You are on page 1of 46

Bagian Obstetri dan Ginekologi LAPORAN KASUS

“GEMELI + PREEKLAMPSIA BERAT”

Disusun Oleh :
ANNISA MUSDALIFA JAMALUDIN
N 111 17 029

Pembimbing Klinik:
dr. Wulan Soemardji, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
SEPTEMBER
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Preeklampsia sampai saat ini masih merupakan ”the disease of theories”,


penelitian telah begitu banyak dilakukan namun angka kejadian preeklampsia tetap
tinggi dan mengakibatkan angka morbiditas dan mortilitas maternal yang tinggi baik
diseluruh dunia maupun di Indonesia.1 Preeklamsia didefinisikan sebagai gangguan
luas kerusakan endotel pembuluh darah dan vasospasme yang terjadi setelah usia
kehamilan 20 minggu dan dapat juga dijumpai pada akhir 4-6 minggu post partum.
Hal ini secara klinis didefinisikan adanya hipertensi dan proteinuria, dengan atau
tanpa edema patologis.2
Di seluruh dunia preeklamsi menyebabkan 50.000 – 76.000 kematian
maternal dan 900.000 kematian perianal setiap tahunnya. Hal ini terjadi pada 3-5%
dari kehamilan dan merupakan penyebab utama kematian ibu, terutama di negara-
4
negara berkembang. Angka kejadian di Indonesia bervariasi di beberapa rumah
sakit di Indonesia yaitu diantaranya 5 – 9 % dan meningkat sebesar 40 % selama
beberapa tahun terakhir ini di seluruh dunia. Di Indonesia masih merupakan
penyebab kematian nomer dua tertinggi setelah perdarahan. 5
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga
masih cukup tinggi. Hal ini masih disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga
oleh perawatan dalam persalinan oleh petugas non-medik dan sistem rujukan yang
belum sempurna.4

Sampai sekarang penyebab preeklamsi masih belum diketahui dengan jelas. Berbagai
penelitian telah dilakukan untuk mengetahui penyebab preeklamsi 3 dan banyak teori
telah dikemukakan tentang terjadinya preeklamsi sehingga disebut sebagai disease
of theory, namun tidak ada satupun yang dianggap mutlak benar.
Hipertensi dan proteinuria pada preeklamsia adalah tanda yang menunjukkan
banyak perubahan internal untuk sistem tubuh. Preeklamsia sering dianggap sebagai

1
gangguan dengan dua komponen, implantasi plasenta yang abnormal ditambah
dengan disfungsi endotel rumit oleh faktor-faktor maternal. Pada kenyataannya hal
tersebut jauh lebih kompleks. Ada perubahan terlihat pada sistem ginjal dan
pembuluh darah secara keseluruhan.
Banyak komplikasi yang disebabkan preeklamsi berat salah satu diantaranya
adalah HELLP Sindrom. Sindrom HELLP ialah pereklamsi-eklamsi disertai
hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopeni. Kematian
ibu bersalin pada sindrom hellp cukup tinggi, yaitu 24%. Penyebab kematian dapat
berupa kegagalan cardio pulmonal, gangguan pembekuan darah, perdarahan otak,
ruptur hepar dan kegagalan multipel. Demikian juga kematian perinatal pada sindrom
HELLP cukup tinggi terutama disebabkan persalinan preterm. 7

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi dalam Kehamilan
2.1.1 Definisi
Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥140
mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg.7
2.1.2. Klasifikasi
a) Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan
20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
b) Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria.
c) Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang atau
koma.
d) Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi
kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.
e) Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa
proteinuria.
2.1.3. Faktor Risiko
Dari berbagai macam faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan
maka dapat dikelompokkan sebagai berikut:7
a. Primigravida
b. Hiperplasentosis, seperti molahidatidosa, kehamilan ganda, diabetes melitus,
hidrops fetalis, bayi besar.
c. Umur yang ekstrim.
d. Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia dan eklampsia
e. Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
f.Obesitas

3
2.1.4. Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan
Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, yaitu:
A. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki
jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi hambur dan
memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah utero
plasenta.Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis
menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidakmemungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami
vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran
darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
Dampaknya akan menimbulkan perubahan pada hipertensi dalam kehamilan.7
Adanya disfungsi endotel ditandai dengan meningginya kadar fibronektin,
faktor Von Willebrand, t-PA dan PAI-1 yang merupakan marker dari sel-sel endotel.
Patogenesis plasenta yang terjadi pada preeklampsia dapat dijumpai sebagai berikut:
8

a. Terjadi plasentasi yang tidak sempurna sehingga plasenta tertanam dangkal


dan arteri spiralis tidak semua mengalami dilatasi.
b. Aliran darah ke plasenta kurang, terjadi infark plasenta yang luas.
c. Plasenta mengalami hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat.
d. Deposisi fibrin pada pembuluh darah plasenta, menyebabkan penyempitan
pembuluh darah.

4
B. Teori Iskemia Plasenta dan pembentukan radikal bebas
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil
yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh menjadi peroksida lemak, Peroksida lemak selain akan merusak sel, juga
akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan dalam tubuh yang
bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.7

C. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan


Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada
hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan
peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat
toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak
membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh
peroksida lemak karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan
terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.7

D. Disfungsi sel endotel


- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksiprostasiklin
yang merupakan vasodilator kuat.
- Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan untuk
menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan yang merupakan suatu
vasokonstriktor kuat.
- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus.
- Peningkatan permeabilitas kapilar

5
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor
- Peningkatan faktor koagulasi7

E. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin


Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida. Ibu multipara yang kemudian
menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan
jika dibandingkan dengan suami sebelumnya.7
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan
pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi
komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.7

F. Teori Adaptasi Kardiovaskular


Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan- bahan
vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor
hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.
Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam
kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini
dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.7

G.Teori Genetik
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka 26%
anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak
menantu mengalami preeklampsia.7

H. Teori Defisiensi Gizi

6
Konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeklampsia dan beberapa
penelitian juga menunjukkan bahwa defisiensi kalsium mengakibatkan risiko
terjadinya preeklampsia/eklampsia.
I. Teori Stimulus Inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Disfungsi
endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan
tersebut diatas, mengakibatkan aktifitas leukosit yang tinggi pada sirkulasi ibu.
Peristiwa ini disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular
pada kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.7
Kebanyakan penelitian melaporkan terjadi kenaikan kadar TNF-alpha pada
PE dan IUGR. TNF-alpha dan IL-1 meningkatkan pembentukan trombin, platelet-
activating factor (PAF), faktor VIII related anitgen, PAI-1, permeabilitas endotel,
ekspresi ICAM-1, VCAM-1, meningkatkan aktivitas sintetase NO, dan kadar
berbagai prostaglandin. Pada waktu yang sama terjadi penurunan aktivitas sintetase
NO dari endotel. Apakah TNF-alpha meningkat setelah tanda-tanda klinis
preeklampsia dijumpai atau peningkatan hanya terjadi pada IUGR masih dalam
perdebatan. Produksi IL-6 dalam desidua dan trofoblas dirangsang oleh peningkatan
TNF-alpha dan IL-1. IL-6 yang meninggi pada preeklampsia menyebabkan reaksi
akut pada preeklampsi dengan karakteristik kadar yang meningkat dari
ceruloplasmin, alpha1 antitripsin, dan haptoglobin, hipoalbuminemia, dan
menurunnya kadar transferin dalam plasma. IL-6 menyebabkan permeabilitas sel
endotel meningkat, merangsang sintesis platelet derived growth factor (PDGF),
gangguan produksi prostasiklin. Radikal bebas oksigen merangsang pembentukan
IL-6. Disfungsi endotel menyebabkan terjadinya produksi protein permukaan sel
yang diperantai oleh sitokin. Molekul adhesi dari endotel antara lain E-selektin,
VCAM-1 dan ICAM-1. ICAM-1 dan VCAM-1 diproduksi oleh berbagai jaringan
sedangkan E-selectin hanya diproduksi oleh endotel. Interaksi abnormal endotel-
leukosit terjadi pada sirkulasi maternal preeklampsia.8

7
2.2. Preeklampsia
2.2.1. Definisi Preeklampsia
Preeklampsia merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan
vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan penurunan perfusi
organ. Preeklampsia didefinisikan sebagai suatu sindrom yang dijumpai pada ibu
hamil di atas 20 minggu terdiri dari huipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa
edema. 8
Sindroma ini terjadi selama kehamilan, dimana gejala klinis timbul pada
kehamilan setelah 20 minggu atau segera setelah persalinan. Diagnosis preeklampsia
berat adalah keadaan preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik 110mmHg, dengan atau tanpa kadar proteinuria > 5 gr/24jam
atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif, oliguria (produksi urine < 500cc dalam 24
jam) disertai kenaikan kadar kreatinin plasma, terdapat gangguan visus dan serebral,
nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen, edema paru atau sianosis,
pertumbuhan janin terhambat dan sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver
Enzym, Low Platet Count).

2.2.2. Epidemiologi9
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor
yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, tingkat
pendidikan, dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-
10%, sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia
sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu 23,6 kasus per 1.000 kelahiran. Pada
primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan
multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000) mendapatkan angka
kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74
kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31
Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13
kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan
primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops
fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk

8
terjadinya preeklampsia. Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun
mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan
superimposed PIH.

2.2.3.Faktor Risiko Preeklampsia


Wanita yang memiliki risiko sedang terhadap terjadinya preeklampsia,
memiliki salah satu kriteria dibawah ini:10
a. Primigravida
b. Umur ≥40 tahun
c. Interval kehamilan ≥ 10 tahun
d. BMI saat kunjungan pertama ≥35 kg/m2
e. Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia
f. Kehamilan ganda Wanita yang memiliki risiko tinggi terjadinya preeklampsia
adalah yang memiliki salah satu dari kriteria dibawah ini:
 Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya
 Penyakit ginjal kronik
 Penyakit autoimun seperti SLE atau Sindrom Antifosfolipid
 Diabetes Tipe1 atau Tipe 2
 Hipertensi Kronik

2.2.4. Patofisiologi 11
Etiologi dan faktor pemicu timbulnya eklampsia masih belum diketahui
secara pasti. Teori timbulnya preeklampsia harus dapat menjelaskan beberapa hal,
yaitu sebab meningkatnya frekuensi pada primigravida, bertambahnya frekuensi
dengan bertambahnya usia kehamilan, terjadinya perbaikan dengan kematian janin
intrauterin, sebab timbulnya tanda-tanda preeklampsia. Itulah sebabnya kenapa
penyakit ini disebut “the disease of theories”.

9
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme
pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme arteriolar juga
ditemukan di seluruh tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan darah yang
meningkat merupakan kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer agar
oksigenasi jaringan tetap tercukupi. Sedangkan peningkatan berat badan dan edema
yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum
diketahui penyebabnya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa pada preeklampsia
dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi dibandingkan
pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma
dan mengatur retensi air serta natrium. Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh
darah terhadap protein meningkat.

10
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi
perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini kemungkinan
akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar
vasokonstriktor seperti angiotensin II, adrenalin, dan noradrenalin, dan atau
menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor. Semua hal tersebut akan
meningkatkan produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada
trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal seperti tekanan
darah sebelum hamil.
1) Regulasi volume darah
Pengendalian garam dan homeostasis meningkat pada preeklampsia.
Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu, tetapi pada derajat
mana hal ini terjadi sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak
dijumpai adanya edema. Bahkan jika dijumpai edema interstitial, volume
plasma adalah lebih rendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan
terjadi hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu
peningkatan ringan volume plasma dapat menjadi tanda awal hipertensi.
2) Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah
Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan
hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang
melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR).
3) Aliran Darah di Organ-Organ
a. Aliran darah di otak
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal
ini berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin
merupakan suatu faktor penting dalam terjadinya kejang pada
preeklampsia maupun perdarahan otak.
b. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi
penanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif
ginjal rata-rata berkurang 20%, dari 750 ml menjadi 600ml/menit, dan
filtrasi glomerulus berkurang rata-rata 30%, dari 170 menjadi

11
120ml/menit, sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan
terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi nekrosis
tubular dan kortikal. Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah
besar, yang fungsinya mungkin sebagai cadangan menaikkan tekanan
darah dan menjamin perfusi plasenta yang adekuat. Pada kehamilan
normal renin plasma, angiotensinogen,angiotensinogen II, dan aldosteron
meningkat nyata di atas nilai normal wanita tidak hamil. Perubahan ini
merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar progesteron dalam
sirkulasi. Pada kehamilan normal efek progesteron diimbangi oleh renin,
angiotensin, dan aldosteron, tetapi keseimbangan ini tidak terjadi pada
preeklampsia.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah
iskemi uteroplasenter dimana terjadi ketidakseimbangan antara massa
plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta
yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih
banyak renin uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi dan
meningkatnya kepekaan pembuluh darah. Disamping itu angiotensin
menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek prostaglandin
sebagai mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus.
Laju filtrasi glomerulus dan arus plasma ginjal menurun pada
preeklampsia, tetapi karena hemodinamik pada kehamilan normal
meningkat 30% sampai 50%, nilai pada preeklampsia masih di atas atau
sama dengan nilai wanita tidak hamil. Klirens fraksi asam urat yang
menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum ada perubahan pada
GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal. Dijumpai pula
peningkatan pengeluaran protein biasanya ringan sampai sedang.
Preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom nefrotik pada
kehamilan. Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin
adalah bagian dari lesi morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan
sel-sel intrakapiler glomerulus yang merupakan tanda khas patologi ginjal
pada preeklampsia.

12
c. Aliran darah uterus dan choriodesidua
Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan
patofisiologi terpenting pada preeklampsia, dan mungkin merupakan
faktor penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan adalah belum
ada satu pun metode pengukuran arus darah yang memuaskan baik di
uterus maupun di desidua.
d. Aliran darah di paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya karena edema
paru yang menimbulkan dekompensasi cordis.
e. Aliran darah di mata
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah orbital. Bila
terjadi hal hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya preeklampsia
berat. Gejala lain yang mengarah ke eklampsia adalah skotoma, diplopia,
dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan peredaran
darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.

13
2.2.5. Gejala dan Tanda Klinis
Sesuai dengan definisi preeklampsia, gejala utama preeklampsia adalah
hipertensi, proteinuria dan edema yang dijumpai pada kehamilan semester 2 atau
kehamilan diatas 20 minggu dengan atau tanpa edema karena edema dijumpai 80%
pada kehamilan normal dan edema tidak meningkatkan morbiditas dan mortalitas
maternal maupun perinatal. Gejala-gejala dan tanda-tanda lain yang timbul pada
preeklampsia sesuai dengan kelainan-kelainan organ yang terjadi akibat
preeklampsia: 8
1) Hipertensi
Tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer pada lengan kanan dalam
keadaan berbaring terlentang setelah istirahat 15 menit. Disebut hipertensi
bila tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih, atau tekanan darah diastolik
90 mmHg.
2) Proteinuria
Pada wanita tidak hamil dijumpai protein dalam urin sekitar 18 mg/24 jam.
Disebut proteinuria positif/patologis bila jumlah protein dalam urin melebihi
300 mg/24 jam. Proteinuria dapat dideteksi dengan cara dipstick reagents test,
tetapi dapat memberikan 26% false positif karena adanya sel-sel pus. Untuk
menghindari hal tersebut, maka diagnosis proteinuria dilakukan pada urin

14
tengah (midstream) atau urine 24 jam.Deteksi proteinuria penting dalam
diagnosis dan penanganan hipertensi dalam kehamilan. Proteinuria
merupakan gejala yang terahir timbul. Eklampsia bisa terjadi tanpa
proteinuria. Proteinuria pada preeklampsia merupakan indikator adanya
bahaya pada janin. Berat badan lahir rendah dan kematian perinatal
meningkat pada preeklampsia dengan proteinuria. Diagnosis preeklampsia
ditegakkan bila ada hipertensi dengan proteinuria. Adanya kelainan cerebral
neonatus dan retardasi intra uterin. Proteinuria juga ada hubungannya dengan
meningkatnya risiko kematian janin dalam kandungan. Risiko terhadap ibu
juga meningkat jika dijumpai proteinuria.
3) Edema
Edema bukan merupakan syarat untuk diagnosa preeklampsia karena edema
dijumpai 60-80% pada kehamilan normal. Edema juga tidak meningkatkan
risiko hipertensi dalam kehamilan.Edema yang dijumpai pada tangan dan
muka selain pagi hari merupakan tanda patologis. Kenaikan berat badan
melebihi 1 kg per minggu atau kenaikan berat badan yang tiba-tiba dalam 1
atau 2 hari harus dicurigai kemungkinan adanya preeklampsia. Edema yang
masif meningkatkan risiko terjadinya edema paru terutama pada masa post
partum. Pada 15-39 % kasus preeklampsia berat tidak dijumpai edema.
4) Oliguria
Urin normal pada wanita hamil adalah 600-2000 ml dalam 24 jam. Oliguria
dan anuria meurpakan tanda yang sangat penting pada preeklampsia dan
merupakan indikasi untuk terjadi terminasi sesegera mungkin. Walaupun
demikian, oliguria atau anuria dapat terjadi karena sebab prerenal, renal dan
post renal. Pada preeklampsia, hipovolemia tanpa vasokonstriksi yang berat,
intrarenal dapat menyebabkan oliguria. Kegagalan ginjal akut merupakan
komplikasi yang jarang pada preeklamspia, biasanya disebabkan nekrosis
tubular, jarang karena nekrosis kortikal. Pada umumnya kegagalan ginjal akut
ditandai dengan jumlah urin dibawah 600 ml/24 jam dan 50% dari kasus
tersebut terjadi sebagai komplikasi koagulasi intravaskular yang luas
disebaban solusio plasenta.

15
5) Kejang
Kejang tanpa penyebab lain merupakan diagnosis eklampsia, kejang
merupakan salah satu tanda dari gejala gangguan serebral pada preeklampsia.
Tanda-tanda serebral yang lain antara lain, sakit kepala, pusing, tinnitus,
hiperrefleksia, gangguan visus, gangguan mental, parestesia dan klonus.
Gejala yang paling sering mendahului kejang adalah sakit kepala, gangguan
visus dan nyeri perut atas.
6) Asam Urat
Korelasi meningkatnya asam urat dengan gejala-gejala kilinis dari toksemia
gravidarum mula-mula didapatkan oleh williams. Kadar asam urat juga
mempunyai korelasi dengan beratnya kelainan pada biopsi ginjal. Kelainan
patologis pembuluh darah uteroplasenta dan berkorelasi dengan luaran janin
pada preeklampsia. Hiperuricemia menyebabkan kematian perinatal.
7) Gangguan Visus
Gangguan visus pada preeklampsia berat dapat merupakan flashing. Cahaya
berbagai warna, skotoma, dan kebutaan sementara. Penyebabnya adalah
spasme arteriol, iskemia dan edema retina. Tanpa tindakan operasi
penglihatan akan kembali normal dalam 1 minggu.8

2.2.6 Klasifikasi dan Diagnosis


Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan
dan preeklampsia berat.7
1) Preeklampsia Ringan
Suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang
berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.

Diagnosa preeklampsia ringan ditegakkan dengan kriteria:


a) Hipertensi: Sistolik/diastolik ≥ 140/90mmHg.
b) Proteinuria: ≥300mg/24 jam atau ≥1+ dipstik.
c) Edema: Edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia,
kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata

16
2) Preeklampsia Berat
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik
≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria
lebih 5g/24 jam.
Diagnosa preeklampsia berat ditegakkan dengan kriteria:
a) Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110
mmHg. Tekanan darah tidak menurun meskipun sudah dirawat dirumah
sakit dan sudah menjalani tirah baring.
b) Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
c) Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
d) Kenaikan kadar kreatinin plasma.
e) Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma dan pandangan kabur.
f) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
tegangnya kapsula Glisson).
g) Edema paru-paru dan sianosis.
h) Hemolisis mikroangiopatik.
i) Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 penurunan trombosit dengan
cepat
j) Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar
alanin dan aspartat aminotransferase
k) Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
l) Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Trombositopenia)

Preeklampsia berat dibagi menjadi:


- Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
- Preeklampsia berat dengan impending eclampsia Disebut impending
eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala- gejala subjektif berupa
nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigatrium, dan
kenaikan progresif tekanan darah.

17
2.2.7 Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre-
eklamsia adalah:
1. Mencegah kejang, perdarahan intrakranial, dan gangguan fungsi organ vital
pada ibu
2. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya.
3. Melahirkan bayi sehat
4. Pemulihan sempurna kesehatan ibu.

Penanganan menurut berdasarkan klasifikasinya :


a) Pre-eklamsia Ringan
 Rawat Jalan
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat
jalan. Tujuannya adalah untuk mempertahankan kehamilan, sehingga
mencapai umur kehamilan yang memenuhi syarat janin dapat
dilahirkan.Dianjurkan ibu hamil banyak beristirahat (berbaring/tidur
miring ke kiri), tetapi tidak harus mutlak tirah baring.
Pada kehamilan >20 minggu, tirah baring dengan posisi miring
menghilangkan tekanan rahim pada vena kava inferior, sehingga
meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung.
Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi
glomeruli dan meningkatkan diuresis. Diuresis dengan sendirinya
akan meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas
kardiovaskular, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah
jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim. Pada
preeklampsia tidak diperlukan restriksi garam selama fungsi ginjal
masih normal. Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 NaCl
(garam dapur) adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak
membuang garam melalui ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru
membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila konsumsi garam

18
hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan yang
banyak, berupa susu atau air buah. Diet untuk penderita preeklampsia
ringan adalah makanan biasa, dan dapat diberikan roborantia sekali
perhari. Penderita preeklampsia ringan hendaknya diperiksa sekali
seminggu dan dilakukan pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht,
trombosit, asam urat, urine lengkap (Msu), fungsi hati, dan fungsi
ginjal)
 Rawat Inap
 Kriteria preeklampsia ringan yang dirawat di rumah sakit
yaitu:
a. Bila tidak ada perbaikan: tekanan darah, kadar proteinuria
selama 2 minggu
b. Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda
preeklampsia berat.
c. Kenaikan berat badan ibu ≥ 1 kg perminggu selama 2 kali
berturut-turut
 Terapi medikamentosa: Bila penderita sudah kembali menjadi
preeklampsia ringan, maka masih akan dirawat 2-3 hari lagi,
baru diizinkan pulang
 Perawatan dirumah sakit:
a. Pemeriksaan dan monitoring setiap hari terhadap gejala
klinik :
a) Nyeri kepala
b) Penglihatan kabur
c) Nyeri perut kuadran kanan atas
d) Nyeri epigastrium
b. Kenaikan berat badan dengan cepat
c. Menimbang berat badan ketika masuk rumah sakit dan
diikuti setiap harinya

19
d. Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan
diulangi setiap 2 hari.
e. Pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan lab sesuai
dengan standard yang telah ditentukan
f. Pemeriksaan ultrasound sonography (USG) khususnya
pemeriksaaan:
- Ukuran biometrik janin
-Volume air ketuban
g. Penderita boleh dipulangkan: Penderita dapat dipulangkan
apabila 3 hari bebas gejala–gejala preeklampsi berat
 Perawatan Obstetrik
a. Kehamilan preterm (kehamilan antara 22 minggu sampai ≤ 37
minggu), bila tekanan darah mencapai normotensif, persalinannya
ditunggu hingga aterm
b. Kehamilan preterm yang tekanan darah turun selama perawatan
tetapi belum mencapai normotensif, terminasi kehamilan
dilakukan pada kehamilan 37 minggu
c. Kehamilan aterm (> 37 minggu), persalinan ditunggu sampai
terjadi inpartu atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat
dilakukan secara spontan dengan mempersingkat kala II, yaitu
dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forceps. SC dilakukan
apabila ada indikasi obstetri.
b) Pre-eklamsia Berat
Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap
dan dianjurkan tirah baring ke satu sisi (kiri)7 Perawatan yang penting pada
preeklamsia berat adalah pengelolaan cairan karena penderita preeclampsia
dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan
oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor
yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah

20
hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan
onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure.
Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan
koreksi.Cairan yang diberikan dapat berupa:
a) 5 % Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan : < 125
cc/jam atau
b) Infus Dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse Ringer
laktat (60-125 cc/jam) 500 cc
Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria
terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc//24
jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung yang
sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan
garam.
Pemberian obat anti kejang7
Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat
(MgSO47H2O). Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin
pada rangsangan serat saraf dengan mengambat transmisi neuromuscular. Transmisi
neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium
sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi
(terjadi inhibisi kompetitif antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium
yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium
sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada
preeklampsia atau eklamsia. Banyak cara pemberian magnesium sulfat. Cara
pemberian magnesium sulfat regimen:
a) Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4intravena, (40 % dalam 10 cc)
selama 15 menit.
b) Maintenance dose : Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau
diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram
i.m. tiap 4-6 jam.
c) Syarat-syarat pemberian MgSO4

21
 Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10 %=1 gram (10 % dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit.
 Reflex patella (+) kuat
 Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda
distressnapas.
 Jumlah urin 0,5 ml/kgBB/jam atau 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
d) Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi, setelah 24 jam
pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
e) Dosis terapeutik dan toksis
Dosis terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mEq/dl
Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl
Terhentinya pernapasan 15 mEq/liter 18 mg/dl
Terhentinya jantung > 30 mEq/liter > 36 mg/dl
Bila terjadi refrakter terhadap pemberian magnesium sulfat, maka diberikan
salah satu obat berikut : thiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam,
atau fenitoin.

Pemberian antihipertensi 7
Di RSU dr. Pirngadi Medan, antihipertensi diberikan jika tekanan sistolik ≥ 160
mmHg dan atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg.
a) Antihipertensi lini pertama
Nifedipine
Dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam
24 jam. Tidak boleh diberikan secara sublingual karena efek vasodilatasi
sangat cepat maka hanya boleh diberikan per oral.
b) Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside: 0,25 μg i.v./kg/menit, infuse; ditingkatkan 0,25 μg
i.v./kg/5 menit.
Diazokside: 30-60 mg mg i.v./5 menit; atau i.v infuse 10 mg/menit dititrasi

22
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru,
payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah
Furosemide.
Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu
selama 48 jam (6 gr/12 jam IM sebanyak 4 kali) untuk pematangan paru janin.
Glukokortikoid juga diberikan pada sindroma HELLP.

Perawatan Aktif 10,12,13


Terminasi kehamilan dilakukan 1-2 jam setelah pemberian MgSO4 atau setelah
terjadi stabilisasi hemodinamik. Pemberian MgSO4 diteruskan sampai 24 jam
pascapersalinan. Perawatan aktif dilakukan dengan indikasi :
a. Ibu
- Kehamilan > 37 minggu
- Kegagalan pada perawatan konservatif, yaitu :
1) Dalam waktu atau selama 6 jam sejak dimulai pengobatan medisinal
terjadi kenaikan TD yang persisten, atau
2) Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal tidak ada perbaikan
gejala-gejala.
- Muncul tanda dan gejala Impending Eklampsia: PE berat disertai gejala nyeri
kepala hebat, gangguan visus, muntah, nyeri epigastrium, kenaikan TD yang
preogresif
- Dijumpai gangguan fungsi hati/ginjal
- Diduga terjadi solusio plasenta
- Timbul inpartu, ketuban pecah, atau perdarahan
- HELLP Syndrome
b. Janin
- Adanya tanda-tanda fetal distress
- Adanya tanda-tanda PJT
- NST non reaktif dan profil biofisik abnormal
- Terjadinya oligohidramnion

23
Manajemen persalinan
Persalinan pervaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan
cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi
dengan amniotomi dan infus pitosin, setelah penderita bebas dari serangan kejang
selama 12 jam dan keadaan serviks mengizinkan. Tetapi, apabila serviks masih
lancip dan tertutup terutama pada primigravida, kepala janin masih tinggi, atau ada
persangkaan disproporsi sefalopelvik, sebaiknya dilakukan seksio sesarea. Jika
persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk mempercepat partus
dan bila syarat-syarat telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi vakum atau cunam. Sikap
dasar adalah bila kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan).
Stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu dapat dicapai dalam 4-8 jam setelah
salah satu atau lebih dari keadaan berupa 1.) setelah pemberian obat anti kejang
terakhir; 2.)setelah kejang terakhir; 3.) setelah pemberian obat anti hipertensi
terakhir; 4.) penderita mulai sadar (responsif dan orientasi).
Untuk memulai persalinan hendaknya diperhatikan hal-hal seperti kejang
sudah dihentikan dan diberikan antikejang untuk mencegah kejang ulangan, tekanan
darah sudah terkendali, dan hipoksia telah dikoreksi.
 Pada ibu aterm namun belum inpartu, induksi persalinan dapat
dilakukan bila hasil KTG normal. Pemberian drip oksitosin dilakukan
bila nilai skor pelvik ≥5. Bila perlu, dilakukan pematangan cervix
dengan balon kateter no. 24 diisi dengan 40 cc aquadest. Pada skor
pelvik yang rendah dan kehamilan masih sangat preterm, seksio
sesaria lebih baik dibandingkan dengan persalinan pervaginam.
Seksio sesaria dilakukan bila : (1) induksi persalinan gagal (6jam
setelah diinduksi tidak tercapai his yang adekuat); (2) terjadi
maternal/fetal distress.
 Pada ibu aterm yang sudah inpartu, dilakukan pemantauan kemajuan
persalinan dengan menggunakan partograf. Kemudian persalinan kala
II dipersingkat denga EV/EF. Seksio sesaria dilakukan bila: (1) terjadi

24
maternal/fetal distress; (2) 6jam tidak masuk fase aktif; (3)
penyimpangan partograf.
 Seksio sesaria primer dilakukan apabila kontraindikasi persalinan
pervaginam atau usia kehamilan < 34 minggu.
2.2.8. Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi dapat
terjadi pada ibu maupun janin/anak. 8,12

Maternal
a) Eklampsia
Eklampsia adalah kejang grand mal akibat spasme serebrovaskular. Kematian
disebabkan oleh hipoksia dan komplikasi dari penyakit berat yang menyertai.
b) Perdarahan serebrovaskular
Perdarahan serebrovaskular terjadi karena kegagalan autoregulasi aliran
darah otak pada MAP (Mean Arterial Pressure) diatas 140 mmHg.
c) HELLP Syndrome
d) Gagal ginjal
Diperlukan hemodialisis pada kasus yang berat.
e) Edema paru
f) Ablasio retina
g) Solusio plasenta
h) Koma
i) Trombosis vena

Kematian maternal
Munculnya satu atau lebih dari komplikasi tersebut dan muncul secara bersamaan,
merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan berapapun umur gestasi.

Fetal
a) Pertumbuhan janin terhambat

25
Pada usia kehamilan 36 minggu, masalah utama adalah IUGR. IUGR terjadi
karena plasenta iskemi yang terdiri dari area infark.
b) Persalinan prematur
c) Perdarahan serebral
d) Pneumorhorax
e) Serebral Palsy

2.2.9 Prognosis
Kematian ibu pada preeklampsia 3x lipat dari kematian dalam obstetri dan
pada eklampsia angka kematian ibu berkisar 7-17%. Angka kematian perinatal pada
preeklampsia berkisar 10%. Prematuritas merupakan penyebab utama kematian
perinatal. Angka kejadian prematuritas pada preeklampsia paling sedikit 2x
kehamilan normal. Angka kematian bayi prematur lebih kurang 22%. Kejang
merupakan faktor utama sebagai penyebab kematian ibu. Kriteria yang dapat
meningkatkan angka kematian ibu (Kriteria Eden) antara lain : 8
1. Kejang 10x atau lebih
2. Koma 6 jam atau lebih
3. Temperatur ≥39 oC
4. Nadi ≥120x per menit
5. Pernafasan ≥40x per menit
6. Edema pulmonal
7. Sianosis
8. Urin ≤30ml/jam

2.3. Sindroma HELLP


Terminologi ini diperkenalkan oleh Weinsten tahun 1982 yang merupakan
kumpulan gejala multisistem dengan karakteristik anemia hemilitik, mikroangiopati,
gangguan fungsi hepar dan trombositopenia. Sindroma ini terdapat pada 10% dari
pasien PE.8
Hemolisis belum diketahui penyebabnya, kemungkinan disebabkan oleh
kerusakan sel hati yang mengakibatkan kenaikan kadar produk penghancuran fibrin,

26
menyebabkan penurunan kadar dari faktor pembekuan darah di plasma dan
terjadinya trombositopenia ataupun hemolisis disebabkan eritrosit mengalami trauma
sehingga berubah bentuknya dan cepat mengalami hemolisis.8
Kenaikan dari kadar enzim hepar akibat dari nekrosis hemoragia periportal
pada bagian lobulus hepar. Perdarahan dari lesi ini dapat meluas ke bawah kapsula
hepar dan membentuk hematoma subkapsuler dapat berlanjut menjadi ruptur dari
kapsul hepar yang fatal dan memerlukan tindakan bedah. Trombositopenia akibat
dari vasospasme berat menyebabkan pecahnya lapisan endotel yang disertai dengan
perlengketan trombosit dan penimbunan fibrin ataupun akibat dari proses
imunologis. Trombositopenia berat <100.000 per μl merupakan tanda buruk bagi ibu
hamil.8
Diagnosis sindroma HELLP yaitu:
 Didahului tadna dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri
kepala, mual, muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi
virus)
 Adanya tanda dan gejala preeklampsia
 Tanda-tanda hemolisis intravaskular: kenaikan LDH, AST, dan
bilirubin indirek
 Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar: kenaikan ALT, AST,
LDH
 Trombositopenia ( trombosit ≤ 150.000/ml)
 Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas
abdomen, tanpa memandang ada atau tidaknya tanda dan gejala
preeklampsia, harus dipertimbangkan sindroma HELLP
Diagnosis dini sangat penting pada sindroma HELLP. Pengobatan sindroma
HELLP juga harus memperhatikan cara-cara perawatan dan pengelolaan pada
preeklampsia dan eklampsia. Pemberian cairan intravena harus sangat hati-hati
karena sudah terjadi vasospasme dan kerusakan endotel. Cairan yang diberikan
adalah RD 5%, bergantian RL 5% dengan kecepatan 100 ml/jam dengan produksi
urin dipertahankan sekurang-kurangnya 20 ml/jam. Bila hendak dilakukan seksio

27
sesaria dan bila trombosit < 50.000/ml, maka perlu diberi transfusi trombosit. Bila
trombosit < 40.000/ml, dan akan dilakukan seksio sesaria maka perlu diberi transfusi
darah segar. Dapat pula diberikan plasma exchange dengan fresh frozen plasma
dengan tujuan menghilangkan sisa-sisa hemolisis mikroangiopati.
Doublestrength dexamethasone diberikan 10 mg IV tiap 12 jam segera
setelah diagnosis sindroma HELLP ditegakkan. Kegunaan doublestrength
dexamethasone ialah untuk (1) kehamilan preterm, meningkatkan pematangan paru
janin, dan (2) untuk sindroma HELLP sendiri dapat mempercepat perbaikan gejala
klinik dan laboratorik.
Pada sindroma HELLP post partum diberikan deksametason 10 mg IV setiap
12 jam 2 kali, disusul pemberiam 5 mg deksametason 2 x selang 12 am (tappering
off).
Perbaikan gejala klinik setelah pemberian deksametason dapat diketahui
dengan: meningkatnya produksi urin, trombosit > 100.000/ml, menurunnya tekanan
darah, menurunnya kadar LDH, dan AST. Bila terjadi ruptur hepar sebaiknya segera
dilakukan pembedahan lobektomi. Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP,
tanpa memandang umur kehamilan, harus segera diakhiri. Persalinan dapat dilakukan
secara pervaginam maupun perabdominam. Perlu diperhatikan adanya gangguan
pembekuan darah bila hendak melakukan anestesi regional (spinal).

28
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. R H Nama Suami : Tn. S
Umur : 34 tahun Umur : 35 tahun
Alamat : Jl. Pramuka no. 4 Alamat : Jl. Tanderante
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Petani
Agama : katolik Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Tanggal Pemeriksaan : 8 agustus 2018 Ruangan : ICU RS Budi Agung Palu

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri Ulu Hati
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang melalui IGD Kebidanan RS Budi Agung Palu pukul 22 : 45
dengan keluhan nyeri ulu hati hebat yang dirasakan sejak sore sebelum masuk
rumah sakit, nyeri timbul mendadak dan terasa seperti teriris-iris yang dirasakan
terus menerus. Pasien juga mengeluhkan muntah ± 2x yang di awali rasa mual,
sakit kepala(+), pusing (-), penglihatan kabur (-). Os juga mengakatan kalau tidak
ada nyeri perut tembus belakang (-), pelepasan darah dari jalan lahir (+) sejak ± 2
minggu yang lalu , lendir (-), air (-), menurut pasien hal ini baru pertama kali di
alami saat kehamilan dan tekanan darah pasien juga meningkat 1 bulan terakhir
ini.
3. Riwayat pemeriksaan kehamilan
Pasien tidak rutin dalam melakukan pemeriksaan kehamilan
4. Riwayat menstruasi
Haid pertama kali pada umur 13 thn, lama 5-7 hari, siklus haid 28 hari,
teratur, banyaknya 2-3 pembalut perhari, tidak pernah merasakan nyeri yang
hebat selama haid. Hari Pertama Haid Terakhir yaitu pada 31 januari 2018

29
5. Riwayat menikah
Pasien mengaku menikah satu kali.
6. Riwayat kehamilan dan persalinan: G3P2A0
1) Hamil pertama : lahir 9 tahun, cukup bulan, lahir SC, jenis kelamin Laki-laki,
BB 3100 gram.
2) Hamil kedua : 8 tahun , cukup bulan lahir sc, perempuan BB 2900 gram.
3) Hamil ke tiga : sekarang
7. Riwayat KB
Suntikan selama 3 tahun
8. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi sebelum kehamilan disangkal, DM dan hepatitis
disangkal.
9. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis di keluarga
disangkal.
10. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok. Kebiasaan minum alkohol dan penggunaan obat-
obatan tertentu disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
- Tekanan darah: 150/110 mmHg
- Frekuensi nadi: 88x/menit, reguler, kuat
- Pernapasan : 26 x/menit
- Suhu : 36,80C

 Kepala – Leher :

30
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran
KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).

 Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung DBN
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung I/II
murni regular

 Ekstremitas :
o Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-), Tremor (-/-)
o Inferior : akral hangat (+/+), edema (+/+), Tremor (-/-)

E. STATUS OBSTETRI
Abdomen :
Inspeksi : Tampak perut membuncit
Palpasi :
o Leopold I : TFU 1 jari dibawah umbiliku
o Leopold II : Teraba punggung dibagian dextra
o Leopold III : Teraba bagian terbawah janin bulat keras
o Leopold IV : Bagian terbawah janin belum masuk PAP.
Tapsiran berat janin : -
BJF : 144 x/menit
 Genitalia :
Pemeriksaan Dalam (VT) :
Vulva : Tidak ada kelainan Bagian terdepan : kepala
Vagina : Tidak ada kelainan Penurunan : Belum turun
Portio : Tebal UUK : sulit dinilai
Pembukaan : Tidak ada Pintu panggul : kesan cukup

31
Ketuban : + Pelepasan : lendir (-), darah (+)

D. HASIL LABORATORIUM

HASIL NILAI SATUAN


RUJUKAN
Hemoglobin 14,0 12-16 gr%
Hematokrit 27,6 40-45 %
Leukosit 9.700 4000-11000 mm3
Trombosit 212.000 150 rb- 400 rb mm3
Protein Urin - - -
HbsAg Non- Reaktif Non-Reaktif
Anti-HIV Non- Reaktif Non-Reaktif
Gol Darah O
GOT : 56
GPT : 42
E. RESUME
Pasien datang melalui IGD Kebidanan RS Budi Agung Palu pukul 22 : 45
dengan keluhan nyeri ulu hati hebat yang dirasakan sejak sore sebelum masuk
rumah sakit, nyeri timbul mendadak dan terasa seperti teriris-iris yang dirasakan
terus menerus. Pasien juga mengeluhkan muntah ± 2x yang di awali rasa mual,
sakit kepala(+), pusing (-), penglihatan kabur (-). Os juga mengakatan kalau tidak
ada nyeri perut tembus belakang (-), pelepasan darah dari jalan lahir (+) sejak ± 2
minggu yang lalu , lendir (-), air (-), menurut pasien hal ini baru pertama kali di
alami saat kehamilan dan tekanan darah pasien juga meningkat 1 bulan terakhir
ini.
Riwayat kehamilan dan persalinan: G3P2A0. Kontrasepsi: Hormonal
(Suntikan).
Pada pemeriksaan fisik, TD:150/110 mmHg, N:88 x/menit, RR:26 x/m, S:
36,80C. Ekstremitas bawah edem (+).

32
Pada pemeriksaan obstetrik: pada Palpasi,Leopold I : TFU 1 jari dibawa
umbilikus , Leopold II : Teraba punggung dibagian dextra, Leopold III : Teraba
bagian terbawah janin bulat keras, Leopold IV : Bagian terbawah janin belum
masuk PAP. Pada vaginal touche tidak didapatkan pembukaan, portio tebal, lunak
dan ketuban (+), kepala belum masuk pintu atas panggul, Pelepasan Darah +.
Pada pemeriksaan laboratorium GOT : 56 dan GPT 42

F. DIAGNOSIS
G3P2A0 UK 26-27 minggu + PEB + Ancaman Partus prematur + Kista
ovarium
G. PENATALAKSANAAN
1. Pemasangan O2 2 liter/menit
2. Lab DR, Hbsag, sgot,sgpt, urine rutin
3. Injeksi ranitidin 1 ampul/ 12 jam
4. Injeksi ondansentron 1 ampul / 12 jam
5. Nipedipin 3x10 mg
6. Cygest 1x1/400 mg/vagina
7. Obs TTV, PPV, Kontraksi, produksi urine

H. PROGNOSIS
Ibu :Dubia ad Malam
Janin :Dubia ad Malam

I. Observasi
 Satu jam pertama (06.00)
Kesadara : Stupor
GCS : 12
TD : 180/120 mmHg N: 88 x/m RR: 26 x/mS : 36,7oC
BJF : 152x/ menit
Keluhan mengeluh sakit uluhati, mual dan sakit kepala

33
Via telvon :
Advice : nifedipin lanjut
Drips Mgso4 40% 15 cc dalam rl 28 tpm
Pasang kateter tetao
 06.50
Vt : + 100 cc darah
3 cm, portio tipis
TD : 180/120 mmhg
Urin bercampur darah kurang lebih 35 cc
Kesadaran : Stupor
GCS : 9
Advice : guyur RL 250 cc
 Tanggal 6 agustus 2018
Keluhan nyeri perut +
Kesadaran : Stupor
GCS : 9
TD : 200/120 mmHg N: 88 x/m RR: 28 x/mS : 36,7oC
BJF : 132x/menit
Urine kurang lebih 100 cc/5 jam warna coklat pekat
Dopamet 3x500mg
Nifedipin 3x10 mg
Cek lab urem creatinin
Konsul Interna
A : PEB dd Inpending eklampsia
 12.45
Tolong persalinan 12.45 lahir bayi perempuan spt lbk bb 650 grm terpasamg
O2 ½ lpm
Melahirkan plasenta 12.50
Kesadaran : Stupor KU : lemah
GCS : 9

34
TD : 180/100 mmHg N: 86 x/m RR: 28 x/mS : 36,7oC
Kontraksi uterus + perdarahan 200 cc
 14.00
Advis dokter :
Inj asam tranexamat/ 8 jam/ iv
Terapi oral lanjut (dopamet dan nifedipin)
Cefadroxyl 2x1
Asam mefenamat 3x1
Biosanbe 1x1
 18.00
Konsul dokter interna
Cek GDS dan Ureum creatinin
Advice :
Lisinopril 10 mg 1x1 malam
Nifedipin dan dopamet lanjut

Lapor dr obgyn :
Inj ranitidin, antasida syr 3x1, MgSo4 lanjut
PEMERIKSAAN LAB
 GDS : 102 mg/dl
 Creatinin : 0,8
 Ureum : 31

 Jam 01 00 (tgl 07 agustus) (masuk ICU)


Os sakit kepala hebat, uluhati dan tidak bisa tidur
Ku lemah
Kesadara : Stupor
GCS : 9
TD : 200/120 mmHg N: 90 x/m RR: 28 x/mS : 36,7oC
Lapor dr obgyn :

35
Takar urin dan tensi,jika sistol > 90 layani lasix 1 ampul
Urin pekat hitam
Lasix diberikan iv pelan
Observasi
 11.00
Lapor dokter interna :
Ivfd asering 20 tpm
Pumpisel 1 mg/12 jam
Metylprednisolon 1 mg/24 jam iv
Lasix 1 ampul / 12 jam iv
Amlodipin 10 mg malam
Lisinopril inj pagi
PEMERIKSAAN LAB
HASIL NILAI SATUAN
RUJUKAN
Hemoglobin 9,8 12-16 gr%
Hematokrit 27,6 40-45 %
Leukosit 12.450 4000-11000 mm3
Trombosit 47.000 150 rb- 400 rb mm3
Protein Urin - - -
HbsAg Non- Reaktif Non-Reaktif
Anti-HIV Non- Reaktif Non-Reaktif
Gol Darah O
 PT : 15,9 Detik
 Aptt : 32,9 detik
 GOT : 181
 GPT : 118
 BIL TOT : 8,2
 Direct : 7,0
 Albumin : 2,3

36
 Protein total 3,4
 Urea 107
 Creatinin 1,1

 Pagi 8 agustus 2018


TD : 115/70 N : 66 kali
A : P3A0 post partum prematur + hellp syndrome + Hipoalbumin
P : dexamethason 2 gr/ 8 jam iv
Hb : 6,6
Transfusi 2 kantong prc + Channa 3x1 tab
Albumin infus 100 cc
HASIL NILAI SATUAN
RUJUKAN
Hemoglobin 6,6---7,7 12-16 gr%
Hematokrit 18,7---21,7 40-45 %
Leukosit 14.300—16.940 4000-11000 mm3
Trombosit 100.000—95.000 150 rb- 400 rb mm3
GDS 141 80-199 Mg/dl
Nat : 117
Kalium 3,6
Clorida 86
Albumin : 2,3

37
I. ANALISA KASUS

Pasien datang melalui IGD Kebidanan RS Budi Agung Palu pukul 22 : 45


dengan keluhan nyeri ulu hati hebat yang dirasakan sejak sore sebelum masuk
rumah sakit, nyeri timbul mendadak dan terasa seperti teriris-iris yang dirasakan
terus menerus. Pasien juga mengeluhkan muntah ± 2x yang di awali rasa mual,
sakit kepala(+), pusing (-), penglihatan kabur (-). Os juga mengakatan kalau tidak
ada nyeri perut tembus belakang (-), pelepasan darah dari jalan lahir (+) sejak ± 2
minggu yang lalu , lendir (-), air (-), menurut pasien hal ini baru pertama kali di
alami saat kehamilan dan tekanan darah pasien juga meningkat 1 bulan terakhir
ini.
Riwayat kehamilan dan persalinan: G3P2A0. Kontrasepsi: Hormonal
(Suntikan).
Pada pemeriksaan fisik, TD:150/110 mmHg, N:88 x/menit, RR:26 x/m, S:
36,80C. Ekstremitas bawah edem (+).
Pada pemeriksaan obstetrik: pada Palpasi,Leopold I : TFU 1 jari dibawa
umbilikus , Leopold II : Teraba punggung dibagian dextra, Leopold III : Teraba
bagian terbawah janin bulat keras, Leopold IV : Bagian terbawah janin belum
masuk PAP. Pada vaginal touche tidak didapatkan pembukaan, portio tebal, lunak
dan ketuban (+), kepala belum masuk pintu atas panggul, Pelepasan Darah +.
Pada pemeriksaan laboratorium GOT : 56 dan GPT 42
Terapi yang diberikan pada saat itu Pemasangan O2 2 liter/menit Lab DR,
Hbsag, sgot, sgpt, urine rutinInjeksi ranitidin 1 ampul/ 12 jam, Injeksi
ondansentron 1 ampul / 12 jam, Nipedipin 3x10 mg, Cygest 1x1/400 mg/vagina,
Obs TTV, PPV, Kontraksi, produksi urine
Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥140
mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg.7 Sehingga pasien ini dengan hasil
pemeriksaanya dapat dikatan Hipertensi dalam kehamilan, namun sesuai dengan
instruksi bahwa observasi harus dilakukan untuk melihat kondisi pasien yang akan
berlanjut menjadi preeklamsia dilihat dari tanda dan gejala pasien yaitu mual,
muntah, nyeri uluhati dan sakit kepal. Tatalaksana yang diberikan yaitu ranitidin

38
dan ondansentron untuk mual muntah simptomatik, nipedifin diberikan sebagai
lini pertama hipertensi dalam kehamilan (antihipertensi diberikan jika tekanan
sistolik ≥ 160 mmHg dan atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg) melihat diastolik
dari pasien dan sistolik yang setiap menit bisa berubah. Pemberian cygest preparat
progesteron untuk mempertahankan kandungan dengan gejala yang dikeluhkan
yaitu perdarahan 2 minggu.
Observasi setelah pasien masuk Satu jam pertama (06.00)Kesadara : Stupor,
GCS : 12, TD : 180/120 mmHg, N: 88 x/m RR: 26 x/m, S : 36,7oC, BJF : 152x/
menit, Keluhan mengeluh sakit uluhati, mual dan sakit kepala, Via telvon :
Advice : nifedipin lanjut, Drips Mgso4 40% 15 cc dalam rl 28 tpm, Pasang kateter
tetap, 06.50, Vt : + 100 cc darah 3 cm, portio tipis , TD : 180/120 mmhg, Urin
bercampur darah kurang lebih 35 cc, Kesadaran : Stupor, GCS : 9, Advice : guyur
RL 250 cc.
Menurut teori preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah
sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Sehingga pasien
ini sudah berlanjut pada preeklamsia berat sehingga pada tatalaksana diberikan
Mgso4 untuk mencegah terjadinya eklamsia, pemberian dilakukan meintenance
melihat produksi urin yang bercampur darah dan kehamilan preterm.
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
 Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10 %=1 gram (10 % dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit.
 Reflex patella (+) kuat
 Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda
distressnapas.
 Jumlah urin 0,5 ml/kgBB/jam atau 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir

Tanggal 6 agustus 2018 Keluhan nyeri perut , Kesadaran : Stupor, GCS : 9, TD :


200/120 mmHg, N: 88 x/m RR: 28 x/m, S : 36,7oC, BJF : 132x/menit, Urine kurang
lebih 100 cc/5 jam warna coklat pekat, Dopamet 3x500mg, Nifedipin 3x10 mg, Cek
lab urem creatinin, Konsul Interna, A : PEB dd Inpending eklampsia, (12.45) Tolong

39
persalinan (12.45) lahir bayi perempuan spt lbk bb 650 grm terpasamg O2 ½ lpm,
Melahirkan plasenta (12.50), Kesadaran : Stupor KU : lemah, GCS : 9, TD : 180/100
mmHg, N: 86 x/m RR: 28 x/m, S : 36,7oC, Kontraksi uterus + perdarahan 200 cc,
14.00 Advis dokter : Inj asam tranexamat/ 8 jam/ iv Terapi oral lanjut (dopamet dan
nifedipin) Cefadroxyl 2x1, Asam mefenamat 3x1, Biosanbe 1x1, 18.00 Konsul
dokter interna Cek GDS dan Ureum creatinin, Advice : Lisinopril 10 mg 1x1 malam,
Nifedipin dan dopamet lanjut, Lapor dr obgyn : Inj ranitidin, antasida syr 3x1,
MgSo4 lanjut.
PEMERIKSAAN LAB
 GDS : 102 mg/dl
 Creatinin : 0,8
 Ureum : 31
Pada keadaan ini pasien mengalami krisis hipertensi sehingga nifedipin
ditambahkan atau dikombinasikan dengan dopamet. Setelah pasien partus pasien
dikonsulkan ke dokter interna untuk mengetahui komplikasi dari penyakit ini,
melihat produksi urin yang sedikit dan warna coklat pekat, pasien diperiksa creatinin
dan ureum untuk melihat fungsi ginjal. Tatalaksana dari interna ditambahkan
lisinopril sebagai ACE inhibitor, sehingga penurunan sekresi aldosteron yang
membuat ekresi air dan natrium.
Jam 01 00 (tgl 07 agustus) (masuk ICU), Os sakit kepala hebat, uluhati dan tidak
bisa tidur, Ku lemah,Kesadara : Stupor, GCS : 9, TD : 200/120 mmHg N: 90 x/m
RR: 28 x/m S : 36,7oC, Lapor dr obgyn : Takar urin dan tensi, jika sistol > 90
layani lasix 1 ampul Urin pekat hitam, Lasix diberikan iv pelan Observasi .11.00
Lapor dokter interna : Ivfd asering 20 tpm, Pumpisel 1 mg/12 jam, Metylprednisolon
1 mg/24 jam iv, Lasix 1 ampul / 12 jam iv, Amlodipin 10 mg malam, Lisinopril inj
pagi
PEMERIKSAAN LAB
HASIL NILAI SATUAN
RUJUKAN
Hemoglobin 9,8 12-16 gr%

40
Hematokrit 27,6 40-45 %
Leukosit 12.450 4000-11000 mm3
Trombosit 47.000 150 rb- 400 rb mm3
Protein Urin - - -
HbsAg Non- Reaktif Non-Reaktif
Anti-HIV Non- Reaktif Non-Reaktif
Gol Darah O
 PT : 15,9 Detik
 Aptt : 32,9 detik
 GOT : 181
 GPT : 118
 BIL TOT : 8,2
 Direct : 7,0
 Albumin : 2,3
 Protein total 3,4
 Urea 107
 Creatinin 1,1
HELLP syndrome terminologi ini diperkenalkan oleh Weinsten tahun 1982
yang merupakan kumpulan gejala multisistem dengan karakteristik anemia hemilitik,
mikroangiopati, gangguan fungsi hepar dan trombositopenia. Sindroma ini terdapat
pada 10% dari pasien PE.8
Hemolisis belum diketahui penyebabnya, kemungkinan disebabkan oleh
kerusakan sel hati yang mengakibatkan kenaikan kadar produk penghancuran fibrin,
menyebabkan penurunan kadar dari faktor pembekuan darah di plasma dan
terjadinya trombositopenia ataupun hemolisis disebabkan eritrosit mengalami trauma
sehingga berubah bentuknya dan cepat mengalami hemolisis.8
Kenaikan dari kadar enzim hepar akibat dari nekrosis hemoragia periportal
pada bagian lobulus hepar. Perdarahan dari lesi ini dapat meluas ke bawah kapsula
hepar dan membentuk hematoma subkapsuler dapat berlanjut menjadi ruptur dari
kapsul hepar yang fatal dan memerlukan tindakan bedah. Trombositopenia akibat

41
dari vasospasme berat menyebabkan pecahnya lapisan endotel yang disertai dengan
perlengketan trombosit dan penimbunan fibrin ataupun akibat dari proses
imunologis. Trombositopenia berat <100.000 per μl merupakan tanda buruk bagi ibu
hamil.8
Diagnosis sindroma HELLP yaitu:
 Didahului tadna dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri
kepala, mual, muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi
virus)
 Adanya tanda dan gejala preeklampsia
 Tanda-tanda hemolisis intravaskular: kenaikan LDH, AST, dan
bilirubin indirek
 Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar: kenaikan ALT, AST,
LDH
 Trombositopenia ( trombosit ≤ 150.000/ml)
 Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas
abdomen, tanpa memandang ada atau tidaknya tanda dan gejala
preeklampsia, harus dipertimbangkan sindroma HELLP
Selain terjadinya HELLP syndrome pada pasien ini, sudah terjadi acute
kidney injury dilihat dari hasil creatini dan ureum yang tinggi.
Pagi 8 agustus 2018TD : 115/70 N : 66 kali, A : P3A0 post partum prematur +
hellp syndrome + Hipoalbumin, P : dexamethason 2 gr/ 8 jam iv, Hb : 6,6, Transfusi
2 kantong prc + Channa 3x1 tab, Albumin infus 100 cc
HASIL NILAI SATUAN
RUJUKAN
Hemoglobin 6,6---7,7 12-16 gr%
Hematokrit 18,7---21,7 40-45 %
Leukosit 14.300—16.940 4000-11000 mm3
Trombosit 100.000—95.000 150 rb- 400 rb mm3
GDS 141 80-199 Mg/dl
Nat : 117

42
Kalium 3,6
Clorida 86
Albumin : 2,3
Pengobatan sindroma HELLP juga harus memperhatikan cara-cara perawatan
dan pengelolaan pada preeklampsia dan eklampsia. Pemberian cairan intravena harus
sangat hati-hati karena sudah terjadi vasospasme dan kerusakan endotel. Cairan yang
diberikan adalah RD 5%, bergantian RL 5% dengan kecepatan 100 ml/jam dengan
produksi urin dipertahankan sekurang-kurangnya 20 ml/jam. Bila hendak dilakukan
seksio sesaria dan bila trombosit < 50.000/ml, maka perlu diberi transfusi trombosit.
Bila trombosit < 40.000/ml, dan akan dilakukan seksio sesaria maka perlu diberi
transfusi darah segar. Dapat pula diberikan plasma exchange dengan fresh frozen
plasma dengan tujuan menghilangkan sisa-sisa hemolisis mikroangiopati.
Doublestrength dexamethasone diberikan 10 mg IV tiap 12 jam segera
setelah diagnosis sindroma HELLP ditegakkan. Kegunaan doublestrength
dexamethasone ialah untuk (1) kehamilan preterm, meningkatkan pematangan paru
janin, dan (2) untuk sindroma HELLP sendiri dapat mempercepat perbaikan gejala
klinik dan laboratorik.
Pada sindroma HELLP post partum diberikan deksametason 10 mg IV setiap
12 jam 2 kali, disusul pemberiam 5 mg deksametason 2 x selang 12 am (tappering
off).
Perbaikan gejala klinik setelah pemberian deksametason dapat diketahui
dengan: meningkatnya produksi urin, trombosit > 100.000/ml, menurunnya tekanan
darah, menurunnya kadar LDH, dan AST. Bila terjadi ruptur hepar sebaiknya segera
dilakukan pembedahan lobektomi. Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP,
tanpa memandang umur kehamilan, harus segera diakhiri. Persalinan dapat dilakukan
secara pervaginam maupun perabdominam. Perlu diperhatikan adanya gangguan
pembekuan darah bila hendak melakukan anestesi regional (spinal).
Pada akhirnya pasien dirawat kurang lebih 3 minggu dan dipulangkan dengan
kondisi yang baik.

43
44
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan, edisi


ke-4, Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2016: 531`-59
2. Cunningham FG, et al, editor. Williams Obstetry. 23rd Edition, section VII :
obstetrical complication, chapter 34 : Hypertensive Disorders in Pregnancy.
2010. Mc-Graw Hill : USA.
3. Gibbs, Ronald S.et al. Danforth's Obstetrics and Gynecology, 10th Edition
chapter : 16 - Hypertensive Disorders of Pregnancy. 2008. Lippincott Williams
& Wilkins : USA
4. Fortner, Kimberly B., et al. Johns Hopkins Manual of Gynecology and
Obstetrics, The, 3rd Edition section II – Obstetrics, chapter 14 - Hypertensive
Disorders of Pregnancy. 2007. Lippincott Williams & Wilkins : USA
5. Doddy, A. K., et al. 2008. Standar Pelayanan Medik SMF Obstetri dan
Ginekologi RSU Mataram. RSU Mataram : Mataram
6. Gopar adul, pdf.Preeklampsi, 12 mey 2014, diakses tanggal 12 januari 2018
dari, http://adulgopar.files.wordpress.com/preeklampsia.pdf
7. Dharma Rahajuningsih, Noroyono Wibowo dan Hessyani Raranta. Disfungsi
Endotel pada Preeklampsia. Jakarta. Universitas Indonesia. 2005
8. Wagner, L., (2015), Diagnosis And Management Of Preeclampsia, Available:
http://www.aafp.org/afp/20041215/2317.html. (Accesed: 2018, january 20)
9. Mardjono. Mahar. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. FKUI. Jakarta. 2011. Hal
56-8

45

You might also like