Professional Documents
Culture Documents
Definisi
Attention Defict Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku
yang ditandai dengan gangguan pemusatan perhatian, pembicaraan yang lepas
control, dan perilaku yang hiperaktif. Pada umumnya, gangguan ini dijumpai pada
anak sekolah dan sering ditemukan pada laki-laki.
ADHD juga sering diterjemahkan dengan keadaan hiperaktivitas atau
hiperkinetik.Meskipun sebenarnya hiperaktivitas merupakan gejala saja dari
ADHD.Istilah hiperaktivitas dipakai untuk anak dengan kelainan perilaku.Sebenarnya
anak normal pun dalam tahap perkembahngan tertentu juga mengalami semacam
hiperaktivitas, taoi istilah yang di pakai untuk anak normal adalah
overaktivitas.Memang sullit membedakan dua gejala ini.Diperlukan kejelian untuk
membedakan keduanya, anak hiperaktiv kelihatan sibuk, terlihat bahwa bermaksud
mempelajari sesuatu.Hiperaktiv adalah perilaku motoric yang berlebihan. Gangguan
hiperkinetik adalah gangguan pada anak yang timbul pada usia perkembangan dini
(sebelum usia 7 tahun) dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian,
hiperaktivitas, dan impulsivitas. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan dapat
berlanjut sampai dewasa.
ADHD memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang mencakup
disfungsi otak.Jika terjadi pada seorang anak, keadaan tersebut dapat menyebabkan
berbagai kesulitan belajar, kesulitan berperilaku, dan kesulitan bersosialisasi.ADHD
memang tidak selalu disertai dengan ganggian hiperaktiv.Oleh karena itu, di
Indonesia istilah ADHD lazimnya detejemahkan menjadi gangguan pemusatan
perhatian saja.Anak yang mengalami ADHD kerap kali tumpang tindih dengan
kondisi-kondisi lainnya, seperti disleksia (dyslexia), dispraksia (dyspraxsia),
gangguan menentang dan melawan (Oppositional Defiant Disorder/ODD).
Kadang-kadang gejala tersebut juga diikuti oleh agresivitas dalam bentuk berikut
1. Sering mendesak, mengancam, atau mengintimidasi orang lain.
2. Sering memulai perkelahian.
3. Menggunakan sejata tajam yang dapat melukai orang lain.
4. Berlaku kasar secara fisik terhadap orang lain.
5. Menyiksa binatang.jika
6. Menyangga jika dikonfrontasi dengan korbannya.
7. Memaksa orang lain melakukan aktivitas seksual.
III. Etiologi
Pada hakikatnya menurut Baihaqi dan Sagiarmin (2006) ADHD tidak dapat
diidentifikasi secara fisik dengan X-ray atau laboratorium, ADHD hanya dapat dilihat
dari perilaku yang sangat kentara pada diri anak ADHD.Menurutnya walaupun
penyebab ADHD telah banyak diteliti dan dipelajari, namun belum ada satupun
pennyebab pasti yang tampak berlaku untuk semua gangguan yang ada. Berdasarkan
beberapa referensi dari para ahli yang meneliti penyebab ADHD dapat dipaparkan,
diantaranya adalah :
1. Genetika
Factor genetika tampaknya memnjadi factor utama dalam ADHD. Penyebab
terbanya dalam kasus ADHD adalah factor genetika, sama halnya dengan
beberaoa jenis gangguan lainnya yang serupa. Menurut para ahli, penderita
ADHD ditemukan kadar dopamine yang rendah dalam otak. Untuk saat ini sedang
dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai jenis gen-ggen yang terlihat
dalam memproduksi .kimia dopamine dalam otak seperti studi yang dilakukan
oleh ADHD Moleculer Genetics Network. Kejadian factor genetic ini dapat
terlihat dalam keluarga yang kecanduan alcohol, sociopath, histeris, atau pada
orangtua yang mengalami gangguan psiatri lainnya , factor genetic ini dapat
ditemukan pada bayi-bayi yang sangat aktif sejak lahir seperti bayi mempunyai
tingkat aktiitas yang tinggi, emosi labil dan pola tidur yang tidak teratur
2. Pasca trauma melahirkan
komplikasi sebellum , selama, atau setelah lahir berkontribusi pada
kemingkinan berkembang ADHD pada anak. Dalam kasus ini, factor keturunan
akan muncul menjadi factor kuat dari komplikasi kehamilan atau persalinan.
Postnatal trauma termasuk cedera otak, paparan bahan kimia, infeksi, dan anemia
telah terhubung dengan ADHD
3. Perbedaan otak
Studi telah menemukan bahwa pada anak dengan ADHD terdapat pada aliran
darah yang kurang di daerah premotor dan prefrontal otak daerah yang terhubung
ke system limbict.Selain itu, studi electroencephalogram telah menunjukkan
bahwa anak-anak ADHD memiliki aktivitas lebih banyak di belahan otak kanan
dari lobus frontal dari pada belahan ottak kiri. Akhirnya, penelitian telah
menunjukkan bahwa dopamine dan norepinephric merupakan dua jawab untuk
kewaspadaan dan perhatian terhadap penderita ADHD karena penderita ini berada
pada tingkat yang lebih rendah di antara anak-anak tanpa ADHD
IV. Anatomi
V. FISIOLOGI
Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa
area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua
belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri.Kedua belahan itu terhubung
oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya.Secara umum, belahan otak kanan mengontrol
sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh.Otak kanan terlibat
dalam kreativitas dan kemampuan artistik.Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir
rasional.Mengenai fungsi Otak Kanan dan Otak Kiri sudah kami bahas pada halaman
tersendiri. Anda bisa membacanya dengan
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung
leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya:
mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan
gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan
otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis,
gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan
koordinasi gerak otot.Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak
mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan
baju.
VI. Patofisiologi
Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Namun dikatakan bahwa ara kortek
frontal, seperti frontosubcortical pathaways dan bagian frontal kortek itu sendiri,
merupakan area utama yang secara teori bertanggung jawab terhadap patofisiologi
ADHD. Mekanisme inhinitor di kortek, system limbic, serta system aktivasi reticular
juga dipengaruhi.ADHD dapat mempengaruhi satu, dua tiga, atau seluruh area ini
sehingga muncul tipe dan profil yang berbeda dari ADHD.
Sebagaimana yang diketahui bahwa lobus frontal berfungsi untuk mengatur agar
pusat perhatian pada perintah, konsentrasi yang terfokus, membuat keputusan yang
baik, membuat suatu rencana, belajar dan mengingat apa yang telah kita pelajari, serta
dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang tepat, mekanisme inhibisi di kortek
berfungsi untuk menghambat 30% yang lain.
Pada saat mekanisme inhibitor dari otak tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya maka hasil adalah apa yang disebut dengan “dis-inhibitor disorder” seperti
perilaku impulsid, quick temper, membuat keputusan yang buruk, hiperaktifm dan
lain-lain. Sedangkan system limbic mengatur emosi dan kewaspadaan seseorang. Bila
system limbic teraktivasi secara berkebihan, maka seseorang akan memiliki mood
yang labil, temperamen yang meledak-ledak, menjadi mudah terkejut, selalu
menyentuh apapun yang ada di sekitarnya, memiliki kewwaspadaan yang berlebihan.
System limbic yang normal mengatur perubahan emosional yang
normal.Disfungsi dari system limbic mengakibatkan terjadinya masalah pada hal
tersebut. Beberapa data mendukung hal ini yaitu pemeriksaan MRI pada kortek
prefrontal mesial kanan penderita ADHD menunjukkann penurunan aktivasi. Selama
pemeriksaan juga terlihat hambatan respon motoric yang berasal dari isyarat
sensorik.MRI pada penderita ADHD juga menunjukan aktivitas yang melemah pada
korteks prefrontal inferior kanan dan kaudatum kiri.Neurotransmitter utama yang
teridentifikasi lewat fungsi lobus frontal adalah katekolamin. Neuromisi dopaminergic
dan noradrenergic terlihat sebagai focus utama aktivitas pengobatan yang digunakan
untuk penanganan ADHD.
Dopamin merupakan zat yang bertanggung jawab pada tingkah laku hubungan
social, serta mengontrol aktivitas fisik.Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi,
memusatkan perhatian, dan perasaan. Dukungan terhadapa peranan norepinefrin
dalam menimbulkan ADHD juga ditunjukkan dari hasil penelitian yang menyatakan
adanya peningkatan kadar norepinefrin dengan penggunaan stimulant dan obat lain
seperti desipramine efektif dalam memperbaiki gejala dari ADHD. Pengurangan
gejela juga terlihat setelah penggunaan monoamine oxidase inhibitor, yang
mengurangi pemecahan terhadap norepinefrin sehingga kadar norepinefrin tetap
tinggi dan menyebabkan gejalah ADHD berkurang.
VIII. Komplikasi
1. Diagnosis sekunder-gangguan konduksi, depresi dan penyakit ansietas
2. Pencapaian akademik kurang, gagal disekolah, sulit membaca dan mengerjakan
aritmatika (sering kali akibat abnormalitas konsentrasi)
3. Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kali perilaku agresif dan kata-kata
yang diungkapkan)
4. IQ rendah / kesulitan belajar (anak tidak duduk tenang dan belajar)
5. Resiko kecelakaan (karena impulsivitas)
6. Percaya diri rendah dan penolakan teman-teman sebaya (perilaku membuat anak-
anak lainnya marah)
Tujuannya adalah untuk mengetahui secara dini anak adanya gangguan Pemusatan
perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada anak umur 36 bulan ke atas
Jadwal deteksi dini GPPH pada anak pra sekolah dilakukan atas indikasi atau bila ada
keluahan dari orang tua/pengasuh anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader
kesehatan, BKB, petugas PADU, pengelola TPA, dan guru TK.
Keluhan tersebut dapat berupa salah satu atau lebih keadaan di bawah ini :
X. Penatalaksanaan
1. Memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-
hari terutama dengan memperbaiki fungsi pengendalian diri.
2. Memperbaiki pola adaptasi dan penyesuaian sosial anak sehingga terbentuk
kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matang sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
Berdasarkan prinsip pendekatan yang multidisiplin dan multimodal ini maka terapi
yang diberikan dapat berupa obat, diet, latihan, terapi perilaku, terapi kognitif dan
latihan keterampilan sosial; juga psikoedukasi kepada orang tua, pengasuh serta guru
yang sehari-hari berhadapan dengan anak tersebut.
1. Medikamentosis: Cara ini dapat mengontrol ADHD sampai 70-80%. Obat yang
merupakan pilihan pertama ialah obat golongan psikostimulan. Meskipun disebut
stimulan, pada dasarnya obat ini memiliki efek yang menenangkan pada penderita
ADHD. Yang termasuk stimulan antara lain: amphetamine, dextroamphetamine
dan derivatnya. Pemberian obat psiko-stimulan dikatakan cukup efektif
mengurangi gejala-gejala ADHD. Obat ini memengaruhi sistem dopaminergik
atau sirkuit noradrenergik korteks lobus frontalis-subkortikal, meningkatkan
kontrol inhibisi dan memperlambat potensiasi antara stimulasi dan respon,
sehingga mengurangi gejala impulsif dan tidak dapat menyelesaikan tugas. Efek
sampingnya ialah penarikan diri dari lingkungan sosial, fokus yang berlebih,
iritabel, sakit kepala, cemas, sulit tidur, hilang nafsu makan, sindrom Tourette,
serta munculnya tic.
2. Diet: Meta-analisis menemukan bahwa menghindari pewarna makanan buatan dan
bahan pengawet sintetik secara statistik bermanfaat mencegah terjadinya gejala
ADHD. Keseimbangan diet karbohidrat dan asam amino (triptophan sebagai
serotonin substrate) juga dapat menjadi upaya lain. Belum ada bukti bahwa
pemanis buatan seperti aspartam memperburuk ADHD.
3. Rehabilitasi medik: Mengembangkan kemampuan fungsio-nal dan psikologis
seorang individu dan mekanismenya sehingga dapat mencapai kemandirian dan
menjalani hidup secara aktif.