You are on page 1of 12

Prosiding Seminar Nasional Biologi Edukasi 2017 | SEMNAS Bio-Edu 1

IMPORTANTANCE INTERDISIPLINE THINKING


IN LIFE ENVIRONMENT MANAGEMENT

ARTI PENTING BERPIKIR INTERDISIPLIN


DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Ardinis Arbain
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas
Email : ardinis.arbain@yahoo.com

ABSTRACT
History has taught us that time after time human actions in fulfilling the
necessities of life resulted a favorable for environment and some causing harm.
The influence of human actions on the environment is also very diverse. To
overcome these problems, sufficient knowledge about forest biology and ecology
is required. In development, excessive emphasis on one aspect such as ecology
leaving behind the sociological, economic and ethical aspects did not result in a
better environment. A deep knowledge of ecology alone does not have a positive
impact. Since the emergence of global awareness of the errors of human views
and ways of acting on the environment, both abiotic and biotic, especially in the
1970s, various patterns of environmental management have been introduced. The
key environmental issues are environmental issues that are very wide-ranging and
cover many aspects of climate change, water scarcity, extinction and species
scarcity, air pollution, and increased amounts and types of solid waste. The
approaches that have been taken to deal with such problems are legality approach,
technological approach, economic approach, and educational approach. So
environmental management education must be multidimensional, interdisciplinary
and holistic as far as it can be done. The goals of environmental education can at
least cover several levels such as the level of ecological awareness, conceptual
awareness, the level of evaluation and the level of acting skills.

Keywords: interdisciplinary, environment, evaluation

ABSTRAK
Sejarah telah memberikan pelajaran kepada kita bahwa sejak dulu tindakan-
tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya ada yang berakibat
menguntungkan bagi lingkungan dan ada pula yang menimbulkan kerugian.
Pengaruh tindakan manusia terhadap lingkungan juga amat beragam. Untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut, dibutuhkan pengetahuan yang cukup tentang
biologi dan ekologi hutan. Dalam perkembangan, penekanan yang terlalu
berlebihan pada salah satu aspek misalnya ekologi dengan meninggalkan aspek
sosiologi, ekonomi dan etika ternyata tidak mengakibatkan lingkungan hidup
menjadi lebih baik. Pengetahuan yang dalam tentang ekologi saja ternyata tidak
memberikan dampak positif. Sejak munculnya kesadaran global tentang adanya
kekeliruan cara pandang dan cara bertindak manusia terhadap lingkungan, baik
lingkungan abiotik maupun biotik, terutama pada tahun 1970 an, bermacam-

ISSN : 2579-7766 32
Prosiding Seminar Nasional Biologi Edukasi 2017 | SEMNAS Bio-Edu 1

macam pola pengelolaan lingkungan telah diperkenalkan. Masalah lingkungan


utama adalah masalah lingkungan yang berdampak sangat luas dan mencakup
banyak aspek yaitu perubahan iklim, kelangkaan air, kepunahan dan kelangkaan
spesies, pencemaran udara, serta peningkatan jumlah dan jenis limbah padat.
Pendekatan yang telah dilakukan untuk menghadapi masalah-masalah tersebut
diantaranya adalah pendekatan legalitas, pendekatan teknologi, pendekatan
ekonomi, dan pendekatan pendidikan. Maka pendidikan pengelolaan lingkungan
mestilah bersifat multidimensional, interdisiplin dan holistik sejauh yang dapat
dilakukan. Tujuan pendidikan lingkungan setidaknya dapat mencakup beberapa
tingkatan seperti tingkatan kesadaran ekologis, kesadaran konseptual, tingkat
evaluasi dan tingkat keterampilan bertindak.

Kata kunci : interdisiplin, environment, evaluasi

I. PENDAHULUAN
Sejarah telah memberikan pelajaran kepada kita bahwa sejak dulu
tindakan-tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya ada yang
berakibat menguntungkan bagi lingkungan dan ada pula yang menimbulkan
kerugian. Banyak kegiatan yang dilakukan yang pada awalnya tentu bertujuan
baik namun kemudian menimbulkan akibat yang justru tidak baik. Pembangunan
bendungan Aswan di Sungai Nil Mesir yang ditujukan antara lain bagi perluasan
areal irigasi, untuk meningkatkankan produksi pertanian, ternyata juga
menimbulkan peningkatan populasi penderita Schystosomiasis (penyakit yang
ditimbulkan oleh cacing Schystosoma). Selain itu setelah beroperasinya
Bendungan Aswan terjadi penurunan populasi ikan Salem di Laut Tengah karena
penurunan pasokan plankton dari Sungai Nil yang telah dibendung. Dalam skala
yang lebih kecil kegiatan budidaya ikan dalam keramba di Danau Maninjau
Sumatera Barat pada awalnya amat menguntungakan namun kemudian terbukti
juga menimbulkan kerugian seperti penurunan kualitas air dan potensi wisata. Hal
tersebut membuktikan bahwa untuk melaksanakan pembangunan diperlukan
kajian yang saksama tentang akibat positif dan negatif yang akan terjadi. Usaha
peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai skema pembangunan
tanpa kajian yang memadai dapat berakibat sebaliknya. Atas dasar itu diperlukan
pengetahuan yang cukup tentang bagaimana pengaruh tindakan manusia terhadap
lingkungan dan bagaimana alam bekerja serta bagaimana melaksanakan kegiatan
dalam batas-batas kemampuan alam tersebut. Pengetahuan tentang pengaruh

ISSN : 2579-7766 33
Prosiding Seminar Nasional Biologi Edukasi 2017 | SEMNAS Bio-Edu 1

tindakan manusia terhadap lingkungan itulah yang disebut ilmu lingkungan.


Mengingat bahwa manusia dipengaruhi oleh cara pandang keagamaan, etika dan
budaya, maka ilmu lingkungan dengan sendirinya berbicara tentang aspek yang
mempengaruhi tindakan manusia. Dengan demikian ilmu lingkungan merupakan
ilmu yang tergolong ilmu interdisiplin. Melibatkan pengetahuan tentang hukum
ekologis, sosiologi, ekonomi dan etika .
Pengaruh tindakan manusia terhadap lingkungan juga amat beragam.
Penebangan pohon di hutan bepengaruh terhadap kualitas habitat satwa,
ketersediaan tumbuhan sebagai bahan baku tanaman obat, kemampuan
penyerapan air hujan oleh tanah dan daya rosot karbon.
Untuk mengatasi masalah- masalah tersebut dibutuhkan pengetahuan yang
cukup tentang biologi dan ekologi hutan. Sementara itu aktifitas pertambangan,
industri dan transportasi akan menimbulkan pengaruh terhadap kualitas air dan
kualitas udara. Untuk memperbaiki kualitas air dan udara diperlukan pula
pengetahuan yang memadai di bidang kimia dan teknik lingkungan.
Dalam perkembangan, penekanan yang terlalu berlebihan pada salah satu
aspek misalnya ekologi dengan meninggalkan aspek sosiologi, ekonomi dan etika
ternyata tidak mengakibatkan lingkungan hidup menjadi lebih baik. Pengetahuan
yang dalam tentang ekologi saja ternyata tidak memberikan dampak positif.
Menurut Wuryadi (1997) pemahaman manusia tentang lingkungan (baca :ekologi)
tidak menjamin pengelolaan lingkungan yang positif. Karena itu aspek
interdisiplin dan penekanan kepada bagaimana mengelola lingkungan perlu
ditekankan dalam pengembangan ilmu lingkungan. Bila dikaitkan dengan
pendidikan maka tujuan utama pendidikan lingkungan adalah memberikan basis
pengetahuan yang cukup untuk mengelola lingkungan. Tulisan ini akan
memaparkan aspek-aspek pengelolaan lingkungan yang telah berkembang saat ini
dan memaparkan betapa pentingnya berpikir interdisipliner untuk mewujudkan
lingkungan yang lebih baik dan berkelanjutan.

II. PERKEMBANGAN POLA PENGELOLAAN LINGKUNGAN


Sejak munculnya kesadaran global tentang adanya kekeliruan cara
pandang dan cara bertindak manusia terhadap lingkungan, baik lingkungan abiotik

ISSN : 2579-7766 34
Prosiding Seminar Nasional Biologi Edukasi 2017 | SEMNAS Bio-Edu 1

maupun biotik,terutama pada tahun 1970an bermacam-macam pola pengelolaan


lingkungan telah diperkenalkan. Pembelajaran yang dipetik dari kesalahan dalam
revolusi hijau -ketika orang mempergunakan bermacam-macam bahan kimia
untuk meningkatkan produksi pertanian- menimbulkan kesadaran akan perlunya
bertani selaras alam. Hal ini melahirkan banyak inovasi untuk beralih dari pupuk
dan pestisida kimia ke penggunaan kompos dan pengendalian hama terpadu.
Kemajuan revolusi industri yang kemudian menimbulkan pencemaran air dan
udara melahirkan teknologi-teknologi pengendalian pencemaran air dan
pencemaran udara. Untuk pengendalian pencemaran air misalnya diperkenalkan
teknik-teknik pemanfaatan mikroorganisme, sementara untuk pengendalian
pencemaran udara diperkenalkan alat-alat mulai dari wet scrubber sampai electric
precipitator. Makin langkanya jenis hewan dan tumbuhan tertentu di coba diatasi
dengan memanfaatkan teknik kultur jaringan dan konservasi ex situ. Masalah
makin tingginya harga bahan bakar sementara kebutuhan makin meningkat
melahirkan inovasi pemanfaatan sumber daya alam non minyak dan non batubara
seperti pengembangan solar cell (untuk memanfaatkan cahaya matahari) dan
pembangunan pembangkit listrik tenaga air dan tenaga nuklir. Demikianlah
banyak cara telah dilakukan dalam mengatasi persoalan-persoalan lingkungan
hidup yang terjadi sebagai akibat tindalan manusia. Namun tampaknya masalah
lingkungan bukannya semakin berkurang bahkan semakin beragam dan makin
berdampak negatif secara luas.
Sebelum membahas lebih jauh tentang pola pengelolaan lingkungan
dengan berbagai pendekatannya ada baiknya dipahami lebih dahulu masalah-
masalah lingkungan utama yang telah dan masih terjadi saat ini. Yang dimaksud
dengan masalah lingkungan utama adalah masalah lingkungan yang berdampak
sangat luas dan mencakup banyak aspek.
1. Perubahan iklim
Perubahan iklim -yang terutama disebabkan oleh pemanasan global-
telah terjadi dan akan tetap berlangsung bila tidak dilakukan tindakan-tindakan
pencegahan yang saksama dan intensif. Bukti-bukti adanya perubahan iklim
telah banyak dikemukakan para ahli, antara lain adalah mencairnya es di kutub
utara dan kutub selatan, berkurangnya tutupan salju di puncak Gunung

ISSN : 2579-7766 35
Prosiding Seminar Nasional Biologi Edukasi 2017 | SEMNAS Bio-Edu 1

Jayawijya (Papua) dan Gunung Kilimanjaro (Afrika), kenaikan permukaan air


laut yang menengggelamkan banyak pulau kecil di Lautan Pasifik dan India,
cuaca ekstrim diberbagai wilayah, migrasi hewan dari dataran rendah yang
lebih panas ke dataran tinggi (migrasi altitudinal) atau dari daerah tropis daerah
utara dan selatan khatulistiwa, memutihnya terumbu karang (bleaching) dan
berkembangnya tumbuhan dataran rendah didataran tinggi. Pemanasan global
sendiri terutama disebabkan oleh meningkatnya kadar gas rumah kaca (GRK)
di atmosfir. Peningkatan GRK terjadi sebagai akibat tingginya aktivitas yang
menghasilkan GRK (pembakaran bahan bakar fosil) dan bekurangnya
tumbuhan yang memanfaatkan GRK.
2. Kelangkaan Air.
Menurut Postel (1995) kelangkaan air telah terjadi. Persediaan air
perkapita untuk seluruh dunia pada akhir abad yang lampau (tahun 1990an)
telah berkurang sepertiga dari ketersediaan perkapita pada tahun 1970. Hal ini
terjadi tidak hanya karena jumlah penduduk yang bertambah, tapi juga karena
bentuk pemanfaatan air yang makin beragam. Meskipun air tawar merupakan
sumber daya yang dapat diperbaharui, air tetap merupakan sesuatu yang
terbatas. Masih menurut Postel, negara-negara seperti Botswana, Burundi,
Jordania, Kuwait, Belgia, Hungaria, Belanda dan Singapura dapat
dikategotrikan sebagai negara yang langka air pada tahun 1992. Di Indonesia
daerah tertentu seperti Nusa Tenggara Timur dapat dikatakan daerah yang
langka air (persediaan air kurang dari 1000 m3 yang dapat didaur ulang
perkapita pertahun).
Kelangkaan air muncul karena adanya kesalahan dalam pengelolaan
seperti pembuangan limbah industri ke sungai dan berkurangnya daerah
tangkapan air. Pengurangan luas hutan akan sangat berpengaruh kepada silkus
hidrologi.
3. Kepunahan dan kelangkaan spesies.
Dari waktu ke waktu makin banyak spesies yang punah. Dulu diketahui
ada burung Dodo yang punah karena di buru manusia. Pada abad yang lampau
sejumlah spesies telah tidak ditemukan lagi di alam. Harimau Jawa, Burung
sikatan biru (Eutrichomyas rowleyi), mungkin juga Kelinci Sumatera

ISSN : 2579-7766 36
Prosiding Seminar Nasional Biologi Edukasi 2017 | SEMNAS Bio-Edu 1

(Nesolagus netscheri), telah punah atau hampir punah. Jenis-jenis mammalia


seperti Badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis), Harimau Sumatra
(Panthera tigris sumatrensis), Orang Utan (Pongo pygmaeus) kehidupannya
terancam dan populasi semakin mengecil terutama karena perusakan habitat.
Pembukaan perkebunan kelapa sawit misalnya telah mengubah hutan yang
begitu tinggi keanekargaman hayatinya menjadi hanya beberapa spesies saja,
bahkan hampir homogen. Di seluruh dunia telah terjadi pembukaan hutan yang
makin mempersempit habitat satwa dan memperkecil populasi tumbuhan.
Menurut Primack dkk (1998), 47 dari 57 negara tropik Afrika dan Asia telah
kehilangan 50% hutan tropik. Semua kehilangan tersebut dapat mengakibatkan
penurunan jumlah jenis tumbuhan dan binatang.
4. Pencemaran udara.
Sejak pertengahan abad kedua puluh, pencemaran udara sudah terjadi
di banyak tempat di dunia. Beberapa kota Besar seperti Mexico City, Rio de
Janeiro, Jakarta, New Delhi dan Bogota merupakan contoh kota dengan
kualitas udara yang rendah. Laporan-laporan dari badan-badan PBB
menyatakan adanya kerusakan hutan sebagai akibat pencemaran udara di Eropa.
Para peneliti di Institute for Applied System Analysis (IIASA) di Austria
memperkirakan 75% pepohonan di Eropa berada pada tingkat kerusakan yang
disebabkan oleh pencemaran udara (Deniston, in Brown Brown 1995). Laporan
yang lebih mutakhir menunjukkan bahwa penurunan kualitas udara di kota-
kota besar telah mengakibatkan peningkatan angka kematian. Badan Kesehatan
Dunia (WHO) memperkirakan 6400 kematian pertahun sebagai akibat
rendahnya kualitas udara di Mexico City (Enger & Smith, 2000). Gas seperti
Karbon monoksida (CO), Sulfur dioksida (SO2) dan Nitrogen Oksida (NO dan
NO2) merupakan bahan pencemar primer. Hasil reaksi gas-gas tersebut dengan
senyawa lain menghasilkan bentuk pencemar baru atau pencemar sekunder
seperti ozon. Unsur lain seperti timbal juga mulai mencemari udara.
5. Peningkatan Jumlah dan Jenis Limbah Padat.
Peningkatan populasi manusia dan makin beragamnya jenis bahan yang
digunakan manusia telah menimbulkan peningkatan jumlah sampah. Jika pada
awal peradaban manusia misalnya orang lebih banyak menggunakan daun

ISSN : 2579-7766 37
Prosiding Seminar Nasional Biologi Edukasi 2017 | SEMNAS Bio-Edu 1

untuk pembungkus makanan, maka saat ini bermacam-macam kemasan telah


dipakai. Hal tsb telah meningkatkan volume dan kandungan bahan sampah.
Gaya hidup yang berubah menjadi gaya yang di kenal dengan “Throwaway
Living” telah meluas di seluruh dunia. Iklan-iklan seperti “Use it once and
throw it” sangat populer diakhir abad ke dua puluh. Sampah plastik dari
pembungkus makanan dan barang menjadi penglihatan yang umum dimana-
mana. Hari ini dunia dihadapkan pada masalah penanganan sampah ini.
Sebagian dari sampah tersebut merupakan bahan berbahaya dan beracun
seperti baterai bekas dari jam tangan dan telepon genggam. Penanganan
sampah seperti ini juga merupakan tantangan yang tidak kecil.
Masih banyak masalah lingkungan yang telah dan akan tejadi. Masalah
sosial seperti peningkatan konsumsi narkotik, merokok, lahirnya penyakit-
penyakit baru yang terkait dengan penurunan kualitas lingkungan, kelangkaan
energi, penggunaan bahan pengawet pada makanan adalah beberapa contoh.
Sementara itu pengenalan produk hasil rekayasa genetika, dampak pertambangan,
pencemaran laut sebagai akibat kegiatan produksi, dan pengiriman minyak juga
adalah bentuk masalah lingkungan yang memerlukan kapasitas tersendiri untuk
penyelesaiannnya.
Berikut ini ditampilkan pendekatan yang telah dilakukan untuk
menghadapi masalah-masalah tersebut dan melakukan pengelolaan lingkungan
untuk mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik.
1. Pendekatan Legalitas.
Pendekatan legalitas adalah pendekatan pengelolaan lingkungan
melalui penyusunan kebijakan baik yang berskala internasional, nasional,
regional dan lokal. Perjanjian-perjanjian internasional seperti Protokol Kyoto
yang diperbaharui dengan Perjanjian Paris untuk mencegah berlanjutnya
pemanasan global, Protokol Cartagena untuk pengaturan pemanfaatan produk
hasil rekayasa genetika, Konvensi Ramsar untuk perlindungan lahan Basah dan
Konvensi Keanekargaman Hayati untuk melindungi keanekargaman hayati.
Selanjutnya terdapat turunan dari konvensi dan perjanjian Internasional
tersebut. Untuk mencegah berlanjutnya pemanasan global dan mengendalikan
perubahan iklim disepakati pula mekanisme-mekanisme seperti perdagang

ISSN : 2579-7766 38
Prosiding Seminar Nasional Biologi Edukasi 2017 | SEMNAS Bio-Edu 1

karbon dan REDD Plus. Untuk pelestarian keanekaragaman hayati dibentuk


pula lembaga khusus yang mengatur perdagangan satwa dengan aturan tertentu
seperti CITES.
Pada level nasional telah ditetapkan sejumlah aturan mulai dari
Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri dst.
Khusus untuk Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah
ditetapkan UU No. 32 Tahun 2009, yang memuat beberapa ketentuan tentang
Penetapan Ekoregion, Penyusunan RPPLH, Kajian Lingkungan Hidup
Stratergis (KLHS), Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkunan Hidup,
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Audit Lingkungan.
Masing-masing aspek tersebut kemudian diikuti dengan aturan turunan.
Untuk AMDAL misalnya telah ditetapkan PP No 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan. PP ini pun kemudian diikuti dengan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup seperti Permen LH No. 08 Tahun 2013 tentang Tata
Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta
Penerbitan Izin Lingkungan.
Untuk perlindungan keanekaragaman hayati telah ditetapkan UU No. 5
Tahun 1990 dan UU No. 5 Tahun 1994 serta sejumlah aturan turunannya
seperti Peraturan Pemeintah No 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam
dan Pelestarian Alam. Lebih lanjut PP ini kemudian diikuti dengan sejumlah
Peraturan Menteri seperti Keputusan Menteri Kehutanan No 447 tahun 2003
tentang Penangkapan dari Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar serta sejumlah
Peraturan Menteri lainnya.
Hal yang sama juga terjadi untuk aturan-aturan lain, yang pada
dasarnya makin memperinci ketentuan untuk mewujudkan lingkungan hidup
yang makin berkualitas.
2. Pendekatan Teknologi.
Pengelolaan Lingkungan dengan pendekatan teknologi juga telah
dikembangkan oleh banyak negara. Secara umum dapat dikatakan bahwa
teknologi yang dikembangkan adalah untuk berproduksi lebih bersih (cleaner
production) dan teknologi pengelolaan limbah. Kadang kadang disebut juga
dengan teknologi pengehematan dan teknologi pencegahan. Untuk berproduksi

ISSN : 2579-7766 39
Prosiding Seminar Nasional Biologi Edukasi 2017 | SEMNAS Bio-Edu 1

lebih bersih telah dilakukan upaya dengan mengganti bahan baku dalam
industri, penggunaan bahan bakar yang minim bahan pencemar serta
meminimalkan penggunaan air. Sementara itu, utuk mengurangi beban
pencemaran air oleh limbah misalnya telah diperkenalkan instalasi
pengolahaan air limbah dengan menggunakan metoda penguraian limbah
secara aerob dan anaerob dan diikuti dengan uji penggunaan indikator biologi.
Untuk pengendalian pencemaran udara oleh sumber emisi tak bergerak
dikembangkan teknologi scrubber, filter dan electrostatic precipitator guna
meminimalkan debu yang akan keluar dari cerobong. Untuk mengurangi emisi
SO2 dikembangkan teknologi Lime Injection in Multiple Burners (LIMB) (lihat,
Kristanto, 2002).
Untuk pengelolaan gas buang sumber bergerak seperti alat transportasi
dilakukan dengan pendekatan penggunaan bahan bakar minim pencemar, pola
berkendara dan rekayasa motor bakar. Dengan mengurangi kadar timbal dalam
bahan bakar misalnya maka kuantitas bahan pencemar juga akan berkurang.
Pengaturan pola berkendara pada prinsipnya meminimalkan pembakaran yang
kurang sempurna. Pengubahan desain dalam motor bakar dengan inovasi
tertentu berpeluang meminimalkan emisi.
3. Pendekatan ekonomi.
Yang dimaksud dengan pendekatan ekonomi adalah penggunaan
prinsip dan perhitungan ekonomi dalam upaya meminimalkan kerusakan
lingkungan yang terjadi sebagai akibat pemanfaatan sumber daya alam . Dalam
kaitan ini sebelum dilaksanakannnya eksploitasi sumber daya alam seperti
pertambangan dikawasan hutan dilakukan lebih dulu kajian valuasi lingkungan.
Manakah yang lebih menguntungkan secara ekonomi bila dibandingkan antara
ekploitasi bahan tambang (batu bara misalnya) dengan mengelola hutan -yang
akan menjadi lokasi tambang- secara berkelanjutan. Misalnya harus dihitung
lebih dulu nilai uang dari hasil hutan. Penghitungan ini haruslah memasukkan
segala jasa hutan yang bisa diuangkan. Sebagai contoh hutan sebagai daerah
tangkapan air akan menjaga suplai air secara berkelanjutan dalam jangka waktu
yang panjang bila vegetasi diatasnya tidak dihilangkan. Jadi nilai hutan
dihitung secara ekonomi dalam bentuk nilai air yang kalau hutan hilang maka

ISSN : 2579-7766 40
Prosiding Seminar Nasional Biologi Edukasi 2017 | SEMNAS Bio-Edu 1

air harus dibeli atau didatangkan dengan harga tertentu. Hutan juga merupakan
tempat hidup satwa. Satwa tersebut bisa menjadi objek wisata pendidikan
(eduwisata) yang akan menghasilkan uang dari pungutan terhadap pengunjung.
Bila hutan itu hilang karena ada penambangan maka uang hasil wisata tersebut
dihitung sebagai uang hilang atau kerugian. Begitulah seterusnya jasa hutan
sebagai penyerap karbon dioksida, penghasil madu lebah, penghasil tanaman
obat, tanaman hias, tanaman pewangi/ aromatik dan pengendali banjir harus di
nilai dalam bentk nilai uang. Dengan demikian pilihan untuk membuka hutan
sebagai areal pertambangan akan dilihat sebagai kerugian dibanding dengan
pemanfaatan hutan berdasarkan jasa-jasa lingkungan hutan yang telah
dikemukakan diatas. Lebih baik tetap sebagai hutan dengan seuruh jasa
lingkungannya dibanding pemanfaatan areal tersebut untuk pertambangan.
Terkait dengan pendekatan ini sebuah cabang baru dalam ekonomi telah
berkembang, cabang pengetahuan baru itu disebut dengan “Ecological
Economics” atau Ekonomi Lingkungan. Dalam perkembangannya Ekonomi
Lingkungan ini telah digunakan ebagai salah satu cara untuk melakukan
evaluasi dampak dalam studi AMDAL (lihat Dixon, 1998). Selanjutnya jasa
linhkungan dari sebuah ekosistem seperti ekosistem hutan dikembangkan pula.
Pengembangan jasa ekosistem ini adalah upaya yang penting untuk melihat
nilai sebuah ekosistem. Costanza dkk (1998) misalnya telah merinci 17 jasa
ekosistem seperti jasa pembentukan tanah, pengaturan iklim, pengaturan air,
penyerbukan, penyediaan makanan, rekreasi dan jasa budaya.
4. Pendekatan Pendidikan
Dalam pengelolaan lingkungan tentu diperlukan pendekatan pendidikan.
Pendidikan tersebut dapat berupa pendidikan untuk menghargai seluruh
makhluk hidup sebagai penghuni bumi yang mempunyai hak yang sama
dengan manusia. Penghargaan terhadap komponen abiotik seperti air,tanah dan
udara juga dikembangkan. Namun seperti dikemukakan diawal tulisan ini
pendidikan perlu diarahkan kepada bagaimana mengelola lingkungan. Tidak
terlalu menekankan pada aspek pengetahuan kognitif tapi lebih kepada
pendidikan yang akan mengubah sikap dan perilaku untuk bertindak sebagai
makhluk yang lebih bertanggung jawab terhadap keberlangsungan planet bumi.

ISSN : 2579-7766 41
Prosiding Seminar Nasional Biologi Edukasi 2017 | SEMNAS Bio-Edu 1

Pemahaman konkrit berdasarkan pengalaman lapangan tentang arti penting


semua komponen ekosistem perlu lebih diprioritaskan. Ketika seseorang
melihat seekor cacing yang berfungsi sebagai penggembur tanah, memudahkan
oksigen masuk kedalam tanah dan memungkinkan akar tumbuhan menembus
tanah mendapatkan unsur hara orang akan sadar bahwa hidup ini saling
tergantung. Kesadaran akan kesaling tergantungan inilah yang menumbuhkan
apresiasi yanmg tulus tentang arti penting semua makhluk hidup dan faktor
abiotik disekitar manusia. Dari pemahaman inilah kemudian lahir etika yang
dikenal saat ini dengan etika lingkungan. Beberapa pihak menyebut juga
dengan etika bumi. Dalam banyak hal etika ini amat beresentuhan dengan nilai-
nilai keagamaan.

III. PENUTUP
Dari gambaran yang telah dikemukakan diatas dapat dilihat bahwa
masalah-masalah lingkungan amat beragam, luas dan kompleks. Pendekatan yang
telah dikembangkan untuk pengelolaan lingkungan juga amat berdimensi luas dan
bervariasi. Dengan demikian tentu diperlukan kemampuan berpikir dan bertindak
dengan basis pengetahuan yang interdisiplin. Pertumbuhan banyak pengetahuan
yang saat ini makin spesifik, mendalam dan cenderung reduksionis perlu dikaji
ulang, mengingat realita masalah yang justru tak dapat direduksi. Jika reduksionis
tak dapat dihindarkan setidaknya kesediaan untuk berfikir interdisiplin haruslah
tetap dikembangkan. Maka pendidikan pengelolaan lingkungan mestilah bersifat
multidimensional, interdisiplin dan holistik sejauh yang dapat dilakukan. Tujuan
pendidikan lingkungan setidaknya dapat mencakup beberapa tingkatan seperti
tingkatan kesadaran ekologis, kesadaran konseptual, tingkat evaluasi dan tingkat
ketrampilan bertindak seperti dikemukakan Hungerford dkk (dalam Wuryadi,
1997).

DAFTAR PUSTAKA
Costanza, R., d’Arge, R.,de Groot (1998): The Value of the World’s Ecosystem
Services: Putting the Issues in Perspective, Ecological Economics, 25, 67-
72.
Dixon, J,A., Scura, L.F., Carpenter, R.A. (1998) : Economic Analysis of
Environmental Impacts. Earthscan Publication Ltd, London).

ISSN : 2579-7766 42
Prosiding Seminar Nasional Biologi Edukasi 2017 | SEMNAS Bio-Edu 1

Enger, D.E., Smith F.B. ( 2000) : Environmental Science, Mc Graw Hill, Boston,
San Fransisco, London , Madrid.
Institute for Applied Systems Analysis (IIASA), (1990) : The Price of Pollution,
Options
Kristanto, P. ( 2002) : Ekologi Industri, Andi Yogykarta.
Postel, S, (1995) : Kelangkaan air Meluas In Lester Brown , Kane, Ed Ayres,
Tanda-tanda Zaman, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Primack, R,B., Jatna Supriatna, Indrawan., Kramadibrata (1998): Biologi
Konservasi, Yayasan Obor Indonesia Jakarta
Wuryadi, (1997) : Pengelolaan Lingkungan Sebagai Materi Inti Pendidikan
Lingkungan, Lingkungan dan Pembangunan, Vol 17, No, 1.

ISSN : 2579-7766 43

You might also like