik factor penyebab langsung
maupun faktor penyebab tidak langsung. Menurut Depkes RI (1997) dalam Mastari (2009),
faktor penyebab langsung timbulnya masalah gizi pada balita adalah penyakit infeksi serta
kesesuaian pola konsumsi makanan dengan kebutuhan anak, sedangkan faktor penyebab tidak
langsung merupakan faktor seperti tingkat sosial ekonomi, pengetahuan ibu tentang kesehatan,
ketersediaan pangan di tingkat keluarga, pola konsumsi, serta akses ke fasilitas pelayanan. Selain
itu, pemeliharaan kesehatan juga memegang peranan penting (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).
Di bawah ini dijelaskan beberapa faktor penyebab tidak langsung masalah gizi
balita, yaitu:
1. Tingkat Pendapatan Keluarga.
Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang disediakan untuk konsumsi
balita serta kuantitas ketersediaannya. Pengaruh peningkatan penghasilan terhadap perbaikan
kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi yang
berlawanan hampir universal (Sediaoetama, 1985). Selain itu diupayakan menanamkan
pengertian kepada para orang tua dalam hal memberikan makanan anak dengan cara yang
tepat dan dalam kondisi yang higienis.
2. Tingkatan Pendidikan Ibu.
Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat
pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan kesehatan,
kebersihan pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap kesehatan
dan gizi anak-anak dan keluarganya. Di samping itu pendidikan berpengaruh pula pada
faktor sosial ekonomi lainya seperti pendapatan, pekerjaan, kebiasaan hidup, makanan,
perumahan dan tempat tinggal
(Sri Kardjati, 1985 dalam Mastari, 2009).
Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan
memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk
membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan
diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan
bisa mengambil tindakan secepatnya (Suhardjo, 2003 dalam Mastari, 2009).
Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak-tanduk menghadapi
berbagai masalah, misal memintakan vaksinasi untuk anaknya, memberikan oralit waktu
diare, atau kesediaan menjadi peserta KB. Anak-anak dari ibu yang mempunyai latar
pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik.
Keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal baru guna pemeliharaan kesehatan
anak maupun salah satu penjelasannya (Sri Kardjati, 1985 dalam Mastari, 2009).
3. Akses Pelayanan Kesehatan.
Sistem akses kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical service) dan pelayanan
kesehatan masyarakat (public health service). Secara umum akses kesehatan masyarakat
adalah merupakan subsistem akses kesehatan, yang tujuan
utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan
kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa
akses kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan
rehabilitatif (pemulihan) (Notoatmodjo, 1997).
Upaya akses kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan dan status gizi
pada golongan rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu menyusui, bayi dan anak-anak kecil,
sehingga dapat menurunkan angka kematian. Pusat kesehatan yang paling sering melayani
masyarakat, membantu mengatasi dan mencegah gizi
kurang melalui program-program pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses kesehatan yang
selalu siap dan dekat dengan masyarakat akan sangat membantu
meningkatkan derajat kesehatan. Dengan akses kesehatan masyarakat yang optimal
kebutuhan kesehatan dan pengetahuan gizi masyarakat akan terpenuhi (Harper, Deaton, dan
Driskel, 1986 dalam Mastari, 2009).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Masalah
1. Identitas Keluarga Bayi
Nama
Ayah : Yadi
Pekerjaan
Ayah : Swasta
Identitas bayi
Umur : 3 bulan
2. Hasil Antropometri
Identifikasi masalah dilakukan dengan cara pengumpulan data sakunder dan wawancara
mendalam. Berdasarkan hasil kunjungan dan wawancara bersama klien di jalan panenga raya
diperoleh data sebagai berikut sebagaimana tertera pada tabel dibawah ini.
BB PB STATUS
GIZI
BB/U PB/U BB/TB IMT/U
7,2 kg 64,2 cm -1 -1,33 -0,33 -0,38
Perhitungan status gizi dengan Z-score
7,2−6,4 0,8
BB/U =6,4−7,2=−0,8= -1 (Normal )
64,2−61,4 2,8
PB/U =61,4−63,5=−2,1= -1,33 (Normal)
7,2−7,0 0,2
BB/TB = = = -0,33 (Normal)
7,0−7,6 −0,6
17,47−16,9 0,56
IMT/U = = = -0,38 (Normal)
16,9−18,4 −1,5
Dari hasil pengamatan, keadaan badan balita yang terlihat adalah Normal sesuai dengan
status gizi yang dihitung melalui perhitungan antropometri, sedangkan kenampakan lain
seperti wajah, kulit, mental, rambut, mata, leher, dan otot tidak menunjukkan adanya
kelainan. Kecukupan asupan makan, dan pada akhirnya asupan gizi anak tidak hanya
tergantung pada ketersediaan makanan, tetapi juga pada faktor-faktor lain, seperti budaya,
lingkungan, dan interaksi social.
B. Intervensi
Tujuan
1. Sasaran : Anak Ny. Yuni atas nama An. F.M
2. Waktu : Tanggal 11 Mei 2018, Pukul 08.00 – 16.00 WIB
3. Tempat : Posyandu Panenga, Palangka Raya, Kalimantan Tengah
4. Metode : Wawancara dan Tanya jawab
5. Alat bantu :-
6. Materi konsultasi : Pemberian pola makan yang baik dan benar pada bayi
7. Evaluasi : Kapan sebaiknya memberikan MP-ASI pada anak
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara
asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel
pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan,dan
panjang tungkai.
Berdasarkan identifikasi dan analisis masalah yang telah diperoleh, perancangan
penilaian status gizi yang tepat adalah penilaian status gizi langsung yaitu pemeriksaan klinis,
hasil pemeriksaan klinis responden menunjukkan bahwa An.Faiza Muhhammad status gizinya
masih dalam batas normal.
5.2 Saran
Bagi mahasisawa diharapkan lebih melatih kembali kemampuan untuk mewawancarai
responden dengan tepat namun dalam waktu yang singkat.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN GPA
DOKUMENTASI