You are on page 1of 28

BENCANA GEOLOGI

Disusun Oleh :

Nur Hadi

072.12.167

Teknik Geologi
Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi
Universitas Trisakti
JAKARTA
PENDAHULUAN

Indonesia menjadi daerah rawan bencana karena beberapa alasan. Pertama karena
faktor alam itu. Negeri kita ini berdiri di atas pertemuan lempeng-lempeng tektonik itu.
Akibatnya negeri ini berada di atas jalur gempa, patahan-patahan yang menyebabkan gempa.
Negeri kita ini juga memiliki banyak gunung berapi. Jumlahnya sekitar 140 gunung yang
aktif. Iklim kita yang tropis juga menyebabkan banyak tanah yang tidak stabil. Banyak tanah
yang rusak.

Iklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi memudahkan terjadi pelapukan.
Bencana alam seperti longsor, misalnya, itu karena curah hujan di sini cukup tinggi. Itu dari
sisi alamnya.
Kedua dari sisi non alam. Negeri kita berpenduduk padat, terutama di Pulau Jawa dan
Sumatera. Kalau kawasan timur Indonesia mungkin belum begitu banyak. Infrakstuktur kita
tidak didesain sesuai dengan kondisi alam itu. Bangunan rumah, juga bangunan besar seperti
gedung, belum banyak disesuaikan dengan kondisi alam ini.

Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng


Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan
lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific
di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi
tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan
tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi.
Pelepasan energi sesaat ini menimbulkan berbagai dampak terhadap bangunan karena
percepatan gelombang seismik, tsunami, longsor, dan liquefaction. Besarnya dampak gempa
bumi terhadap bangunan bergantung pada beberapa hal; diantaranya adalah skala gempa,
jarak epicenter, mekanisme sumber, jenis lapisan tanah di lokasi bangunan dan kualitas
bangunan.

` Gempa bumi terjadi diawali dengan akumulasi stress di sekitar batas lempeng,
sehingga aktifitas gempa banyak disini. Walaupun konsentrasi akumulasi stress akibat
tabrakan lempeng berada di sekitar batas lempeng, akibatnya bisa sampai jauh sampai
beberapa ratus kilometer dari batas lempeng karena ada pelimpahan stress di kerak bumi,
sehingga ada daerah aktif gempa di luar daerah pertemuan lempeng. Kasus sesar Sumatra
umpamanya adalah sesar yang dibentuk oleh pelimpahan stress tabrakan lempeng Indo-
Australia dengan Eurasia dengan sudut tabrakan miring terhadap garis batas. Kemiringan ini
menyebabkan timbulnya sesar Sumatra dimana konsentrasi akumulasi stress atau pusat-pusat
gempa di daerah ini.
Beberapa sesar aktif yang terkenal di Indonesia adalah sesar Sumatra, sesar Cimandiri
di Jawa barat, sesar Palu-Koro di Sulawesi, sesar naik Flores, sesar naik Wetar, dan sesar
geser Sorong. Keaktifan masing-masing sesar ditandai dengan terjadinya gempa bumi.
Gempa dangkal (kedalaman 0-50 km) yang terjadi pada periode 1900-1995 dengan skala
Richter 5.5 atau lebih, membuktikan lokasi-lokasi daerah aktif gempa di Indonesia. Sebagian
dari gempa tersebut menimbulkan
bencana, bergatung pada beberapa hal :

• Skala atau magnitude gempa


• Durasi dan kekuatan getaran
• Jarak sumber gempa terhadap perkotaan
• Kedalaman sumber gempa
• Kualitas tanah dan bangunan
• Lokasi bangunan terhadap perbukitan dan pantai

Pakar gempa dari Universitas Andalas, Dr. Badrul Mustapa Kemal, menyatakan tiga
daerah di Indonesia tidak rawan gempa yakni Kalimantan, Belitung, dan Kepulauan
Riau."Beberapa daerah di Indonesia rawan gempa bumi, namun tiga daerah yang tidak rawan
gempa bumi, yakni Kalimantan, Belitung dan Kepulauan Riau," katanya di Padang, Minggu.

Daerah yang rawan gempa bumi tsunami serta rawan letusan gunung api terjadi di
sepanjang "ring of fire" mulai dari Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Banda, hingga
Maluku.
"Daerah rawan bencana gempa dan tsunami Indonesia hampir semuanya berada pada daerah
yang tingkat populasinya sangat padat, tetapi yang jelas kita harus tetap waspada akan
terjadinya bencana ini," katanya.
Menurut dia, kondisi geologi Indonesia merupakan pertemuan lempeng-lempeng tektonik
yang menjadikan kawasan Indonesia ini memiliki kondisi geologi yang sangat kompleks dan
rawan bencana.

Posisi Indonesia yang berada di pertemuan dua lempeng tektonik Australia dan Asia
itu sangat rawan, karena lempeng-lempeng itu aktif dan dinamis, terus bergerak. Ia
menyatakan lempeng Asia bergerak ke selatan/tenggara dan lempeng Australia bergerak ke
barat laut. Indonesia berada di "sabuk" pertemuan itu.
"Indonesia dikepung tiga lempeng tektonik dunia, Indonesia juga merupakan jalur `The
Pasicif Ring of Fire` (Cincin Api Pasifik) yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di
dunia," katanya.
BAB I

“Dasar – dasar Geologi Penyebab Bencana”

Bencana alam yang disebabkan oleh erosi tanah, aktivitas seismik, tekanan udara, dan arus
laut. Kejadian-kejadian alam terjadi sejak bumi mulai membentuk dan terus menyebabkan
kerusakan serius dan korban jiwa di seluruh dunia. akar penyebab banyak bencana alam yang
terjadi di bumi dapat dikaitkan dengan empat faktor yang disebutkan di atas.

Erosi tanah adalah peristiwa alami yang disebabkan oleh hujan dan angin. Erosi tanah
menyapu tanah dan batuan di daerah dataran rendah dari permukaan bumi yang dapat
dipengaruhi oleh banjir. Erosi tanah bertanggung jawab untuk banyak banjir yang terjadi di
seluruh dunia.

Aktivitas seismik yang disebabkan oleh gempa bumi telah menjadi akar penyebab
gunung berapi meletus dan topan. Benua duduk pada lempeng yang kadang-kadang bergeser.
Ketika lempeng ini bergeser mereka menyebabkan peningkatan tekanan di bawah permukaan
bumi. Di daerah di mana gunung berapi terbentuk oleh magma dipadatkan, tekanan dari gas
dan magma dapat meledak atau meletus untuk mengirim ribuan ton abu ke atmosfer.

Kota kuno yang terkenal Pompeii benar-benar terkubur dengan cara ini. Gunung
berapi sering terbentuk sepanjang garis margin lempeng aktif. Di bawah laut magma muncul
dari dalam mantel. Hal ini menyebabkan gempa bumi, yang pada gilirannya membawa
tsunami, atau gelombang pasang raksasa.

Mengubah arus laut dapat mengakibatkan perubahan suhu air yang dapat
mengakibatkan kekurangan pangan global dengan membunuh ikan dan tumbuhan laut. Arus
juga bisa mempengaruhi intensitas negatif dan frekuensi badai. Tornado sering dibentuk oleh
interaksi dari udara bertekanan tinggi dan rendah. Tornado telah menghancurkan banyak
masyarakat di daerah yang dikenal America, sebagai Tornado Alley.

Tekanan udara, tinggi dan rendah menentukan apakah ya atau tidak kita memiliki
badai, hujan dan badai. Banjir dan angin kencang disebabkan oleh tabrakan bersama-sama
dari udara bertekanan rendah dan tinggi. Kerusakan yang disebabkan oleh banjir dan badai di
sepanjang kota-kota pesisir dan kota-kota dapat diatasi untuk korban-korban mereka.

Bencana alam memiliki akar penyebab mereka dalam kegiatan normal di bumi.
Dalam generasi terbaru Namun, peningkatan pengetahuan dan teknologi manusia telah
memicu beberapa bencana alam. Banjir dan erosi dapat terjadi di daerah di mana
pertambangan, penebangan hutan, dan manufaktur telah terjadi. Pemanasan global, yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi arus laut, berakar pada berlebihan manusia modern dari bahan
bakar fosil. Gempa bisa dipicu oleh pengeboran, bom, pertambangan, dan konstruksi.
BAB II

“Pengertian Bencana Geologi”

Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana


menyebutkan definisi bencana sebagai berikut:

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan
manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga
mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Jenis dan karakteristik bencana alam yang terjadi tentunya berbeda antar satu jenis
bencana dengan bencana alam lainnya. Terkadang terdapat beberapa bencana alam yang
terjadi dalam satu kejadian seperti misalanya angin badai/ angin topan/ puting beliung disertai
dengan banjir, atau banjir disertai dengan tanah longsor dan lainnya.

Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor
(menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana).

Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan
manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga
mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa
nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah
penyakit.

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau
antarkomunitas masyarakat, dan teror.

Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal
kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun kerusakan. Jika terjadi bencana pada
tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian.
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang disebabkan
oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas gunung api atau runtuhan batuan.

Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah
"erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan
abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.

Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan ("tsu" berarti
lautan, "nami" berarti gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut
raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi.

Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun
percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau
batuan penyusun lereng.

Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena
volume air yang meningkat.

Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang
disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.

Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup,
pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang dimaksud kekeringan di bidang
pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan pertanian yang ada tanaman (padi, jagung,
kedelai dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan .

Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti rumah/pemukiman,
pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang menimbulkan korban dan/atau kerugian.

Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan dilanda api,
sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis
dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan seringkali menyebabkan bencana asap
yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.

Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat,
bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga menyentuh
permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat (3-5 menit).

Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek
terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan bencana
alam. Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan
memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras.

Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat
merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini
dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa
disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi.

Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di darat, laut dan
udara.
Kecelakaan industri adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku kerja
yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions). Adapun
jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung pada macam industrinya, misalnya bahan dan
peralatan kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang
terlibat di dalamnya.

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau
kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004.

Konflik Sosial atau kerusuhan sosial atau huru hara adalah suatu gerakan massal yang
bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang dipicu oleh kecemburuan sosial,
budaya dan ekonomi yang biasanya dikemas sebagai pertentangan antar suku, agama, ras
(SARA).

Aksi Teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga menimbulkan suasana teror atau rasa takut
terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara
merampas kemerdekaan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda,
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau
lingkungan hidup atau fasilitas publik internasional.

Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui subversi,
penghambatan, pengacauan dan/ atau penghancuran. Dalam perang, istilah ini digunakan untuk
mendiskripsikan aktivitas individu atau grup yang tidak berhubungan dengan militer, tetapi
dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan terhadap beberapa sruktur penting, seperti
infrastruktur, struktur ekonomi, dan lain-lain.(sumber:www.bnpb.go.id)
BAB III

“Bencana Gempa Bumi”

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat
pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Gempa
Bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak Bumi (lempeng Bumi). Frekuensi suatu
wilayah, mengacu pada jenis dan ukuran gempa Bumi yang di alami selama periode waktu.
Gempa Bumi diukur dengan menggunakan alat Seismometer. Moment magnitudo adalah
skala yang paling umum di mana gempa Bumi terjadi untuk seluruh dunia. Skala
Rickter adalah skala yang di laporkan oleh observatorium seismologi nasional yang di ukur
pada skala besarnya lokal 5 magnitude. kedua skala yang sama selama rentang angka mereka
valid. gempa 3 magnitude atau lebih sebagian besar hampir tidak terlihat dan besar nya 7
lebih berpotensi menyebabkan kerusakan serius di daerah yang luas, tergantung pada
kedalaman gempa. Gempa Bumi terbesar bersejarah besarnya telah lebih dari 9, meskipun
tidak ada batasan besarnya.

Gempa bumi merupakan gejala alam yang sampai sekarang masih sulit untuk
diperkirakan kedatangannya. Sehingga dapat dilihat bahwa gejala alam ini sifatnya seolah-
olah mendadak dan tidak teratur. Dengan sifat seperti ini, ketika usaha-usaha untuk
memperkirakan masih belum menampakkan hasil, maka usaha yang paling baik dalam
mempersiapkan diri dengan cara mengatasi bencana alam ini adalah dengan mitigasi.
Mitigasi yaitu mengurangi kerugian yang akan ditimbulkan oleh bencana. Usaha
mitigasi adalah meningkatkan ketahanan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi
bencana alam sehingga risiko bencana alam dapat dikurangi. Para ahli menyimpulkan walau
datangnya gempa tidak dapat diperkirakan kedatangannya tetapi ada beberapa gejala alam
yang patut dicermati dan dianggap sebagai tanda akan adanya gempa, sebagai berikut:
a) Adanya awan yang berbentuk aneh seperti batang yang berdiri secara lurus ke atas. Hal ini
kemungkinan besar merupakan awan yang disebut awan gempa yang biasanya muncul
sebelum terjadinya gempa. Awan berbentuk seperti
batang ini terjadi karena adanya gelombang elektromagnetis berkekuatan sangat besar dari
dalam perut bumi sehingga menyerap daya listrik yang ada di awan. Gelombang
elektromagnetis ini terjadi akibat adanya pergeseran patahan lempeng bumi. Tetapi tidak
semua awan yang berbentuk seperti itu adalah awan gempa, mungkin saja itu adalah asap dari
pesawat terbang. Jika ada tanda seperti itu maka perlu untuk diwaspadai. Untuk lebih
meyakinkan lagi maka dapat dilakukan uji medan elektromagnetik.
b) Terdapat medan elektromagnetik di sekitar kita. Gelombang tersebut memang tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang. Medan elektromagnetik dapat diuji dengan cara melihat siaran
televisi apakah tiba-tiba salurannya terganggu tanpa sebab
apapun. Jika kurang yakin, kalian dapat melakukan uji medan elektromagnetik dengan cara
lain. Dengan mematikan arus listrik dan melihat apakah lampu neon tetap menyala redup/
remang walaupun sudah tidak dialiri listrik.
c) Perhatikan perilaku hewan-hewan yang ada di sekitar kalian. Apakah hewan-hewan
tersebut bertingkah aneh atau gelisah. Sebab hewan memiliki naluri yang sangat tajam dan
mampu merasakan gelombang elektromagnetis. Jika kalian melihat tanda-tanda seperti itu
secara bersamaan sebaiknya kalian perlu waspada. Harus segera dilakukan tindakan
pencegahan dan sebisa mungkin kita melakukan tindakan penyelamatan diri. Tetapi jika
gempa telah tiba dan kita sama sekali belum siap, maka selain berdoa dan pasrah kita harus
cepat-cepat keluar ruangan menuju ke tempat yang lapang. Jika sudah di luar ruangan
tetaplah tinggal di luar dan berusahalah berada di tempat yang terbuka, jauh dari pepohonan,
tembok-tembok serta saluran-saluran kabel listrik. Usahakan jangan masuk ke dalam rumah
atau bangunan.
Apa yang dapat dilakukan jika berada di dalam gedung dengan banyak orang? Kita
tidak perlu panik dan ikut berdesak-desakan keluar. Jika itu yang terjadi maka kita akan
terinjak-injak banyak orang dan tertimpa runtuhan bangunan. Sebaiknya yang perlu kita
lakukan adalah berlindung di bawah meja atau mebel yang kokoh atau mencari sesuatu yang
dapat melindungi kepala dan badan kita dari reruntuhan bangunan. Jika suasana telah tenang
dan aman usahakan untuk keluar ruangan dan mencari tempat yang lebih aman lagi.

Kebanyakan gempa Bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan
yang disebabkan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar
dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh
pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa Bumi akan terjadi.
Gempa Bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan-lempengan tersebut. Gempa Bumi
yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan
translasional. Gempa Bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan
litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.
Beberapa gempa Bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung
berapi. Gempa Bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi.
Beberapa gempa Bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang
sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga)
juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam Bumi (contoh. pada
beberapa pembangkit listrik tenaga panas Bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir,
gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan
memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa Bumi yang
disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi.
Jenis Gempa Bumi
Jenis gempa bumi dapat dibedakan berdasarkan:
Berdasarkan Penyebab
Gempa bumi tektonik
Gempa Bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng-
lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga
yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di
Bumi, getaran gempa Bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian Bumi. Gempa bumi
tektonik disebabkan oleh pelepasan tenaga yang terjadi karena pergeseran lempengan plat
tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba.

 Gempa bumi tumbukan


Gempa Bumi ini diakibatkan oleh tumbukan meteor atau asteroid yang jatuh ke Bumi, jenis
gempa Bumi ini jarang terjadi

 Gempa bumi runtuhan


Gempa Bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah pertambangan,
gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.

 Gempa bumi buatan


Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia, seperti
peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan bumi.

 Gempa bumi vulkanik (gunung api)


Gempa Bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung
api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya
ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempa bumi. Gempa bumi tersebut hanya
terasa di sekitar gunung api tersebut.
Berdasarkan Kedalaman
Gempa bumi dalam
Gempa bumi dalam adalah gempa bumi yang hiposentrumnya berada lebih dari 300 km di
bawah permukaan bumi (di dalam kerak bumi). Gempa bumi dalam pada umumnya tidak
terlalu berbahaya.
Gempa bumi menengah

 Gempa bumi menengah adalah gempa bumi yang hiposentrumnya berada antara 60 km
sampai 300 km di bawah permukaan bumi.gempa bumi menengah pada umumnya
menimbulkan kerusakan ringan dan getarannya lebih terasa.

 Gempa bumi dangkal


Gempa bumi dangkal adalah gempa bumi yang hiposentrumnya berada kurang dari 60 km
dari permukaan bumi. Gempa bumi ini biasanya menimbulkan kerusakan yang besar.
Berdasarkan Gelombang/Getaran Gempa
Gelombang Primer
Gelombang primer (gelombang lungitudinal) adalah gelombang atau getaran yang merambat
di tubuh bumi dengan kecepatan antara 7-14 km/detik. Getaran ini berasal darihiposentrum.

 Gelombang Sekunder
Gelombang sekunder (gelombang transversal) adalah gelombang atau getaran yang
merambat, seperti gelombang primer dengan kecepatan yang sudah berkurang,yakni 4-7
km/detik. Gelombang sekunder tidak dapat merambat melalui lapisan cair.
BAB IV

“Bencana Gunung Meletus”

Gunung meletus, terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong
keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Dari letusan-letusan seperti inilah gunung berapi
terbentuk. Letusannya yang membawa abu dan batu menyembur dengan keras sejauh radius
18 km atau lebih, sedang lavanya bisa membanjiri daerah sejauh radius 90 km. Letusan
gunung berapi bisa menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang besar sampai ribuan
kilometer jauhnya dan bahkan bias mempengaruhi putaran iklim di bumi ini. Hasil letusan
gunung berapi berupa:

 Gas Vulkanik

 Lava dan Aliran Pasir serta Batu Panas

 Lahar

 Abu Letusan

 Awan Panas (Piroklastik)

1. Gas vulkanik adalah gas-gas yang dikeluarkan saat terjadi letusan gunung berapi yang
dikeluarkan antara lain carbon monoksida (CO), Carbondioksida(Co2), Hidrogen
Sulfida (H2S), sulfurdioksida(SO2) dan nitrogen (NO2) yang membahayakan
manusia.

2. Lava adalah cairan magma yang bersuhu tinggi yang mengalir ke permukaan melalui
kawah gunung berapi. Lava encer mampu mengalir jauh dari sumbernya mengikuti
sungai atau lembah yang ada sedangkan lava kental mengalir tidak jauh dari
sumbernya.

3. Lahar adalah merupakan salah satu bahaya bagi masyarakat yang tingla di lereng
gunung berapi. Lahar adalah banjir Bandang di lereng gunung yang terdiri dari
campuran bahan vulkanik berukuran lempung sampai bongkah. Dikenal sebagai lahar
letusan dan lahar hujan. Lahar letusan terjadi apabila gunung berapi yang memiliki
danau kawah meletus, sehingga air danau yang panas bercampur dengan material
letusan, sedangkan lahar hujan terjadi karena percampuran material letusan dengan air
hujan di sekitar puncaknya.

4. Abu letusan gunung berapi adalah material yang sangat halus. Karena hembusan
angin dampaknya bisa dirasakan ratusan kilometer jauhnya. Dampak abu
letusan permasalahan pernafasan, kesulitan penglihatan, pencemaran sumber air
bersih, menyebabkan badai listrik, mengganggu kerja mesin dan kendaraan bermotor,
merusak atap, merusak ladang, merusak infrastruktur tubuh.
5. Awan panas bisa berupa awan panas aliran, awan panas hembusan dan awan panas
jatuhan. Awan panas aliran adalah awan dari material letusan besar yang panas,
mengalir Turun dan akhirnya mengendap di dalam dan disekitar sungai dari lembah.
Awan panas hembusan adalah awan dari material letusan kecil yang panas,
dihembuskan angin dengan kecepatan mencapai 90 km/jam. Awan panas jatuhan
adalah awan dari material letusan panas besar dan kecil yang dilontarkan ke atas oleh
kekuatan letusan yang besar. Material berukuran besar akan jatuh di sekitar puncak
sedangkan yang halus akan jatuh mencapai puluhan, ratusan bahkan ribuan km dari
puncak karena pengaruh hembusan angin. Awan panas bisa mengakibatkan luka
bakar pada bagian tubuh yang terbuka seperti kepala, lengan, leher atau kaki dan juga
menyebabkan sesak sampai tidak bernafas.

Tips Menghadapi Letusan Gunung Merapi

SEBELUM LETUSAN:

1. Cari tahu tentang system pengamanan di komunitas daerah masing-masing


serta bagan alur keadaan darurat

2. Waspadai mengenai bahaya yang menyertai letusan gunungapi yaitu :


- Lahar dan banjir bandang
- Longsor dan hujan batu (material gunung api)
- Gempa bumi
- Hujan abu dan hujan asam
- Tsunami

3. Lakukan rencana evakuasi


- Apabila anda tinggal di daerah rawan bencana gunung api, harus ingat route
mana yang aman untuk dilalui.
- Bentuk komunitas bahaya bencana gunungapi
- Apabila anggota keluarga tidak berkumpul ketika terjadi letusan (misalnya
yang
dewasa sedang bekerja dan anak-anak sedang sekolah) usahakan untuk
berkumpul
dalam keluarga jangan terpisah.
- Mintalah keluarga yang tinggal berjauhan untuk saling mengontak sebagai
‘hubungan
keluarga’ sebab sehabis terjadi bencana biasanya lebih mudah untuk kontak
jarak jauh..

4. Buatlah persediaan perlengkapan darurat seperti :


- Batere/ senter dan extra batu batere
- Obat-obatan untuk pertolongan pertama
- Makanan dan air minum untuk keadaan darurat.
- Pembuka kaleng
- Masker debu
- Sepatu
- Pakailah kacamata dan gunakan masker apabila terjadi hujan abu.

5. Hubungi pihak-pihak yang berwenang mengenai penanggulangan bencana.

6. Walaupun tampaknya lebih aman untuk tinggal di dalam rumah sampai


gunungapi berhenti meletus, tapi apabila anda tinggal di daerah rawan
bahaya gunungapi akan sangat berbahaya. Patuhi instruksi yang berwenang
dan lakukan secepatnya.

SELAMA LETUSAN:

7. Ikuti perintah pengungsian yang diperintahkan oleh yang berwenang.

8. Hindari melewati searah dengan arah angin dan sungai-sungai yang berhulu di
puncak gunung yang sedang meletus.

9. Apabila terjebak di dalam ruangan/ rumah :


- Tutup seluruh jendela, pintu-pintu masuk dan lubang /keran
- Letakkan seluruh mesin ke dalam garasi atau tempat yang tertutup.
- Bawa binatang atau hewan peliharaan lainnya ke dalam ruang yang
terlindung

10. Apabila berada di ruang terbuka:


- Cari ruang perlindungan .
- Apabila terjadi hujan batu, lindungi kepala dengan posisi melingkar seperti
bola.
- Apabila terjebak dekat suatu aliran, hati-hati terhadap adanya aliran
lahar.Cari tempat
yang lebih tinggi terutama
- Lindungi diri anda dari hujan
- Kenakan pakaian kemeja lengan panjang dan celana
- Gunakan kacamata untuk melindungi mata anda
- Gunakan masker debu atau gunakan kain/ sapu tangan untuk melindungi
pernapasan
anda
- Matikan mesin mobil atau kendaraan lainnya kalau mendengar adanya aliran
lahar

11. Hindari daerah bahaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah/ lembaga yang
berwenang/lihat peta daerah bahaya gunung api

12. Akibat letusan gunungapi bisa dirasakan berkilo meter jauhnya dari gunung
api yang sedang meletus. Aliran lahar dan banjir bandang, kebakaran hutan
bahkan aliran awan panas yang mematikan dapat mengenai anda yang bahkan
tidak melihat ketika gunung api meletus. Hindari lembah-lembah sungai dan
daerah yang rendah. Mencoba mendekati gunung api yang sedang meletus
merupakan ide yang dapat membawa maut.

13. Apabila anda melihat permukaan aliran air sungai naik cepat-cepat cari daerah
yang lebih tinggi. Apabila aliran lahar melewati jembatan jauhi jembatan
tersebut. Aliran lahar memiliki daya kekuatan yang besar , membentuk aliran
yang mengandung lumpur dan bahan gunung api lainnya yang dapat bergerak
dengan kecepatan 30-60 kilometer perjam. Awan panas yang mengandung
debu gunungapi dapat membakar tumbuhan yang dilaluinya dengan amat
cepat. Dengarkan berita dari radio atau televisi mengenai situasi terakhir
bahaya letusan gunung api.

PASCA LETUSAN:

14. Apabila mungkin, hindari daerah-daerah zona hujan abu.

15. Apabila berada di luar ruangan:


- Tutup mulut dan hidung anda. Debu gunungapi dapat mengiritasi system
pernapasan
anda.
- Gunakan kacamata untuk melindungi mata anda.
- Lindungi kulit anda dari iritasi akibat debu gunungapi.
- Bersihkan atap dari hujan debu gunungapi
- Hujan debu yang menutupi atap sangat berat dan dapat mengakibatkan
runtuhnya atap bangunan. Hati-hati ketika bekerja di atap bangunan rumah.

16. Hindari mengendarai kendaraan di daerah hujan abu yang lebat.

17. Mengendarai kendaraan mengakibatkan debu tersedot dan dapat merusak


mesin kendaraan tersebut.

18. Apabila anda punya penyakit pernapasan, hindari sedapat mungkin kontak
dengan debu gunung api.

19. Tinggallah di dalam rumah sampai keadaan dinyatakan aman di luar rumah.

20. Ingat untuk membantu tetangga yang mungkin membutuhkan pertolongan


seperti orang tua, orang yang cacat fisik, anak-anak yang tidak memiliki orang
tua dan sebagainya.
BAB V

“Bencana Tsunami”

Gempa berkekuatan besar tentu saja ada dampak yang bisa berwujud bencana jenis
lain. Jika skala gempa besar dan pusat gempa berada di dasar laut maka gempa tersebut dapat
menimbulkan gelombang tsunami. Gelombang tsunami adalah gelombang besar yang
terbentuk dari dasar laut akibat adanya gempa. Negara Indonesia terdiri atas kepulauan,
tentunya banyak sekali pantai-pantai di sekitarnya yang dihuni oleh penduduk. Pada saat
gelombang tsunami melanda Indonesia akhir tahun 2004 banyak penduduk yang menjadi
korban. Banyaknya korban disebabkan karena banyak penduduk yang kurang paham dan
bahkan tidak mengetahui bagaimana usaha yang perlu dilakukan ketika bencana datang.
Sebenarnya jika kita mengetahui dan paham tentang tsunami maka jumlah korban dapat
dikurangi. Berbagai upaya telah dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi korban jika ada
bencana datang. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan membentuk kelompok-
kelompok masyakarat yang paham akan bencana alam. Kepekaan dan keterampilan
menyelamatkan diri secara individual maupun kelompok harus terus dilatih. Adapun langkah
yang harus ditempuh oleh kelompok masyarakat dalam mengurangi jumlah kerugian akibat
bencana sebagai berikut:

a. Melakukan pemetaan daerah rawan genangan tertinggi jika ada tsunami.


b. Membuat jalur evakuasi.
c. Menentukan dan memberi informasi tempat penampungan sementara yang cukup aman.
d. Berkoordinasi dengan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), kepolisian, pemerintah
daerah, dan rumah sakit. Selain itu masyarakat juga harus memahami gejala-gejala yang tidak
biasa terjadi.
e. Melakukan pertemuan rutin untuk menambah pengetahuan mengenai gempa dan tsunami.
Jika masih kurang jelas, dapat mendatangkan ahli untuk memberi informasi.
f. Melakukan latihan secara reguler, baik terjadwal maupun tidak terjadwal.
g. Membuat kode tertentu yang dikenali masyarakat sekitar guna menandakan evakuasi.
h. Menyebarkan gambar peta evakuasi di pelosok daerah tempat tinggal masyarakat.

Adapun langkah yang perlu dilakukan tiap individu sebagai berikut:


1. Menyiapkan tas darurat yang berisi keperluan-keperluan mengungsi selama tiga hari seperti
makanan, pakaian, suratsurat berharga atau obat-obatan.
2. Selalu merespon tiap latihan dengan serius sama seperti saat terjadinya gempa.
3. Selalu peka terhadap fenomena alam yang tidak biasa. Apabila kita peka sebenarnya alam
telah memberikan tandatanda sebelum terjadinya tsunami.

Beberapa petunjuk yang diberikan alam antara lain berikut ini:


a. Adanya suara gemuruh di laut, hal ini akibat adanya pergeseran lapisan tanah.
b. Laut tiba-tiba menyurut sampai agak jauh ke tengah.
c. Karena surutnya laut maka akan tercium bau khas laut seperti bau amis.
d. Burung-burung laut terbang dengan kecepatan tinggi menuju daratan.
Dunia internasional juga ikut berperan serta dalam upaya menghadapi bencana alam
tsunami. Tsunami paling sering terjadi di Samudra Pasifik karena gempa bumi dan letusan
gunung berapi sering terjadi di sana. Pusat Peringatan Tsunami Internasional (International
Tsunami Warning Center) didirikan di Hawaii untuk memantau terjadinya gempa bumi di
sekitar Samudra Pasifik dan mengeluarkan peringatan kapan tsunami akan terjadi. Ketika
gempa bumi besar terjadi, stasiun pengamatan di sekitar Samudra Pasifik menemukan pusat
gempa (episentrum) dan mengirimkan informasi yang diperoleh ke pusat peringatan di Hawaii.
Jika gempa bumi dianggap cukup besar dan dapat menimbulkan tsunami, maka tempat-tempat
di sekitar Samudra Pasifik dalam status waspada dan peringatan dikeluarkan. Stasiun pasang
di sekitar pantai juga memantau kedatangan tsunami.
BAB VI

“Bencana Tanah Longsor”

Tanah longsor adalah suatu jenis gerakan tanah, umumnya gerakan tanah yang terjadi
adalah longsor bahan rombakan (debris avalanches) dan nendatan (slumps/rotational slides).
Gaya-gaya gravitasi dan rembesan (seepage) merupakan penyebab utama ketidakstabilan
(instability) pada lereng alami maupun lereng yang di bentuk dengan cara penggalian atau
penimbunan

2.1. Tipe longsoran dan tipologi lereng

Terdapat beberapa tipe longsoran yang sering terjadi diantaranya [2] :


a. Kelongsoran rotasi (rotational slip).
b. Kelongsoran translasi (translational slip).
c. Kelongsoran gabungan (compound slip).

Pada dasarnya sebagian besar wilayah di indonesia merupakan daerah perbukitan atau
pegunungan yang membentuk lahan miring. Lereng atau lahan yang kemiringannya
melampaui 20 derajat (40%), umumnya berbakat untuk bergerak atau longsor. Namun tidak
selalu lereng atau lahan yang miring berpotensi untuk longsor. Dari berbagai kejadian
longsor, dapat didentifikasi 3 tipologi lereng yang rentan untuk bergerak [1] yaitu:

a. Lereng timbunan tanah residual yang dialasi oleh batuan kompak.


b. Lereng batuan yang berlapis searah lereng topografi.
c. Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan.

3. Penyebab Tanah Longsor

Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan
dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan
lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan sebagai faktor alami
dan manusia
:
3.1. Faktor alam

Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antara lain:

a. Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiriringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung, struktur
sesar dan kekar, gempa bumi, stratigrafi dan gunung api.
b. Iklim: curah hujan yang tinggi.
c. Keadaan topografi: lereng yang curam.
d. Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi dalam,
pelarutan dan tekanan hidrostatika.
e. Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal tanah kritis.

3.2. Faktor manusia

Ulah manusia yang tidak bersabat dengan alam antara lain:


a. Pemotongan tebing pada penambangan batu dilereng yang terjal.
b. Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.
c. Kegagalan struktur dinding penahan tanah.
d. Penggundulan hutan.
e. Budidaya kolam ikan diatas lereng.
f. Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman.
g. Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat, sehingga
RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikan sendiri.
h. Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik.

4. Mitigasi

Mitigasi bencana tanah longsor berarti segala usaha untuk meminimalisasi akibat
terjadinya tanah longsor. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menekan bahaya
tanah longsor dibagi menjadi 3 yaitu:

4.1. Tahap awal (preventif)

Langkah pertama dalam upaya meminimalkan kerugian akibat bencana tanah longsor
adalah:
a. Identifikasi daerah rawan dan pemetaan. Dari evaluasi terhadap lokasi gerakan tanah yang
telah terjadi selama ini ternyata lokasi-lokasi kejadian gerakan tanah merupakan daerah yang
telah teridentifikasi sebagai daerah yang memiliki kerentanan menengah hingga tinggi.
b. Penyuluhan pencegahan dan penanggulangan bencana alam gerakan tanah dengan
memberikan informasi mengenai bagaimana dan kenapa tanah longsor, gejala gerakan tanah
dan upaya pencegahan serta penangulangannya.
c. Pemantauan daerah rawan longsor dan dilakukan secara terus menerus dengan tujuan untuk
mengetahui mekanisme gerakan tanah dan faktor penyebabnya serta mengamati gejala
kemungkinan akan terjadinya longsoran.[/list]

Gambar 1. Bagan alir sistem manajemen bencana longsor (Karnawati, 2002)


d. Pengembangan dan penyempurnaan manajemen mitigasi gerakan tanah baik dalam skala
nasional, regional maupun lokal secara berkelanjutan dengan memanfaatkan perkembangan
teknologi informasi dan menggalang kebersamaan segenap lapisan masyarakat (gambar 1).
e. Perencanaan pengembangan sistem peringatan dini di daerah rawan bencana.
f. Pola pengelolaan lahan untuk budidaya tanaman pertanian, perkebunan yang sesuai dengan
azas pelestarian lingkungan dan kestabilan lereng.
g. Hindari bermukim atau mendirikan bangunan di tepi lembah sungai terjal.
h. Hindari melakukan penggalian pada daerah bawah lereng terjal yang akan mengganggu
kestabilan lereng sehingga mudah longsor.
i. Hindari membuat pencetakan sawah baru atau kolam pada lereng yang terjal karena air
yang digunakan akan mempengaruhi sifat fisik dan keteknikan yaitu tanah menjadi lembek
dan gembur sehingga kehilangan kuat gesernya yang mengakibatkan tanah mudah bergerak.
j. Penyebarluasan informasi bencana gerakan tanah melalui berbagai media dan cara sehingga
masyarakat, baik secara formal maupun non formal.

4.2. Tahap bencana


Hal penting yang harus dilakukan ketika suatu daerah terkena bencan tanah longsor
diantaranya:
a. Menyelamatkan warga yang tertimpa musibah
b. Pembentukan pusat pengendlian (Crisis Center).
c. Evakuasi korban ke tempat yang lebih aman.
d. Pendirian dapur umum, pos-pos kesehatan dan penyediaan air bersih.
e. Pendistribusian air bersih, jalur logistik, tikar dan selimut.
f. Pencegahan berjangkitnya wabah penyakit.
g. Evaluasi, konsultasi dan penyuluhan.

4.3. Tahap pasca bencana

Berlalunya bencana tanah longsor bukan berarti permasalahan sudah selesai, masih
ada beberapa tahapan yang perlu kita lakukan:
a. Penyusunan dan penyempurnaan peraturan tata ruang dalam upaya mempertahankan fungsi
daerah resapan air.
b. Mengupayakan semaksimal mungkin pengembalian fungsi kawasan hutan lindung.
c. Mengevaluasi dan memperketat studi AMDAL pada kawasan vital yang berpotensi
menyebabkan bencana.
d. Mengevaluasi kebijakan Instansi/Dinas yang berpengaruh terhadap terganggunya
ekosistem.
e. Penyediaan lahan relokasi penduduk yang bermukim di daerah bencana, sabuk hijau dan di
sepanjang bantaran sungai.
f. Normalisasi areal penyebab bencana, antara lain seperti normalisasi aliran sungai dan
bantaran sungai dengan membuat semacam polder dan sudetan.
g. Rehabilitasi sarana dan prasarana pendukung kehidupan masyarakat yang terkena bencana
secara permanen (seperti: perbaikan sekolah, pasar, tempat ibadah, jalan, jembatan, tanggul
dll).
h. Menyelenggarakan forum kerjasama antar daerah dalam penanggulangan bencana.

5. Kesimpulan

Bencana alam tanah longsor masih tetap berpotensi terjadi di tahun-tahun mendatang,
mengingat kondisi alam (morfologi dan geologi) di beberapa wilayah di Indonesia berbakat
untuk longsor terutama di musim hujan. Potensi terjadinya longsoran ini dapat diminimalkan
dengan memberdayakan masyarakat untuk mengenali tipologi lereng yang rawan longsor,
gejala awal longsor, serta upaya antisipasi dini yang harus dilakukan, sehingga
pengembangan dan penyempurnaan manajemen mitigasi gerakan tanah baik dalam skala
nasional, regional maupun lokal secara berkelanjutan dengan memanfaatkan perkembangan
teknologi informasi dan menggalang kebersamaan segenap lapisan masyarakat.

Potensi Ancaman Bencana


Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah manusia (man-
made disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antara lain:

Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made hazards) yang
menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat
dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya hidrometeorologi
(hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards), bahaya teknologi
(technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation)
Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam
kota/ kawasan yang berisiko bencana Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam
masyarakat

Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat
lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic
arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera ? Jawa - Nusa Tenggara ? Sulawesi, yang sisinya
berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa.
Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi,
gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari
10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986).

Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan
gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh
pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi
di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah
subduksi dan daerah seismik aktif lainnya (Puspito, 1994). Selama kurun waktu 1600?2000
terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9
persen oleh letusan gunung berapi dan 1 persen oleh tanah longsor (Latief dkk., 2000). Wilayah
pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami terutama pantai
barat Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara,
pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi. Laut
Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun waktu tahun 1600?2000, di
daerah ini telah terjadi 32 tsunami yang 28 di antaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 4
oleh meletusnya gunung berapi di bawah laut.

Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan
dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi
iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif
beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur.
Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti
terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan
kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia,
kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah
kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang
terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia. Pada tahun 2006 saja terjadi bencana
tanah longsor dan banjir bandang di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek dan beberapa
daerah lainnya. Meskipun pembangunan di Indonesia telah dirancang dan didesain sedemikian
rupa dengan dampak lingkungan yang minimal, proses pembangunan tetap menimbulkan
dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem. Pembangunan yang selama ini bertumpu pada
eksploitasi sumber daya alam (terutama dalam skala besar) menyebabkan hilangnya daya
dukung sumber daya ini terhadap kehidupan mayarakat. Dari tahun ke tahun sumber daya hutan
di Indonesia semakin berkurang, sementara itu pengusahaan sumber daya mineral juga
mengakibatkan kerusakan ekosistem yang secara fisik sering menyebabkan peningkatan risiko
bencana.

Pada sisi lain laju pembangunan mengakibatkan peningkatan akses masyarakat terhadap ilmu
dan teknologi. Namun, karena kurang tepatnya kebijakan penerapan teknologi, sering terjadi
kegagalan teknologi yang berakibat fatal seperti kecelakaan transportasi, industri dan
terjadinya wabah penyakit akibat mobilisasi manusia yang semakin tinggi. Potensi bencana
lain yang tidak kalah seriusnya adalah faktor keragaman demografi di Indonesia. Jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 2004 mencapai 220 juta jiwa yang terdiri dari beragam etnis,
kelompok, agama dan adat-istiadat. Keragaman tersebut merupakan kekayaan bangsa
Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain. Namun karena pertumbuhan penduduk yang tinggi
tidak diimbangi dengan kebijakan dan pembangunan ekonomi, sosial dan infrastruktur yang
merata dan memadai, terjadi kesenjangan pada beberapa aspek dan terkadang muncul
kecemburuan sosial. Kondisi ini potensial menyebabkan terjadinya konfl ik dalam masyarakat
yang dapat berkembang menjadi bencana nasional.

Sistem Penanggulangan Bencana

Indonesia menyadari bahwa masalah kebencanaan harus ditangani secara serius sejak
terjadinya gempabumi dan disusul tsunami yang menerjang Aceh dan sekitarnya pada 2004.
Kebencanaan merupakan pembahasan yang sangat komprehensif dan multi dimensi.
Menyikapi kebencanaan yang frekuensinya terus meningkat setiap tahun, pemikiran terhadap
penanggulangan bencana harus dipahami dan diimplementasikan oleh semua pihak. Bencana
adalah urusan semua pihak. Secara periodik, Indonesia membangun sistem nasional
penanggulangan bencana. Sistem nasional ini mencakup beberapa aspek antara lain:

Legislasi
Dari sisi legislasi, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Produk hukum di bawahnya antara lain Peraturan
Pemerintah , Peraturan Presiden, Peraturan Kepala Kepala Badan, serta peraturan daerah.
(Lebih detail lihat Produk Hukum).

Kelembagaan
Kelembagaan dapat ditinjau dari sisi formal dan non formal. Secara formal, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan focal point lembaga pemerintah di tingkat pusat.
Sementara itu, focal point penanggulangan bencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota
adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Dari sisi non formal, forum-forum baik di tingkat nasional dan lokal dibentuk untuk
memperkuat penyelenggaran penanggulangan bencana di Indonesia. Di tingkat nasional,
terbentuk Platform Nasional (Planas) yang terdiri unsur masyarakat sipil, dunia usaha,
perguruan tinggi, media dan lembaga internasional. Pada tingkat lokal, kita mengenal Forum
PRB Yogyakarta dan Forum PRB Nusa Tenggara Timur.

Pendanaan
Saat ini kebencanaan bukan hanya isu lokal atau nasional, tetapi melibatkan internasional.
Komunitas internasional mendukung Pemerintah Indonesia dalam membangun manajemen
penanggulangan bencana menjadi lebih baik. Di sisi lain, kepedulian dan keseriusan
Pemerintah Indonesia terhadap masalah bencana sangat tinggi dengan dibuktikan dengan
penganggaran yang signifikan khususnya untuk pengarusutamaan pengurangan risiko bencana
dalam pembangunan.

Berikut beberapa pendanaan yang terkait dengan penanggulangan bencana di Indonesia:

a. Dana DIPA (APBN/APBD)


b. Dana Kontijensi
c. Dana On-call
d. Dana Bantual Sosial Berpola Hibah
e. Dana yang bersumber dari masyarakat
f. Dana dukungan komunitas internasional
g. iaga Bencana
h. Apakah anda sudah siap siaga menghadapi ancaman bencana? Sejak dini, kita
perlu menyadari bahwa kita hidup di wilayah rawan bencana. Kenyataan ini
mendorong kita untuk mempersiapkan diri, keluarga, dan komunitas di sekitar kita.
Kesiapsiagaan diri diharapkan pada akhirnya mampu untuk mengantisipasi
ancaman bencana dan meminimalkan korban jiwa, korban luka, maupun
kerusakan infrastruktur. Mulai dari dalam diri sendiri, kita dapat membantu
keluarga dan komunitas untuk membangun kesiapsiagaan, maupun pada saat
menghadapi bencana dan pulih kembali pasca bencana.

Berikut beberapa jenis bencana dan cara apa yang kita harus lakukan ketika
bencana itu datang:

1.Gempa Bumi
2.Tsunami
3.Gunung Api
4.Banjir
5.Tanah Longsor
6.Kekeringan
7.Angin Topan
8.Kebakaran
9. Wabah Penyakit

(SUMBER:www.bnpb.go.id)
HAZARD MITIGATION PLAN

A. SUMMARY

This Local Hazard Mitigation Plan (LHMP) is not a stand-alone document, but is intended to

augment the City of Los Angeles Emergency Operations Plan and its Annexes. The purpose
of

the Plan is to provide direction and guidance to City departments and the public concerning

mitigation measures to lessen the risk of various hazards that threaten the City of Los
Angeles.

The development and implementation of this living document are the responsibilities of the

Mayor’s Office, City Council, Emergency Operations Organization (EOO), participating


private

nonprofit business organizations, educational groups, other government agencies,


participating

community-based organization representatives, public and all City departments.

The City of Los Angeles Local Hazard Mitigation Plan (LHMP) includes resources and
information

to assist City residents, other government agencies, private and non-profit businesses and

industries, educational institutions, community-based organizations, and others interested in

mitigation planning for both natural and human-caused disasters. The mitigation plan
provides

a list of existing programs, proposed activities and specific projects that may assist the City of

Los Angeles in reducing risk and preventing loss of life and property damage from natural
and

human-caused hazards. The City’s Local Hazard Mitigation Plan addresses existing and

proposed mitigation policies, programs and projects for identified high-risk, moderate-risk,
and

low-risk hazards that threatens the City.

The Hazard Mitigation Plan consists of a description of the process used to develop, review
and

maintain the Plan; a profile of the City of Los Angeles including demographics and statistical
data; risk assessment of high, moderate, and low-risk hazards; and mitigation strategies.

For the purposes of this Plan, potential hazards are divided into “High Risk,” “Moderate
Risk,”

and “Low Risk” categories. Potential hazards are reviewed and reassigned a ranking based on

detailed analysis by the Local Hazard Mitigation Plan Advisory Task Force as well as public
input

during each Plan revision cycle. The Plan includes a detailed assessment of the risks
associated

The Town of Knightdale maintains a Hazard Mitigation Plan in order to continue to be


eligible to receive State and Federal assistance funding should a qualifying disaster strike our
community. Local governments must have an approved Hazard Mitigation Plan that meets
the requirements of the Disaster Mitigation Act of 2000 in order to receive federal mitigation
assistance.

The Town of Knightdale applied for and was first accepted into the Hazard Mitigation Grant
Program in 2004. The Town successfully renewed its acceptance in 2009.

A requirement of the program is that all local governments who receive funding must prepare
and adopt a state-approved local mitigation plan.

In addition to meeting various State and Federal requirements, the plan has other purposes.
They are as follows:

1. Save lives and property


2. Identify and reduce potential impacts of natural hazards
3. Save money over time
4. Facilitate state and federal funding following disasters
5. Facilitate recovery following disasters
6. Educate residents about natural hazards and their potential impacts
7. Show that the Town is committed to improving the health and safety of its residents

Appendix A: Hazard Identification and Assessment

A. INTRODUCTION

Prior to updating the Hazard Mitigation Plan, it is vital to identify and reassess the

hazards that could potentially affect the Town of Knightdale. According to FEMA

and NCEM criteria for the development and updating of a Hazard Mitigation

Plan, the following hazards must be addressed: Dam Failure, Drought/Heat


Wave, Earthquakes, Flooding, Hurricane/Coastal Storms, Landslides/Debris Flow,

Tornadoes/Severe Thunderstorms, Wildfires and Severe Winter Weather.

Although Nor’easters affect North Carolina, most of the damage occurs in the

form of beach erosion. Inland effects of Nor’easters are nearly identical to those

of a Severe Winter Storm and are addressed as such.

The hazards were ranked according to the potential damage they could cause.

The ranking of each hazard appears in the chart below.

B. METHODOLOGY

The identification and assessment were performed according to the following

steps:

describe potential hazard,

predict likelihood of occurrence,

predict likely magnitude of hazard, and

predict possible impacts from hazard.

A composite ranking was determined for each hazard upon completion of the

assessment. This ranking was based on the hazard’s likelihood of occurrence,

likely magnitude, and potential impact.

Guidance on Hazard Identification and Classification

RSSB Page 11 of 29

GE/GN8642 Issue Two: June 2014

G 3.5.3 The HAZOP technique was initially developed to analyse chemical process systems,
but

was later extended to other types of systems and industries. A HAZOP is a qualitative

technique for analysing a defined system by applying ‘guide words’ like ‘no’, ‘more’ or ‘less

than’. The guide words are applied to some attribute or intention of the system, in order to

consider how it might fail and what the consequences of that failure might be. For

example, if a point motor were being analysed, the guide words might be applied to the
force exerted by it. As with FMEA, this is a thorough and systematic approach, but it can

be time-consuming, and relies on there being a clear formal definition of the system and its

elements. Guidance on undertaking HAZOPs may be found in BS IEC 61882:2001.

G 3.5.4 A more common approach is to undertake a structured brainstorming exercise. This


can

take on a variety of forms, but is typically a variation of the HAZOP approach, involving the

analysis of a given system, set of functions and / or procedures using a checklist of some

type. The checklist might be a set of potential causes of hazards, a list of known hazards,

or a list of different operational scenarios and circumstances relevant to the system. An

example of a checklist is given in Annex B to CLC/TR 50126-2:2007.

G 3.5.5 A typical way of conducting a workshop for the operational railway is to use a
structured

checklist approach to analyse the functions and operation of the railway for different

'phases of mission'. These 'phases of mission' might include 'train start-up', 'normal

operation' or 'degraded mode working', for example.

G 3.5.6 To support this analysis, a description of the various functions and human actions that

would need to occur would be produced. The workshop process then steps through these

functions and actions in sequence, and uses an appropriate checklist(s) to identify

hazardous deviations from the intended function or action. Various causes and

consequences are then recorded. This approach is essentially a hybrid combination of

task analysis and functional hazard analysis.

G 3.5.7 The outputs from an analysis of the type set out in G 3.5.5 to G 3.5.6 would be causes
of

the generic hazards. In order to structure these causes, and link them to the generic

hazard list, it might be necessary to create sub-hazards. These sub-hazards would in

effect be sub-types of the generic hazard to which they are linked.

G 3.5.8 The workshop process may incorporate the classification of hazards. Guidance in the

classification of hazards in accordance with the requirements of the regulation is included


in Part 3 of this document.

You might also like