You are on page 1of 7

1.

Stroke atau Cedera Cerebrovaskular (CVA)


a. Definisi
Stroke atau Cedera Cerebrovaskular (CVA) sebagai salah satu penyakit
gangguan pebuluh darah otak yang menyebabkan cact fisik, penderita CVA akan
kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik paling
umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain. (Keperawatan and Husada, 2016).
Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun general secara
akut, lebih dari 24 jam kecuali pada intervensi bedah atau meninggal, berasal dari
gangguan sirkulassi serebral (Riyadina and Rahajeng, 2013).
Stroke adalah suatu serangan pada otak akibat gangguan pembuluh darah dalam
mensuplai darah yang membawa oksigen dan glukosa untuk metabolisme sel-sel
otak agar dapat tetap melaksanakan fungsinya. Serangan ini bersifat mendadak dan
menimbulkan gejala sesuai dengan bagian otak yang tidak mendapat suplai darah
(Riyadi, 2015).
b. Etiologi
Penyebab stroke mencakup emboli (terbentuknya bekuan darah yang menyumbat
arteri), thrombosis (terbentuknya bekuan darah pada arteri-arteriotak yang
sebelumnya sudah mengalami penyempitan oleh deposit lemak) (Hafid, 2012).
c. Jenis
Stroke dibagi menjadi 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1) Stroke hemoragi
Merupakan stroke yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral atau
perdarahan subarakhnoid karena pecahnya pembuluh darah otak pada area
tertentu sehingga darah memnuhi jaringan otak. Perdarahan yang terjadi dapat
menimbulkan gejala neurologik dengan cepat arena tekanan pada saraf di dalam
tengkorak yang di tandai dengan penurunan kesadaran, nadi cepat, pernafasan
cepat, pupil mengecil, kaku kuduk, dan hemiplegia.
2) Stroke iskemik
Merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan peredaran otak berupa
obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan hipoksia pada otak dan tidak terjadi
perdarahan. Sumbatan tersebut dapat disebabkan oleh trombus (bekuan) yang
terbentuk di dalam pembuluh otak atau pembuluh organ selain otak. Stroke ini
ditandai dengan kelemahan atau hemiparesis, nyeri kepala, mual muntah,
pnadangan kabur dan disfagia.
(Supinah, 2017)
d. Manifestasi klinis
1) Hipertensi
2) Gangguan motorik yang berupa hemiparesis (kelemahan) dan hemiplegia
(kelumpuhan salah satu sisi tubuh)
3) Gangguan sensorik
4) Gangguan visual
5) Gangguan keseimbangan
6) Nyeri kepala (migran atau vertigo)
7) Mual muntah
8) Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
(Supinah, 2017)
e. Faktor resiko
1) Yang dapat dimodifikasi
a) Gaya hidup meliputi pola makan terlalu banyak makan gula, garam, dan
lemak
b) Hipertensi
c) Diabetes mellitus
d) Merokok
e) Penyalahgunaan alkohol dan obat
f) dislipedemia
2) Yang tidak dapat dimodifikasi
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Ras
d) Riwayat keluarga
e) Riwayat Transient Ischaemic Attack (TIA)
f) Penyakit janrung koroner
g) Fibrilasi atrium
(Riyadina and Rahajeng, 2013)
f. Patofisiologi
Oksigen sangat penting untuk otak, jika terjadi hipoksia seperti yang terjadi
pada stroke, di otak akan mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai 10 menit. Pembuluh darah yang
paling sering terkena adalah arteri serebral dan arteri karotis interna yang ada di
leher.
Adanya gangguan pada peredaran darah otak dapat mengakibatkan cedera pada
otak melalui beberapa mekanisme, yaitu :
1) Penebalan dinding pembuluh darah (arteri serebral) yang menimbbulkan
penyempitan sehingga aliran darah tidak adekuat yang selanjutnya akan
terjadi iskemik
2) Pecahnya dinding pembuluh darah yang menyebabkan hemoragi
3) Pembesaran satu atau kelompok pembuluh darah yang menekan jaringan
otak
4) Edema serebral yang merupakan pengumpulan cairan pada ruang interstisial
jaringan otak

Penyempitan pembuluh darah otak mula-mula menyebabkan perubahan


pada aliran darah dan setelah terjadi stenosis cukup hebat dan melampaui batas
krisis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Obstruksi suatu
pembuluh darah arteri di otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana
jaringan otak normal sekitarnya masih mempunyai peredaran darah yang baik
berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada.
Perubahan yang terjadi pada kortek akibat oklusi pembuluh darah awalnya
adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan
dilatasi arteri dan arteriola.

(Supinah, 2017)

g. Penatalaksanaan
1) Fase akut
Fase akut stroke berakhir 48 sampai 72 jam. Pasien yang koma pada saat masuk
dipertimbangkan memiliki prognosis buruk. Sebaliknya pasien sadar penuh
mempunyai prognosis yang lebih dapat diharpkan. Prioritas dalam fase akut ini
adalah mempertahankan jala nafas dan ventilasi yang baik.
2) Fase rehabilitasi
Fase rehabilitasi stroke adalah fase pemulihan pada kondisi sebelum stroke.
Program pada fase ini bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fungsional
pasien stroke, sehingga mampu mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari
adekuat.
(Smeltzer dan Bare, 2012)

2. Cedera Kepala
a. Definisi
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak
(Takelide, 2017).
b. Etiologi
Penyebab paling umum yang memicu terjadinya cedera kepala adalah kecelakaan
kendaraan bermotor. Penyebab lain dari cedera otak karena trauma adalah jatuh dari
ketinggian, serangan fisik, kecelakaan di rumah, kantor atau cedera saat
berolahraga, cedera karena tembakan dan ledakan (Christianingsih, Wihastuti and
Fathoni, 2017).
c. Patofisiologi
Benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan :
1) Kepala diam terbentur oleh benda bergerak
Kekuatan benda yang bergerak akan menyebabkan deformitas akibat
percepatan, perlambatan dan rotasi yang terjadi secara cepat dan tiba-tiba
terhdap kepala dan jaringan otak. Trauma tersebut bisa menimbulkan kompresi
dan regangan yang bisa menimbulkan robekan jaringan dan pergeseran
sebagian jaringan terhadap jaringan otak yang lain.
2) Kepala bergerak membentur benda diam
Kepala yang sedang bergerak kemudian membentur suatu benda yang keras,
maka akan terjadi perlambatan yang tiba-tiba, sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan di tempat benturan dan pada sisi yang berlawanan. Pada
tempat benturan terdapat tekanan yang paling tinggi, sedang pada tempat yang
berlawanan terdapat tekanan negatif paling rendah sehingga terjadi rongga dan
akibatnya dapat terjadi robekan.
3) Kepala yang tidak dapat bergerak karena menyender pada benda lain dibentur
oleh benda yang bergerak (kepala tergencet)
Pada kepala yang tergencet pada awalnya dapat terjadi retak atau hancurnya
tulang tengkorak. Bila gencetannya hebat tentu saja dapat mengakibatkan
hancurnya otak.
(Aritonang, 2007)
d. Klasifikasi
Cedera kepala di klasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis cedera kepala
diklasifikan berdasarkan :
1) Mekanisme cedera kepala
a) Cedera kepala tumpul
Cedera kepala tumpul, dapat terjadi :
- Kecepatan tinggi berhubungan dengan kecelakaan mobil-motor
- Kecepatan rendah, biasanya disebabkan jatuh dari ketinggian atau
dipukuli dengan benda tumpul
b) Cedera kepala tembus
Disebabkan oleh :
- Cedera peluru
- Cedera tusukan

Adanya penetrasi selaput dura menentukan apakah suatu cedera termasuk


cedera tembus atau cedera tumpul

2) Beratnya cedera kepala


Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif
kelaianan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera kepala. Penilaian GCS terdiri atas 3 komponen diantaranya
respon membuka mata, respon motorik dan respon verbal.
Berdasarkan skor GCS, beratnya cedera kepala dibagi atas :
a) Cedera kepala ringan : GCS 14 – 15
b) Cedera kepala sedang : GCS 9 – 13
c) Cedera kepala berat : GCS 3 - 8
3) Morfologi
Secara morfologi cedera kepala dibagi atas :
a) Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak. Dibagi atas :
- Fraktur kalvaria
Bisa berbentuk garis atau bintang, depresi atau non depresi, terbuka atau
tertutup
- Fraktur dasar tengkorak :
Dengan atau tanpa kebocoran cerebrospinal fluid (CSF), dengan atau
tanpa paresis N VII
- Lesi intrakranium
Dapat digolongkan menjadi :
 Lesi fokal
Perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan
intraserebral
 Lesi difus
Komosio ringan, komosio klasik, cedera akson difus

(Aritonang, 2007)

e. Penatalaksanaan
Pengelolaan cedera kepala yang baik harus dimulai dari tempat kejadian, selama
transportasi, di instalasi gawat darurat, hingga dilakukannya terapi definitif. Tujuan
utama pengelolaan cedera kepala adalah mengoptimalkan pemulihan dari cedera
kepala primer dan mencegah cedera kepala sekunder(Takelide, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, S. (2007) ‘Correlation Between Blood Glucose Level With Outcome of Moderate
and Severe Closed Head Injury With Brain CT Scan Normally’, Neurological research, 2(105),
pp. 1–15.

Bare BG., Smeltzer SC. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Hal :
45-47

Christianingsih, S., Wihastuti, T. A. and Fathoni, M. (2017) ‘Pengaruh Pelatihan Penanganan


Pertama Cedera Kepala Terhadap Pengetahuan Siswa Sman 6 Malang’, 5(September), pp. 75–
82.

Hafid, M. (2012) ‘HUBUNGAN RIWAYAT HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN STROKE


DI RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR 2012’, Kesehatan, VII(1), p. 6.

Keperawatan, A. and Husada, A. (2016) ‘DUKUNGAN KELUARGA DALAM MEMENUHI


KEBERSIHAN DIRI PADA PENDERITA STROKE (CVA) YANG MENGALAMI
GANGGUAN MOTORIK Chindy Maria Orizani*’, 7(1), pp. 86–90.

Riyadina, W. and Rahajeng, E. (2013) ‘Determinan Penyakit Stroke’, Kesmas: National Public
Health Journal, 7(7), p. 324. doi: 10.21109/kesmas.v7i7.31.

Riyanto, R and Brahmadhi, A. (2017). 'Pengaruh Subtype Stroke Terhadap Terjadinya


Demensia Vascular Pada Pasien Post Stroke Di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo', Jurnal
Imiah Ilmu-Ilmu Kesehatan.

Supinah, S. A. (2017) GAMBARAN KEMANDIRIAN PASIEN STROKE FASE REHABILITASI


DALAM PEMENUHAN ACTIVITY DAILY LIVING ( ADL ) DI RS PMI BOGOR FASE
REHABILITASI DALAM PEMENUHAN ACTIVITY DAILY LIVING ( ADL ) DI RS PMI
BOGOR.

Takelide, F. (2017) ‘Pengaruh Terapi Oksigenasi Nasal Prong Terhadap Perubahan Saturasi
Oksigen Pasien Cedera Kepala Di Instalasi Gawat Darurat RSUP dr. R. D. Kondou Manado’,
Jurnal Keperawatan, 5.

You might also like