You are on page 1of 87

Buku Panduan

Mentoring Agama Islam


Tahun Akademik 2017-2018

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER


2017
Buku Panduan
Mentoring Agama Islam
Tahun Akademik 2017-2018

Tim Penyusun
Tim Dosen Mata Kuliah Agama Islam ITS
Tim Pembentukan Karakter Mahasiswa Direktorat Kemahasiswaan ITS
Badan Pelaksana Mentoring JMMI ITS

Penanggung Jawab
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITS
Direktur Kemahasiswaan ITS

ii
BIODATA PELAKSANA MENTORING

KELAS AGAMA / HARI PELAKSANAAN


NAMA DOSEN AGAMA MENTORING

BIODATA MENTEE
Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP :
Departemen :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

BIODATA MENTOR
Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP :
Departemen :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

iii
BIODATA UMUM ANGGOTA KELOMPOK
Nama dan
Departemen
No Nama NRP Departemen Dosen
Pembina
Mentor

iv
BIODATA LENGKAP ANGGOTA KELOMPOK

1. Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP :
Departemen :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

2. Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP :
Departemen :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

3. Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP :
Departemen :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

v
4. Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP :
Departemen :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

5. Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP :
Departemen :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

6. Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP :
Departemen :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

7. Nama lengkap :
Nama panggilan :

vi
NRP :
Departemen :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

8. Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP :
Departemen :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

9. Nama lengkap :
Nama panggilan :
NRP :
Departemen :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

10. Nama lengkap :


Nama panggilan :
NRP :
Departemen :

vii
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

11. Nama lengkap :


Nama panggilan :
NRP :
Departemen :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

12. Nama lengkap :


Nama panggilan :
NRP :
Departemen :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

13. Nama lengkap :


Nama panggilan :
NRP :
Departemen :
No HP :
Alamat email :

viii
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

14. Nama lengkap :


Nama panggilan :
NRP :
Departemen :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

15. Nama lengkap :


Nama panggilan :
NRP :
Departemen :
No HP :
Alamat email :
Alamat Surabaya :
Amanah saat ini :

ix
PROGRESS REPORT
PELAKSANAAN MENTORING
2017-2018

PENTING !!!

Progress report pelaksanaan mentoring WAJIB


dilaporkan ke masing -masing koordinator jurusan SETIAP
BULAN
sepekan sebelum Temu KJ

x x
Progress Report (1 )

Notulensi Materi
Tanggal Materi yang Disampaikan
No
Pelaksanaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

xi
PROGRESS REPORT
AMALAN YAUMIAH MENTORING
2017-2018

PENTING !!!

Progress report pelaksanaan mentoring WAJIB


dilaporkan ke masing -masing koordinator jurusan SETIAP
BULAN
sepekan sebelum Temu KJ

xi
xii
Pekan ke 1
No Amalan Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
Sholat Wajib
1
Berjama’ah *
2 Tilawah
3 Sholat Dhuha
4 Sholat Lail
5 Hafalan Al Qur’an
6 Puasa Sunnah
Ikut Kegiatan
7
keislaman
8 Membaca **
9 Silaturrahim
10 Olahraga

Pekan ke 2
No Amalan Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
Sholat Wajib
1
Berjama’ah *
2 Tilawah
3 Sholat Dhuha
4 Sholat Lail
5 Hafalan Al Qur’an
6 Puasa Sunnah
Ikut Kegiatan
7
keislaman

xiii
8 Membaca **
9 Silaturrahim
10 Olahraga

Pekan ke 3
No Amalan Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
Sholat Wajib
1
Berjama’ah *
2 Tilawah
3 Sholat Dhuha
4 Sholat Lail
5 Hafalan Al Qur’an
6 Puasa Sunnah
Ikut Kegiatan
7
keislaman
8 Membaca **
9 Silaturrahim
10 Olahraga

Pekan ke 4
No Amalan Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
Sholat Wajib
1
Berjama’ah *
2 Tilawah
3 Sholat Dhuha

xiv
4 Sholat Lail
5 Hafalan Al Qur’an
6 Puasa Sunnah
Ikut Kegiatan
7
keislaman
8 Membaca **
9 Silaturrahim
10 Olahraga

Pekan ke 5
No Amalan Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
Sholat Wajib
1
Berjama’ah *
2 Tilawah
3 Sholat Dhuha
4 Sholat Lail
5 Hafalan Al Qur’an
6 Puasa Sunnah
Ikut Kegiatan
7
keislaman
8 Membaca **
9 Silaturrahim
10 Olahraga

Pekan ke 6

xv
No Amalan Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
Sholat Wajib
1
Berjama’ah *
2 Tilawah
3 Sholat Dhuha
4 Sholat Lail
5 Hafalan Al Qur’an
6 Puasa Sunnah
Ikut Kegiatan
7
keislaman
8 Membaca **
9 Silaturrahim
10 Olahraga

Pekan ke 7
No Amalan Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
Sholat Wajib
1
Berjama’ah *
2 Tilawah
3 Sholat Dhuha
4 Sholat Lail
5 Hafalan Al Qur’an
6 Puasa Sunnah
Ikut Kegiatan
7
keislaman

xvi
8 Membaca **
9 Silaturrahim
10 Olahraga

Pekan ke 8
No Amalan Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
Sholat Wajib
1
Berjama’ah *
2 Tilawah
3 Sholat Dhuha
4 Sholat Lail
5 Hafalan Al Qur’an
6 Puasa Sunnah
Ikut Kegiatan
7
keislaman
8 Membaca **
9 Silaturrahim
10 Olahraga

Pekan ke 9
No Amalan Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
Sholat Wajib
1
Berjama’ah *
2 Tilawah
3 Sholat Dhuha

xvii
4 Sholat Lail
5 Hafalan Al Qur’an
6 Puasa Sunnah
Ikut Kegiatan
7
keislaman
8 Membaca **
9 Silaturrahim
10 Olahraga

Pekan ke 10
No Amalan Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
Sholat Wajib
1
Berjama’ah *
2 Tilawah
3 Sholat Dhuha
4 Sholat Lail
5 Hafalan Al Qur’an
6 Puasa Sunnah
Ikut Kegiatan
7
keislaman
8 Membaca **
9 Silaturrahim
10 Olahraga

xviii
DAFTAR ISI

BAB 1 TAHSIN MEMBACA AL-QUR‟AN ..................................1

A. Pengertian Al-Qur‟an ..........................................................1

B. Makhorijul huruf ..................................................................3

C. Tajwid ...................................................................................4

D. Tahsin dalam Membaca Al-Qur‟an ..................................12

BAB 2 AKHLAK MUSLIM SEHARI-HARI .................................14

A. Birrul-Walidain...................................................................14

B. Adab Pergaulan..................................................................20

C. Konsep Hidup Sehat ..........................................................29

D. Manajemen Diri .................................................................33

BAB 3 ADAB PENCARI ILMU ..................................................36

A. Adab dalam Majelis ...........................................................37

B. Adab terhadap Guru..........................................................39

C. Agar Ilmu Bermanfaat ......................................................40

BAB 4 UKHUWAH : MAKNA DAN PENERAPANNYA............43

A. Makna Ukhuwah .................................................................43

B. Manfaat Ukhuwah ..............................................................45

C. Penerapan Ukhuwah` .......................................................46

xix
BAB 5 MAKALAH ILMIAH DENGAN REFERENSI AL-QUR‟AN
DAN AL-HADITS ...................................................................... 50

xx
BAB 1
TAHSIN MEMBACA AL-QUR’AN

A. Pengertian Al-Qur’an
Secara etimologi kata Al-Qur‟ an berasal dari bahasa
Arab, yaitu qara`a – yaqra`u – qur`aanan yang berarti
“bacaan”. Hal itu dijelaskan sendiri oleh Al-Qur‟ an :

Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan kamilah


mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya
Maka ikutilah bacaannya itu. (QS. Al-Qiyamah: 17-18)
Sedangkan secara terminologi pengertian Al-Qur‟ an
adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW. sebagai mukjizat, yang tertulis dalam lembaran-
lembaran, yang diriwayatkan secara mutawattir, dan dinilai
ibadah dengan membacanya
Dari pengertian di atas, ada beberapa bagian yang
menjadi unsur penting, yaitu :.
1. Al-Quran adalah kalam Allah

Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan


(kepadanya). (QS. An-Najm: 4)

1
Apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad setelah
menerima wahyu Allah tiada lain adalah firman Allah yang
diwahyukan kepadanya.
2. Al-Quran adalah mukjizat

Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin


berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini,
niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa
dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu
bagi sebagian yang lain." (QS. AlIsra‟ : 88)
Al-Quran adalah mukjizat yang yang diberikan Allah
kepada Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu tidak satu
pun jin dan manusia yang dapat menandinginya, meskipun
mereka berkerjasama.
3. Al-Qur‟ an diriwayatkan secara mutawatir Periwayatan
mutawatir adalah cara periwayatan dengan mata rantai
yang tidak terputus dengan jumlah periwayat yang banyak
di setiap generasi, sehingga memberikan jaminan tentang
keaslian dan kemusnian Al-Qur‟ an selama-lamanya.
4. Membaca Al-Quran bernilai ibadah
Setiap mbacaan Al-Qur‟ an memiliki nilai ibadah dan ada
pahala bagi pembacanya, sehingga dalam membaca Al-
Qur‟ an diperlukan cara baca yang baik dan benar. Oleh
karena itu dalam membaca AlQur‟ an harus mempratikkan
makhorijul huruf dengan baik dan menerapkan tajwid
dengan benar, agar nilai ibadahnya menjadi sah.

2
B. Makhorijul huruf
Makhorijul-huruf adalah tempat keluarnya huruf dalam
melafadkan huruf al-Qur‟ an. Mengetahui tempat keluarnya
huruf-huruf hijaiyah adalah sangat penting karena hal ini
menjadi dasar dalam melafadkan huruf hijaiyah secara benar.
Dalam membaca al-Qur‟ an makhorijul huruf Al-Qur‟ an harus
diketahui dan benarbenar dipahami untuk menghasilkan
bacaan al-Qur‟ an yang baik dan benar. Maka ketika membaca
Al-Qur‟ an, setiap huruf harus dibunyikan sesuai dengan
makhrajnya.
Adapun tempat-tempat keluarnya huruf
(makhorijulhuruf) secara rinci adalah:
(1) Rongga mulut (huruf mad yang tiga : ‫و ا‬، ‫ي‬، )
(2) Pangkal tenggorokan ( ‫ه ء‬، )
(3) Tengah tenggorokan ( ‫ح ع‬، )
(4) Ujung tenggorokan ( ‫خ غ‬، )
(5) Pangkal lidah paling belakang ( ‫) ق‬
(6) Pangkal lidah sedikit ke depan ( ‫) ك‬
(7) Tengah lidah dengan langit-langit ( ‫ش ج‬، ‫ي‬، )
(8) Sisi lidah bertemu geraham atas (‫) ض‬
(9) Dibawah sisi lidah setelah dhad ( ‫) ل‬
(10) Ujung lidah setelah lam ( ‫) ن‬
(11) Ujung lidah setelah nun ( ‫) ر‬
(12) Ujung lidah bertemu gusi atas ( ‫د ط‬، ‫ت‬، )
(13) Ujung lidah bertemu ujung gigi depan yang atas ( ‫ظ‬
‫ذ‬، ‫ث‬، (
(14) Ujung lidah diantara gigi atas dan gigi bawah (lebih
dekat ke bawah)
) ‫س ص‬، ‫ز‬، (

3
(15) Bibir bawah bagian dalam bertemu ujung gigi atas (
‫(ف‬
(16) Dua bibir ( ‫ب و‬، ‫م‬، )
(17) Rongga hidung (ghunnah/ dengung)

C. Tajwid
Tajwid secara bahasa artinya “memperindah sesuatu”,
dan secara istilah adalah “Ilmu tentang kaidah serta cara-cara
membaca Al-Qur‟ an dengan baik dan benar”, maka ilmu tajwid
mengandung arti melakukan sesuatu dengan elok dan indah,
atau bagus dan membaguskan. Kegunaan tajwid ialah sebagai
alat untuk mempermudah mengetahui panjang-pendek dalam
melafadkan bacaan ayat ketika membaca Al-Quran.
Tujuan tajwid adalah memelihara bacaan Al-Qur‟ an dari
kesalahan baca dan perubahan bunyi serta memelihara lisan
dari kesalahan membaca. Adapun hukumnya, belajar ilmu
tajwid itu hukumnya fardlu kifayah sedang membaca Al-
Qur‟ an dengan baik (sesuai dengan ilmu tajwid) itu hukumnya
fardlu „ain. Maksudnya, mempelajari ilmu tajwid sebagai teori
dan detil itu fardlu kifayah, sedangkan pratik membaca
AlQur‟ an dengan tajwid itu fardlu „ain, oleh karena itu belajar
membaca Al-Qur‟ an itu memerlukan pembimbing agar bisa
mempraktikan tajwidnya.
Dalam ilmu tajwid dikenal ada 9 (sembilan) hukum
bacaan yang isinya menjelaskan bagian-bagian tanda baca dan
cara melafadkannya atau pengucapannya, yaitu:
1. Hukum nun mati dan tanwin, terdiri dari:
a. Idhhar Halqi
Yaitu bila nun mati dan tanwin bertemu dengan
huruf idhhar maka cara melafadkan atau

4
mengucapkannya harus jelas. Jika nun mati atau
tanwin bertemu huruf-huruf Halqi (tenggorokan)
seperti: alif/hamzah ( ‫) ء‬, ha‟ ( ‫) ح‬, kha‟ ( ‫( خ‬, „ain
( ‫) ع‬, ghin (‫) غ‬, dan ha‟ ( ‫)ھ‬. Idhhar Halqi artinya
dibaca dengan jelas.
b. Idgham bighunnah
Jika nun mati atau tanwin bertemu huruf-huruf
seperti: mim ( ‫) م‬, nun ( ‫) ن‬, wau ( ‫)و‬, dan ya‟ ( ‫)ي‬,
maka ia harus dibaca lebur dengan dengung.
c. Idgham Bilaghunnah
Jika nun mati atau tanwin bertemu huruf-huruf
seperti ra‟ ( ‫ ) ر‬dan lam ( ‫) ل‬, maka ia harus dibaca
lebur tanpa dengung.
Pengecualian: Jika nun mati atau tanwin bertemu
dengan keenam huruf idgam tersebut tetapi
ditemukan dalam satu kata, seperti ‫ بنُ ْيا َ ن‬,
َ ‫ ادَُّْ نيا‬, ‫قنْ َوا ن‬
ِ , dan ‫صن َوا ن‬
ِ , maka nun mati atau
tanwin tersebut dibaca jelas.
d. Iqlab
Hukum ini terjadi apabila nun mati atau tanwin
bertemu dengan huruf ba‟ ( ‫) ب‬. Dalam bacaan ini,
bacaan nun mati atau tanwin berubah menjadi bunyi
mim ( ‫) م‬.
e. Ikhfa‟ haqiqi
Jika nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf-
huruf seperti ta‟ ( ‫) ت‬, tsa‟ ( ‫) ث‬, jim ( ‫) ج‬, dal ( ‫) د‬,
dzal ( ‫) ذ‬, zai ( ‫) ز‬, sin ( ‫) س‬, syin ( ‫) ش‬, shad ( ‫) ص‬,
dlad ( ‫) ض‬, tha‟ ( ‫) ط‬, dha‟ ( ‫) ظ‬, fa‟ ( ‫) ف‬, qof ( ‫) ق‬,
dan kaf ( ‫) ك‬, maka ia harus dibaca samar-samar
(antara Idhhar dan Idgham)

5
2. Hukum mim mati
Hukum mim mati memiliki 3 jenis, yaitu: a.
Ikhfa‟ Syafawi
Apabila mim mati ( ْ‫ ) م‬bertemu dengan ba‟ ( ‫) ب‬,
maka cara membacanya harus dibunyikan samarsamar
di bibir dan dibaca dengung.
b. Idgham Mimi
Apabila mim mati ( ْ‫ ) م‬bertemu dengan mim ( ‫) م‬,
maka cara membacanya adalah seperti menyuarakan
mim rangkap atau ditasyidkan dan wajib dibaca
dengung. Idgham mimi disebut juga idgham mislain
atau mutamasilain.
c. Idhhar Syafawi
Apabila mim mati ( ْ‫ ) م‬bertemu dengan salah satu
huruf hijaiyah selain huruf mim (ْ‫ )م‬dan ba‟ ( ‫) ب‬,
maka cara membacanya dengan jelas di bibir dan
mulut tertutup.
3. Hukum mim dan nun tasydid
Hukum mim dan nun tasydid juga disebut sebagai wajib al-
ghunnah yang bermakna bahwa pembaca wajib untuk
mendengungkan bacaan. Maka jelaslah bacaan bagi
keduanya adalah didengungkan. Hukum ini berlaku bagi
setiap huruf mim dan nun yang memiliki tanda syadda atau
bertasydid ( dan ‫) ن‬.
4. Hukum alif lam ma‟ rifah
Alif lam ma‟ rifah adalah dua huruf yang ditambah pada
pangkal atau awal dari kata yang bermakna „nama‟ atau
isim. Terdapat dua jenis alif lam ma‟ rifah yaitu qamariah
dan syamsiah.
Alif lam qamariah ialah alif lam yang diikuti oleh 14 huruf
hijaiah, seperti: alif/hamzah ( ‫) ء‬, ba‟ ( ‫) ب‬, jim ( ‫) ج‬, ha‟

6
( ‫) ح‬, kha‟ ( ‫( خ‬, „ain ) ‫) ع‬, ghin ( ‫) غ‬, fa‟ (‫) ف‬, qaf ( ‫) ق‬,
kaf ( ‫) ك‬, mim ( ‫) م‬, wau ( ‫) و‬, ha‟ ( ‫ ) ھ‬dan ya‟ ( ‫) ي‬. Hukum
alif lam qamariah diambil dari bahasa arab yaitu al-qamar
yang artinya adalah “bulan”. Cara membaca alif lam ini
adalah dibacakan secara jelas tanpa meleburkan
bacaannya.
Alif lam syamsiah ialah alif lam yang diikuti oleh 14 huruf
hijaiah seperti: ta‟ ( ‫) ت‬, tsa‟ ( ‫) ث‬, dal ( ‫) د‬, dzal ( ‫) ذ‬, ra‟
( ‫) ر‬, zai ( ‫) ز‬, sin ( ‫) س‬, syin ( ‫) ش‬, shad ( ‫) ص‬, dlad ( ‫) ض‬,
tha‟ ( ‫) ط‬, dha‟ ( ‫) ظ‬, lam ( ‫ ) ل‬dan nun ( ‫) ن‬. Nama asy-
syamsiah diambil dari bahasa Arab “asy-suams” yang
artinya adalah matahari. Cara membaca alif lam ini tidak
dibacakan melainkan dileburkan kepada huruf setelahnya.
5. Hukum idgham
Idgham adalah berpadu atau bercampur antara dua huruf
atau memasukkan satu huruf ke dalam huruf yang lain.
Maka dari itu, bacaan idgham harus dilafadkan dengan
cara meleburkan suatu huruf kepada huruf setelahnya.
Terdapat tiga jenis idgham, yaitu:
Idgham mutamatsilain (yang serupa), ialah pertemuan
antara dua huruf yang sama sifat dan makhrajnya,
misalnya dal bertemu dal dan sebagainya. Hukumnya
adalah wajib diidghamkan. Idgham mutaqaribain (yang
berdekatan jenis), ialah pertemuan dua huruf yang sifat
dan makhrajnya hampir sama, seperti ba‟ bertemu mim,
qaf bertemu kaf dan tsa‟ bertemu dzal.
Idgham mutajanisain (yang sejenis), ialah pertemuan
antara dua huruf yang sama makhrajnya tetapi tidak
sama sifatnya seperti ta‟ dan tsa‟ , lam dan ra‟ serta dzal
dan dha‟ .

7
6. Hukum mad
Mad artinya adalah melanjutkan atau melebihkan. Dari
segi istilah Ulama tajwid dan ahli bacaan, mad bermakna
memanjangkan suara dengan lanjutan menurut
kedudukan salah satu dari huruf mad. Terdapat dua
bagian mad, yaitu mad asli dan mad far‟ i. Terdapat tiga
huruf mad yaitu alif, wau, dan ya‟ dan huruf tersebut
haruslah berbaris mati atau saktah. Panjang pendeknya
bacaan mad diukur dengan menggunakan harakat.
7. Hukum ra‟
Hukum ra‟ adalah hukum bagaimana membunyikan huruf
ra‟ dalam bacaan. Terdapat tiga cara yaitu kasar atau
tebal, halus atau tipis, atau harus dikasarkan dan
ditipiskan.

* Bacaan ra‟ harus dikasarkan apabila:


a. Setiap ra‟ yang berharakat atas atau fathah.
b. Setiap ra‟ yang berharakat mati atau sukun dan
huruf sebelumnya berharakat atas atau fathah.
c. Ra‟ berharakat mati yang huruf sebelumnya
berharakat bawah atau kasrah.
d. Ra‟ berharakat mati dan sebelumnya huruf yang
berharakat bawah atau kasrah tetapi ra‟ tadi
berjumpa dengan huruf isti‟ la‟ .
* Bacaan ra‟ yang ditipiskan adalah apabila:
a. Setiap ra‟ yang berharakat bawah atau kasrah.
b. Setiap ra‟ yang sebelumnya terdapat mad lain
c. Ra‟ mati yang sebelumnya juga huruf berharakat
bawah atau kasrah tetapi tidak berjumpa dengan
huruf isti‟ la‟ .

8
* Bacaan ra‟ yang harus dikasarkan dan ditipiskan adalah
apabila setiap ra‟ yang berharakat mati yang huruf
sebelumnya berharakat bawah dan kemudian
berjumpa dengan salah satu huruf isti‟ la‟ .
Isti‟ la‟ : terdapat tujuh huruf yaitu kha‟ ( ‫) خ‬, shad (
‫) ص‬, dhad ( ‫) ض‬, tha‟ ( ‫) ط‬, qaf ( ‫) ق‬, dan dha‟ ( ‫) ظ‬.
8. Qalqalah
Qalqalah adalah bacaan pada huruf-huruf qalqalah dengan
bunyi seakan-akan berdetak atau memantul. Huruf
qalqalah ada lima yaitu qaf ( ‫) ق‬, tha‟ ( ‫) ط‬, ba‟ ( ‫)ب‬, jim
( ‫) ج‬, dan dal ( ‫) د‬. Qalqalah terbagi menjadi dua jenis:
a. Qalqalah kecil yaitu apabila salah satu dari huruf
qalqalah itu berharakat mati dan harakat matinya
adalah asli karena harakat sukun dan bukan karena
waqaf.
b. Qalqalah besar yaitu apabila salah satu dari huruf
qalqalah itu dimatikan karena waqaf atau berhenti.
Dalam keadaan ini, qalqalah dilakukan apabila bacaan
diwaqafkan tetapi tidak diqalqalahkan apabila bacaan
diteruskan.
9. Waqaf
Waqaf dari sudut bahasa ialah berhenti atau menahan,
sedangkan dari sudut istilah tajwid ialah menghentikan
bacaan sejenak dengan memutuskan suara di akhir
perkataan untuk bernapas dengan niat ingin
menyambungkan kembali bacaan.
Terdapat empat jenis waqaf yaitu:
a. (taamm) – waqaf sempurna – yaitu mewaqafkan atau
memberhentikan pada suatu bacaan yang dibaca
secara sempurna, tidak memutuskan di tengah-tengah

9
ayat atau bacaan, dan tidak mempengaruhi arti dan
makna dari bacaan karena tidak memiliki kaitan
dengan bacaan atau ayat yang sebelumnya maupun
yang sesudahnya
b. ‫( كاف‬kaaf) – waqaf memadai – yaitu mewaqafkan atau
memberhentikan pada suatu bacaan secara sempurna,
tidak memutuskan di tengah-tengah ayat atau bacaan,
namun ayat tersebut masih berkaitan makna dan arti
dari ayat sesudahnya
c. ‫( حسن‬Hasan) – waqaf baik – yaitu mewaqafkan bacaan
atau ayat tanpa mempengaruhi makna atau arti,
namun bacaan tersebut masih berkaitan dengan
bacaan sesudahnya
d. ‫( قبحي‬Qabiih) – waqaf buruk – yaitu mewaqafkan atau
memberhentikan bacaan secara tidak sempurna atau
memberhentikan bacaan di tengah-tengah ayat,
wakaf ini harus dihindari karena bacaan yang
diwaqafkan masih berkaitan lafad dan maknanya
dengan bacaan yang lain.
Tanda-tanda waqaf lainnya :
1. Tanda mim ( ‫ ) مـ‬disebut juga dengan Waqaf Lazim. yaitu
berhenti di akhir kalimat sempurna.
Wakaf Lazim disebut juga Wakaf Taamm
(sempurna) karena wakaf terjadi setelah kalimat
sempurna dan tidak ada kaitan lagi dengan kalimat
sesudahnya. Tanda mim ( ‫) م‬, memiliki kemiripan dengan
tanda tajwid iqlab, namun sangat jauh berbeda dengan
fungsi dan maksudnya;
2. Tanda tha‟ ( ‫ ) ط‬adalah tanda Waqaf Mutlaq dan haruslah
berhenti.

10
3. Tanda jim ( ‫ ) ج‬adalah Waqaf Jaiz. Lebih baik berhenti
seketika di sini walaupun diperbolehkan juga untuk tidak
berhenti.
4. Tanda dha‟ ( ‫ ) ظ‬bermaksud lebih baik tidak berhenti
5. Tanda shad ( ‫ ) ص‬disebut juga dengan Waqaf Murakhkhas,
menunjukkan bahwa lebih baik untuk tidak berhenti
namun diperbolehkan berhenti saat darurat tanpa
mengubah makna. Perbedaan antara hukum tanda dha‟
dan shad adalah pada fungsinya, dalam kata lain lebih
diperbolehkan berhenti pada waqaf shad
6. Tanda shad-lam-ya‟ (‫ ( صلے‬merupakan singkatan dari “Al-
washl Awla” yang bermakna “wasal atau meneruskan
bacaan adalah lebih baik”, maka dari itu meneruskan
bacaan tanpa mewaqafkannya adalah lebih baik;
7. Tanda qaf ( ‫ ( ق‬merupakan singkatan dari “Qila alayhil
waqf” yang bermakna “telah dinyatakan boleh berhenti
pada wakaf sebelumnya”, maka dari itu lebih baik
meneruskan bacaan walaupun boleh diwakafkan
8. Tanda shad-lam (‫ ( صل‬merupakan singkatan dari “Qad
yushalu” yang bermakna “kadang kala boleh
diwashalkan”, maka dari itu lebih baik berhenti walau
kadang kala boleh diwashalkan
9. Tanda Qif (‫ ) قف‬bermaksud berhenti, yakni lebih
diutamakan untuk berhenti. Tanda tersebut biasanya
muncul pada kalimat yang biasanya pembaca akan
meneruskannya tanpa berhenti
10. Tanda sin ( ‫ ) س‬atau tanda Saktah ( ‫ ) سکهت‬menandakan
berhenti seketika tanpa mengambil napas. Dengan kata
lain, pembaca haruslah berhenti seketika tanpa
mengambil napas baru untuk meneruskan bacaan

11
11. Tanda Waqfah ( ‫ ) وقهف‬bermaksud sama seperti waqaf
saktah ( ‫) ھتکس‬, namun harus berhenti lebih lama tanpa
mengambil napas
12. Tanda La ( ‫ ( ال‬bermaksud “Jangan berhenti!”. Tanda ini
muncul kadang kala pada penghujung maupun
pertengahan ayat. Jika ia muncul di pertengahan ayat,
maka tidak dibenarkan untuk berhenti dan jika berada di
penghujung ayat, pembaca tersebut boleh berhenti atau
tidak
13. Tanda kaf ( ‫ ( ك‬merupakan singkatan dari “Kadzalik” yang
bermakna “serupa”. Dengan kata lain, makna dari waqaf
ini serupa dengan waqaf yang sebelumnya muncul
14. Tanda bertitik tiga ) … …( yang disebut sebagai Waqaf
Muraqabah atau Waqaf Ta‟ anuq (terikat). Waqaf ini akan
muncul sebanyak dua kali di mana-mana saja dan cara
membacanya adalah harus berhenti di salah satu tanda
tersebut. Jika sudah berhenti pada tanda pertama, tidak
perlu berhenti pada tanda kedua dan sebaliknya.

D. Tahsin dalam Membaca Al-Qur’an


Kebiasaan yang sering terjadi dalam membaca AlQur‟ an
yang perlu diperbaiki:
1. Vokal yang tidak sempurna
Cara mengatasinya adalah dengan membuka dan
menutup mulut, serta menggerakkan bibir secara tepat
sesuai kebutuhan dalam pengucapan makhorijul huruf.
2. Ketika membaca huruf yang disukun suara sering mantul
Cara mengatasinya adalah, lidah atau bibir ditekan dengan
lembut ke langit-langit, kemudian dilepaskan dari
makhrajnya bersamaan dengan pengucapan huruf

12
berikutnya. Hindari membaca dengan tergesagesa seakan-
akan sedang berlomba adu cepat dengan orang lain dalam
membaca.
3. Tidak konsisten dalam membaca bacaan mad dua harakat
Cara mengatasinya adalah, ayun suara untuk huruf yang
mempunyai mad dua harakat, jangan terlalu
mengutamakan lagu sehingga sehingga melupakan panjang
pendeknya bacaan sesuai hukum tajwid. Boleh
menggunakan lagu/irama tapi tetap dengan
memperhatikan dan menerapkan hukum tajwid.
4. Tergesa-gesa sewaktu membaca bacaan ghunnah Cara
mengatasinya adalah, tahan suara lebih lama, ketika
membaca huruf ghunnah. Sebagian ulama qira‟ at
menetapkan dengan cara membuka dan menutup tiga jari
(seperti orang menghitung) yang tidak terlalu cepat dan
tidak pula terlalu lambat.

13
BAB 2
AKHLAK MUSLIM SEHARI-HARI

A. Birrul-Walidain
Birrul Walidain merupakan kebaikan-kebaikan yang
dipersembahkan oleh seorang anak kepada kedua orangtuanya,
kebaikan tersebut mencakup lahir dan batin, dan hal tersebut
didorong oleh nilai-nilai fitrah manusia. Allah berfirman:

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya


dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orangorang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman
sejawat, ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orangorang yang sombong dan
membangga-banggakan diri. (QS. An Nisa‟ : 36)
Allah menetapkan berbuat baik pada orangtua sebagai
amalan kedua setelah menjadikan Allah satusatunya Ilah yang
disembah. Hal inilah yang menjadi dasar kuat kedudukan
akhlak ini untuk diterapkan oleh seorang muslim. Begitu juga
dalam firman Allah berikut ini :

14
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambahtambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS.
Luqman : 14)
Dari Abu Hurairah r.a. katanya: “Ada seorang lelaki
datang kepada Rasulullah SAW. lalu berkata: “Ya Rasulullah,
siapakah orang yang paling berhak untuk saya tersahabati
dengan sebaik-baiknya - yakni siapakah yang lebih utama untuk
dihubungi secara sebaik-baiknya?” Beliau menjawab: “Ibumu.”
Ia bertanya lagi: “Lalu siapakah?” beliau menjawab: “Ibumu.”
Orang itu sekali lagi bertanya: “Kemudian siapakah?” Beliau
menjawab lagi: “Ibumu.” Orang tadi bertanya pula: “Kemudian
siapa lagi.” Beliau menjawab: “Ayahmu.” )Muttafaq „alaih(
Didahulukan ibu dari ayah, karena banyaknya
pengorbanan, pengabdian, kasih sayang yang telah diberikan
oleh seorang ibu. Seorang ibu telah mengandung, menyusui,
mendidik dan tugas lainnya sehingga ibu mendapatkan
keutamaan seperti itu. Namun demikian ayah juga harus
dimulyakan sebagai orang tua yang telah membina keluarga.
“Siapa yang membuat kedua ibu-bapaknya senang dan
ridha, maka ia telah membuat Allah senang dan ridha padanya.
Dan barangsiapa membuat marah orangtuanya, maka berarti ia
telah membuat murka Allah.” )HR. Ibnu
Najjar)

15
Bentuk-bentuk Birrul-walidain, di antaranya adalah:
1. Saat orang tua masih hidup:
a. Menaati segala perintah orang tua walaupun
orang tua bukan seorang muslim selama bukan
dalam rangka kekufuran. Firman Allah :

Dan jika keduanya memaksamu untuk


mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak
ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan
orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS.
Luqman: 15)
b. Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. Seperti yang
telah difirmankan Allah :

16
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik
pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al-
Isra : 23)
c. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan dan mendoakan
mereka.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan


penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al Isra : 24)
d. Memandang dengan pandangan gembira. “Jika
seorang anak memandang orangtuanya dengan
pandangan gembira, maka anak akan mendapat
pahala bagaikan memerdekakan hamba sahaya.
„Lalu ada yang ber-tanya: „Wahai Rasulullah,
bagaimana jika anak memandangnya sebanyak

17
tiga ratus enam puluh kali?‟ Rasulullah
menjawab: „Allah Maha Besar dari ke semua
)pahala( itu” )HR. Imam Baihaqi(
e. Menyambut kedatangan mereka dengan baik.
„Aisyah pernah berkata: “Aku belum pernah
melihat seseorang yang lebih mirip keanggunan
dan ketenangan-nya serta (pula) dalam memberi
petunjuk seperti Rasulullah selain Fatimah binti
Ra-sulullah Saw. sendiri. Apabila Fatimah masuk
mengunjungi Nabi SAW., Nabi berdiri
menyambutnya, lalu menciumnya dan
mendudukkannya pada tempat duduknya. Dan
Nabi SAW apabila mengunjungi Fatimah, Fatimah
berdiri dari tempat duduk untuk menyambut
kedatangannya, lalu ia menciumnya dan
mendudukkannya pada tempat duduknya
sendiri.” )HR. Abu Daud, an-Nasai dan at-
Tirmidzi)
f. Tidak membuat mereka menjadi bahan celaan.
Dari Abdullah bin Amr bin Ash ra, Rasulullah SAW
bersabda: “Sesungguhnya termasuk diantara dosa
besar adalah seseorang yang melaknat
orangtuanya.” Rasulullah SAW ditanya, “Ya
Rasulullah, bagaimana mungkin seseorang
melaknat kedua orangtuanya?” Rasulullah
menjawab, “Ia mencaci-maki ayah orang lain
sehingga orang itu mencaci-maki ayahnya. Ia
mencaci-maki ibu orang lain seh-ingga orang itu
mencaci-maki ibunya.” )HR. Imam Bukhari, Imam
Muslim, Imam Abu Daud, dan Imam
Tirmidzi).

18
2. Saat orangtua sudah meninggal
Diantara akhlak berbakti kepada orangtua ketika mereka
sudah meninggal adalah:
a. Menyelenggarakan pengurusan jenasahnya,
b. Berdoa untuk memohonkan ampun atas segala
dosanya,
c. Memenuhi segala janji yang belum terlaksana
(wasiat, hutang piutang, dll)
d. Menghormati teman dan kerabat baik orangtua.
Sesuai dengan hadits Rasulullah: Sahabat Abi Usaid
Malik bin Rabiah As-Sa‟ idiy ra berkata: “Pada suatu ketika
kami duduk di sisi Rasulullah saw, tibatiba datang seorang
lelaki dari Bani Sal amah menghadap beliau seraya
berkata: “Ya Rasulullah, masih adakah kewajiban berbakti
kepada kedua orangtua setelah mereka meninggal‟ ‟
Jawab Rasulullah: “Ya, masih. Yakni dengan cara
menshalati ketika meninggal, memintakan am-punan
kepadanya, melestarikan janji-janji yang telah dibuatnya,
menyambung tali silaturrahmi dengan sanak familinya, dan
menyambung tali persaudaraan dengan teman-teman
karibnya sewaktu masih hidup.”” )HR. Abu Dawud, Ibnu
Majah, dan Ibnu Hibban di dalam kitab shahihnya).
Anas ibnu Malik ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah
bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba yang kedua
bapak ibunya wafat atau salah satunya, padahal ia telah
menyakitinya, akan tetapi ia terus menerus mendoakan
mereka dan memohonkan ampunan untuk mereka, maka
ia akan dicatat oleh Allah sebagai orang yang berbakti
)kepada orang tuanya(.” (HR. Imam Baihaqi di dalam kitab
Syu‟ abul Iman).

19
B. Adab Pergaulan
Adab pergaulan dengan teman sebaya
Sebagai seorang muslim kita dituntut untuk menjadi
seorang agen perubahan dan penebar kebermanfaatan di
manapun berada, maka sudah sepatutnya lah bagi kita untuk
menjaga dan mempererat ukhuwah di antara sesama dengan
pergaulan yang baik. Hakikat seorang manusia adalah makhluk
sosial yang tidak akan sanggup menjalani kehidupannya
seorang diri. Salah satu elemen masyarakat yang akan banyak
kita temui selama kehidupan adalah teman atau sahabat.
Kesempurnaan Islam pun tidak membiarkan mereka (umat)
lepas dari norma-norma beragama, bahkan secara gamblang,
Islam telah menggariskan cara-cara yang patut ditempuh untuk
menjalani hubungan dengan teman atau sahabat. Berikut
contoh-contoh hal yang perlu diperhatikan dalam bergaul
dengan sesama teman:
1. Bergaul dengan orang yang shalih
Hal ini sesuai dengan yang telah diriwayatkan oleh Abu
Hurairah bahwa Rasulullah s.a.w.bersabda,”Seorang
laki-laki itu tergantung dengan agama teman bergaulnya,
maka hendaklah salah seorang melihat dengan siapa ia
bergaul.” )HR. Abu Dawud: 4833(. Bergaullah dengan
orang shalih untuk dapat meniru kesealihannya.
2. Berbuat baik dan menyambung tali silaturrahim Rasulullah
Saw adalah orang yang baik Akhlaknya dan beliau
merupakan teladan bagi umat seluruh manusia. Beliau
memerintahkan kepada umatnya untuk berbuat baik ke-
pada temannya sebagaimana hadits yang diriwayatkan
oleh Abdullah bin Amr, “Sebaik-baik sahabat di sisi Allah
adalah seorang yang terbaik bagi temannya. Dan tetangga

20
yang paling baik adalah yang baik terhadap tetangganya.”
(HR. Tirmidzi: 1944). Selain itu kita juga diperintahkan
untuk menyambung silaturrahim. “Dan engkau sambunglah
silaturrahim.” )HR. Muslim: 348(. Oleh karena itu, ketika
ada yang memiliki teman yang tidak baik maka ajaklah
untuk berubah menjadi baik (shalih) sambil menjaga
keutuhan silaturrahim.
3. Tidak mencela, menyakiti, dan menakuti teman

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum


mengolok-olok kaum yang lain. Karena boleh jadi mereka
(Orang yang diolok-olok) lebih baik daripada mereka (yang
mengolok-olok). Dan jangan perempuan-perempuan
(mengolok-olok) perempuanperempuan yang lain. Karena
boleh jadi perempuan (yang diolok-olok) lebih baik dari
perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu
mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil
dengan gelar (panggilan) yang buruk. (QS. Al Hujurat: 11)
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw
bersabda,”Apabila ada dua orang yang saling mencaci-
maki, maka cacian yang diucapkan oleh keduanya itu,
dosanya akan ditanggung oleh orang yang memulai
cacian.” )HR. Muslim: 2587(.

21
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin
dan mukminat tanpa perbuatan yang mereka perbuat,
maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan
dan dosa yang nyata. (QS. Al Ahzab: 58).
Oleh karena itu hendaklah setiap muslim menjaga lisan
dan sikap dari menyakiti saudara sesama muslim dan orang
lain, termasuk dalam hal adanya perbedaan suku,
golongan maupun pendapat di kalangan sesama muslim.
4. Memberi julukan yang baik dan yang dia senangi
Rasulullah Saw mendapati Ali sedang tidur di masjid dan
badannya penuh debu, lantas beliau bersabda,
”Bangunlah Abu Turab, bangunlah Abu Turab.”Sahl bin
Sahl mengatakan, ”Sebutan Abu Turab merupakan nama
yang paling disukai oleh Ali bin Abi Thalib, sesungguhnya
dia gembira jika dipanggil dengan nama ini.” )HR.
Bukhari: 441).
5. Saling menyayangi dan mencintai kerena Allah “Orang-
orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi,
dan menyayangi bagai satu tubuh. Apabila ada salah sau
anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan
ikut terjaga (tidak bisa tidur) karena merasakan panas
)akibat turut merasakan sakit(” )HR. Muslim: 2586(
Rasulullah Saw bersabda, ”Sesungguhnya Allah Ta‟ ala
berfirman pada hari kiamat kelak.” “Mana orang-orang
yang mencintai karena keagunganKu? Hari ini kunaungi
mereka, dimana tidak ada naungan pada hari ini selain
naunganKu.” )HR. Muslim: 2566(.

22
6. Tidak menyebarkan aib

Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita)


perbuatan amat keji tersebar di kalangan orangorang
beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di
akherat (QS. An Nur: 19).
“Tidaklah seorang hamba menutupi aib hamba yang
lainnya di dunia, kecuali Allah akan menutupi aibnya
pada hari kiamat kelak.”)HR. Muslim: 2590(.

Adab pergaulan dengan orang yang lebih tua


Orang yang lebih tua pun ternyata mendapatkan porsi
penghormatan yang tidak kalah besar dalam islam. Baik itu
orang yang lebih tua secara genetik (nasab) dengan kita
maupun mereka yang tidak memiliki hubungan genetika dengan
kita. Karena bagaimanapun juga, mereka lah yang lebih banyak
memakan asam garam kehidupan dunia dibanding kita. Maka,
belajar kepada pengalaman yang telah mereka miliki adalah
suatu kenis-cayaan dalam meraih kesuksesan kita kedepannya.
Berikut beberapa contoh perilaku yang patut kita junjung
dalam berinteraksi dengan mereka:
1. Berbuat baik kepada orang tua

23
“Dan kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat)
kebaikan kepada kedua orang tuanya.” (QS. Al Ankabut:
8).
2. Tidak mencela orang tua orang lain
Rasulullah Saw bersabda, ”Sesungguhnya termasuk dari
dosa besar adalah seseorang yang melaknat kedua orang
tuanya sendiri.” Kemudian beliau ditanya, ”Kenapa hal
itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” beliau menjawab,
”Seseorang mencela )melaknat( ayah orang lain,
kemudian orang tersebut membalas mencela ayah dan
ibu orang yang pertama.” )HR. Bukhari: 5973(.
3. Bertutur kata lembut dan senantiasa mendoakan orang tua

Maka sesekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada


orang tuanya perkataan “Ah” dan janganlah engkau
membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya
perkataan yang baik. (QS. Al Isra‟ : 23).
4. Tetap berbuat baik kepada orang tua yang belum diberi
hidayah

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan


berlaku adil terhadap orang-orang (kafir) yang tiada

24
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir
kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang berlaku adil. (QS. Al Mumtahanah: 8).
5. Menyambung tali silaturahmi kepada kerabat orang tua
Rasulullah Saw bersabda, ”Sesungguhnya kebaikan yang
paling utama adalah manakala seseorang menyambung
hubungan silaturrahim kepada kerabat dan teman dekat
bapaknya.” )HR. Tirmidzi: 1903(.

Adab pergaulan dengan lawan jenis


Setiap muslim sepatutnya memahami batas-batas yang
diberikan oleh Islam dalam mengatur tata cara berinteraksi
dengan lawan jenis, karena bagaimanapun Islam adalah suatu
sistem regulasi kehidupan komprehensif yang menata segala
perbuatan kita, baik itu perbuatan keduniawian maupun yang
berkaitan dengan unsur-unsur ukhrawi. Berikut adalah contoh
dari batasanbatasan yang harus kita perhatikan dalam bergaul
dengan lawan jenis:
1. Berpakaian syar‟ i

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anakanak


perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. Al Ahzab: 59)

25
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan
kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau puteraputera mereka,
atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-
laki mereka, atau puteraputera saudara lelaki mereka, atau
putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-
wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan
kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-
orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An Nur: 31).

26
Pada prinsipnya berpakaian syar‟ i adalah berpakaian yang
menutupi aurat, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
2. Menjaga diri dalam berkata

Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti


wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah
kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah
orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah
perkataan yang baik. Dan hendaklah kamu tetap di
rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orangorang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-
Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan
dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya. (QS. AlAhzab 32-33).
3. Menjaga diri dalam memandang
“Tiga pasang mata tidak akan menyentuh api neraka, yaitu
mata yang menutup dari apa yang diharamkan oleh Allah,
mata yang terjaga di jalan Allah, dan mata yang menangis
karena takut kepada Allah.” )HR. Imam Hakim dan Imam
Baihaqi).

27
4. Menjaga diri dalam situasi yang mengundang maksiat
Menjaga diri dalam situasi yang dimaksud di sini adalah
menghindarkan untuk bertemu berdua-duaan dengan
lawan jenis yang bukan mahram kita. Kenapa? Karena
dalam kondisi seperti ini, setan akan sangat rawan
menggoda kita untuk bermaksiat di hadapan Rabb nya.
Rasulullah pernah bersabda, “Janganlah salah seorang
dari kalian berdua-duaan dengan seorang wanita, karena
setan akan menjadi yang ketiganya.” )HR. Ahmad dan At
Tirmidzi)
Jika kita memang memiliki urusan dengan lawan jenis,
alangkah baiknya jika kita ajak juga teman yang lain.
Selain untuk menghindarkan fitnah, godaan dari setan
pun dapat diminimalisir.
5. Menjaga diri dalam berjabat tangan
Bersalaman secara umum memberikan efek positif dalam
pergaulan sehari-hari. Bersalaman merupakan sebagian
langkah untuk mengeratkan hubungan antar individu
dalam hal apapun, baik itu hubungan kekerabatan,
hubungan bisnis,dan lain-lain. Dengan bersalaman juga
sebuah ikatan dimulai dan perjanjian dilakukan.
Ketika seorang muslim berjabat tangan dengan sesama
muslim dan saling mengucapakan salam, Allah
mengugurkan dosa-dosa dari keduanya. Namun
demikian, ada perhatian khusus terkait bersalaman
antara pria dan wanita yang bukan mahram. Salah satu
istri Rasulullah, Aisyah ra, pernah berkata: “Tidak
pernah sekali-kali Rasulullah SAW menyentuh tangan
seorang muslimah yang tidak halal baginya” )HR. Bukhari
dan Muslim).

28
Dalam sebuah hadits Imam Bukhari juga disebutkan
bahwa ketika Nabi Muhamamd SAW membai'at
perempuan yang bukan mahram beliau tidak menjabat
perempuan tersebut dan membai'at hanya dengan
ucapan.(Al-Bukhari bab. Surat Al-Mumtahanah ayat 10).
Memang dalam pergaulan sehari-hari sulit untuk
menghindari berjabat tangan dengan perempuan bukan
mahram. Kita dituntut untuk mengikuti syari'at tapi tetap
tidak mengurangi kualitas hubungan antar individu laki-
laki dan perempuan. Untuk itu, patutlah dicari cara yang
elegan dalam menghindari bersalaman dengan
perempuan bukan muhrim sesuai dengan situasi dan
kondisi yang ada agar keakraban tetap terjaga.

C. Konsep Hidup Sehat


Sehat dan sakit adalah dua bagian kehidupan manusia
yang saling bertentangan serta tidak bisa kita hindari, karena
keduanya memang merupakan bagian dari sunnatullah, namun
manusia bisa berusaha untuk sehat atau mengantisipasi agar
tidak sakit. Allah menganugerahkan potensi bagi manusia untuk
mampu berusaha (ikhtiar), oleh karena itu Allah
memerintahkan agar manusia mau berusaha, termasuk
berusaha selalu sehat.
Sehat (al-shihhah), dalam Islam bukan hanya merupakan
sesuatu yang berhubungan dengan masalah fisik (jasmani),
melainkan juga menyangkut psikis (jiwa). Karena itulah
mengapa Islam memperkenalkan konsepsi alShihhah wa al-
afiyat (lazim diucapkan sehat wal‟ afiat). Maksud dari konsep
itu yakni suatu kondisi sehat di mana seseorang mengalami
kesehatan menyeluruh, jasmani (fisik) maupun rohani (psikis).

29
Dalam ajaran Islam tentang bersih dan suci pun juga mencakup
bersih/suci secara lahir (badan, pakaian dan tempat) dan
bersih/suci secara batin, yaitu hadats (kotoran batiniah).

Pola hidup sehat ala Rasulullah


Pola hidup sehat Rasulullah dapat dilihat dalam berbagai
bentuk, di antaranya adalah pengendalian mutu makanan dan
minuman. Apa yang dikonsumsi Rasulullah terseleksi secara
disiplin dan ketat, baik dari segi kehalalannya maupun tingkat
kebaikannya. Ukuran kehalalan dinilai dari cara
mendapatkannya (legal) maupun bahan makanan dan minuman
yang dikonsumsi.
Sedangkan kebaikan (thayyib) berkaitan dengan kandungan gizi
pada makanan/minuman untuk dikonsumsi. Dalam hal makan
atau minum Rasulullah tidak pernah berlebihan. Rasulullah
akan makan ketika sudah merasa lapar dan berhenti makan
sebelum kenyang.
Rahasia pola hidup sehat Rasulullah yang lainnya adalah,
baik puasa fardlu maupun puasa sunnah di luar bulan
Ramadlan. Berpuasa merupakan tameng sederhana dan efektif
bagi diri pribadi agar terhindar dari berbagai macam penyakit,
baik jasmani maupun rohani. Pada sisi kesehatan jasmani,
berpuasa dapat menjaga organ tubuh dan stamina tubuh agar
tetap berenergi secara stabil serta sarana pembersihan racun
(detoksifikasi) secara total dalam tubuh sehingga tubuh
menjadi sehat.
Pola hidup sehat Rasulullah yang terkait dengan
kesehatan, sebagian besar bersifat preventif. Karena itu,
anjuran bersuci, berkhitan, menjaga kesehatan dan senyum
semuanya bertendensi pada kesehatan individu yang bermuara
pada umat Muslim yang sehat jasmani dan rohani.

30
Penerapan pola hidup sehat:
1. Senantiasa memelihara kebersihan dzahir dan bathin
Kebersihan adalah pangkal kesehatan, Nabi Muhammad
saw. pernah bersabda: “An-nadhafatu min al-iman”
(kebersihan itu bagian dari iman). Kebersihan yang
diajarkan dalam Islam meliputi kebersihan lahir maupun
batin. Bersih secara lahir adalah sikap bersih dan menjaga
kebersihan pada badan, pakaian maupun
tempat/lingkungan. Yang paling esensial dari kebersihan
diri itu adalah kebersihan batin, yaitu hati, jiwa dan
pikiran. Dalam berbagai kenyataan sering ditemukan
adanya orang yang mudah berburuk sangka (su‟ udh-dhan)
atau suka curiga kepada orang lain. Bahkan ada yang
sampai berburuk sangka kepada Allah, Na‟ udzu billahi min
dzalik. Di dalam banyak ayat Al-Qur‟ an, Allah
mengisyaratkan betapa pentingnya memelihara
kebersihan hati dan jiwa itu, karena dari jiwa yang sehat
lahir perilaku yang sehat serta mulia, dan perilaku sehat
menumbuhkan pola hidup sehat.
2. Hendaknya kita mencari yang halal dan thayyib (baik),
kemudian mengkonsumsinya pula secara halal dan baik.
Barang yang halal bukanlah sesuatu yang sematamata
berhubungan dengan hasil jerih payah pekerjaan
seseorang melainkan juga berhubungan dengan dari mana
sumber barang tersebut diperoleh. Mengenai petunjuk
kehalalan dan kebaikan sesuatu yang hendak kita konsumsi
itu, antara lain adalah firman Allah:

31
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari
apa saja yang terdapat di bumi, dan janganlah kita
mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya
setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS Al-
Baqarah: 168).
Sebagai contoh, daging yang baik untuk dikonsumsi bukan
saja dilihat dari segi jenis daging dari hewan apa,
melainkan juga dari cara bagaimana diperolehnya,
bagaimana proses penyembelihannya, apakah sesuai
dengan ajaran Allah atau tidak.
3. Mohon perlindungan dan kesehatan kepada Allah atas apa
yang kita konsumsi.
Setiap kali memulai kegiatan makan atau minum secara
proporsional “makan dan minumlah, dan janganlah
berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berlebihan”, demikian peringatan dari Allah
SWT. Kemudian, mulailah dengan permohonan kepada
Allah (do‟ a), semoga apa yang hendak kita konsumsi itu
dijauhkan dari berbagai macam penyakit melainkan
sebaliknya akan mendatangkan kesegaran dan kebugaran
tubuh. Sebab pada dasarnya makan serta minum itu
bertujuan untuk menyehatkan tubuh dan mengganti sel-
sel yang diperlukan oleh setiap organ tubuh. Selanjutnya
diakhiri dengan do‟ a pula.
4. Memelihara keteraturan hidup (istiqamah). Seringkali ada
orang yang mudah terkena penyakit, penyebabnya karena
ia tidak memiliki disiplin diri terhadap makan, tidur,
istirahat, bekerja dan berolahraga. Umumnya masyarakat
kita masih lebih mengutamakan tampilan lahiriah dari
pada pemenuhan gizi makanan dan mutu minuman. Kalau
sudah sibuk beraktivitas sampai lupa jadwal makan.

32
Akibatnya lambung dan usus terganggu, maag, kekurangan
gizi dan sebagainya. Nanti memeriksakan kesehatannya
pada waktu sakit. Padahal Islam menerapkan suatu
perinsip al-wiqayat khairun min al-ilaj (pencegahan lebih
baik dari mengobati).

D. Manajemen Diri
Secara etimologis istilah manajemen berasal dari bahasa
Inggris yaitu to manage yang artinya mengatur atau mengurusi
sesuatu. Derivasi dari to manage di antaranya adealah manager
(pengurus/pengatur) dan management yang berarti kontrol dan
pengorganisasian sesuatu hal.
Jelasnya, manajemen berarti teknik atau cara yang
digunakan untuk mengurus atau mengatur sesuatu agar baik
dan dapat berdaya guna. Manajemen diri bagi seorang muslim
tentu saja harus berlandaskan pada norma-norma yang
termaktub dalam Al-Qur‟ an maupun Al-Hadits. Hal ini sekaligus
untuk membuktikan bahwa norma-norma dalam Islam itu
bersifat kaffah (menyeluruh) sehingga setiap aktivitas kaum
muslimin tidak lepas dari normanya.
Banyak sekali hadits Nabi yang memerintahkan kaum
muslimin untuk mengatur penampilan dirinya, diantaranya:
1. Berpenampilan rapi, bersih dan menarik
a. Sesungguhnya Allah itu indah dan senang dengan
keindahan. Bila seseorang di antara kamu
(bermaksud) menemui kawan-kawannya
hendaklah dia merapikan dirinya. (HR Muslim)
b. Apabila kamu memelihara rambut, hendaklah
dimuliakan (disisir, dirapikan agar tidak
acakacakan). (HR Abu Dawud dan Ath-Thahawi)

33
c. Siapa yang mengenakan pakaian, hendaklah kenakan
yang bersih. (HR Ath-Thahawi)
d. Janganlah seseorang di antara kalian berjalan
dengan hanya memakai sandal sebelah, pakailah
keduanya, atau tanggalkan keduanya. (Muttafaq
„Alaih(
e. Allah tidak akan melihat pada seseorang yang
menyeret-nyeret bajunya secara berlebihan
(kedodoran tidak rapi). (Muttafaq‟ Alaih).
2. Manajemen diri dalam berhubungan dengan orang lain
a. Jangan meremehkan sedikitpun (enggan melakukan)
perbuatan ma‟ ruf meskipun hanya menjumpai
kawan dengan wajah yang ceria. (HR. Muslim)
b. Abu Hurairah r.a. berkata, sesungguhnya Rasulullah
tidak pernah berbicara dengan seseorang melainkan
beliau menghadapkan wajahnya pada wajah teman
bicaranya dan Rasulullah tidak berpaling darinya
sebelum selesai berbicara. (HR Ath-Thabrani)
c. Hak seorang muslim terhadap muslim yang lain ada
enam: apabila engkau bertemu dengannnya
ucapkanlah salam, apabila dia mengundangmu maka
hadirilah, apabila dia meminta nasihatmu maka
nasihatilah dia, apabila dia bersin maka do‟ akanlah
dia, apabila dia sakit maka tengoklah, apabila dia
meninggal maka antarkanlah. (HR. Muslim)
3. Mengatur emosi, tutur kata dan tingkah laku
a. Seseorang (baru benar-benar dikatakan) muslim
adalah (manakala) muslim lainnya selamat dari
gangguan lidah dan tangannya. (HR. Bukhari dan
Muslim)

34
b. Barang siapa membanggakan diri sendiri, dan
berjalan dengan angkuh, maka dia menghadap Allah
sementara Allah murka kepadanya. (HR.
Ahmad)
c. Bertakwalah kepada Allah di manapun kamu berada
dan iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan
baik, niscaya (hal itu) akan menghapusnya. Dan
bergaulah dengan manusia dengan akhlak yang
luhur. (HR. Tirmidzi)
d. Orang kuat itu bukanlah pegulat, tetapi yang bisa
menahan dirinya ketika marah. (Muttafaq
„alaih(.
4. Manajemen Waktu
Membuat komitmen untuk mengontrol waktu merupakan
langkah pertama bagi manajemen waktu yang sukses.
Manajemen waktu secara tertulis tidak hanya membuat
rencana lebih efektif namun juga akan memperdalam
komitmen terhadap tujuan. Aturlah waktu sebaik-
baiknya dan pergunakan dengan tepat agar bermanfaat
serta menghasilkan manfaat. Jangan sampai menjadi
orang yang merugi dan menyesal karena tidak bisa
memanfaatkan waktu yang dimiliki. Islam mengajarkan
disiplin, istiqamah dan konsisten adalah dalam rangka
memanaj waktu.

35
BAB 3
ADAB PENCARI ILMU

Yang dimaksud dengan Adab Pencari Ilmu adalah tingkah


laku etis dalam menuntut ilmu. Orang yang sedang menjalani
proses belajar (menuntut ilmu) perlu memperhatikan adab
pencari ilmu ini agar setiap langkahnya diridlai Allah, ilmu
yang didapat dan dikuasai menjadi barakah dan bermanfaat
bagi kemaslahatan umat manusia. Ilmu dapat menjadikan
seseorang diangkat derajatnya oleh Allah SWT :

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:


"Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-
Mujaadilah: 11)
Allah SWT juga memberikan motivasi kepada golongan jin
dan manusia untuk dapat mempelajari dan mengekplorasi
semua yang ada di langit dan bumi (Sumber Daya Alam) melalui
kekuatan ilmu :

36
Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
(melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu
tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan. (Q.S. Ar-
Rahman : 33)
Adapun dalam mencari ilmu harus mengikuti adab-adab
yang perlu diperhatikan untuk diamalkan, antara lain:
A. Adab dalam Majelis

1. Memberi salam tatkala masuk majelis, demikian juga


ketika keluar meninggalkan majelis. Ucapan salam
merupakan ucapan sapaan yang diajarkan dalam Islam
yang mengandung arti do‟ a. Ucapan salam ini harus
diamalkan karena menjadi do‟ a dan dapat menjadi ciri
khas ucapan sapaan umat Islam.
2. Mengambil tempat yang kosong, dan tidak mengusir
orang (peserta majelis) lain dari tempatnya untuk
ditempati sendiri.
3. Tidak melangkahi bahu orang lain yang sudah duduk
untuk mengambil tempat di bagian depan.
4. Bagi orang yang sudah duduk, apabila ada tamu datang
yang sepantasnya diberi tempat di depan, maka berilah
jalan untuk memudahkan dia lewat.
5. Berusaha hadir lebih awal sebelum waktu yang dimulai
agar tidak mengganggu acara dalam majelis. Memulai
kegiatan majelis dengan do‟ a dan mengakhirinya juga
dengan berdo‟ a kepada Allah.

37
6. Selalu menjaga kesopanan dalam berkata dan bersikap.
Tidak melontarkan suara kasar dan keras yang dapat
mengganggu jalannya kegiatan majelis.
7. Berlapang dada dalam masalah khilafiyah (perbedaan
pendapat). Perselisihan yang terjadi pada perkara-
perkara yang diperbolehkan bagi akal untuk berijtihad di
dalamnya maka manusia dimaklumi berselisih tentangnya
karena perbedaan pemahaman. Pada permasalahan yang
termasuk medan pikiran, tidaklah pantas menjadikan
perbedaan semacam ini sebagai alasan untuk mencela
orang lain atau menjadikannya sebagai penyebab
permusuhan dan kebencian. Jika berdebat, maka
berdebatlah dengan baik dan bijaksana, dengan tetap
melandaskan pada kebenaran ilmiah secara obyektif.
Yang menjadi kewajiban bagi para penuntut ilmu adalah
tetap menjaga persaudaraan meskipun ada perbedaan,
karena didasari oleh niat mencari ridla Allah dan
mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
8. Bersikap bijaksana dan menghiasi diri dengan
kebijaksanaan. Yang dimaksud bijaksana ialah seorang
penuntut ilmu menjadi pembimbing orang lain dengan
akhlaknya dan dengan caranya mengajak orang
mengambil dan mengikuti yang benar. Hendaknya dia
berbicara dengan setiap orang sesuai dengan
keadaannya. Apabila cara ini ditempuh niscaya akan
tercapai kebaikan yang banyak, sebagaimana yang
difirmankan Allah „azza wa jalla yang artinya, “Dan
barang siapa yang diberikan hikmah sungguh telah diberi
kebaikan yang amat banyak.” Seorang yang bijak adalah
yang dapat menempatkan segala sesuatu sesuai
kedudukannya masing-masing. Maka sudah selayaknya,

38
bahkan menjadi kewajiban bagi para penuntut ilmu
untuk bersikap bijaksana.

B. Adab terhadap Guru

1. Duduk sopan dan tenang di hadapan guru, dan selalu


menghormatinya sebagai orang yang berjasa memberikan
ilmunya.
2. Bersikap menerima, memahami dan menyerap ilmu yang
disampaikan oleh guru, dan mencari waktu yang tepat
serta memohon ijin untuk menyampaikan pertanyaan.
3. Menghormati guru dan memposisikan mereka sesuai
kedudukannya. Sudah menjadi kewajiban bagi para
penuntut ilmu untuk menghormati para guru dan ulama
serta memposisikan mereka sesuai yang seharusnya.
Bagaimanapun juga harus diakui bahwa guru telah
berjasa besar mengajarkan ilmu kepada murid. Guru
adalah orang yang telah mendidik dan membina murid
menjadi pribadi yang kuat dan siap menghadapi masa
depan dengan ilmunya untuk mewujudkan kemaslahatan
umat. Oleh karena itu guru harus diposisikan sebagai
orang yang telah berjasa besar.
4. Perkara selanjutnya yang perlu menjadi perhatian para
penuntut ilmu, ialah memohon doa dari orang tua dan
guru, serta memohon keikhlasan dan ridha para guru
yang mengajarkan ilmu agar ilmu yang didapatkannya
bermanfaat.

39
C. Agar Ilmu Bermanfaat

1. Mengikhlaskan Niat untuk Allah


Yaitu dengan mendasarkan aktivitas menuntut ilmu
yang dilakukannya untuk mengharapkan ridla Allah sebab
Allah telah mendorong dan memotivasi untuk itu. Oleh
sebab itu maka kita harus mengikhlaskan diri dalam
menuntut ilmu hanya untuk menjalankan perintah Allah.
Apabila dalam menuntut ilmu seseorang mengharapkan
untuk memperoleh gelar semata demi mencari
kedudukan dunia atau jabatan maka Rasulullah s.a.w.
telah bersabda: “Barang siapa yang menuntut ilmu yang
seharusnya hanya ditujukan untuk mencari wajah Allah
„azza wa jalla tetapi dia justru berniat untuk meraih
bagian kehidupan dunia maka dia tidak akan mencium
bau surga pada hari kiamat.”
Lain halnya apabila seseorang yang menuntut ilmu
memiliki niat memperoleh ijazah/gelar sebagai sarana
agar bisa memberikan manfaat kepada orangorang
dengan mengajarkan ilmu, memberikan sumbangsih
bermanfaat sesuai keahliannya, menghadirkan karya
nyata untuk kemaslahatan sesuai ilmu yang dikuasainya
dan sebagainya, maka niatnya bagus dan tidak
bermasalah, karena ini adalah niat yang benar, yaitu
menjadi orang yang bermanfaat dengan ilmunya.
2. Bertujuan untuk Menghilangkan Kebodohan Diri Sendiri
dan Orang Lain
Hendaknya seseorang bertujuan dalam menuntut
ilmu demi mengangkat kebodohan dari dirinya sendiri
dan dari orang lain. Sebab pada asalnya manusia itu
bodoh, dalilnya adalah firman Allah SWT:

40
Allah lah yang telah mengeluarkan kalian dari perut-perut
ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu
apapun, dan kemudian Allah ciptakan bagi kalian
pendengaran, penglihatan dan hati supaya kalian
bersyukur. (QS. An-Nahl: 78).
Demikian pula niatkanlah untuk mengangkat kebodohan
dari umat, hal itu bisa dilakukan dengan pengajaran
(sharing) melalui berbagai macam sarana, supaya orang-
orang bisa memetik manfaat dari ilmu yang dimiliki.
3. Beramal dengan Ilmu
Hendaknya penuntut ilmu mengamalkan ilmu yang
dimilikinya, baik itu ilmu agama (Islam) maupun ilmu
lainnya. Sebab amal inilah buah ilmu dan hasil yang dipetik
dari ilmu. Setiap orang yang memiliki ilmu agama harus
mengamalkannya untuk dapat menjalankan dengan baik
dan benar, dan setiap orang yang memiliki ilmu lainnya
(ilmu umum) maka pengamalannya untuk menghasilkan
kemaslahatan bagi manusia dan menghindari kerusakan.
4. Bersabar dalam Menuntut Ilmu
Hendaknya setiap orang mampu sabar dalam belajar,
tidak terputus di tengah jalan karena merasa bosan dalam
menjalani proses belajar, terus konsisten belajar sesuai
kemampuannya dan bersabar dalam meraih ilmu, tidak
cepat jemu dalam menuntut ilmu. Apabila seseorang
mampu istiqamah maka dia tidak akan putus asa dan
memiliki jiwa yang kuat dan tegar dalam menghadapi
rintangan dan cobaan. Apabila seseorang sanggup

41
menahan diri untuk terus belajar niscaya dia akan meraih
pahala orang-orang yang sabar, dan juga akan
mendapatkan hasil yang baik.
5. Tetap Merendah dalam Berilmu dan Tidak Sombong
Menuntut ilmu bukan untuk bersombong-sombong
atau guna membangga-banggakan diri. Yang harus menjadi
perhatian, bahwa orang yang sombong dengan ilmu itu
lebih berbahaya dari orang yang sombong karena harta.
Menurut Ibnu al-Qayyim, “hal itu terjadi sebab orang yang
sombong karena ilmu akan sangat sulit menerima
kebenaran dari orang lain meski yang disampaikan adalah
memang kebenaran, tapi tidak demikian dengan orang
yang sombong dikarenakan harta, mereka relatif lebih
mudah menerima kebenaran”.

42
BAB 4
UKHUWAH : MAKNA DAN PENERAPANNYA

A. Makna Ukhuwah
Mungkin sudah terlalu sering kita mendengar kata
ukhuwah. Bahkan tidak sedikit di antara kita yang sudah lelah
untuk membicarakannya lagi, sebab selama ini ukhuwah
seolah-olah hanya menjadi sebuah dambaan yang kita tidak
tahu kapan hal itu akan tercapai.
Ukhuwah adalah ikatan jiwa yang melahirkan perasaan
kasih sayang, cinta, dan penghormatan yang mendalam
terhadap setiap orang, di mana keterpautan jiwa itu ditautkan
oleh ikatan adanya kesamaan, seperti kesamaan dalam nasab
(senasab/keturunan), kesamaan dalam agama (seagama),
kesamaan dalam kebangsaan (sebangsa) ataupun kesamaan
dalam kemakhlukan (sesama manusia). Ukhuwah
(persaudaraan) sesama muslim akan melahirkan rasa kasih
sayang yang mendalam pada jiwa setiap muslim dan
mendatangkan dampak positif, seperti saling menolong,
mengutamakan orang lain, saling menghargai, ramah, dan
mudah untuk saling memaafkan.
Sesungguhnya Islam telah menghimbau kepada umatnya
untuk senantiasa menjaga ukhuwah ini, karena pada
hakikatnya kaum mukminin itu bersaudara. Mereka bagaikan
susunan bangunan yang kokoh yang saling menguatkan satu
dengan yang lain. Allah berfirman :

43
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Maka
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat
rahmat. (Al- Hujurat: 10).
Rasulullah bersabda: “Seorang mukmin terhadap
mukmin lainnya adalah laksana bangunan yang saling
menguatkan bagian satu dengan bagian yang lainnya.” (HR.
Bukhari dan Muslim). Kaum mukminin itu seperti satu anggota
tubuh, jika salah satu anggota tubuh tersebut merasakan sakit,
maka bagian tubuh yang lain juga akan merasakan sakitnya.
Nabi bersabda: “Perumpamaan kaum mukmin dalam kasih
sayang dan belas kasih serta cinta adalah seperti satu tubuh.
Jika satu bagian anggota tubuh sakit maka akan merasa sakit
seluruh tubuh dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam menegakkan ukhuwah, hendaknya memperhatikan
prinsip berikut ini:
1. Hendaknya ukhuwah tersebut dilandasi oleh keikhlasan
karena Allah dan dibangun di atas prinsip kesamaan
iman.
2. Hendaknya ukhuwah dilandasi dengan hati ikhlas dan
lapang dada menerima perbedaan.
3. Hendaknya ukhuwah itu dijalankan sesuai dengan
bimbingan hati yang beriman dan akhlaqul-karimah demi
mewujudkan kemaslahatan umat.

44
B. Manfaat Ukhuwah
Adapun keutamaan dan manfaat ditegakkannya ukhuwah
di antaranya adalah:
1. Mendapatkan rasa manis dan lezatnya iman,
sebagaimana sabda Rasulullah:
“Tiga perkara yang barangsiapa mendapatinya, dia akan
merasakan manisnya iman, yaitu dia mencintai Allah dan
Rasul-Nya melebihi kecintaan kepada selain keduanya,
dia mencintai saudaranya dan dia tidaklah mencintainya
melainkan karena Allah, dia membenci untuk kembali
kepada kekufuran sebagaimana dia membenci untuk
dilemparkan ke dalam Neraka”. (HR. Al Bukhari dan
Muslim).
2. Allah akan melindungi dan menaunginya pada hari kiamat
kelak. Ini sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah
hadits tentang tujuh golongan yang akan mendapatkan
naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali
naungan-Nya, di antaranya adalah dua orang yang saling
mencintai karena Allah. Juga sebagaimana yang
disabdakan Rasulullah: Sesungguhnya Allah berfirman
pada hari kiamat: “Di manakah orang-orang yang saling
mencintai karena kemuliaan-Ku? Pada hari ini Aku akan
menaungi mereka pada suatu hari yang tiada naungan
kecuali naungan-Ku”. (HR. Muslim).
3. Mendatangkan iman yang kuat kemudian akan
mengantarkannya ke dalam Surga. Nabi bersabda:
“Kalian tidak akan masuk Surga sampai kalian beriman,
dan kalian belum dikatakan beriman sampai kalian saling
mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian suatu
perbuatan yang jika kalian lakukan akan membuat kalian

45
saling mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian”.
(HR. Muslim).
4. Ukhuwah akan melahirkan akhlak yang mulia, di
antaranya sikap ramah, cinta kasih, peduli terhadap
kebutuhan saudaranya seiman dan sekaligus membantu
mereka. Sehingga terwujudlah kehidupan yang aman,
tenteram, dan harmonis tanpa adanya saling permusuhan
dan kebencian.
5. Ukhuwah akan memperkokoh kekuatan kaum muslimin
sehingga akan terwujudlah kejayaan Islam dan kaum
muslimin.

C. Penerapan Ukhuwah
Rasulullah s.a.w bersabda: “Janganlah kalian saling
hasad, saling najasy (menawar barang dengan harga yang lebih
tinggi tanpa bermaksud membeli, akan tetapi untuk
memperdaya pihak lain), saling membenci, saling acuh tak
acuh. Janganlah sesama kalian menjual di atas penjualan
sebagian yang lainnya (maksudnya mempengaruhi pembeli
ditengah memilih suatu barang sehingga membatalkan
pembeliannya, kemudian orang lain menawarkan barang
dengan kualitas yang sama atau lebih baik dengan harga yang
sama). Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara, seorang
muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya. Oleh karena
itu janganlah menzhalimi, menghina, mendustai dan jangan
pula meremehkannya. Taqwa itu ada di sini (hati), dan beliau
sambil menunjuk ke dadanya tiga kali. Cukuplah seseorang
dianggap jahat jika ia memandang hina kepada saudaranya
sesama muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya adalah

46
haram (tidak boleh disentuh/diganggu) darahnya, hartanya,
dan juga kehormatannya”. )HR. Muslim(.
Mengamalkan hadits di atas merupakan salah satu sarana
yang penting untuk meraih ukhuwah dan kerukunan antar
sesama muslim serta menghindarkan dari kedengkian dan
permusuhan di antara mereka, karena adanya rasa saling
menghormati, menghargai dan menyayangi. Ada beberapa kiat
yang sangat penting untuk kita ketahui dan kita amalkan dalam
rangka merajut tali ukhuwah, di antaranya:
1. Menegakkan shalat berjamaah di masjid.
Ketika kaum muslimin bertemu sebanyak lima kali sehari
semalam (shalat berjamaah), mereka akan saling
mengenal sehingga hati mereka akan saling terpaut dan
mendatangkan rasa cinta, kesatuan hati dan hilangnya
putus hubungan di antara mereka.
2. Menebarkan salam dan tidak saling acuh. Nabi bersabda:
“Maukah aku tunjukkan kepada kalian suatu perbuatan
yang jika kalian lakukan akan membuat kalian saling
mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian.” )H.R.
Muslim). Islam telah melarang umatnya dari perbuatan
acuh dan memutuskan hubungan di antara mereka. Nabi
bersabda: “Tidaklah halal bagi seorang muslim
mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari, mereka
bertemu namun saling tidak menghiraukan. Adapun yang
lebih baik di antara keduanya adalah siapa yang memulai
mengucapkan salam.” )HR. Al Bukhari dan Muslim(.
3. Menghargai hak seorang muslim terhadap muslim yang
lainnya.
Rasulullah bersabda: “Hak seorang muslim terhadap
muslim yang lain itu ada enam: (yaitu) apabila engkau
bertemu dengannya, ucapkanlah salam; apabila dia

47
mengundangmu, penuhilah undangannya; apabila dia
meminta nasehat kepadamu, nasehatilah dia; apabila dia
bersin lalu mengucapkan Alhamdulillah, doakan dia
(dengan mengucapkan Yarhamukallah); apabila dia sakit,
jenguklah dia; dan apabila dia meninggal, iringilah
jenazahnya”. )HR. Muslim(.
4. Membantu meringankan beban yang sedang menghimpit
saudaranya.
Apabila ada saudaranya sesama muslim sedang mengalami
kesulitan maka hendaklah berusaha membantu
meringankannya.
5. Saling memaafkan.
Hendaklan setiap muslim mudah memaafkan saudaranya
sesama muslim yang punya salah tanpa menunggu dia
meminta maaf. Utamakanlah rasa persaudaraan karena
kesamaan iman, dan kesampingkanlah perbedaan yang
ada, seperti perbedaan pendapat, aliran, organisasi,
golongan dan lain-lain.
6. Menjauhi perbuatan maksiat.
Maksiat merupakan salah satu penyebab permusuhan di
antara manusia, seperti minum khamr dan judi,
sebagaimana telah dinyatakan oleh Allah dalam firman-
Nya :

Sesungguhnya syaithan itu bermaksud hendak


menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kalian dengan meminum khamr dan berjudi serta

48
menghalangi kalian dari mengingat Allah dan shalat,
maka hentikanlah. (Al Maidah: 91).
7. Saling mendoakan dalam kebaikan.
Nabi bersabda: “Jika seseorang mendo‟ akan saudaranya
tanpa sepengetahuannya, maka Malaikat pun akan
mengatakan: (semoga) engkau medapatkan sebagaimana
yang engkau do‟ akan )kepada saudaramu(.” )HR.
Muslim).
Sebagai inspirasi, Rasulullah mempersatukan sahabat
anshar dan muhajirin walaupun mereka beda kesukuan
dan kebangsaan, demikian juga Rasulullah mendamaikan
orang mukmin dengan non mukmin (di Madinah)
meskipun mereka beda agama, demi kemanusiaan.

49
BAB 5
MAKALAH ILMIAH
DENGAN REFERENSI AL-QUR’AN
DAN AL-HADITS

Saat ini tulisan makalah ilmiah merupakan kebutuhan


utama yang ada pada diri seorang mahasiswa untuk
meningkatkan kompetensi keilmuannya. Salah satu makalah
ilmiah yang dapat dibuat oleh mahasiswa adalah makalah
ilmiah yang menggunakan referensi dari 2 sumber utama agama
Islam, yaitu Al-Qur‟ an dan Al-Hadits. Adapun topik yang
dibahas dalam makalah ilmiah ini dapat berupa hubungan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dalam perspektif Al-
Qur‟ an, ataupun masalah-masalah sosial yang dapat
diselesaikan melalui pendekatan dari 2 sumber utama Islam
tersebut.
Makalah ilmiah ini dibuat dengan tujuan agar manusia
senantiasa menyadari bahwa agama Islam hadir di semua
aktivitasnya, bahwa Islam tidak hanya bicara tentang sholat,
puasa, zakat, dan rutinitas ibadah yang lain. Namun Islam juga
hadir dalam persoalan IPTEK, Islam juga hadir dalam masalah
ekonomi perdagangan, dan Islam juga hadir dalam masalah
penyelesaian konflik sosial.
Adapun kerangka makalah ilmiah yang standar nya
diambil dari Musabaqah Tilawatil Qur‟ an (MTQ) Cabang Maklah
Ilmiah Al-Qur‟ an dapat dilihat pada penjelasan berikut ini :

50
1. Tema
Tema ini biasanya ditentukan oleh pembuat kegiatan.
Pada kegiatan Mentoring ini, tema diberikan oleh Dosen
Agama ITS di tiap kelas.
2. Judul
Pemilihan judul sebaiknya disesuaikan dengan kondisi
aktual yang ada di masyarakat. Permasalahan yang
sedang dialami oleh masyarkat akan menjadi judul yang
menarik bagi pembaca. Usahakan memilih kalimat pada
judul dengan kata-kata yang mudah dipahami.
3. Bab 1 : Pendahuluan
a. Latar Belakang
Latar belakang menjelaskan secara umum
permasalahan yang ditemukan, serta mengapa
masalah tersebut perlu untuk diteliti kemudian di
analisis dalam sebuah makalah. Pada sub bab ini
menjelaskan tentang fakta-fakta, data-data,
temuan penelitian sebelumnya, dan referensi yang
penulis temukan, yaitu alasan yang membuat
peneliti ingin meneliti hal tersebut. Penulis juga
mengemukakan pendekatan serta landasan teori
yang bisa digunakan untuk menelaah permasalahan
yang ditemukan. Latar belakang ditulis dengan
metode piramida terbalik, yaitu mengerucut ke
bawah. Pada awalnya penulis menjelasakan secara
luas dan umum gambaran permasalahan kemudian
lamakelamaan dikerucutkan menjadi poin
permasalahan krusial, objek, serta ruang lingkup
yang ingin diteliti.
Latar belakang berisi tentang : teori umum,
permasalahan umum yang terjadi, upaya yang

51
telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan umum
tersebut, kemudian dilakukan identifikasi kekurangan
pada upaya-upaya tersebut.
Selanjutnya ditawarkan sebuah solusi alternatif
untuk menangani permasalahan umum yang ada, dan
sekaligus menangani kekurangan pada beberapa upaya
yang telah dilakukan selama ini.
b. Perumusan Masalah
Rumusan masalah berisi pokok masalah yang ditemukan.
Biasanya rumusan masalah sangat singkat dan padat,
tidak lebih dari satu paragraf serta berisi poin-poin
pertanyaan atau masalah yang akan diteliti. Poin
pertanyaan biasanya antara 2 sampai 3 pertanyaan.
Rumusan masalah merupakan hasil pengerucutan dari
bahasan pada latar belakang yang telah diulas
sebelumnya. Cara membuat rumusan masalah yang baik
adalah mengerucutkan permasalahan melalui cara
penyempitan kajian permasalahan yang begitu luas dan
umum, menjadi masalah yang sangat khusus, spesifik
dan menjurus, serta ditulis dalam bentuk pertanyaan
yang kemudian akan diteliti dalam penelitian.
c. Tujuan
Tujuan penulisan rumusan masalah sangat penting, yaitu
alasan dari dilakukannya penulisan makalah tersebut.
Biasanya poin-poin pada perumusan masalah dijelaskan
kembali pada sub bab tujuan ini.
d. Manfaat
4. Bab 2 : Gagasan
Bab ini berisi tentang dasar-dasar hukum dan teoriteori
dasar yang digunakan. Dasar-dasar hukum diambil dair
Al-Qur‟ an dan Al-Hadits, kemudian disandingkan dengan

52
teori-teori ilmiah yang ada, baik teori tentang IPTEK
maupun teori sosial lainnya.
5. Bab 3 : Pembahasan
Bab ini berisi tentang analisis atas permasalahan yang
diambil pada makalah. Analisis ini juga menghubungkan
antara dasar teori yang ada dengan kondisi riil
permalasahan yang terjadi di masyarakat.
6. Bab 4 : Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan dair hasil analisis yang
telah dilakukan. Selain itu juga dilengkapi dengan saran
sebagai perbaikan dan pengembangan penulisan makalah
7. Daftar Pustaka
Bab ini berisi daftar referensi yang digunakan dalam
penyusunan makalah ilmiah.
Pada akhir bab ini akan diberikan contoh makalah ilmiah
yang ditulis oleh Moch. Machrus Adhim, mahasiswa Jurusan
Teknik Fisika ITS yang berhasil menjuarai Musabaqah Tilawatil
Qur‟ an (MTQ) Cabang Makalah Ilmiah Al-Qur‟ an Tingkat
Kabupaten Gresik pada tahun 2016. Adhim juga tercatat
sebagai Juara 1 Mahasiswa Berprestasi Tingkat Nasional untuk
Program Diploma pada tahun 2014.

53
TEMA:
Menyikapi Keberagaman Pemahaman Keagamaan di
Indonesia

JUDUL:
PERSPEKTIF AL-QUR`AN DALAM MENGHADAPI KONFLIK
ANTAR UMAT BERAGAMA SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN
PERSATUAN BANGSA INDONESIA

OLEH:
MOCH MACHRUS ADHIM

MUSABAQAH TILAWATIL QUR`AN


CABANG MAKALAH ILMIAH AL-QUR`AN
2016

54
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indoensia merupakan negara republik yang terdiri dari
berbagai macam etnis, ras, suku, budaya, bahasa, dan agama.
Perbedaan tersebut kerap menimbulkan konflik dan
kesenjangan yang terjadi di Indonesia, termasuk ketegangan
antar umat beragama. Selain itu, Indonesia merupakan
penduduk dengan mayoritas beragama islam. Dalam kaitannya
dengan hubungan bernegara, hal itu memberikan kesan yang
kuat dan sangat mudah menjadi alat provokasi dalam
menimbulkan ketegangan antar umat beragama.
Menurut Marzuki, ketegangan ini antara lain disebabkan
oleh; pertama, umat beragama sering kali bersikap
memonopoli kebenaran ajaran agamanya, sementara agama
yang lain dianggap tidak benar. Sikap demikian dapat memicu
umat agama lain untuk mengadakan “perang suci” dalam
rangka mempertahankan agamanya. Kedua, umat beragama
sering kali bersikap konservatif, merasa benar sendiri, sehingga
tidak ada ruang untuk melakukan dialog dan bersikap toleran
terhadap agama lain [1]. Dua sikap keagamaan seperti itu
membawa implikasi adanya keberagaman yang tanpa peduli
terhadap kemaslahatan umat.
Beritik tolak dari pemikiran tersebut, secara tipikal
Indonesia terdiri dari masyarakat yang plural, maka perumusan
kembali sikap keberagaman merupakan kebutuhan yang
mendesak. Dalam menyikapi permasalahan tersebut, al-qur`an
sebagai pedoman hidup agama telah mengatur dan
memberikan perintah sesuai dengan kondisi umat beragama

55
islam yang hidup di negara tertentu, melalui konsep toleransi
yang akan dijelaskan dalam makalah ini.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah dalam makalah ilmiah ini adalah:
1. Bagaimanakah konsep toleransi beragama dalam
perspektif al-qur`an?
2. Bagaimanakah upaya dalam mewujudkan persatuan
bangsa Indonesia menurut pandangan al-qur`an?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ilmiah ini,
diantaranya:
1. Mengkaji konsep toleransi beragama dalam
perspektif al-qur`an
2. Mengkaji hal-hal yang perlu dilakukan untuk
mewujudkan persatuan bangsa Indonesia menurut
pandangan al-qur`an.
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ilmiah ini adalah:
1. Memberikan gagasan tertulis untuk memperoleh
solusi terjadinya konflik antar umat beragama.
2. Memberikan referensi untuk dilakukan pembuatan
makalah lebih lanjut.

56
BAB II
GAGASAN

2.1 Kondisi Terkini Pendukung Gagasan


Harus diakui bahwa meski diantara penganut agama yang
berbeda terdapat perbedaan konsep, hal itu bukan sepenuhnya
dapat dianggap sebagai pemicu munculnya konflik antar umat
beragama. Begitu juga ketegangan yang sering muncul antara
kelompok-kelompok internal umat beragama, tidak bisa
dipandang sebelah mata karena adanya persepsi diantara
mereka. Justru konflik yang sering terjadi, baik internal umat
beragama maupun antar umat beragama bermula dari faktor-
faktor yang bersifat non-agamis.
Hal tersebut didukung oleh pernyataan Taufiqurrahman,
Kasubbag Hukmas dan Kerukunan Umat Beragama Kantor
Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Tengah, menyebutkan bahwa
konflik kerap disebabkan oleh adanya fanatisme dan
eksklusivisme berlebihan pada masingmasing penganutnya.
Faktor fanatisme dan eksklusivisme yang berlebihan bukanlah
faktor agama, tetapi merupakan faktor sikap yang ditunjukkan
oleh umatatau penganut agama [2]. Dalam pandangan Nafsun
Setyono, Pimpinan Gereja Kristen Indonesia, konflik sosial
keagamaan yang terjadi di Indonesia memiliki faktor penyebab
yang bersifat kompleks. Salah satu akar penyebab munculnya
konflik adalah prasangka [3]. Prasangka adalah sikap, biasanya
didominasi oleh sisi negatif yang ditujukan kepada kelompok
atau anggota kelompok tertentu sematamata berdasarkan
keanggotaan mereka dalam kelompok tertentu.
Kaitannya dengan isu konflik keagamaan di Indonesia,
rentang waktu Januari 1990 hingga Agustus 2008 telah
ditemukan 832 insiden konflik keagamaan. Sekitar 65% dari

57
keseluruhan insiden mengambil bentuk aksi damai. Sedangkan
35% lainnya berwujud dalam bentuk aksi kekerasan. Insiden
kekerasan terkait konflik keagamaan terjadi di 20 provinsi,
insiden aksi damai terjadi di 28 provinsi dari total 33 provinsi
di Indonesia. Dari sisi penyebaran, provinsi dengan tingkat aksi
damai yang tinggi (>25 insiden) meliputi DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Tengah.
Sementara itu, tingkat insiden kekerasan yang tinggi (>25
insiden) dapat ditemukan secara berturut-turut di Sulawesi
Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Maluku, dan Jawa Timur [4].

2.2 Isu-isu Konflik Keagamaan


Berdasarkan kajian Ihsan Ali Fauzi et al, isu keagamaan
yang menyebabkan konflik di Indonesia terdiri dari 6 kategori,
yaitu:
Pertama, adalah isu moral. Seperti isu perjudian,
minuman keras, narkoba, perbuatan asusila, prostitusi,
pornografi, dan pornoaksi.
Kedua, yaitu isu sektarian. Isu-isu yang melibatkan
perseteruan terkait interpretasi atau pemahaman ajaran dalam
suatu komunitas agama agama, maupun status kepemimpinan
dalam suatu kelompok keagamaan. Misalnya kelompok
ahmadiyah, al qiyadah, lia eden, dan lain sebagainya.
Ketiga, yait isu komunal. Isu-isu yang melibatkan
perseteruan antar komunitas agama, seperti konflik muslim
dengan kristian, maupun perseteruan antara kelompok agama
dengan kelompok masyarakat lainnya.
Keempat, isu terorisme. Yaitu isu yang terkait dengan
aksi-aksi serangan teror tertentu dengan sasaran kelompok
keagamaan. Adapun contohnya adalah bom Bali, Jakarta, dan
lain sebagainya.

58
Kelima, isu politik keagamaan. Yaitu isu-isu yang
melibatkan sikap anti terhadap pemerintah. Misalnya adalah
pro kontra menyangkut kebijakan pemerintah Indonesia yang
berdampak pada komunitas agama tertentu.
Terakhir adalah isu lainnya. Meliputi sub kultur
keagamaan mistis. Seperti santet, tenung, dan sebagainya,
maupun isu-isu yang tidak termasuk dalam lima kategori
sebelumnya.

2.3 Penyelesaian Konflik


Tradisi keislaman Indonesia yang lembut, menghargai
keberagaman adalah jalan terbaik yang dapat dilakukan
Sedangkan dalam islam lebih dikenal dengan sifat tasamuh atau
toleran yang diajarkan al-qur`an atau al-hadits. Dengan
menerapkan sifat toleran dapat mengupayakan terciptanya
kerukunan antar umat beragama di Indonesia.
Bibit kerukunan ini perlu ditingkatkan pada level non-
teologis, seperti etis, sosial, politik, ekonomi, dan lain
sebagainya. Tentunya dengan didasari tanpa rasa curiga dan
prasangka, bahkan sebaliknya harus penuh kejujuran,
keadilan, dan peduli terhadap perbedaan yang ada.

59
BAB III
PEMBAHASAN
(PERSPEKTIF AL-QUR`AN DALAM MENGHADAPI KONFLIK
KEAGAMAAN)

3.1 Konsep Toleransi dalam Islam (Kebebasan


Beragama)
Sejarah telah mengabadikan kepemimpinan Rasulullah
SAW, dan sikap tasamuh beliau dalam memperlakukan
penduduk kota Madinah yang plural. Seperti yang tertulis
dalam Piagam Madinah. Diantara isi piagam disebutkan bahwa
jika ada penyerangan terhadap kota Madinah atau
penduduknya, maka semua “ahlu shahifah )yang terlibat dalam
Piagam Madinah(” wajib mempertahankan dan menolong kota
Madinah dan penduduknya, tanpa melihat perbedaan agama
dan qobilah.
Islam telah mengakui bahwa keberagaman itu ada,
termasuk dalam keberagaman agama. Bahkan untuk
menerapkan sikap tasamuh, seorang muslim dilarang memaksa
orang lain untuk meninggalkan agamanya, dan masuk islam
dengan terpaksa. Sebagaimana firman Allah SWT (Q.S Al-
Baqarah : 256

60
Artinya:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang
sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Sangat jelas, Islam adalah agama yang toleran, sehingga
tidak pantas jika Islam dituduh sebagai agama yang radikal dan
ekstrim.

3.2 Bentuk Toleransi dalam Perspektif Al-qur`an


Islam mengakui pluralitas agama, dan menghormati
pemeluk agama lain. Tapi bagaimana jika ada sebagian
kelompok yang melecehkan agama islam? Apakah umat islam
harus berpura-pura menutup mata dan telinga atas dasar
toleransi? Berikut adalah ulasan sejarah untuk menjawab
pertanyaan tersebut.
Seperti sejarah yang terjadi di masa sahabat, saat
seorang munafik bernama Musailamah Al Kadzab mengakui
bahwa dirinya nabi, setelah wafatnya nabi Muhammad
SAW. Melihat hal tersebut para sahabat tidak tinggal diam.
Mereka mencoba untuk mengajak berdialog dan menghentikan
pengikut Musilamah menyebarkan ajarannya.
Konflik yang melanggar al-qur`an dan terkait dengan
maslahah agama yang beersifat adh-dhorury (primer) jelas
tidak dapat ditoleransi. Karena seseorang yang mengaku
muslim berarti meyakini dan bersaksi bahwa tidak ada tuhan
selain Allah SWT, dan nabi Muhammad SAW adalah utusan
Allah, selain itu meyakini pula bahwa tidak ada nabi setelah
nabi Muhammad SAW (Q.S Al-Ahzab : 40).

61
Artinya:
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-
laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah penutup para
nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Mengingat pluralitas agama merupakan realita sosial yang
nyata. Maka sikap islami yang perlu dibangun selanjutnya
adalah prinsip kebebasan. Dari prinsip tersebut, ketika
seseorang telah melakukan pilihan atas dasar rasionalitasnya,
sudah selayaknya ia pun bertanggung jawab atas pilihannya itu.
Secara normatif, islam memberikan tuntunan kebaikan, tidak
hanya baik terhadap sesama muslim, tapi juga berlaku kepada
nonmuslim. Hal ini secara otentik dijamin oleh al-qur`an Q.S
Al-Mumtahanah : 8.

Artinya:
“Allah tiada melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil
kepada orang-orang yang tiada memerangi kamu, karena

62
agamamu dan tiada pula mengusirmu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang berlaku adil”
Bahkan lebih dari itu, Islam mengajarkan kepada setiap
muslim untuk melindungi tempat ibadah bagi semua umat
beragama. Apapun agamanya selama tidak mengganggu dan
merugikan muslim. Sebagaimana diterangkan dalam Q.S Al-
Hajj : 40.

Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman
mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka
berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah." Dan sekiranya Allah
tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian
yang lain, tentulah dirobohkan biara-biara nasrani, gereja-
gereja, rumahrumah ibadah orang yahudi dan masjid-masjid
yang didalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya
Allah pasti menolong agama-Nya. Sungguh Allah maha Kuat
lagi maha Perkasa”.
Adapun adanya perbedaan pendapat terkait kepercayaan
dalam beragama sudah menjadi hal yang sangat wajar. Bahkan
perbedaan di muka bumi ini adalah sesuai dengan kehendak

63
Allah sang maha Pencipta alam semesta dan isinya. (Q.S Hud :
118)

Artinya:
“Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya dijadikannya manusia
menjadi satu umat (agama), tetapi mereka senantiasa
berselisih pendapat.”
Pada dasarnya manusia diciptakan paling sempurna,
untuk itu hendaknya berpikir pada perbedaan pendapat
tersebut, agar selamat baik di dunia maupun di akhirat kelak.

3.3 Upaya dalam Mewujudkan Persatuan Bangsa


Indonesia
Setelah mengetahui ulasan konsep dan bentuk penerapan
toleransi antar umat beragama di atas, maka untuk
mewujudkan persatuan dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Untuk mewujudkan persatuan masyarakat yang
plural, Indonesia telah membentuk Undangundang
yang mengatur kerukunan umat beragama. Sehingga
terjamin keamanan dan ketenangan bagi setiap umat
beragama, serta tegas dalam mengambil keputusan
jika ada yang meresahkan.
2. Saling bertegur sapa dan mengingatkan tanpa
melihat suku, ras, budaya, dan agama untuk saling
menghormati dan menghargai perbedaan.
3. Cinta tanah air, dengan bangga menjadi Warga
Negara Indonesia.

64
4. Memberdayakan peranan pemuda juga sangat
penting dalam upaya pembangunan persatuan umat.
Karena pemuda merupakan calon pemimpin dan
generasi penerus bangsa
Indonesia.

65
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa:
1. Al-qur`an telah mengajarkan “konflik yang berkaitan
dengan maslahah agama yang bersifat adh-dharury
(primer) tidak dapat ditoleransi, namun dapat
diselesaikan melalui jalan kekeluargaan. Sedangkan
konflik perbedaan agama yang tidak menyinggung
dan merugikan maslahah Islam dapat ditoleransi
berdasarkan konsep toleransi Islam”.
2. Untuk menguapayakan persatuan bangsa, hendaknya
kita mengingat dan melahirkan kembali semangat
nasionalisme para pejuang yang telah rela berkorban
seluruh jiwa raganya untuk kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, menerapkan semboyan “Bhineka Tunggal
Ika”, walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

66
DAFTAR PUSTAKA

[1] Marzuki, 2006. “Konflik Antar Umat Beragama di


Indonesia dan Alternatif Pemecahannya”. FISE – UNY.
[2] Taufiqurrahman, 2013. “Kerukunan dalam Beragama di
MUI Jawa Tengah”. Jurnal Seminar Kerukunan Umat
Beragama.
[3] Nafsun Setyono, 2012. “Dialog Antar Tokoh Lintas
Agama”. Pada Forum Kerukunan Umat Beragama.
[4] Aisyah, St BM, 2014. “Konflik Sosial dalam Hubungan
Umat Beragama”. Jurnal Dakwah Tabligh.

67

You might also like