Professional Documents
Culture Documents
Laporan Bod
Laporan Bod
PENDAHULUAN
1.1.Tujuan
Pendahuluan
Sungai Tuntang merupakan sungai utama dari Daerah Aliran
Sungai (DAS) Tuntang yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Sungai
Tuntang secara administrative mencakup Kabupaten Boyolali,
Kabupaten Magelang, Kota Salatiga, Kabupaten Semarang,
Kabupaten Kendal, Kabupaten Grobogan, dan Kabupaten Demak
dengan panjang sungai induk (Sungai Tuntang) ±139 Km, dan luas
wilayah DAS Tuntang adalah ±260.073,77 ha keliling ±258,93 Km
(BPDAS Pemali Jratun, 2007). Sungai Tuntang memiliki peranan
yang sangat penting bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang
bantaran sungai. Sungai Tuntang merupakan pemasok bahan baku air
minum untuk PDAM. Sungai tersebut secara umum juga sering
dimanfaatkan untuk pengairan sawah, perikanan, bahkan untuk
kebutuhan rumah tangga (MCK). Selain itu berfungsi sebagai drainase
alam sebagai pengendali banjir, namun dengan meningkatnya
kebutuhan lahan maka semakin menurun kapasitas tampung sebagai
penyalur banjir sehingga fungsi sebagai drainase alam berkurang.
Meningkatnya aktivitas pemukiman telah menimbulkan
permasalahan khususnya terhadap kualitas air sungai. Memburuknya
kualitas air sungai ini diakibatkan masih banyaknya aktivitas
pemukiman yang langsung membuang air limbahnya ke badan sungai.
Perubahan penggunaan lahan di daerah aliran sungai untuk kegiatan
pertanian dan pemukiman setiap tahunnya juga terus meningkat. Jika
tidak segera dibenahi tentu akan berdampak pada kualitas air. Sungai di
daerah hilir dekat pemukiman kualitas airnya tergolong tidak layak
untuk air minum dengan kandungan BOD sebesar 143,30 mg/l,
kandungan COD sebesar 190,40 mg/l, kandungan Nitrat (NO -N) 22,33
mg/l dan bakteri Coliform sebesar 45.000 MPN/100 ml, melebihi baku
yang diperbolehkan (BLH Kabupaten Cirebon, 2008) dalam Endiriyanti
2011. Sedangkan kualitas air sungai di bagian hulu yang jauh dari
pemukiman dengan tutupan lahan berupa pepohonan, ternyata kualitas
airnya tergolong layak untuk air minum.
Penelitian ini dilakukan penentuan kualitas air sungai yang
berada di kawasan Sungai Tuntang dengan mengacu pada baku mutu air
sebagaimana tercantum dalam PP No. 82 Tahun 2001, tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Evaluasi
kualitas air sungai pada Sungai Tuntang juga dilakukan dengan melihat
keterkaitannya terhadap tata guna lahan di sekitar sungai, sehingga
dapat diidentifikasi perubahan tata guna lahan yang mempengaruhi
kualitas air sungai di kawasan tersebut.
Sumber Pencemaran
Sumber pencemar yang diperhitungkan pada penelitian ini
hanya berupa non point source yang menunjukkan polutan yang
dikoleksi, ditransportasi serta dibuang lewat limpasan air pada suatu
kawasan. Sumber pencemar yang berasal dari point source (industri)
tidak diperhitungkan karena tidak diketemukan data sekunder mengenai
aktivitas industri yang air limbahnya masuk ke dalam Sungai Tuntang.
Sumber pencemar penyumbang cemaran sungai yang akan
dibahas dan dianalisis adalah aktivitas pemukiman, pertanian sawah
(sawah irigasi), sedangkan untuk pertanian tegalan diabaikan karena
ruang lingkup penelitian di musim kemarau. Menurut James (1984)
limbah pertanian biasanya muncul pada masa musim hujan ketika aliran
permukaan menjadi kuat damampu mengangkut bahan-bahan
siskegiatan pertanian. Pada musim kemarau limbah pertanian masih
dapat masuk ksungai melalui saluran – saluran irigasi namun jumlahnya
sangat sedikit.
Kualitas Air Sungai Tuntang
Kualitas air merupakan sifat-sifat air yang ditunjukkan dengan
nilai dan/atau kadar makhluk hidup, zat, energi, termasuk bahan
pencemar, dan atau komponen lain yang ada atau terkandung di dalam
air (SNI-03-70162004).
Data kualitas air diperoleh dengan melakukan pengamatan dan
pengambilan sampel secara langsung pada tangal 5 Juli 2012 di 6 titik
di Sungai Tuntang, mulai dari hulu sungai hingga hilir sungai.
1. Suhu/Temperatur
Hasil pengukuran menunjukkan perbedaan suhu yang tidak
terlalu mencolok, dari hulu menuju hilir parameter suhu mengalami
peningkatan. Suhu berkisar antara 23,7°C – 28,7°C, dimana suhu
terendah ada pada segmen 2 yaitu 23,7°C dan tertinggi pada segmen
5 yaitu 28,7°C.
4. P (Fosfat)
Bedasarkan hasil pemantauan kualitas air diperoleh nilai P
berkisar antara 0,031 – 0,014 mg/l. Nilai fosfat memiliki
kecenderungan menurun dari hulu ke hilir dan masih memenuhi
baku mutu kelas air golongan I. Bedasarkan hasil pemantauan
kualitas air diperoleh nilai P berkisar antara 0,031 – 0,014 mg/l.
Nilai fosfat memiliki kecenderungan menurun dari hulu ke hilir
dan masih memenuhi baku mutu kelas air golongan I.
5. NO2 (Nitrit)
Berdasarkan hasil pengukuran di peroleh nilai Nirit (NO2)
berkisar antara 0,099 – 0,002 mg/l. Nilai Nitrit memiliki
kecenderungan menurun dari hulu menuju hilir. Menurut Effendi
(2003) di perairan alami Nitrit ditemukan dalam jumlah yang
sangat sedikit, lebih sedikit dari pada Nitrat, bersifat tidak stabil
dengan keberadaan oksigen yakni akan segera dioksidasi menjadi
Nitrat.
6. NO3 (Nitrat)
Berdasarkan hasil pengukuran di peroleh nilai Nitrat (NO3) berkisar
antara 0,484 – 0,197 mg/l. Nilai Nitrat memiliki kecenderungan
menurun dari hulu menuju hilir, dan telah memenuhi baku mutu
untuk kelas air golongan I.
2.1. Alat
1. Buret 50 ml 1 buah
2. Statif 1 buah
3. Botol Winkler 96,2 ml 1 buah
4. Pipet volume 1 ml 1 buah
5. Pipet volume 25 ml 1 buah
6. Bola Karet 2 buah
7. Batang Pengaduk 1 buah
8. Beaker glass 500 ml 1 buah
9. Beaker glass 300 ml 1 buah
10. Gelas ukur 100 ml 1 buah
11. Corong 1 buah
12. Klem 1 buah
13. Pipet Tetes 1 buah
2.2. Bahan
1. MnSO4
2. Buffer pH 7,2
3. Alkali-Azida-Iodida (KOH-KI-NaN3)
4. H2SO4 pekat
5. Larutan standar Tio 0.025 N
6. Indikator Amylum
7. Aquadest
8. Sampel (Clean-Q)
BAB III
PROSEDUR KERJA
Prosedur Kerja Penetapan BOD
1) Dimasukkan sampel ke dalam botol winkler ( untuk OTO dan OT5)
sampai penuh dan ditutup. Untuk OT5, sampel yang telah dimasukkan
kedalam botol winkler disimpan diIncubator selama 5 hari pada suhu
20 oC.
2) Dibuka tutup botol winkler yang telah diisi sampel (OT0),
ditambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml Alkali Azida –Iodida. Diaduk
hingga homogen, lalu di diamkan selama ± 5 menit.
3) Dibuang cairan jernih di atasnya sebanyak 25 ml.
4) Ditambahkan 1 ml H2SO4 (p) dan diaduk rata.
5) Kemudian dititrasi dengan larutan Tio 0,025 N, dipakai Amylum
sebagai indikator.
6) Setelah 5 hari berikutnya sampel yang disimpan didalam incubator
dihitung juga oksigen terlarutnya (OT5) dengan cara yang sama pada
penentuan OT0.
Perhitungan :
Dimana :
OT0 = Oksigen terlarut
a = Volume larutan Tio yang terpakai (ml)
f = Faktor larutan Tio 0,025 N
V1 = Volume botol Winkler (ml)
V2 = Volume botol Winkler yang akan dititrasi (ml)
0,2 ml = 1 ml TO 0,2 mg
BOD5 = OT0 – OT5
ml Tio x N Tio x 8000
Atau OT0 = DO (ppm) = volume botol Winkler
BAB IV
GAMBAR PERCOBAAN
BAB V
DATA PENGAMATAN
1.1. Tabel Data Pengamatan Untuk OT0
V
V Al- V V V
Sampel MnS Ind.
N0 Az-Iod H2SO4 Winkler Titrasi
(25 ml) O4 amylum
(ml) (ml) (ml) (ml)
(ml)
1 Clean-Q 2 2 2 99,2 3 tetes 2,00
Perubahan Warna
Sampel (Clean-Q) + MnSO4 Larutan bening berminyak
Larutan bening berminyak + Alkali Azida Iodida lar.bening+ cokelat
Lar.bening+ cokelat + H2SO4(P) Lar.Orange
𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑜 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 0,025𝑁
Larutan Orange → Larutan Kuning Muda
Larutan Kuning Muda + Indikator Amylum Larutan Biru Dongker
𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑜 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 0,025𝑁
Larutan Biru Dongker → Larutan Bening (warna biru
hilang)
V
V Al- V V V
Sampel MnS Ind.
N0 Az-Iod H2SO4 Winkler Titrasi
(25 ml) O4 amylum
(ml) (ml) (ml) (ml)
(ml)
1 Clean-Q 2 2 2 96,2 3 tetes 0,80
Perubahan Warna
Sampel (Clean-Q) + MnSO4 Larutan bening berminyak
Larutan bening berminyak + Alkali Azida Iodida lar.bening+ cokelat
Lar.bening+ cokelat + H2SO4(P) Lar.Orange
𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑜 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 0,025𝑁
Larutan Orange → Larutan Kuning Muda
Larutan Kuning Muda + Indikator Amylum Larutan Biru Dongker
𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑜 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 0,025𝑁
Larutan Biru Dongker → Larutan Bening (warna biru
hilang)
BAB VI
PENGOLAHAN DATA
= 5,39 ppm
= 2,24 ppm
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Kadar oksigen terlarut pada hari pertama yaitu Clean-Q kadar DO nya
adalah 5,39 ppm dan hari ke-lima kadar BOD nya adalah 2,24 ppm.
2. Volume Tio yang terpakai untuk menitrasi sampel adalah sebanyak
0,6 ml.
3. Metode yang digunakan untuk penentuan kadar BOD adalah metode
winkler yaitu dengan menggunakan titrasi iodometri.
4. BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik (zat
pencemar) yang terdapat di dalam air buangan secara biologi.
7.2. Saran
Winardi Dwi Nugraha, Endro Sutrisno, Anggun Hera S. Simulasi Tata Guna
Lahan Terhadap Kualitas Air Sungai Dengan Metode Indeks
Pencemara. Sungai Tuntang, Jawa Tengah
Utomo, P. Dkk. 2000. Sistem Pakar Penanganan Limbah Gas Pabrik Karet
Remah. Institut pertanian UNILA: Lampung
LAMPIRAN I