Professional Documents
Culture Documents
“BRONKHIOLITIS”
DISUSUN OLEH :
Septiana Abdurrahim
1620221166
PEMBIMBING :
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus
“BRONKHIOLITIS”
Oleh :
Septiana Abdurrahim
1620221166
Pembimbing,
Dalam kesempatan ini puji dan syukur penulis hanturkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat, nikmat, serta hidayah-Nya dalam penulisan tugas makalah Laporan Kasus ini. Serta
salawat serta salam senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad SAW dan keluarga nya serta
para sahabat. Tugas Makalah Laporan Kasus yang berjudul “Bronkhiolitis” dapat terselesaikan
dengan baik.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Letkol CKM dr.
Roedi Djatmiko, Sp.A selaku pembimbing kepaniteraan klinik anak RST TK II Dr Soedjono
Magelang tahun 2018.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh
karena itu peneliti memohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga makalah yang disusun
penulis ini dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara serta masyarakat luas pada umumnya di
masa yang akan datang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang dapat terjadi di setiap
tempat di sepanjamg saluran pernapasan dan adneksanya (telinga tengah, kavum opleura dan
sinus paranasalis). Secara anatomic, ISPA dikelompokkam menjadi ISPA-atas misalnya batuk-
pilek, faringitis, tonsillitis, dan ISPA bawah seperti bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia.
ISPA atas jarang menimbulkan kematian walaupun insidennya jauh lebih sering daripada ISPA
bawah.
Bronkiolitis diartikan sebagai penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran
nafas kecil (bronkioli). Sering terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun dengan insiden
tertinggi umur 2-8 bulan. Respiratory Syncytial Virus merupakan agen penyebab pada 50 – 90
% kasus, sisanya oleh virus para influenza, mikoplasma, adenovirus dan virus lainnya. Infeksi
primer oleh bakteri penyebab belum dilaporkan. Perbandingan insiden antara laki-laki dan
wanita sekitar 1,5 : 1. Lebih sering mengenai kelompok sosial ekonomi rendah, keadaan tempat
tinggal yang penuh sesak dan lingkungan perokok. Penularannya dapat melalui droplets, kontak
dengan benda yang telah terkontaminasi seperti pakaian, perabot atau infeksi nosocomial.
Walaupun gejala bronkiolitis dapat menghilang dalam waktu 1 – 3 hari, pada beberapa
kasus dapat lebih berat, bahkan dapat menyebabkan kematian. Mortalitasnya kurang dari 1 %,
biasanya meninggal karena jatuh dalam keadaan apnu yang lama, asidosis respiratorik yang
tidak terkoreksi, atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipnu dan kurang makan -
minum. Disamping itu dapat pula memberikan dampak jangka panjang berupa batuk berulang,
mengi, hiperreaktivitas bronkus sampai beberapa tahun, bronkiolitis obliterasi, dan sindrom
paru hiperlusen unilateral (Swyer-James Syndrome).
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : An FA
II.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sesak nafas.
Riwayat Pengobatan
-
Pemeriksaan Generalis
Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Ekspresi : Ekspresi baik
Mata : Pupil bulat isokor, reaksi cahaya langsung +/+, reaksi cahaya tidak
langsung +/+, konjungtiva pucat, skera ikterik
Telinga : Normotia, sekret -/-
Hidung : Deviasi septum -/-, mukosa hiperemis-/-, sekret-/-, pernafasan cuping
hidung (+)
Mulut : Lidah kotor(-), mukosa bibir lembab.
Leher : pembesaran KGB (-)
Kulit : Sianosis(-), turgor baik, ruam (-)
Thoraks:
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Kesan normal
Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi :Simetris dalam keadaan stastis dan dinamis, retraksi (+)
Palpasi :Gerak nafas simetris, vocal fremitus sama kuat di kedua hemitoraks
Perkusi :Terdengar hipersonor di kedua hemitoraks
Auskultasi :Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing +/+
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal 2x/menit
Genitalia : Perempuan, tidak ada kelainan
Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), udem (-)
LYM% 31.5 15 – 50 %
MID% 6.2 2 – 15 %
GRA% 62.3 35 – 80 %
LED 42
Kesan :
o Bronchiolitis
o Konfigurasi COR normal
III.6 DIAGNOSIS KERJA
Bronkhiolitis
III.7 PENATALAKSANAAN
O2 1LPM
Inf. D5 ¼ NS 900cc/24jam
Inj. Kalfoxime 250/8 jam IV
Inj. Gentamicin 50mg/12jam IV
Inj. Ranitidine 10mg/12jam IV
Inf. Sanmol 150mg/8jam
Nebulizer/6jam
III.8 Follow up
Rabu , Subjektif Sesak (+) , batuk (+) , demam (+) , mual (-) , muntah (-) ,
10 januari BAB (+) , BAK (+)
2018 Objektif Keadaan umum : tampak sakit sedang
Nadi : 134x/menit
Pernafasan : 48x/menit
Suhu : 37.8 ºC
Kepala : normocephali, SI-/-, CA-/-
Mulut : Lidah kotor(-), mukosa bibir lembab.
Leher : KGB membesar (-)
Thoraks : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop(-)
Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, nyeri tekan (-), Timpani, Bising usus
(+) normal 2x/menit
Ekstremitas: akral hangat +, udem –
Assessment Bronkhiolitis
Planning O2 ½ L NK
IVFD. D5 ¼ NS 900cc/24jam
Inj. Kalfoxime 250/8 jam IV
Inj. Gentamicin 50mg/12jam IV
Inj. Ranitidine 10mg/12jam IV
Inf. Sanmol 150mg/8jam
Nebulizer ventoline 1cc + flexotide 1cc + Nacl 0,9%
1cc /6jam
Pulvis 3x1
Cek DL, LED
Rontgen thorax
Kamis, Subjektif Sesak (+) , batuk (+) , demam (-) , mual (-) , muntah (+) 1x
11 januari karena batuk terus menerus , BAB (+) , BAK (+)
2018 Objektif keadaan umum : tampak sakit sedang
Nadi : 92x/menit
Pernafasan : 54x/menit
Suhu : 36,3 ºC
SpO2 : 95%
Kepala : normocephali, SI-/-, CA-/-
Mulu : Lidah kotor(-),mukosa bibir lembab.
Leher :KGB membesar (-)
Thoraks : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop(-)
Suara nafas vesikuler,ronkhi -/-, wheezing
+/+
Abdomen : Datar, nyeri tekan (-), Timpani, Bising usus (+)
normal 2x/menit
Ekstremitas: akral hangat +, udem –
Assessment Bronkhiolitis
Planning O2 2 L NK
IVFD. D5 ¼ NS 900cc/24jam
Inf. Sanmol 150mg/8jam
Inj. Kalfoxime 250/8 jam IV
Inj. Gentamicin 50mg/12jam IV
Inj. Ranitidine 10mg/12jam IV
Nebulizer ventoline 1cc + flexotide 1cc + Nacl 0,9%
1cc /6jam
Pulvis 3x1
Drip aminophilin
loading dose : 85mg aminophiline dalam 150cc
dextrose 5% habis dalam 1 jam
maintenance dose : 50mg aminophiline dalam
150cc dextrose 5% habis dalam 1 jam
50mg aminophiline /6jam
Ttv/jam
Jika sesak makin parah pindah ICU
Jumat, 12 Subjektif batuk sudah berkurang, Sesak (-) , batuk (+) , demam (-) ,
Januari 2018 mual (-) , muntah (-), BAB (+) , BAK (+)
Objektif keadaan umum : tampak sakit sedang
Nadi : 149x/menit
Pernafasan : 40x/menit
Suhu : 36,6 ºC
SpO2 : 98%
Kepala : normocephali, SI-/-, CA-/-
Mulut : Lidah kotor(-), mukosa bibir lembab.
Leher :KGB membesar (-)
Thoraks : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop(-)
Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, nyeri tekan (-), Timpani, Bising usus (+)
normal 2x/menit
Ekstremitas: akral hangat +, udem –
Assesment Bronkhiolitis
Planing O2 2 L NK
IVFD. D5 ¼ NS 900cc/24jam
Inj. Kalfoxime 250/8 jam IV
Inj. Gentamicin 50mg/12jam IV
Inj. Ranitidine 10mg/12jam IV
Nebulizer ventoline 1cc + flexotide 1cc + Nacl 0,9%
1cc /6jam
Pulvis 3x1
Drip aminophilin
loading dose : 85mg aminophiline dalam 150cc
dextrose 5% habis dalam 1 jam
maintenance dose : 50mg aminophiline dalam
150cc dextrose 5% habis dalam 1 jam
50mg aminophiline /6jam
TTV / 3jam
Sabtu, 03 Subjektif batuk sudah berkurang, Sesak (-) , batuk (+) , demam (-) ,
Januari 2018 mual (-) , muntah (-), BAB (+) , BAK (+)
Objektif Keadaan umum : tampak sakit sedang
Nadi : 120x/menit
Pernafasan : 33x/menit
Suhu : 36,3 ºC
SpO2 : 98%
Kepala : normocephali, SI-/-, CA-/-
Mulut : Lidah kotor(-), mukosa bibir lembab.
Leher :KGB membesar (-)
Thoraks : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop(-)
Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, nyeri tekan (-), Timpani, Bising usus (+)
normal 2x/menit
Ekstremitas: akral hangat +, udem –
Assesment Bronkhiolitis
Planing O2 2 L NK
IVFD. D5 ¼ NS 900cc/24jam
Inj. Kalfoxime 250/8 jam IV
Inj. Gentamicin 50mg/12jam IV
Inj. Ranitidine 10mg/12jam IV
Nebulizer ventoline 1cc + flexotide 1cc + Nacl 0,9%
1cc /6jam
Pulvis 3x1
Drip aminophilin
loading dose : 85mg aminophiline dalam 150cc
dextrose 5% habis dalam 1 jam
maintenance dose : 50mg aminophiline dalam
150cc dextrose 5% habis dalam 1 jam
50mg aminophiline /6jam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI 1,3
B. EPIDEMIOLOGI 1,3,5
Bronkiolitis merupakan infeksi saluran pernapasan tersering pada bayi. Paling
sering terjadi pada usia 2-24 bulan, puncaknya terjadi pada usia 2-8 bulan. Sembilan
puluh lima persen kasus terjadi pada anak usia di bawah 2 tahun dan 75% diantaranya
terjadi pada anak di bawah 1 tahun.
Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-
laki berusia 3-6 bulang yang tidak mendapat ASI dan hidup di lingkungan padat
penduduk. Selain Orenstein, Louden menyatakan bahwa 1.25 kali lebih banyak pada
anak laki-laki daripada anak perempuan. Dominasi anak laki-laki yang dirawat juga
disebutkan oleh Shay, yaitu 1.6 kali lebih banyak daripada anak perempuan, sedangkan
Fjareli menyebutkan 63% kasus bronkiolitis adalah pada anak laki-laki.
Sebanyak 11.4% anak berusia di bawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1-2 tahun
di AS pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus
perawatan di RS dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis
merupakan 17% dari emua kasus perawatandi Rs pada bayi. Freukuensi bronkiolitisdi
Negara-negara berkembang hamper sama dengan di AS. Insidens terbanyak terjadi pada
musim dingin atau musim hujan di Negara-negara tropis. Bagian ilmu kesehatan anak
RSU Dr. Soetomo Surabaya, pada tahun 2001 dan 2003, bronkiolitis banyak terjadi pada
bulan Januari sampai dengan Mei.
C. ETIOLOGI 2.3
E. PATOFISIOLOGI 1
2
Gambar 1. Respon inflamasi selular pada infeksi virus saluran nafas
2
(Sumber : The Internet Journal of Pediatricsnand Neonatology )
Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus
tertimbun di dalam bronkiolus. Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan
saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa
neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran
napas. Pada akhirnya kerusakan epitel saluran napas juga meningkatkan ekspresi
Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi sitokin yang akan menarik
eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari
proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel- sel debris dan mukus serta spasme
otot polos saluran napas.
Tahanan pada saluran udara kecil bertambah selama fase inspirasi dan fase
ekspirasi, namun karena selama ekspirasi radius jalan nafas menjadi lebih kecil, maka
hasilnya adalah obstruksi pernafasan katup bola yang menimbulkan perangkap udara
awal dan overinflasi. Volume dada pada akhir ekspirasi meningkat hampir 2 kali di atas
normal. Atelektasis dapat terjadi ketika obstruksi menjadi total dan udara yang
1
terperangkap di absorbsi.
Anak yang lebih besar dan orang dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila
terserang infeksi virus. Perbedaan anatomi antara paru-paru bayi muda dan anak yang
lebih besar mungkin merupakan kontribusi terhadap hal ini. Respon proteksi imunologi
terhadap RSV bersifat transien dan tidak lengkap. Infeksi yang berulang pada saluran
napas bawah akan meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Akibat infeksi yang
berulang-ulang, terjadi cumulatif immunity sehingga pada anak yang lebih besar dan
orang dewasa cenderung lebih tahan terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena
5
RSV.
Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular. Respon
antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia muda
1
mempunyai respon imun yang lebih buruk.
Glezen dkk (dikutip dari Bar-on, 1996) mendapatkan bahwa terjadi hubungan
terbalik antara titer antibodi neutralizing dengan resiko reinfeksi. Tujuh puluh sampai
delapan puluh persen anak dengan infeksi RSV memproduksi IgE dalam 6 hari
perjalanan penyakit dan dapat bertahan sampai 34 hari. IgE-RSV ditemukan dalam
sekret nasofaring 45% anak yang terinfeksi RSV dengan mengi, tapi tidak pada anak
tanpa mengi. Bronkiolitis yang disebabkan RSV pada usia dini akan berkembang
5
menjadi asma bila ditemukan IgE spesifik RSV .
Derajat Tanda
Ringan Anak sadar, warna kulit biasa
Dapat makan dengan baik
Saturasi oksigen >90%
Sedang Salah satu diantaranya:
Kesulitan makan
Lemah
Kesulitan bernapas, digunakan otot-otot bantu pernapasan
Adanya kelainan jantung atau saluran napas
Saturasi oksigen < 90%
Usia kurang dari 6 bulan
Berat Seperti criteria bronkiolitis sedang, ditambah:
Tidak membaik dengan pemberian oksigen
Menunjukkan periode apnoe
Menunjukkan tanda kelelahan otot pernapasan atau
terkumpulnya karbondioksida dalam tubuh
Analisa gas darah (AGD) diperlukan untuk anak gangguan pernafasan berat.
Khusunya yang membutuhkan ventilator mekanik, gejala kelelahna dan hipoksia.
Foto Thorak diindikasikan pada:
Pasian yang diperkirakan memerlukan perawatan lebih
Pasien dengan pemburukan klinis yang tidak terduga
Pasien dengan penyakit jantung dan paru yang mendasari.
- Rontgen dengan Thoraks AP dan lateral dapat terlihat gambaran dengan hiperinflasi
paru dengan diameter anteroposterior membesar pada foto lateral disertai dengan
diafragma datar. Penonjolan ruang restroternal dan penonjolan ruang interkostal.
Dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar pada sekitar 30% penderita dan
disebabkan oleh atelektaksis akibat obstruksi atau karena radang alveolus.
I. DIAGNOSIS 1,2,3
Terdapat riwayat keluarga asma, episode berulang pada bayi yang sama, mulainya
mendadak tanpa infeksi yang mendahului, ekspirasi sangat memanjang eosinofilia
dan respons perbaikan segera pada pemberian satu dosis albuterol aerosol
Pneumonia
Rafluks gastroesophageal
Sistik Fibrosis
Miokarditis
K. KOMPLIKASI 1
Komplikasi dan bronkiolitis sangat minimal dan tergantung dari
penatalaksanaan penyakit sebelumnya. Pada beberapa kasus didapatkan adanya
gangguan fungsi paru yang menetap, dimana timbulnya wheezing berulang dan
hiperaktifitas bronchial. Beberapa studi kohort menghubungkan infeksi bronkiolitis akut
berat pada bayi akan berkembang menjadi asma. Suatu studi kohort prospektif
menemukan bahwa 23% bayi dengan riwayat bronkhiolitis berkembang menjadi asma
pada usia 3 tahun, dibandingkan dengan 1% pada kelompok control.
L. PENATALAKSANAAN 1,5
Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga sebagian besar
tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian oksigen, minimal
handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan
agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu
barulah digunakan bronkodilator, antiflamasi seperti kortikosteroid, antiviral seperti
ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV. RSV immunoglobuline(polyclnal) atau
humanized RSVmonoclonal antibody (palvizumad).
Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang
adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus rawat inap. Penderita resiko
tinggi harus rawat inap, diantaranya: berusia kurang dari 3 bulan, premature, kelainan
jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis, defisiensi imun dan distress napas.
Manajemen dasar pengobatan bronkiolitis adalah meyakinkan pasien secara klinis
stabil, oksigenasi baik dan hidrasi baik.
Manfaat utama dari rawat inap bagi pasien dengan akut bronkiolitis adalah:
- Dapat melakukan pengawasan terhadap satu klinis
- Apnoe
- Hypoksemia
Pengobatan Suportif
A. Pengawasan
Untuk pasien yang di rawat inap penting dilakukan pengawasan system jantung paru
dan jika ada indikasi dilakukan pemasang pulse oxymetri.
B. Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia, sehingga
memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan perfusi ventilasi paru-
paru. Pemberian oksigen tambahan direkomendasikan ketika saturasi oksigen menetap
di bawah 91% dan dihentikan ketika saturasi oksigen menetap diatas 94%. Oksigenasi
dengan kadar oksigen 30-40% sering digunakan untuk mengoreksi hipoksia, gunakan
nasal kanul (dengan kecepatan maksimum 2L/m) masker muka atau kotak kepala. Jika
mungkin gunakan oksigen yang dilembabkan. Jika hiposekmia menetap dengan atau
tanpa distress berat, meskipun sudah diberikan oksigen dengan kecepatan tinggi, maka
segera lakukan permintaan untuk pengananan ICU anak dengan pemasangan ventilator.
C. Pengatur Cairan
Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah dehidrasi akibat keluarnya cairan
lewat evaporasi, Karena pernafasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tdak terjadi
dehidrasi deberikan cairan rumatan. Berikan tambahan cairan 20% dari kebutuhan
rumatan jika didapatkan demam yang naik turun atau menetap ( suhu > 38.5°C). cara
pemberian cairan ini bisa secara intravena atau pemasangan selang nasogastrik. Akan
tetapi harus hati-hati pemberian cairan lewat lambung karena dapat terjadi aspirasi dan
menambah sesak nafas, akibat lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma ke
paru-paru. Selain itu harus dicegah terjadinya overload cairan.
Lakukan pemeriksaan serum elektrolit dan jika mendapatkan nilai yang tidak normal
lakukan penggantian dengan cairan elektrolit.
- Bayi > 1 bulan : infuse dekstrose 10% :NaCL 0.9% = 3:1 + KCl 10mEq 500 ml cairan
- Neonatus : infuse dekstrose 10% :NaCL 0.9% = 4:1 + KCl 10mEq 500 ml cairan
Pengobatan Medikamentosa
A. Antivirus (Ribavirin)
Secara umum jangan gunakan bronkodilator pada pasien anak dengan usia di
bawah 6 bulan. Bronkodilator juga tidak dapat dianjurkan dan sebetulnya
merupakan kontra indikasi karena dapat memperberat keadaan anak.
Penderita dapat menjadi lebih gelisah dan keperluan oksigen akan meningkat.
Wohl dan chernick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran respiratory
adalah inflamasi dan penyempitan akibat edema mukosa dan sumbatan
mukosa, serta kolapsnya saluran respiratori kecil pada bayi bronkiolitis,
sehingga pendekatan logis terapi adalah kombinasi α-adrenergik dan β-
adrenergik.
Beta agonis masih sering digunakan dengan alasan 15% – 25% pasien bronkiolitis
nantinya akan menjadi asma. Inhalasi β2-agonis diberikan satu kali sebagai trial dose.
Karena efek akan tampak dalam 1 jam, maka dosis ulang akan diberikan bila pasien
menunjukan perbaikan klinis fungsi paru yang jelas dan menetap.
C. Kartikosteroid
Untuk pasien rawat jalan dengan akut bronkiolitis pemberian steroid sistemik
mungkin dapat dipertimbangkan tetapi total pemberian tidak lebih dari 5 hari.
Dapat diberikan Deksametason 0.5mg/kgBB dilanjutkan 0.5mg/kgBB/hari dibagi 3-
4 dosis. Untuk pasien rawat inap steroid sistemik tidak rutin diberikan. Sedangkan
untuk penanganan pasien pada intensive care unit dengan bronkiolitis berat
pemberian steroid sistemik dapat dipertimbangkan. Sedangkan pemberian steroid
inhalasi (budesonide&fluticasone) sangat sedikit evidence based yang
merekomedasikan.
D. Antibiotik
Table 2
Penatalaksanaan Bronkiolitis Berdasarkan Berat Ringannya Gejala
Bronkiolitis
Ringan Sedang Berat
Tidak memerlukan Perawatan di rumah sakit Perawatan di rumah sakit
penilaian lebih lanjut Berikan oksigen hingga Pemberian oksigen
Perawatan di rumah, saturasi oksigen > 93% sampai saturasi oksigen
jika orangtua atau Pertimbangkan >95%
pasien mampu dan pemberian cairan Pengamatan seksama
intravena untuk antisipasi
sudah dijelaskan Pengamatan seksama kemungkinan
keadaannya terhadap perburukan memerlukan intubasi dan
Berobat ulang ke kondisi pemakaian ventilator
dokter setelah 2-3 hari Foto thorax (ICU)
kemudian Aspirasi nasopharyngeal Berikan cairan intravena
untuk virus Monitor sistem
imunoflorecency dan cardiorespiratori
kultur Aspirasi nasopharyngeal
untuk virus
imunofluorecency dan
kultur
Pertimbangkan
pengawasan gas dan
pembuluh darah arteri
Pertimbangkan untuk
konsultasi perawatan
PICU.
Kriteria Pulang
Pasien direkomendasikan pulang dengan criteria:
- Status pernafasan
o Laju pernafasan kurang dari 70 kali dalam satu menit dan tidak didapatkan tanda
klinis usaha pernafasan lebih.
o Pasien dapat berada dalam ruang dengan udara bebas dengan oksigen terapi yang
stabil.
o Saturasi oksigen harus lebih dari 90% tanpa pemberian oksigen tambahan
kecuali anak dengan penyakit paru kronis, penyakit jantung atau mempunyai
faktor resiko lain harus dilakukan diskusi terlebih dahulu dengan konsultan.
- Status nutrisi
Pasien dapat makan melalui mulut pada tingkatan dapat mencegah dehidrasi
- Sosial
o Orang tuan atau penjaga anak mampu untuk melakaukan perawatan dirumah
Ketika ada indikasi, perawat rumah dan penyedia alat medis harus melakukan visit
terakhir.
Pemberi pertolongan utamaharus memberikan persetujuan untuk pemulangan.
Kontrol untuk peninjauan lebih lanjut harus dilakukan.
Edukasi Keluarga
Dilakukan pada saat pasien akan dipulangkan. Yaitu dengan memberitahukan:
- Informasi mengenai penyakit bronkiolitis.
- Segera memanggil bantuan dan membawa pasien ke rumah sakit kembali jika
didapatkan gangguan pernafasan.
H. PROGNOSIS
Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan penyakit latar
belakang (penyakit jantung, defisiensi imun, prematuritas).
Anak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut sesudah 48 – 72 jam. Mortalitas kurang dari
1%.
Anak biasanya meninggal karena jatuh ke dalam apneu yang lama, asidosis respiratorik
yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipneu dan kurang makan-
minum.
Penelitian di Norwegia menunjukkan bahwa bayi yang dirawat dengan bronkhioloitis
mempunyai kecenderungan menderita asma dan penurunan fungsi paru pada usia 7 tahun
dibandingkan dengan control. Hal ini menunjukkan adanya hiperreaktifitas bronchial yang
menetap selama beberapa tahun setelah menderita bronkiolitis pada bayi muda, baik para RSV
positif maupun RSV negative. Tidak dapat dibuktikan secara jelas bahwa bronkiolitis terjadi
pada anak dengan kecenderungan asma. Keberhasilan pengobatan dengan kortikosteroid
mungkin dapat mengurangi prevalens asma pada anak dari kelompok pengobatan.
BAB IV
KESIMPULAN
Bronkiolitis diartikan sebagai penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran
nafas kecil (bronkioli) yang sering terjadi pada anak di bawah 2 tahun dengan insiden tertinggi
umur 2-8 bulan. Pada kasus terjadi pada anak yang berusia 8 bulan.
Pada penderita ini data-data yang mendukung diagnosis bronkiolitis adalah riwayat
batuk pilek sebelumnya, ada panas subfibril, sesak, tetapi tidak tampak sianosis dan tidak ada
riwayat mengi sebelumnya.
Pemeriksaan fisik didapatkan dispenu dengan frekuensi pernafasan 55x /menit, suhu 37
o
C, terdapat retraksi epigastrial. Pada auskultasi paru terdapat ronchi kasar, wheezing, hantaran,
eksperium memanjang. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat trombositosis, lekosit dan
hitung jenis terdapat kesan limfosit teraktivasi dan gambaran infeksi virus.
Diagnosis banding yang paling lazim dari bronkiolitis adalah asma bronkiale dan
bronkopneumoni. Diagnosis banding asma bronkiale dapat disingkirkan atas dasar bahwa pada
penderita ini tidak dijumpai keadaan yang mendukung asma berupa : serangan/episode sesak
yang berulang-ulang, mulainya mendadak tanpa infeksi yang mendahului, ekspirasi yang sangat
memanjang. Asma juga jarang terjadi pada umur kurang dari satu tahun dan memberikan respon
yang baik terhadap suntikan adrenalin atau albuterol aerosol, tetapi penderita memiliki keluarga
yang menderita asma bronkial.
Pemeriksaan penunjang lain pada penderita ini belum diperlukan. Analisa gas darah (BGA)
tidak dilakukan dengan alasan sudah terjadi perbaikan klinis setelah pemberian nebulizer.
Deteksi agen penyebab dengan serologi masih jarang dilakukan. Demikian pula screening
tuberkulosis dengan PPD 5 TU atau BCG tes tidak dilakukan karena anamnesis maupun
pemeriksaan fisik tidak mendukung.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA