You are on page 1of 24

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Antiseptik atau germisida adalah bahan kimia atau pengaruh fisika yang
digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti
bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah
mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya (terhadap benda mati). Antiseptik
juga disebut senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup seperti pada permukaan
kulit dan membran mukosa.
Di dunia kesehatan, ethanol yang digunakan sebagai antiseptik yaitu
ethanol dengan konsentrasi 70%. Ethanol 70% merupakan cairan yang
mengandung 70% etil alkohol ( CH3CH2OH ) dan 30% air. Ethanol membunuh
bakteri melalui 2 cara, yakni denaturasi protein dan pelarutan membran lemak.
Namun penggunaan alkohol atau ethanol 70% ini hanya bisa digunakan untuk
luka tertutup. Penggunaan cairan ini hanya sebagai profilaksis (tindakan
pencegahan).
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia pada proses fermentasi gula
dari sumber karbohidrat yang menggunakan bantuan mikroorganisme. Dalam
perkembangannya, produksi alkohol yang paling banyak digunakan adalah
metode fermentasi dan distilasi. Bahan baku yang dapat digunakan pada
pembuatan etanol adalah nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum
manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan, sari buah mete; bahan berpati: tepung-
tepung sorgum biji, sagu, singkong, ubi jalar, ganyong, garut, umbi dahlia; bahan
berselulosa (lignoselulosa): kayu, jerami, batang pisang, bagas dan lain-lain (LIPI,
2008).
Pembuatan bioetanol telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Namun belum menggunakan pati umbi dahlia sebagai sumber glukosa. Peneliti
yang telah meneliti bioetanol diantaranya Artati, (2010) telah melakukan
produksi etanol dengan metode hidrolisis berbahan baku ampas tebu sebagai
sumber selulosanya dan H2SO4 sebagai penghidrolisis. Hasil penelitian
diperoleh kadar glukosa tertinggi adalah 4918 g/l pada komposisi H2SO4

1
2

25%. Peneliti lainnya Susmiati (2011), meneliti tentang bioetanol dari ubi kayu.
Hasil penelitian menunjukkan diperoleh kadar glukosa tertinggi 251,63 g/l pada
konsenterasi H2SO4 0,5 N. Meskipun hasil hidrolisis asam lebih tinggi dengan
menggunakan asam kuat, namun untuk aplikasi ke masyarakat sebaiknya
menggunakan asam yang familiar dengan masyarakat. melalui hidrolisis asam,
glukosa yang dihasilkan memiliki nilai kadar gula pereduksi yang cukup tinggi
dan rendemen yang cukup baik.
Di Indonesia, tanaman dahlia dimanfaatkan sebagai tanaman bunga
potong. Potensi tanaman dahlia dapat dieksplorasi tingkat lanjut pada umbi
akarnya. Umbi dahlia mengandung karbohidrat inulin yang bernilai komersil dan
memiliki nilai fungsional sebagai bahan makanan. Umbi dahlia segar
mengandung inulin dengan kadar 72,6%(bk), sedangkan setelah proses ekstraksi
lanjutan diperoleh inulin murni sekitar 41,7% (bk) dari total inulin yang
terkandung pada umbi (Widowati dkk, 2005).
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bioethanol dari tanaman umbi
dahlia, sehingga tanaman umbi dahlia lebih bernilai ekonomis dan mempunyai
nilai jual. Pembuatan bioethanol sudah banyak dilakukan peneliti sebelumnya.
Namun belum ada peneliti menggunakan pati umbi dahlia sebagai sumber
glukosa. Bioethanol yang di hasilkan di manfaat sebagai antiseptik yang berguna
di dunia kesehatan, seperti: mencegah infeksi pada luka, sebagai pembersih
tangan, sterilisasi alat alat rumah sakit, dan lain-lain. Konsentrasi bioethanol yang
di dapatkan diubah menjadi ethanol 70%, sehingga dapat di jadikan sebagai
antiseptic.

1.2 Rumusan Masalah


Umbi dahlia selama ini hanya dimanfaatkan sebagai tanaman potong
untuk diambil bunganya. Selain itu juga telah dikembangkan untuk diambil inulin
sebagai bahan aditif pada industri makanan. Kandungan pati yang cukup banyak
juga memberi potensi umbi dahlia dikembangkan menjadi bioetanol antiseptik
Bagaimana bioetanol bisa di hasilkan dari pati umbi dahlia dan bagaimana
menghasilkan bioethanol 70% ?
3

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
Membuat bioetanol 70% dengan memanfaatkan kondisi operasi yang ada.

1.4 Manfaat
Diversifikasi umbi dahlia menjadi alkohol 70% sehingga meningkatkan
income petani umbi dahlia.
4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioetanol

2.1.1 Sumber Bahan Baku ( Umbi Dahlia )

Di Indonesia, perkembangan dahlia dimulai dengan didatangkannya ke


Jawa Barat dari Negeri Belanda pada masa penjajahan pada abad ke-18 atau 19
kemudian menyebar ke Sumatra. Penyebaran ini mungkin karena campur tangan
manusia yang berpindah tempat. Di hampir semua daerah dataran tinggi dengan
tanah berasal dari abu vulkanik, tanaman dahlia dapat kita jumpai dengan mudah.
Dahlia cukup mudah ditemukan di dataran tinggi Cimahi, Lembang, Garut,
Ciwidey dan daerah Puncak Cianjur di Jawa barat, serta di Bandungan, Baturaden,
Kopeng (Kabupaten Salatiga) Jawa Tengah dan di dataran tinggi Kabupaten
Malang Jawa Timur. Di beberapa tempat di Sumatra dengan topografi
pengunungan, dahlia secara alami tumbuh dengan baik. Di kabupaten Solok,
Padang Panjang, Bukittinggi dan Payakumbuh serta Batu Sangkar Sumatra Barat,
Brastagi Sumatra Utara, Curup Bengkulu, dan Lubuk Lingau Sumatra Selatan,
dahlia tumbuh subur baik di pinggir jalan atau di rumah penduduk . Di daerah
lainnya di Indonesia seperti di Pulau Kalimantan, dahlia tidak banyak ditemukan.
Kalaupun ada, umumnya dahlia dibawa dari luar daerah untuk dipelihara oleh
pencinta bunga di perkotaan.

Kurangnya populasi dahlia di sini mungkin disebabkan oleh faktor


lingkungan yang kurang mendukung untuk pertumbuhan dahlia. Seperti tanaman
bunga lainnya, eksplorasi geografis keberadaan dahlia di Indonesia belum
dilakukan dengan intensif. Eksplorasi ini penting karena berguna untuk
mengkarakterisasi dan mengidentifikasi jenis dahlia yang tumbuh di Indonesia
dan berpotensi komersial. Berdasarkan data tersebut, pengembangan budidaya
dahlia dapat berorienstasi geografis untuk mempertahankan kualitas tanaman dan
produksi bunga.
5

Gamabar 2.1 Tanaman bunga dahlia


(https://id.wikipedia.org/wiki/Dahlia)

Bagian tanaman dahlia yang sampai saat ini memberikan manfaat nyata
tentu saja adalah bunga. Bagian tanaman dahlia yang belum dieksplorasi di
Indonesia adalah umbi sebagai sumber pemanis alami seperti sirup fruktosa, serta
sebagai serat yang larut seperti inulin dan fruktooligosakarida. Selain itu, daun
dan bunga yang berpotensi sebagai sumber bahan senyawa bioaktif dalam
pengobatan. Bagian tanaman dahlia yang berguna untuk kesejahteraan manusia
bukan hanya bunga. Sesungguhnya di dalam umbi dahlia terkandung karbohidrat
inulin yang dapat dikonversi menjadi fruktosa dan fruktooligosakarida. Fruktosa
adalah bahan pemanis alami yang memiliki kadar kemanisan 2,5 kali lipat dari
sukrosa. Gula ini sangat baik bagi penderita diabetes karena tidak meningkatkan
kadar gula darah secara drastis. Bagi industri kosmetik ataupun obat-abatan,
fruktosa lebih disukai karena tidak mudah mengkristal sehingga baik untuk
dicampur dengan kosmetik seperti lipstik atau pelapis kapsul.
Umbi dahlia sampai sekarang belum dimanfaatkan secara optimal dan
masih merupakan limbah yang dihasilkan oleh petani bunga potong. Padahal,
konversi umbi menjadi fruktosa secara enzimatis dapat menghasilkan ± 95%
fruktosa. Hasil tersebut jauh melebihi fruktosa yang diproduksi dari pati seperti
yang saat ini telah dikomersialkan dari pati jagung yaitu 45% saja. Apabila inulin
ini dihidrolisis secara parsial maka akan menghasilkan fruktooligosakarida, yaitu
suatu karbohidrat yang larut dan baik bagi pencernaan atau sebagai makanan
serat. Bagian tanaman yang lain seperti akar, batang, daun dan bunga ternyata
mengandung bahan yang disebut dengan bahan bioaktif atau metabolit sekunder.
6

Senyawa tersebut memiliki aktivitas sebagai anti jamur maupun dan anti bakteri.
Potensi tanaman dahlia sebagai tanaman penghasil bahan bioaktif memang belum
banyak dikaji. Kami telah memulainya dengan menganalisis keberadaan beberapa
senyawa penting di umbi, daun dan bunga dahlia. Senyawa ini dapat mengurangi
pertumbuhan bakteri atau fungi penyebab penyakit baik di tanaman maupun
hewan dan manusia. Dengan demikian tanaman dahlia dapat memiliki dua sisi
pemenuhan kebutuhan manusia: pertama, bunga sebagai sumber pengayaan jiwa,
dan kedua, umbi, daun dan bunga sebagai sumber bahan bioaktif untuk
meningkatkan kesehatan.
Penggunaan umbi dahlia sebagai bahan makanan disebabkan umbi
tersebut mengandung karbohidrat yang berupa inulin, gula reduksi maupun
selulosa. Di samping itu, umbi dahlia juga mengandung lemak dan protein
(Saryono, 2000). Umbi juga mengandung beberapa mineral seperti kalium,
natrium, kalsium, dan magnesium (Irwan, 1996). Sebagian besar karbohidrat di
dalam umbi dahlia berupa inulin yang berperan penting dalam kesehatan
pencernaan manusia dan hewan. Artikel Whitley (1985) mengilustrasikan secara
menarik pemanfaatan umbi dahlia sebagai bahan makanan. Rasa umbi yang
dikesankan berbeda jauh yaitu manis dan pahit yang disebabkan kandungan gula
fruktosa. Jika umbi dipanen pada awal musim hujan, yaitu saat inulin telah
berubah menjadi gula tetapi belum dimanfaatkan untuk pertumbuhan batang,
maka umbi akan manis dan berair. Namun, jika umbi untuk konsumsi dipanen
saat akhir pertumbuhan tanaman (di Indonesia di awal musim kemarau), makanan
dan air di dalam tanaman belum ditransportasikan ke dalam umbi sehingga umbi
menjadi pahit dan tidak berair. Pada umbi yang dipanen di musim kemarau,
kandungan bahan aktif yang berpotensi sebagai obat tinggi sehingga rasa umbi
tidak enak. Menurut Saryono (2000), umbi dahlia kering mengandung inulin 65%-
75% dari total karbohidrat yang ada di dalamnya. Penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Toni (1992) melaporkan bahwa umbi dahlia mengandung 65%
inulin. Hasil pengamatan di lapangan, setiap jenis dahlia menghasilkan jumlah
umbi yang berbeda dengan kandungan inulin yang berbeda pula. Namun, sampai
saat ini belum ada penelitian yang melaporkan tentang kandungan inulin dari
7

setiap jenis dahlia yang tumbuh di Indonesia. Melimpahnya inulin di dalam umbi
dahlia merupakan potensi besar untuk diolah menjadi gula fruktosa dan
fruktooligosakarida. Hidrolisis inulin dengan enzim inulinase akan menghasilkan
fruktosa (HFS) dan atau fruktooligosakarida (FOS) dengan rendamen dapat
mencapai 95% (Saryono et al., 1999a). Enzim inulinase dapat dihasilkan oleh
tumbuhan maupun mikroorganisme seperti jamur dan bakteri (Saryono et al.,
1999b ; Saryono et al., 1999d).
Tabel 2.1 Komposisi komponen nutrisi di dalam umbi dahlia
Komponen Konsentrasi
(% berat kering)
Karbohidrat total 76 – 82
Serat 3,3 – 4,0
Gula reduksi 4,4 – 6,6
Inulin 65 – 75
Lemak 0,9 – 1,0
Protein 3,9 – 5,7
Abu 0,2 – 0,4
Kalium 1,1 – 1,16
Natrium 0,05 – 0,15
Kalsium 0,05 – 0,1
Magnesium 0,025 – 0,075
Sumber: Saryono et al., 1999a
2.1.2 Pembuatan Bioethanol
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau
alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak
berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada
minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat
rekreasi yang paling tua. Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan
rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer
konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan
8

"Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5). Fermentasi gula menjadi etanol
merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia.
Efek dari konsumsi etanol yang memabukkan juga telah diketahui sejak dulu.
Pada zaman modern, etanol yang ditujukan untuk kegunaan industri dihasilkan
dari produk sampingan pengilangan minyak bumi.
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan - bahan kimia
yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada
parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat - obatan. Dalam kimia, etanol adalah
pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia
lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar
Etanol dan alkohol membentuk larutan azeotrop. Karena itu pemurnian
etanol yang mengandung air dengan cara penyulingan biasa hanya mampu
menghasilkan etanol dengan kemurnian 96%. Etanol murni (absolut) dihasilkan
pertama kali pada tahun 1796 oleh Johan Tobias Lowitz yaitu dengan cara
menyaring alkohol hasil distilasi melalui arang (Sumardjino Damin, EGC 2009).
Etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma
yang khas. Ia terbakar tanpa asap dengan lidah api berwarna biru yang kadang -
kadang tidak dapat terlihat pada cahaya biasa.Sifat - sifat fisika etanol utamanya
dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol.
Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke dalam ikatan hidrogen, sehingga
membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari pada senyawa organik lainnya
dengan massa molekul yang sama. Etanol adalah pelarut yang serbaguna, larut
dalam air dan pelarut organik lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena,
karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana,
piridina, dan toluena. Ia juga larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti
pentana dan heksana, dan juga larut dalam senyawa klorida alifatik seperti
trikloroetana dan tetrakloroetilena. Campuran etanol - air memiliki volume yang
lebih kecil daripada jumlah kedua cairan tersebut secara terpisah. Campuran
etanal dan air dengan volume yang sama akan menghasilkan campuran yang
volumenya hanya 1,92 kali jumlah volume awal. Pencampuran etanol dan air
9

bersifat eksotermik dengan energi sekitar 777 J/mol dibebaskan pada 298 K.
Campuran etanol dan air akan membentuk azeotrop dengan perbandingkan kira -
kira 89 mol% etanol dan 11 mol% air. Perbandingan ini juga dapat dinyatakan
sebagai 96% volume etanol dan 4% volume air pada tekanan normal dan T = 351
K. Komposisi azeotropik ini sangat tergantung pada suhu dan tekanan. Ia akan
menghilang pada temperatur di bawah 303 K.

Gambar 2.2 Ikatan hidrogen pada etanol padat pada −186°C

Ikatan hidrogen menyebabkan etanol murni sangat higroskopis,


sedemikiannya ia akan menyerap air dari udara. Sifat gugus hidroksil yang polar
menyebabkannya dapat larut dalam banyak senyawa ion, utamanya natrium
hidroksida, kalium hidroksida, magnesium klorida, kalsium klorida, amonium
klorida, amonium bromida, dan natrium bromida. Natrium klorida dan kalium
klorida sedikit larut dalam etanol. Oleh karena etanol juga memiliki rantai karbon
nonpolar, ia juga larut dalam senyawa nonpolar, meliput kebanyakan minyak
atsiri dan banyak perasa, pewarna, dan obat.

2.1.2.1 Proses Hidrolisis


Klasifikasi proses hidrolisa dapat dibagi menjadi hidrolisa fase gas
dan fase cair. Yang termasuk dalam penghidrolisa fase gas adalah air dan
reaksi berjalan pada fase uap, sedangkan yang termasuk dalam
penghidrolisa fase cair terbagi menjadi 4 tipe hidrolisa, yaitu:
10

(a) Hidrolisa murni: Efek dekomposisinya jarang terjadi, tidak semua


bahan terhidrolisa. Efektif digunakan pada: Reaksi Grigrard dimana
air digunakan sebagai penghidrolisa,
(b) Hidrolisa bahan-bahan berupa anhidrid asam Laktan dan laktanida.
Hidrolisa senyawa alkyl yang mempunyai komposisi kompleks,
Hidrolisa asam berair. Pada umumnya dengan HCl dan H2SO4,
dimana banyak digunakan pada industri bahan pangan, misal:
Hidrolisa gluten menjadi monosodium glutamate, Hidrolisa pati
menjadi glukosa. Sedangkan H2SO4 banyak digunakan pada hidrolisa
senyawa organik dimana peranan H2SO4 tidak dapat diganti.
(c) Hidrolisa dengan alkali berair: Penggunaan konsentrasi alkali yang
rendah dalam proses hidrolisa diharapkan ion H+ bertindak sebagai
katalisator sedangkan pada konsentrasi tinggi diharapkan dapat
bereaksi dengan asam yang terbentuk.
(d) Hidrolisa dengan enzim Senyawa dapat digunakan untuk mengubah
suatu bahan menjadi bahan hidrolisa lain. Hidrolisa ini dapat
digunakan : Hidrolisa molase, Beer (pati → maltosa/glukosa) dengan
enzim amilase.
Aplikasi hidrolisa Pati banyak digunakan dalam Industri makanan
dan minuman menggunakan sirup glukosa hasil hidrolisis pati sebagai
pemanis. Produk akhir hidrolisa pati adalah glukosa yang dapat dijadikan
bahan baku untuk produksi fruktosa dan sorbitol. Hasil hidrolisis pati juga
banyak digunakan dalam industri obat-obatan. Dan juga glukosa yang
dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioethanol.
Penggunaan asam sebagai penghidrolisa menghasilkan biaya produksi
yang sedikit, namun produk yang dihasilkan tidak seragam dan banyak
senyacwa pati yang rusak oleh asam tersebut, sedangkan penggunaan
enzim sebagai penghidrolisa menghasilkan produk yang seragam, lebih
terkontrol, namun biaya produksi lebih tinggi karena harga dari enzim
sendiri lebih mahal jika dibandingkan dengan asam.
11

a) Proses Hidrolisis pati


Gula merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, selama ini
kebutuhan gula dipenuhi oleh industri gula (penggilingan tebu). Industri
kecil seperti gula merah, gula aren. Gula dapat berupa glukosa, sukrosa,
fruktosa, sakrosa. Gukosa dapat digunakan sebagai pemanis dalam
makanan, minuman, dan es krim. Glukosa dibuat dengan jalan fermentasi
dan hidrolisa. Pada proses hidrolisa biasanya menggunakan katalisator
asam seperti HCl, asam sulfat. Bahan yang digunakan untuk proses
hidrolisis adalah pati. Di Indonesia banyak dijumpai tanaman yang
menghasilkan pati. Tanaman-tanaman itu seperti padi, jagung, ketela
pohon, umbi-umbian, aren, dan sebagainya.
Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil / OH oleh
suatu senyawa. Gugus OH dapat diperoleh dari senyawa air. Hidrolisis
dapat digolongkan menjadi hidrolisis murni, hidrolisis katalis asam,
hidrolisis katalis basa, gabungan alkali dengan air dan hidrolisis dengan
katalis enzim. Sedangkan berdasarkan fase reaksi yang terjadi
diklasifikasikan menjadi hidrolisis fase cair dan hidrolisis fase uap.
Hidrolisis pati terjadi antara suatu reaktan pati dengan reaktan air. Reaksi
ini adalah orde satu karena reaktan air yang dibuat berlebih, sehingga
perubahan reaktan dapat diabaikan. Reaksi hidrolisis pati dapat
menggunakan katalisator ion H+ yang dapat diambil dari asam. Reaksi
yang terjadi pada hidrolisis pati adalah sebagai berikut:
(C6H10O5)x + x H2O → x C6H12O6

Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap reaksi hidrolisa :


1.Katalisator
Hampir semua reaksi hidrolisa memerlukan katalisator untuk
mempercepat jalannya reaksi. Katalisator yang dipakai dapat berupa enzim
atau asam sebagai katalisator, karena kerjanya lebih cepat. Asam yang
dipakai beraneka ragam mulai dari asam klorida (Agra dkk, 1973; Stout &
Rydberg Jr., 1939), Asam sulfat sampai asam nitrat. Yang berpengaruh
12

terhadap kecepatan reaksi adalah konsentrasi ion H, bukan jenis asamnya.


Meskipun demikian di dalam industri umumnya dipakai asam klorida.
Pemilihan ini didasarkan atas sifat garam yang terbentuk pada penetralan
gangguan apa-apa selain rasa asin jika konsentrasinya tinggi. Karena itu
konsentrasi asa dalam air penghidrolisa ditekan sekecil mungkin.
Umumnya dipergunkan larutan asam yang mempunyai konsentrasi asam
lebih tinggi daripada pembuatan sirup. Hidrolisa pada tekanan 1 atm
memerlukan asam yang jauh lebih pekat.
2. Suhu dan tekanan
Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi mengikuti persamaan
Arhenius.makin tinggi suhu, makin cepat jalannya reaksi. Untuk mencapai
konversi tertentu diperlukan waktu sekitar 3 jam untuk menghidrolisa pati
ketela rambat pada suhu 100°C. tetapi kalau suhunya dinaikkan sampai
suhu 135°C, konversi yang sebesar itu dapat dicapai dalam 40 menit (Agra
dkk,1973). Hidrolisis pati gandum dan jagung dengan katalisator asam
sulfat memerlukan suhu 160°C. karena panas reaksi hampir mendekati nol
dan reaksi berjalan dalam fase cair maka suhu dan tekanan tidak banyak
mempengaruhi keseimbangan.
3. Pencampuran (pengadukan)
Supaya zat pereaksi dapat saling bertumbukan dengan sebaik-
baiknya, maka perlu adanya pencampuran. Untuk proses batch, hal ini
dapat dicapai dengan bantuan pengaduk atau alat pengocok (Agra
dkk,1973). Apabila prosesnya berupa proses alir (kontinyu), maka
pencampuran dilakukan dengan cara mengatur aliran di dalam reaktor
supaya berbentuk olakan.
4. Perbandingan zat pereaksi
Kalau salah satu zat pereaksi berlebihan jumlahnya maka
keseimbangan dapat menggeser ke sebelah kanan dengan baik. Oleh
karena itu suspensi pati yang kadarnya rendah memberi hasil yang lebih
baik dibandingkan kadar patinya tinggi. Bila kadar suspensi diturunkan
dari 40% menjadi 20% atau 1%, maka konversi akan bertambah dari 80%
13

menjadi 87 atau 99% (Groggins, 1958). Pada permukaan kadar suspensi


pati yang tinggi sehingga molekul-molekul zat pereaksi akan sulit
bergerak. Untuk menghasilkan pati sekitar 20%.
b) Hidrolisis Enzim
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai
katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi)
dalam suatu reaksi kimia organik. Molekul awal yang disebut substrat
akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk.
Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada suatu kondisi/zat,
yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar
dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan
metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter.
Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk
menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik
yang membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan
reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi aktivasi lebih tinggi
membutuhkan waktu lebih lama. Sebagai contoh:
X + C → XC (1)
Y + XC → XYC (2)
XYC → CZ (3)
CZ → C + Z (4)
Meskipun senyawa katalis dapat berubah pada reaksi awal, pada
reaksi akhir molekul katalis akan kembali ke bentuk semula.
Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim
hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini
disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap.
Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan pada proses
perombakan pati menjadi glukosa.
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah
substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan
suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena
14

enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu
dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak
dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan.
Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja
enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang
menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah yang
meningkatkan aktivitas enzim. Banyak obat dan racun adalah inihibitor
enzim.
Dalam proses hidrolisis pati secara enzimatis, terdapat beberapa
enzim penghidrolisis pati yang bekerja spesifik yaitu ikatan glikosidik
yang diputus, pola pemutusan, aktivitasnya dan spesifitas substrat serta
produk yang dihasilkan. Tingginya keragaman jenis pati dan spesifiknya
kerja enzim penghidrolisis pati, maka produk yang dibentuk akan
mempunyai komposisi karbohidrat yang beragam
Modifikasi pada pati juga dapat dilakukan dengan hidrolisis enzim.
Modifikasi pati dengan metode enzimatis. Pada modifikasi pati dengan
metode enzimatis ini dapat dilakukan dengan berbagai tahapan yaitu
likuifaksi, sakarifikasi dan isomerisasi. Langkah yang pertama adalah
likuefaksi 30-40% suspensi padatan untuk menghasilkan maltodekstrin
dengan menggunakan enzim α-amilase. Setelah likuifaksi dilakukan
sakarifikasi menggunakan enzim glukoamilase atau pullulanase untuk
menghasilkan sirup glukosa atau sirup maltosa. Hasil sakarifikasi
dilakukan isomerisasi dengan enzim glukosa isomerase untuk
menghasilkan sirup fruktosa. Hidrolisis dengan enzim dapat menghasilkan
beberapa produk hidrolisat pati dengan sifat-sifat tertentu yang didasarkan
pada nilai DE (ekuivalen dekstrosa). Nilai DE 100 adalah murni dekstrosa
sedangkan nilai DE 0 adalah pati alami. Hidrolisat dengan nilai DE 50
adalah maltosa, nilai DE di bawah 20 adalah maltodekstrin, sedangkan
hidrolisat dengan DE berkisar antara 20-100 adalah sirup glukosa.
Beberapa jenis enzim yang sering digunakan dalam menghidrolisis pati
15

yaitu: α-amilase, β-amilase, pullunase, dan amiloglukosidase (AMG) yang


memiliki karakteristik yang berbeda-beda satu-sama lainnya.

2.1.2.2 Proses fermentasi glukosa


Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba
untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai tinggi, seperti
asam–asam organik, protein sel tunggal, antibiotika, dan biopolymer.
Salah satu produk yang dihasilkan dalam proses fermentasi adalah ethanol
(Puspitasari dan Sidik, 2009). Produksi etanol dapat diperoleh dari gula
(sukrosa) dengan proses fermentasi secara anaerob (tanpa O2) oleh
aktifitas khamir Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae
telah lama digunakan dalam industri alkohol dan minuman beralkohol
sebab memiliki kemampuan dalam memfermentasi glukosa menjadi
ethanol. Proses fermentasi ethanol pada khamir tersebut berlangsung pada
kondisi aerob.
Setiap mikroorganisme seperti layaknya makhluk hidup
pasti membutuhkan makanan sebagai sumber energi. Sumber energi utama
bagi hampir semua makhluk hidup adalah karbohidrat, mulai dari yang
rantai panjang seperti pati sampai yang paling sederhana (mono dan
disakarida). Monosakarida paling utama adalah glukosa, gula dengan
rumus kimia C6H12O11. Hampir semua makhluk hidup mengolah
karbohidrat menjadi glukosa, menyebabkan glukosa menjadi muara utama
dari metabolisme karbon. Beberapa organisme seperti Saccharomyces
dapat hidup, baik dalam kondisi lingkungan cukup oksigen maupun
kurang oksigen. Organisme yang demikian disebut aerob fakultatif. Dalam
keadaan cukup oksigen, Saccharomyces akan melakukan respirasi biasa.
Akan tetapi, jika dalam keadaan lingkungan kurang oksigen
Saccharomyces akan melakukan fermentasi. Fermentasi alkohol, secara
sederhana, berlangsung sebagai berikut.
C6H12O6 -----> 2C2H5OH + 2CO2 + 2ATP
16

Gambar 2.3 Proses fermentasi glukosa menjadi ethanol dan CO2


(http://bangkoyoy.blogspot.co.id/2010/10/proses-fermentasi-glukosa-
menjadi.html)

Dalam keadaan anaerob, asam piruvat yang dihasilkan oleh proses


glikolisis akan diubah menjadi asam asetat dan CO2. Selanjutnya, asam
asetat diubah menjadi alkohol. Proses perubahan asam asetat menjadi
alkohol tersebut diikuti pula dengan perubahan NADH menjadi NAD+.
Dengan terbentuknya NAD+, peristiwa glikolisis dapat terjadi lagi. Dalam
fermentasi alkohol ini, dari satu mol glukosa hanya dapat dihasilkan 2
molekul ATP.
Pada beberapa mikroba, peristiwa pembebasan energi terlaksana
karena asam piruvat diubah menjadi asam asetat dan karbondioksida
selanjutnya asam asetat diubah menjadi alkohol. Dalam fermentasi
alkohol, satu molekul glukosa hanya dapat menghasilkan 2 molekul ATP,
jika dibandingkan dengan respirasi aerob, satu molekul glukosa mampu
menghasilkan 38 molekul ATP.
Gula yang berfungsi sebagai substrat awal diubah menjadi asam
piruvat melalui proses glikolis. Kemudian terjadi proses dekarboksilasi
asam piruvat menjadi asetaldehid dan karbondioksida dengan bantuan
17

enzim piruvat dekarboksilase. Asetaldehid hasil dari dekarboksilasi asam


piruvat tersebut kemudian diubah menjadi alkohol (ethanol) dengan
adanya alkohol dehidrogenase.
Berikut adalah reaksi kimia dan enzimatis yang terjadi selama
proses fermentasi.
1. Gula
(C6H12O6) ------------> asam piruvat (glikolisis)
2. Dekarboksilasi asam piruvat
Asam piruvat ---------------> asetaldehid + CO2
piruvat dehidrogenase (CH3CHO)
3.Asetaldehid diubah menjadi alkohol (ethanol)
2CH3CHO + 2NADH2 ---------------> 2C2H5OH (ethanol) + 2NAD

Persamaan reaksi tersebut dapat disingkat menjadi:


C6H12O6 -----> 2C2H5OH + 2CO2 + 2NADH2 + Energi
Sebagaimana halnya fermentasi asam laktat, reaksi ini merupakan
suatu pemborosan. Sebagian besar dari energi yang terkandung di dalam
glukosa masih terdapat di dalam etanol, karena itu etanol sering dipakai
sebagai bahan bakar mesin. Reaksi ini, seperti fermentasi asam laktat, juga
berbahaya. Ragi dapat meracuni dirinya sendiri jika konsentrasi etanol
mencapai 13% (Hal ini menjelaskan kadar maksimum alkohol pada
minuman hasil fermentasi seperti anggur).

2.2 Antiseptik

Antiseptik atau germisida adalah senyawa kimia yang digunakan untuk


membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang
hidup seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa (Anonim, 2015).

2.2.1 Sifat fisik dan kimia dari antiseptik

Berdasarkan sifat kimianya, antiseptik di golongkan dalam golongan fenol,


alkohol, aldehid asam, halogen, peroksidan dan logam berat.
18

a. Golongan Fenol

Yang termasuk ke dalam golongan fenol adalah : fenol, timol, resorsinol


dan heksaklorofen.

 Fenol, fenol merupakan zat pembaku daya antiseptik obat lain sehingga
daya antiseptik dinyatakan dengan koefisien fenol. Obat ini bukan
antiseptik yang kuat. Dalam kadar 0,01%-1% fenol bersifat bakteriostatik.
Larutan 1,6% bersifat bakterisid yang dapat mengadakan koagulasi
protein. Ikatan fenol dengan protein mudah lepas, sehingga fenol dapat
mempenetrasi kedalam kulit utuh. Larutan 1,3% bersifat fungisid, berguna
untuk sterilisasi alat kedokteran. Intoksikasi fenol menyebabkan tremor
dan eksitasi.
 Timol, obat ini mempunyai koefisien fenol 30, bersifat bakterisid,
antelmintik dan fungisid, terutama efektif untuk infeksi jamur
(aktimomikosis, blastomikosis, kokisdioidomikosis dan kandidiasi).
Sediaan timol terdapat dalam entuk tingtur (larutan dalam alkohol) 1% dan
selep 10%.
 Resorsinol, Sifat obat ini mirip fenol, bersifat bakterisid dan fungisid. Di
klinik digunakan untuk mengobati infeksi jamur di kulit, eksim, psoriasis
dan dermatitis seboroik. Resorsinol bersifat keratolitik dan iritan ringan.
 Heksaklorofen, ialah senyawa bisfenol yang mengandung klor.
Heksaklorofen kadar rendah dapat menggangu transport elektron kuman
dan menghambat enzim terikat pada membran. Konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan pecahnya membran kuman.

antiseptik digunakan antara lain untuk:

a. Keperluan mencuci tangan bagi para tenaga medis


b. Mengepel ruang operasi sebelum dan sesudah tindakan operasi dilakukan
c. Membersihkan bagian yang disiapkan untuk disuntik, baik sebelum
maupun sesudah ditusuk jarum
19

d. Membersihkan kulit secara keseluruhan

2.2.2 Jenis antiseptik

Untuk dapat melindungi tubuh kita dari berbagai jenis kuman dan bakteri
seperti bakteri salmonella, kita dapat menggunakan antiseptic. Antiseptic ini hadir
dalam ragam yang berbeda seperti obat luka luar untuk melindungi luka yang ada
pada tubuh hingga hand sanitzer sebagi cara pencegahan. Ada berbagai jenis
antiseptic, berikut adalah beberapa jenis bahan dasar antiseptik yang biasa
digunkan di kalangan masyarakat :

a. Alkohol, bahan ini secara kima disebut sebagai Etil dan Isopropil alkohol
dengan kadar yang cukup beragam, mulai dari 60 – 70%. Jika kadarnya
melebihi batas tersebut akan membuat kulit menjadi kering dan rusak.
Bahan ini sangat cepat membunuh jamur dan bakteri. Bahan ini relatif
mudah dan murah untuk di dapat. Dapat bertahan melindungi kulit kita
dalam beberapa jam ke depan.
b. Khorheksidin Glukonat (CHG), bahan antiseptik ini merupakan antiseptik
yang sangat baik, formula yang dimilikinya sagat cocok dan aman bahkan
untuk anak dan bayi. Perlindungan yang diberikannya pun dapat bertahan
hingga 6 jam. Namun bahan ini memiliki harga yang cukup mahal.
c. Larutan yodium, iyodium tersedia dalam bentuk larutan, yodium yang
digunakan untuk antiseptik biasanya memiliki konsentrasi 3%. Bahan ini
dapat membunuh jamur dan bakteri yang dapat menggangu kesehtan
tubuh. Bahan ini memerlukan waktu selama babarapa menit untuk
mengeluarkan yodium bebas sebagai bahan pembunuh kuman. Bahan ini
sangat aman dan tiak mengiritasi kulit.

2.2.3 Fungsi Cairan Antiseptik

Ketika terluka, pastinya Anda segera membersihkan luka tersebut dengan


cairan antiseptik. Memang, antiseptik merupakan bahan yang diciptakan untuk
menghambat pertumbuhan makhluk hidup berukuran mikro. Dengan memberikan
20

cairan antiseptik pada luka, diharapkan mampu membunuh atau menghambat


pertumbuhan bakteri.

Berbeda dengan antibiotik yang dapat melawan organisme tertentu,


antiseptik memang lebih ditujukan untuk menghancurkan semua jenis
mikroorganisme yang mungkin saja terdapat pada luka. Antiseptik dapat berfungsi
untuk menghancurkan bakteri, virus, protozoa, bahkan prion.

Antiseptik sudah sejak lama digunakan untuk mencegah, atau menangani


infeksi pada luka. Pemakaian yang benar memang aman dan ampuh untuk
mengurangi jumlah bakteri pada kulit seseorang. Namun Anda juga harus berhati-
hati terhadap penggunaan antiseptik yang sudah tercemar. Antiseptik yang
terkontaminasi kerap terjadi saat pasien secara tanpa sengaja memasukkan
mikroorganisme ke antiseptik. Kejadian ini sering terjadi terutama pada produk-
produk yang berbahan dasar alkohol, klorheksidin glukonat, iodiofor, dan
quaternary ammonium. Penggunaan antiseptik yang telah tercemar dapat
membahayakannyawa anda.

Secara sederhana pemakaian antiseptik dapat digunakan dalam beberapa


keperluan di bawah ini, seperti:

 Keperluan mencuci tangan bagi para tenaga medis.


 Mengepel ruang operasi sebelum dan sesudah tindakan operasi dilakukan.
 Membersihkan bagian yang disiapkan untuk disuntik, baik sebelum
maupun sesudah ditusuk jarum.
 Membersihkan kulit secara keseluruhan.
21

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


Pada penelitian ini alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan
bioetanol antiseptik yaitu:
3.1.1 Alat
1. Autoklaf
2. Kompor dan Gas
3. Gelas piala
4. Gelas ukur
5. Erlenmeyer
6. Termometer
7. Buret
8. Corong
9. Labu didih
10. Kondensor
11. Pipet takar
12. Pipet tetes
13. Timbangan
14. Cawan
15. Batang pengaduk
16. Micropipet
17. Timbangan Digital
18. Piknometer
19. Ember
20. Glukometer
3.1.2 Bahan
1. Pati umbi dahlia
2. H2SO4
3. Ragi
4. Aquades
22

5. Kertas saring
6. NPK
7. Urea
8. Aluminium foil
9. Zeolit
3.2 Parameter penelitian
Parameter yang digunakan pada penelitian pembuatan bioetanol antiseptik
adalah sebagai berikut:
3.2.1. Parameter Tetap
1. Larutan pati umbi dahlia 20% (b/v)
2. Temperatur hidrolisis
Likuifikasi = 90°C
Sakarifikasi=60°C
3. Temperatur fermentasi 30°C
4. Waktu hidrolisis 2 jam
5. Waktu fermentasi 7 hari
6. H2SO4 0,5 N
3.2.2.Parameter Peubah
Massa adsorben (zeolit)
3.2.3.Parameter Luaran
1. Kadar alkohol
2. Aplikasi etanol antiseptik

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Tahap Hidrolisis
1. Ditimbang pati umbi dahlia sesuai parameter dan dimasukkan kedalam
erlenmeyer.
2. Ditambahkkan larutan H2SO4 dengan konsentrasi sesuai parameter.
3. Ditutup erlenmeyer dengan aluminium foil
4. Dimasukkan kedalam autoklaf dan tutup autoklaf dengan rapat
5. Dipanaskan selama waktu dan tekanan sesuai parameter
23

6. Setelah selesai pemanasan, keluarkan bahan dan di dinginkan


7. Setelah dingin, saring bahan menggunakan kertas saring.
3.3.2 Tahap Fermentasi
1. Pati umbi dahlia yang sudah dihidrolisis ditambahkan NPK dan urea
dengan konsentrasi sesuai parameter, aduk sampai homogen.
2. Ditambahka ragi Saccharomyces cerevisiae , aduk sampai homogen.
3. Untuk memastikan apakah proses fermentasi telah berlangsung dapat
diamati dengan menghubungkan erlenmeyer yang berisi ampas umbi
dahlia halus tersebut dengan selang karet dan ujung selang dimasukkan
kedalam air agar tidak terjadi kontak langsung dengan udara.
4. Lakukan proses fermentasi selama waktu yang sesuai dengan parameter.
3.3.3 Tahap pemurnian Etanol (Distilasi)
1. Pati umbi dahlia yang telah difermentasi di saring untuk memisahkan ragi,
NPK, dan urea.
2. Dirangkai alat destilasi
3. Adsorben diletakkan diatas labu didih sebelum kondensor.
4. Masukkan bahan kedalam labu didih dan tutup labu didih
5. Dilakukan proses distilasi pada suhu 80°C
6. Dilakukan distilasi sampai konsentrasi ethanol mencapai konsentrasi 70%
24

3.4 Blok diagram

Pemanasan
Pati umbi dahlia
T = 90°C H2SO4 0,5 N
20%(b/v)
t = 2 jam

Pendinginan
T = 60°C

Penyaringan Pati

Hidrolisat (glukosa)

Ragi
Fermentasi NPK
t = 7 hari Urea
T = 30°C

Ragi
Penyaringan NPK
Urea
Etanol dan Air

Distilasi
T = 80°C Air
t = 2 jam

Bioetanol

Analisa
konsentrasi
bioetanol

Gambar 3.1 Blok Diagram proses pembuatan


bioetanol antiseptik

You might also like