You are on page 1of 36

1

TUGAS MAKALAH
ASKEP MUSCULOSKLETAL
Pembimbing Akademik: Ns.Erick Endra Cita,M.Kep.,CWCS

Disusun Oleh :
SUPRIYANTO
M14.01.0010

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
YOGYAKARTA
2016
2

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas limpahan


rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen yang telah
memberikan bimbingannya kepada kami dan kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyusun makalah ini.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat


kekurangan, kelemahan, dan keterbatasan.Oleh karena itu kami mengharapkan
sumbangan pikiran, saran, dan kritikan yang konstruktif demi kesempurnaan
penyusunan makalah selanjutnya.Semoga dengan makalah yang sederhana ini
dapat memenuhi harapan kita semua dan memberikan manfaat bagi pembaca,
sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan.Terima kasih.

Yogyakarta, 3 November 2016

Penyusun
3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ 1


KATA PENGANTAR ....................................................................................... 2
DAFTAR ISI ...................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 4


A. Latar Belakang ....................................................................................... 4
B. rumusan masalah ....................................................................................
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 7


A. Definisi ................................................................................................... 8
B. Anatomi Fisiologi ................................................................................... 9
C. Etiologi ................................................................................................... 10
D. Patofisiologi ........................................................................... 15
E. Manifestasi klinis .................................................................... 15
F. Pemeriksaan diagnostik .......................................................... 16
G. Penatalaksaan Medis ............................................................... 17
H. Komplikasi .............................................................................. 20

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................ 21


A. Pengkajian ............................................................................................... 21
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................ 24
C. Intervensi ................................................................................................. 25
D. Implementasi ........................................................................................... 33
E. Evaluasi ................................................................................................... 34

BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 35


A. Kesimpulan ............................................................................................. 35
B. Saran ....................................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 36


4

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hidup sehat, bugar, dan tetap aktif sekalipun di usia lanjut merupakan
dambaan banyak orang. Namun, seiting bertambahnya usia, fungsi organ tubuh pun
berangsur – angsur menurun dan berakibat timbulnya berbagai macam penyakit.
Masalah kesehatan pada usia lanjut yang sering di temui dan perlu mendapat
perhatian adalah penyakit osteoporosis. Osteoporosis atau pengoroposan tulang
memang rawan menyerang orang - orang berusia di atas 40 tahun, terutama pada
kaum perempuan. Dari hasil penelitian di amerika serikat pada orang berusia di atas
50 tahun, 1 dari 4 perempuan dan 1 dari 8 laki – laki terkena osteoporosis.
Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang.
Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3
wanita post-menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun.
Sekitar 80% persen klien penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita
muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya
hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis.
Penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki
risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit
osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak
mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia
lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-
2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta
akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Beberapa fakta seputar penyakit
osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis di
Indonesia adalah Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk
wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun
untuk wanita 53,6%, pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di
5

seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. Mereka. Satu dari tiga
perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau
keretakan tulang. Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit
osteoporosis. Berdasarkan data Depkes, jumlah klien osteoporosis di Indonesia jauh
lebih besar dan merupakan Negara dengan klien osteoporosis terbesar ke 2 setelah
Negara Cina.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimksud dangan osteoporosis?
2. Apa penyebab osteoporosis?
3. Apa gejala yang ditimbulkan osteoporosis?
4. Bagaimana pengobatan osteoporosis?
5. Bagaimanakah pencegahannya?

C. Tujuan Penulisan
Mahasiswa/i dapat melakukan asuhan keperawatan klien dengan ”Osteoporosis”.
· Tujuan Umum :
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai proses pembelajaran
mahasiswa dalam memahami Osteoporosis, dan mahasiswa mampu memahami
defenisi, etiologi, manifestasi klinis, klassifikasi, penatalaksanaan medis dan
keperawatan serta asuhan keperawatan dari Osteoporosis.
· Tujuan Khusus :

1. Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada klien dengan


osteoporosis.
2. Mampu melakukan masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan
osteoporosis.
3. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan klien dengan osteoporosis.
4. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan osteoporosis.
5. Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah di lakukan
6. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus.
6

7. Mampu mengidentifikasi faktor pendukung,penghambat,serta dapat mencari


solusi.
8. Mampu mengdokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan osteoporosis.
7

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Osteoforosis adalah suatu penyakit dengan tanda utama berupa berkurangnya
kepadatan massa tulang, yang berakibat meningkatnya kerapuhan tulang dan
meningkatkan resiko patah tulang. Massa tulang laki – laki dan perempuan akan
berkurang seiring bertambahnya usia. Masa tulang pada perempuan berkurang lebih
cepat di bandingkan dengan laki – laki. Hal ini disebabkan pada massa menopause,
fungsi ovarium menurun drastis yang berdampak pada berkurangnya produksi
hormonestrogen dan progesteron. Saat hormon estrogen turun kadarnya karena usia
yang lanjut ( menopause ), terjadilah penurunanaktivitas osteoblas ( pembentukan
tulang baru ) dan peningkatan kerja sel osteoklas ( penghancur tulang ). Jadi, secara
kodrati oateoporosis lebih banyak menyerang perempuan, yaitu lebih 2,5 kali lebih
sering dibandingkan laki – laki.
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total.
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi
tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan
masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah.
Tulang menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan menimbulkan pada
tulang normal. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur konversi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah koulum femoris dan daerah tronkanter, dan
patah tulang coles pada pergelangan tangan. fraktur kompresi ganda fertebra
mengakibatkan deformitas skeletal. Osteoporosis merupakan penyakit skeletal
sistemik yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan
mikroarsitektur jaringan tulang, yang mengakibatkan meningkatnya fragilitas
tulang sehingga tulang cenderung untuk mengalami fraktur spontan atau akibat
trauma minimal. (Consensus Development Conference, 1993).

1. Jenis Osteoporosis
8

Bila disederhanakan, terdapat dua jenis osteoporosis, yaitu osteoporosis primer


dan sekunder.
a. Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai
dengan proses penuaan. Sampai saat ini osteoporosis primer masih
menduduki tempat utama karena lebih banyak ditemukan dibanding dengan
osteoporosis sekunder. Proses ketuaan pada wanita menopause dan usia
lanjut merupakan contoh dari osteoporosis primer.
b. Osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang
akibat hal hal tertentu. mungkin berhubungan dengan kelainan patologis
tertentu termasuk kelainan endokrin, epek samping obat obatan,
immobilisasi, Pada osteoporosis sekunder, terjadi penurunan densitas
tulang yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur traumatik akibat faktor
ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal
kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme,
hipertiroidisme, varian status hipogonade, dan lain-lain.

B. Anatomi Fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan rangka tubuh. Ruang di tengah
tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel
darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur
kalsium dan fosfat. Komponen-komponen nonselular utama dar jaringan tulang
adalah mineral-mineral dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium
dan fosfat membentuk suatu garam kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada
matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini memampatkan kekuatan
tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai osteoid. Materi organik lain
yang menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.

1. Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang :


9

a. Diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder.
Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar.
Sumsum kuning terdapat pada diafisis, terutama terdiri dari sel-sel lemak.
b. Metafisis, adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang.
Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa
yang mengandung sel-sel hematopoietik. Sumsum merah juga terdapat di
bagian epifisis dan diafisis tulang.
c. Lempeng epifisis, adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-
anak, dan bagian ini akna menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis
langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan
metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang berhenti. Seluruh
tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut perioteum yang
mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi yang berperan dalam proses
pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang
mempunyai arteria nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri
inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu
tulang yang patah.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang terususun dari tiga jenis sel :
osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe I dan prteoglikan sebagai metriks tulang atau jaringan
oeteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif
menghasilkan jarigan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase
alkali yang memegang peranana penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat
ke dalam matriks tulang.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral
dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim
proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral
tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.

C. Etiologi
Etiologi Osteoporosis secara garis besarnya dikelompokan ke dalam 3 kategori :
10

1. Penyebab primer : menopause, usia lanjut, penyebab lain yang tidak


diketahui.
2. Penyebab sekunder : pemakaian Obat kortikosteroid, gangguan metabolism,
gizi buruk, penyerapan yang buruk, penyakit tulang
sumsum, gangguan fungsi ginjal, penyakit hepar,
penyakit paru kronis, cedera urat saraf belakang,
rematik, transplasi organ.
3. Penyebab secara kausal : Osteoporosi juga dapat dikelompokan
berdasarkan penyebab penyakit atau keadaan dasarnya :
a. Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kurangnya hormon
estrogen (hormon utama pada perempuan ), yang membantu
pengangkutan kalsium ke- dalam tulang pada perempuan. Biasanya
gejala timbul pada peempuan yang berusia antara 51 – 75 tahun, tetapi
dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Tidak semua perempuan
memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis
postmenopausal, perempuan kulit putih dan daerah timur lebih rentan
menderita penyakit ini daripada kulit hitam.
b. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara
kecepatan hancurnya tulang ( osteoklas ) dan pembentukan tulang baru
( osteoblas ). Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia
lanjut yaitu terjadi pada orang – orang berusia di atas 70 tahun dan 2 kali
lebih sering pada perempuan.
c. Kurang dari 5 % klien osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat – obatan.
Penyakit ini disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal
( terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal ) serta obat – obatan ( misalnya
kortikosteroid, barbiturate, antikejang, dan hormone tiroid yang
berlebihan ). Pemakaian alcohol yang berlebihan dan merokok dapat
memperburuk keadaan ini.
11

d. Osteoporosis juvenile idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang


penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak – anak dan
dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormone yang normal,
kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari
rapuh yang jelas.

Faktor-faktor etiologi yang mempengaruhi pengurangan massa


tulang pada usia lanjut adalah :
1. Determinan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan
tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang
lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya
mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa
Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama
kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena
osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor
genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan
berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa
tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada
hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang.
Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik
Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar
dan juga massa tulang yang besar.
Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan
dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya
terutama pada lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada
otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus
istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau
12

pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum


diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan
dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg
faktor genetic.
c. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang
cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai
maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan.
Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas
kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat
menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan
pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan
genetiknya.

2. Determinan Penurunan Massa Tulang


1. Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada
seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko
fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak
ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal.
Setiap seseorang mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sifat
genetiknya serta beban mekanis dan besar badannya. Apabila seseorang
dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa
tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka seseorang
tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari pada seseorang
yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.
2. Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting
dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia.
Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara
faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas
13

fisik akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang
merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan
menurun dengan bertambahnya usia.

3. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama
pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat
penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan
kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan
kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan
kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa
menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan
keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa
menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan
serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil
akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah
pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium
sehari.
4. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan
ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan
meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan
secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi
kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah
pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang
14

mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan


untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative.
5. Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh
karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga
menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
6. Rokok, kopi dan Alkohol
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan
massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak
ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja. Alkoholisme akhir-akhir ini
merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme
mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan
ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum
diketahui dengan pasti .

3. Osteoporosis akibat pemakaian steroid


Harvey Cushing, lebih dari 50 tahun yang lalu telah mengamati bahwa
hiperkortisolisme berhubungan erat dengan penipisan massa tulang. Sindroma
Cushing relatif jarang dilaporkan. Setelah pemakaian steroid semakin meluas
untuk pengobatan pelbagai kondisi penyakit, efek samping yang cukup serius
semakin sering diamati. Diperkirakan, antara 30% sampai 50% pengguna
steroid jangka panjang mengalami patah tulang (atraumatic fracture), misalnya
di tulang belakang atau paha. Penelitian mengenai osteoporosis akibat
pemakaian steroid menghadapi kendala karena pasien-pasien yang diobati
tersebut mungkin mengalami gangguan sistemik yang kompleks. Misalnya,
klien artritis rheumatoid dapat mengalami penipisan tulang (bone loss) akibat
penyakit tersebut atau karena pemberian steroid. Risiko osteoporosis
dipengaruhi oleh dosis dan lama pengobatan steroid, namun juga terkait dengan
15

jenis kelamin dan apakah klien sudah menopause atau belum. Penipisan tulang
akibat pemberian steroid paling cepat berlangsung pada 6 bulan pertama
pengobatan, dengan rata-rata penurunan 5% pada tahun pertama, kemudian
menurun menjadi 1%-2% pada tahun-tahun berikutnya. Dosis harian prednison
7,5 mg per hari atau lebih secara jelas meningkatkan pengeroposan tulang dan
kemungkinan fraktur. Bahkan prednison dosis rendah (5 mg per hari) telah
terbukti meningkatkan risiko fraktur vertebra.

D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara
seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodelling).
Setiap ada perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih
besar dari proses pembentukan, maka akan terjadi penurunan massa tulang
1. Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun
untuk tulang bagian korteks dan lebih dini pd bagian trabekula
2. Pada usia 40-45 th, baik wanita maupun pria akan mengalami penipisan
tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 %/tahun dan bagian trabekula pada
usia lebih muda
3. Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar
20-30 % dan pd wanita 40-50 %
4. Penurunan massa tulang lebih cepat pd bagian-bagian tubuh seperti
metakarpal, kolum femoris, dan korpus vertebra
5. Bagian-bagian tubuh yg sering fraktur adalah vertebra, paha bagian
proksimal dan radius bagian distal.

E. Manifestasi Klinis
Osteoporosis merupakan silent disease. Klien osteoporosis umumnya tidak
mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur.
Osteoporosis mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan
gejala pada daerah-daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah
16

yang mendapat tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris). Korpus


vertebra menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan fraktur
kompresi. Hal ini mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat
lengkung vertebra abnormal(kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris
sering merupakan predisposisi terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat
trauma ringan), yang sering terjadi pada pasien usia lanjut.
Masa total tulang yang terkena, mengalami penurunaan dan menunjukan
penipisan korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan
karena adanya variasi ketebalan trabekular pada individu ”normal” yang
berbeda. Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun
histologist jika osteoporosis dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang
ditentukan secara analisis kimia dari abu tulang tidak menunjukan adanya
kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai kalsium,fosfat, dan alkali fosfatase
yang normal dalam serum. Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang
menahun antara factor genetic dan factor lingkungan.
1. Factor genetic meliputi:
usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan.

2. Factor lingkungan meliputi:

merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin dan gizi, Gaya hidup,


Mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.

Kedua factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap
kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin,
tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi
lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak
dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang
total yang disebut osteoporosis.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologis
17

Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun
yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra
biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan
hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung
dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyao nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral
vertebra diatas 110 mg/cm3 baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra
atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada
hampir semua klien yang mengalami fraktur.
3. Pemeriksaan Laboratorium

a. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.


b. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct
(terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
c. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
d. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat
kadarnya.

G. Penatalaksanaan Medis
1. Adapun penatalaksanaan pada klien dengan osteoporososis meliputi :
a. Pengobatan
1. perempuan yang menderita osteoporosis, harus mengonsumsi
kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi dan
Bifosonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.
2. Perempuan pascamenopause yang menderita osteoporosis juga bisa
mendapatkan estrogen ( biasanya bersama dengan progesterone)
18

atau alendronat, yang dapat memperlambat atau menghentikan


penyakitnya. Sebelum terapi sulih estrogen dilakukan,biasanya
dilakukan pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan payudara
dengan mammogram, pemeriksaan kandungan, serta PAP smear
untuk mengetahui apakah ada kanker atau tidak. Terapi ini tidak di
anjurkan pada perempuan yang pernah mengalami kanker
3. Pemberian alendronat, yang berfungsi untuk :
a) Mengurangi kecepatan penghancuran tulang pada perempuan
pasca menopause.
b) Meningkatkan massa tulang di tulang belakang dan tulang
panggul.
c) Mengurangi angka kejadian patah tulang.

d) Pemberian Kalsitonin, untuk diberikan kepada orang yang


menderita patah tulang belakang yang disertai nyeri. Obat ini
bisa diberikan melalui suntikan atau melalui semprot hidung.
e) Laki – laki yang menderita osteoporosis biasanya menapatkan
kalsium dan tambahan vitamin D
f) Pemberian Nutrilife-deer Velvet merupakan alternative terkini
yang bisa mengatasi osteoporosis. Nutrilife-deer Velvet yang
terbuat dari tanduk Rusa Merah New Zealand, terbukti
bermanfaat untuk mencegah osteoporosis dan telah digunakan
selama lebih dari 10.000 tahun oleh China, Korea, dan Rusia.
Obat ini mengandung delapan factor pertumbuhan,
prostaglandin, asam lemak, asam amino, dan komponen dari
kartilago, dan dosisnya 1x1/kapsul 1 hari.
g) Pengobatan patah Tulang pada Osteoporosis.
Patah tulang panggul biasanya di atasi dengan tindakan
pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau di
perbaiki dengan pembedahan. Jika terjadi penipisan tulang
belakang disertai nyeri panggung yang hebat, dapat di berikan
19

obat pereda nyeri, di pasang supportive back brace, dan


dilakukan terapi fisik dengan mengompres bagian yang nyeri
dengan menggunakan air hangat atau dingin selama 10 – 20
menit.
1) Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg
dapat meningkatkan pembentukan tulan adalah Na-
fluorida dan steroid anabolic
2) Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat
mengahambat resorbsi tulang adalah kalsium,
kalsitonin, estrogen dan difosfonat.
b. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda,
hal ini bertujuan:
1. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap
bugar seperti:
a. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b..Latihan teratur setiap hari
c. Hindari : Makanan Tinggi protein, Minum kopi, Meroko,
Mengandung Alumunium, Minum Alkohol
d. pola hidup sehat antara lain cukup tidur, olahraga teratur
(seperti jalan kaki, berenang, senam aerobic).
c. Pencegahan Dan Pengobatan dengan vitamin dan mineral :
1.Vitamin C 8.Fosfor
2. Zat besi 9.Magnesium
3. Boron 10.Nutrilife-deer Velvet
4.Seng ( zinc ) 11. Jus Timun
5.Vitamin D 12. Jus Brokoli
6.Beras ponni 13.Jus Avokad
7.Kalsium 14.Jus Kale-collard
20

H. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan
mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur
kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah
trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan . Penurunan fungsi, dan
Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
21

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasikan,
kekuatan dan kebutuhan klien yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan
fisik dan riwayat psikososial.
1. Anamnese:
a. Identitas
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
2. Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan
jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien
dan alamat.

3. Riwayat Kesehatan Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu


mengidentifikasi :
a) Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan
pinggang
b) Berat badan menurun
c) Biasanya diatas 45 tahun
d) Jenis kelamin sering pada wanita
e) Pola latihan dan aktivitas

2. Pola aktivitas sehari-hari


22

Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian


waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olahraga
dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik.
Selain itu, olahraga dapat mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi.
Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi
tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan
muskuloskeletal. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan
menurunnya gerak persendian adalah agility ( kemampuan gerak cepat dan
lancar ) menurun, dan stamina menurun.

3. Aspek Penunjang
1. Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat
korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat.
Penipisan korteks dan hilangnya trabekula transversal merupakan
kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae
menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nucleus
pulposus kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas
bikonkaf.
2. CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai
nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra
diatas 110 mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau
penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada
hampir semua klien yang mengalami fraktur.
3. Pemeriksaan Fisik
a) B1 (Breathing).
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang
belakang.
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
23

Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru.


Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara
ronki.

b). B2 ( Blood).
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat
dingin dan pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi
gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan
efek obat
c). B3 ( Brain).
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah,
klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
1. Kepala dan wajah: ada sianosis
2. Mata: Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis.
3. Leher: Biasanya JVP dalam normal
4. Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang
disadari dan halus merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih,
fraktur kompresi vertebra
a). B4 (Bladder).
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada
keluhan pada sistem perkemiha
b). B5 ( Bowel).
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun
perlu di kaji frekuensi, konsistensi, warna, sertabaufeses.
c). B6 ( Bone).
yang sering Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna
vertebralis. Klien osteoporosis sering menunjukan kifosis atau
gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat
badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-
length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur terjadi adalah
antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
24

d). Riwayat Psikososial Penyakit ini sering terjadi pada wanita.


Biasanya sering timbul kecemasan, takut melakukan aktivitas
dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-
masalah psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek
penyakit yang menyertainya.

B. Diagnosa Keperawatan
Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :

1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra
ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak
pada pergelangan tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien
tampak meringis.
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder
akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru
ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien
mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan
tinggi badan.
3. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan
skeletal dan ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh
kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat bungkuk.
4. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan
gerak ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang,
kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas dan
stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan
menyebabkan kifosis angular.
5. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan
ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau
terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan tampak
menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
25

6. Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf


pencernaan ileus paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar
susah dan keras.
7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien
mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah

C. Intervensi
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur
vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
berkurang.
Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang
dan istirahat yang cukup, klien dapat mandiri dalam
perawatan dan penanganannya secara sederhana.

Intervensi Rasional

1. Pantau tingkat nyeri pada1. Tulang dalam peningkatan jumlah


punggung, nyeri terlokalisasi atau trabekular, pembatasan gerak spinal.
menyebar pada abdomen atau2. Alternatif lain untuk mengatasi nyeri,
pinggang. pengaturan posisi, kompres hangat dan
2. Ajarkan pada klien tentang sebagainya.
alternative lain untuk mengatasi3. Keyakinan klien tidak dapat menoleransi
dan mengurangi rasa nyerinya. obat yang adekuat atau tidak adekuat
3. Kaji obat-obatan untuk mengatasi untuk mengatasi nyerinya.
nyeri. 4. Kelelahan dan keletihan dapat
4. Rencanakan pada klien tentang menurunkan minat untuk aktivitas sehari-
periode istirahat adekuat dengan hari.
26

berbaring dalam posisi telentang


selama kurang lebih 15 menit

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat


perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien mampu
melakukan mobilitas fisik
Criteria hasil : Klien dapat meningkatan mobilitas fisik ; klien mampu
melakukan aktivitas hidup sehari hari secara mandiri

Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat kemampuan klien yang 1. Dasar untuk memberikan alternative dan
masih ada. latihan gerak yang sesuai dengan
kemapuannya.
2. Rencanakan tentang pemberian program
2. Latihan akan meningkatkan pergerakan otot
latihan:
dan stimulasi sirkulasi darah

· Bantu klien jika diperlukan latihan


· Ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari hari
yang dapat dikerjakan
27

· Ajarkan pentingnya latihan.


3. Aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri
3. Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan
melakukan aktivitas hidup sehari hari,
4. Dengan latihan fisik:
rencana okupasi .
4. Peningkatan latihan fisik secara adekuat:  Masa otot lebih besar sehingga
memberikan perlindungan pada
·
osteoporosis
 Program latihan merangsang
pembentukan tulang

 Gerakan menimbulkan kompresi


vertical dan fraktur vertebra.

3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal


dan ketidakseimbangan tubuh.
Tujuan : Cedera tidak terjadi
Kreteria Hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi: Klien dapat
menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur

Intervensi Rasional
28

1. Ciptakan lingkungan yang bebas dari 1. Menciptakan lingkungan yang aman dan
bahaya: mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.

 Tempatkan klien pada tempat tidur


rendah.
 Amati lantai yang membahayakan
klien.
 Berikan penerangan yang cukup
 Tempatkan klien pada ruangan
yang tertutup dan mudah untuk
2. Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa
diobservasi.
dapat menyebabkan mudah jatuh.
 Ajarkan klien tentang pentingnya
menggunakan alat pengaman di
ruangan.

3. Penarikan yang terlalu keras akan


2. Berikan dukungan ambulasi sesuai dengan
menyebabkan terjadinya fraktur.
kebutuhan:

 Kaji kebutuhan untuk berjalan. 4. Pergerakan yang cepat akan lebih


 Konsultasi dengan ahli therapist. memudahkan terjadinya fraktur kompresi
 Ajarkan klien untuk meminta vertebra pada klien osteoporosis.
bantuan bila diperlukan. 5. Diet kalsium dibutuhkan untuk
 Ajarkan klien untuk berjalan dan mempertahankan kalsium serum,
keluar ruangan. mencegah bertambahnya kehilangan
tulang. Kelebihan kafein akan
meningkatkan kalsium dalam urine.
3. Bantu klien untuk melakukan aktivitas
Alcohol akan meningkatkan asidosis yang
hidup sehari-hari secara hati-hati.
meningkatkan resorpsi tulang
4. Ajarkan pada klien untuk berhenti secara
6. Rokok dapat meningkatkan terjadinya
perlahan, tidak naik tanggga, dan
asidosis.
mengangkat beban berat.
29

7. Obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin


5. Ajarkan pentingnya diet untuk
dapat menyebabkan pusing, megantuk,
mencegah osteoporosis:
dan lemah yang merupakan predisposisi
klien untuk jatuh.
 Rujuk klien pada ahli gizi
 Ajarkan diet yang mengandung
banyak kalsium
 Ajarkan klien untuk mengurangi
atau berhenti menggunakan rokok
atau kopi

6. Ajarkan tentang efek rokok terhadap


pemulihan tulang
7. Observasi efek samping obat-obatan yang
digunakan.

4. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan


gerak ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang,
kemampuan gerak cepat menurun,
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan
diri klien terpenuhi.
criteria hasil : klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan puas
tentang kebersihan diri, mampu mendemonstrasikan
kebersihan optimal dalam perawatan yang diberikan.

Intervensi Rasional
30

1. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi1. Untuk mengetahui sampai sejauh mana


dalam setiap aktifitas perawatan. klien mampu melakukan perawatan diri
2. Beri perlengkapan adaptif jika secara mandiri.
dibutuhkan misalnya kursi dibawah
pancuran, tempat pegangan pada dinding2. Peralatan adaptif ini berfungsi untuk
kamar mandi, alas kaki atau keset yang membantu klien sehingga dapat
tidak licin, alat pencukur, semprotan melakukan perawatan diri secara mandiri
pancuran dengan tangkai pemegang. dan optimal sesuai kemampuannya.
3. Rencanakan individu untuk belajar dan
mendemonstrasikan satu bagian aktivitas3. Bagi klien lansia, satu bagian aktivitas
sebelum beralih ke tingkatan lebih lanjut. bisa sangat melelahkan sehingga perlu
waktu yang cukup untuk
mendemonstrasikan satu bagian dari
perawatan diri.

5. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan


ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau
terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan tampak
menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat
menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri.
criteria hasil : klien mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam
konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative,
mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan
perasaan positif.

Intervensi Rasional
31

1. Dorong klien mengekspresikan1. Ekspresi emosi membantu klien mulai


perasaannya khususnya mengenai meneerima kenyataan.
bagaimana klien merasakan, memikirkan
dan memandang dirinya.
2. Hindari kritik negative. 2. Kritik negative akan membuat klien
3. Kaji derajat dukungan yang ada untuk merasa semakin rendah diri.
klien 3. Dukungan yang cukup dari orang terdekat
dan teman dapat membantu proses
adaptasi

6. Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf


pencernaan ileus paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar
susah dan keras
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien
tidak terganggu dengan
criteria hasil: klien mampu menyebutkan teknik eleminasi feses, klien dapat
mengeluarkan feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3
hari.

Intervensi Rasional

1. Auskultasi bising usus 1. Hilangnya bising usus menandakan


adanya paralitik ileus.
2. Observasi adanya distensi abdomen jika
bising usus tidak ada atau berkurang
2. Hilangnya peristaltic (karena gangguan
saraf) melumpuhkan usus, membuat
3. Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah
distensi ileus dan usus.
feses.
32

3. Mengidentifikasi derajat gangguan/


4. Lakukan latihan defekasi secara teratur disfungsi dan kemungkinan bantuan yang
5. Anjurrkan klien untuk mengkonsumsi diperlukan.
makanan berserat dan pemasukan cairan4. Program ini diperlukan untuk
yang lebih banyak termasuk jus/sari buah mengeluarkan feses secara rutin.
R/meningkatkan konsistensi feses untuk5. Meningkatkan konsistensi feses untuk
dapat melewati usus dengan mudah dapat melewati usus dengan mudah.

7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang


berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien
mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami
tentang penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil
klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan
program terapi yang diberikan, klien tampak tenang
Kriteria hasil : Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, dan mampu
menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang

Intervensi Rasional

1. Kaji ulang proses penyakit dan1. Memberikan dasar pengetahuan dimana


harapan yang akan datang klien dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi.
2. Ajarkan pada klien tentang faktor-
2. Informasi yang diberikan akan membuat
faktor yang mempengaruhi
klien lebih memahami tentang
terjadinya osteoporosis
penyakitnya
33

3. Berikan pendidikan kepada klien3. Suplemen kalsium ssering mengakibatkan


mengenai efek samping nyeri lambung dan distensi abdomen maka
penggunaan obat klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium
bersama makanan untuk mengurangi
terjadinya efek samping tersebut dan
memperhatikan asupan cairan yang
memadai untuk menurunkan resiko
pembentukan batu ginjal

D. Implementasi
Pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-
aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Fase
implementasi atau pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu validasi
rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan
asuhan keperawatan, dan pengumpulan data.
Pelaksanaan bertujuan untuk mengatasi diagnosa dan masalah keperawatan,
kolaborasi dan membantu dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan dan
mempasilitas koping, tahapan tindakan keperawatan ada 3 antara lain :
1. Persiapan : Perawat menyiapkan segala sesuatu yang perlu dalam
tindakan keperawatan, yaitu mengulang tindakan keperawatan yang
diidentifikasikan pada tahap intervensi,menganalisa pengetahuan dan
ketermpilan yang diperlukan dalam mengetahui komplikasi dari tindakan
yang mungkin muncul, menentukan kelengkapan dan menentukan
lingkungan yang kondusif. Mengidentifikasi aspek hukum dan kode etik
terhadap resiko dari kesalahan tindakan.

2. Intervensi : Pelaksanaan tindakan keperawatan yang bertjuan untuk


memenuhi kebutuhan fisik dan emosional, adapun sifat tindakan
keperawatan yaitu independen, interindependen,dan dependen.
34

3.Dokumentasi : Mendokumentasikan suatu proses keperawatan secara


lengkap dan akurat.

E. Evaluasi
Hasil yang diharapkan meliputi:

1. Nyeri berkurang
2. Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
3. Tidak terjadi cedera
4. Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
5. Status psikologis yang seimbang
6. Terpenuhinya kebutuhan, pengetahuan dan informasi
35

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan :
1. Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa
tulang, peningkatan porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi
disertai dengan kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang yang
mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah
patah (buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system musculoskeletal)
2. Penyakit osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif,
sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-
mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat.
Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka
tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.
B. Saran :
Tidak ada saran yang terlalu mengikat dalam kasus ini, hanya saja Diharapkan
makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa
calon perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai“ASKEP
MUSKULOSKELETAL OSTEOPOROSIS” menjadi bekal dalam
pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang kami bahas ini.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti
melihat kondisi klien serta senantiasa mengembangkan teknik
terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien.
2. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesional
dalam menetapkan diagnosa keperawatan.
36

DAFTAR PUSTAKA

The power of soul for great health, mei 2006

dr. Iskandar junaiadi

Kumar, Vinay, Abul K. Abbas dan Nelson Fausto. 2005. Robbins and Cotran
Pathologic Basis of Disease. Seventh Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders.

Lewis, Sharon L. 2007. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management


of Clinical Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005.
Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6. Jakarta :
EGC.

Sherwood, Lauralee. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2001. Fisiologi Manusia


Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC.

You might also like