You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Tujuan

Adapun tujuan praktikum penentuan BOD adalah :


1. Menganalisa kadar BOD dalam sampel
2. Memahami metode analisa kadar BOD

1.2. Landasan Teori


1.2.1. Simulasi Tata Guna Lahan Terhadap Kualitas Air Sungai Dengan
Metode Indeks Pencemaran

Pendahuluan
Sungai Tuntang merupakan sungai utama dari Daerah Aliran
Sungai (DAS) Tuntang yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Sungai
Tuntang secara administrative mencakup Kabupaten Boyolali,
Kabupaten Magelang, Kota Salatiga, Kabupaten Semarang,
Kabupaten Kendal, Kabupaten Grobogan, dan Kabupaten Demak
dengan panjang sungai induk (Sungai Tuntang) ±139 Km, dan luas
wilayah DAS Tuntang adalah ±260.073,77 ha keliling ±258,93 Km
(BPDAS Pemali Jratun, 2007). Sungai Tuntang memiliki peranan
yang sangat penting bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang
bantaran sungai. Sungai Tuntang merupakan pemasok bahan baku air
minum untuk PDAM. Sungai tersebut secara umum juga sering
dimanfaatkan untuk pengairan sawah, perikanan, bahkan untuk
kebutuhan rumah tangga (MCK). Selain itu berfungsi sebagai drainase
alam sebagai pengendali banjir, namun dengan meningkatnya
kebutuhan lahan maka semakin menurun kapasitas tampung sebagai
penyalur banjir sehingga fungsi sebagai drainase alam berkurang.
Meningkatnya aktivitas pemukiman telah menimbulkan
permasalahan khususnya terhadap kualitas air sungai. Memburuknya
kualitas air sungai ini diakibatkan masih banyaknya aktivitas
pemukiman yang langsung membuang air limbahnya ke badan sungai.
Perubahan penggunaan lahan di daerah aliran sungai untuk kegiatan
pertanian dan pemukiman setiap tahunnya juga terus meningkat. Jika
tidak segera dibenahi tentu akan berdampak pada kualitas air. Sungai di
daerah hilir dekat pemukiman kualitas airnya tergolong tidak layak
untuk air minum dengan kandungan BOD sebesar 143,30 mg/l,
kandungan COD sebesar 190,40 mg/l, kandungan Nitrat (NO -N) 22,33
mg/l dan bakteri Coliform sebesar 45.000 MPN/100 ml, melebihi baku
yang diperbolehkan (BLH Kabupaten Cirebon, 2008) dalam Endiriyanti
2011. Sedangkan kualitas air sungai di bagian hulu yang jauh dari
pemukiman dengan tutupan lahan berupa pepohonan, ternyata kualitas
airnya tergolong layak untuk air minum.
Penelitian ini dilakukan penentuan kualitas air sungai yang
berada di kawasan Sungai Tuntang dengan mengacu pada baku mutu air
sebagaimana tercantum dalam PP No. 82 Tahun 2001, tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Evaluasi
kualitas air sungai pada Sungai Tuntang juga dilakukan dengan melihat
keterkaitannya terhadap tata guna lahan di sekitar sungai, sehingga
dapat diidentifikasi perubahan tata guna lahan yang mempengaruhi
kualitas air sungai di kawasan tersebut.

Gambar. Pembagian Segmentasi Sungai


Hasil Dan Pembahasan
Pembagian Segmen Daerah Penelitian
1. Segmen satu dimulai dari daerah hulu yaitu outlet Rawa Pening
terdapat di Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang
sampai Desa Ngajaran Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.
Pada segmen satu air sungai digunakan sebagai air baku untuk Water
Treatment Plan (WTP) milik PT. Sarana Tirta Ungaran (STU) dan
diambil sebagai sumber pembangkit listrik PLTA Jelog. Panjang
segmen satu adalah 9 km. Pada segmen ini tata guna lahan
didominasi oleh tegalan sebesar 26%, pertanian (sawah irigasi)
sebesar 29%, dan pemukiman sebesar 45%. Tata guna lahan yang
dominan pada segmen satu adalah pemukiman.
2. Segmen dua dimulai dari Desa Ngajaran Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang sampai Desa Tempuran, Kecamatan Bringin,
Kabupaten Semarang. Panjang segmen kedua adalah 24 km. Di
segmen ini terdapat masukan air dari PLTA Timo dan pengambilan
air untuk saluran irigasi. Tata guna lahan pada segmen dua berupa
tegalan sebesar 61%, pertanian (sawah irigasi) sebesar 5%, dan
pemukiman sebesar 34%, sedangkan tata guna lahan yang dominan
adalah tegalan.
3. Segmen tiga dimulai dari Desa Tempuran, Kecamatan Bringin,
Kabupaten Semarang sampai Desa Bulak Kalikan, Kecamatan
Kedungjati, Kabupaten Grobogan. Panjang segmen keempat adalah
12 km. Segmen ini mendapat masukan beban cemaran dari anak
sungai Sungai Tuntang yaitu Sungai Senjoyo dan Sungai Bancak.
Pada segmen ini tata guna berupa tegalan sebesar 51%, pertanian
(sawah irigasi) sebesar 9%, pemukiman sebesar 40%, sedangkan tata
guna lahan yang paling dominan adalah tegalan.
4. Segmen tiga dimulai dari Desa Tempuran, Kecamatan Bringin,
Kabupaten Semarang sampai Desa Bulak Kalikan, Kecamatan
Kedungjati, Kabupaten Grobogan. Panjang segmen keempat adalah
12 km. Segmen ini mendapat masukan beban cemaran dari anak
sungai Sungai Tuntang yaitu Sungai Senjoyo dan Sungai Bancak.
Pada segmen ini tata guna berupa tegalan sebesar 51%, pertanian
(sawah irigasi) sebesar 9%, pemukiman sebesar 40%, sedangkan tata
guna lahan yang paling dominan adalah tegalan.
5. Dimulai dari Desa Glapan, Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan.
Sampai Desa Tambak Bulusan, Kecamatan Karang Tengah,
Kabupaten Demak. Segmen lima ini akan berakhir hingga mendekati
muara sungai menuju ke laut dengan panjang segmen sebesar 54
km. Pada segmen ini tata guna lahan didominasi oleh sawah irigasi
sebesar 82%.

Sumber Pencemaran
Sumber pencemar yang diperhitungkan pada penelitian ini
hanya berupa non point source yang menunjukkan polutan yang
dikoleksi, ditransportasi serta dibuang lewat limpasan air pada suatu
kawasan. Sumber pencemar yang berasal dari point source (industri)
tidak diperhitungkan karena tidak diketemukan data sekunder mengenai
aktivitas industri yang air limbahnya masuk ke dalam Sungai Tuntang.
Sumber pencemar penyumbang cemaran sungai yang akan
dibahas dan dianalisis adalah aktivitas pemukiman, pertanian sawah
(sawah irigasi), sedangkan untuk pertanian tegalan diabaikan karena
ruang lingkup penelitian di musim kemarau. Menurut James (1984)
limbah pertanian biasanya muncul pada masa musim hujan ketika aliran
permukaan menjadi kuat damampu mengangkut bahan-bahan
siskegiatan pertanian. Pada musim kemarau limbah pertanian masih
dapat masuk ksungai melalui saluran – saluran irigasi namun jumlahnya
sangat sedikit.
Kualitas Air Sungai Tuntang
Kualitas air merupakan sifat-sifat air yang ditunjukkan dengan
nilai dan/atau kadar makhluk hidup, zat, energi, termasuk bahan
pencemar, dan atau komponen lain yang ada atau terkandung di dalam
air (SNI-03-70162004).
Data kualitas air diperoleh dengan melakukan pengamatan dan
pengambilan sampel secara langsung pada tangal 5 Juli 2012 di 6 titik
di Sungai Tuntang, mulai dari hulu sungai hingga hilir sungai.

1. Suhu/Temperatur
Hasil pengukuran menunjukkan perbedaan suhu yang tidak
terlalu mencolok, dari hulu menuju hilir parameter suhu mengalami
peningkatan. Suhu berkisar antara 23,7°C – 28,7°C, dimana suhu
terendah ada pada segmen 2 yaitu 23,7°C dan tertinggi pada segmen
5 yaitu 28,7°C.

2. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)


Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air pada titik-titik
pengambilan sampel pada tabel di atas nampak bahwa kondisi
oksigen terlarut dari hulu ke hilir mengalami penurunan kualitas.
Kadar DO yang paling tinggi terletak pada segmen 2 2 yaitu
sebesar 8,5 mg/l dan yang paling rendah pada segmen 5 sebesar
6,5 mg/l. Menurunnya konsentrasi oksigen terlarut
mengindikasikan terjadinya pencemaran oleh bahan-bahan
organik terutama oleh air limbah domestik.

3. BOD (Biological Oxygen Demand)


Dari hasil pemantauan kualitas air diperoleh nilai BOD berkisar
antara 2 – 1 mg/l. Nilai BOD memiliki kecenderungan fluktuatif,
mengalami kenaikan dan penurunan pada masing-masing segmen.
Menurut Lee (1998) disitasi oleh Endiriyanti (2011) berdasarkan
kadar oksigen biokimia (BOD) maka tingkat pencemaran di Sungai
Tuntang tergolong rendah dan termasuk dalam kategori perairan
yang baik (kadar BOD < 3,00 ppm adalah tidak tercemar).

4. P (Fosfat)
Bedasarkan hasil pemantauan kualitas air diperoleh nilai P
berkisar antara 0,031 – 0,014 mg/l. Nilai fosfat memiliki
kecenderungan menurun dari hulu ke hilir dan masih memenuhi
baku mutu kelas air golongan I. Bedasarkan hasil pemantauan
kualitas air diperoleh nilai P berkisar antara 0,031 – 0,014 mg/l.
Nilai fosfat memiliki kecenderungan menurun dari hulu ke hilir
dan masih memenuhi baku mutu kelas air golongan I.

5. NO2 (Nitrit)
Berdasarkan hasil pengukuran di peroleh nilai Nirit (NO2)
berkisar antara 0,099 – 0,002 mg/l. Nilai Nitrit memiliki
kecenderungan menurun dari hulu menuju hilir. Menurut Effendi
(2003) di perairan alami Nitrit ditemukan dalam jumlah yang
sangat sedikit, lebih sedikit dari pada Nitrat, bersifat tidak stabil
dengan keberadaan oksigen yakni akan segera dioksidasi menjadi
Nitrat.

6. NO3 (Nitrat)
Berdasarkan hasil pengukuran di peroleh nilai Nitrat (NO3) berkisar
antara 0,484 – 0,197 mg/l. Nilai Nitrat memiliki kecenderungan
menurun dari hulu menuju hilir, dan telah memenuhi baku mutu
untuk kelas air golongan I.

Indeks Pencemaran Sungai Tuntang


Indeks pencemaran digunakan untuk menentukan tingkat
pencemaran relative terhadap parameter kualitas air yang diijinkan
Nemerow (1974) disitasi oleh Endiriyanti (2011).
Dalam penelitian ini perhitungan indeks pencemaran didasarkan
pada pembagian segmen di ruas Sungai Tuntang dan pada parameter
yang telah ditentukan yaitu BOD, NO2, NO3, P, DO, dan Suhu.
Dapat dilihat bahwa kualitas perairan Sungai Tuntang dari hulu
menuju hilir menunjukkan nilai yang baik atau memenuhi baku mutu
untuk kelas air golongan I hingga IV.
Segmen 1
Sungai Tuntang yang dilakukan pengambilan sampling di titik
sampling (TS) 1 di desa Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang. Status mutu air berdasarkan perhitungan dengan Indeks
Pencemaran untuk kelas I , II dan III adalah tercemar ringan dengan
nilai indeks pencemaran sebesar 1,57 ; 1,58 dan 1,59. Sedangkan untuk
kelas IV telah memenuhi baku mutu dengan nilai indeks pencemaran
0,64.
Berdasarkan prosentase penggunaan lahan di segmen 1
diketahui bahwa lahan pemukiman termasuk yang dominan dengan
prosentase sebesar 45% dengan luas lahan 53,64 ha. Hal tersebut secara
tidak langsung mempengaruhi kualitas air yang terdapat di segmen satu.
Sedangkan berdasarkan penelitian dai Sofyan (2004), dampak lanjutan
dari penggunaan lahan yang tidak terkendali, terutama jenis pemukiman
berpengaruh terhadap menurunnya kualitas air sungai. Untuk parameter
konsentrasi BOD, lahan pemukiman mempunyai hubungan positif.
Segmen 2
Sungai Tuntang pengukuran dilakukan di daerah Dukuh Tapen
Desa Ngajaran Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang di titik
sampling 2. Kondisi air pada segmen ini diketahui memenuhi baku
mutu untuk kelas I sampai kelas IV dengan nilai Indeks Pencemaran
0,9; 0,89; 0,88; dan 0,64. Pada segmen ini Sungai Tuntang memenuhi
persyaratan kualitas air untuk peruntukan kelas air I hingga IV.
Segmen 3
Sungai Tuntang pengukuran dilakukan di daerah Desa
Tempuran, Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang di titik sampling
3. Kondisi air pada segmen ini diketahui memenuhi baku mutu untuk
kelas I sampai kelas IV dengan nilai indeks pencemaran 0,66; 0,66;
0,66; dan 0,64. Pada segmen ini Sungai Tuntang memenuhi persyaratan
kualitas air untuk peruntukan kelas air I hingga IV.
Segmen 4
Sungai Tuntang pengukuran dilakukan di daerah Desa Bulak
Kalikan Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan di titik sampling
4. Kondisi air pada segmen ini diketahui memenuhi baku mutu untuk
kelas I hingga kelas IV dengan nilai indeks pencemaran 0,67; 0,67;
0,66; dan 0,65. Pada segmen ini Sungai Tuntang memenuhi persyaratan
kualitas air untuk peruntukan kelas air I hingga IV.
Segmen 5
Sungai Tuntang dilakukan di daerah Desa Tambak Bulusan
Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak di titik sampling 6.
Kualitas air sungai termasuk dalam kategori memenuhi baku mutu
untuk kelas I hingga kelas IV dengan nilai indeks pencemaran 0,76;
0,72; 0,92 dan 0,66. Pada segmen lima ini terdapat Bendung Ngglapan
yang memungkinkan memiliki kemampuan untuk memulihkan atau
purifikasi kondisi kualitas air secara alami atau dikenal sebagai natural
self-purification.
Permodelan Dengan Qual2e
Menurut Thomann disitasi oleh Wahyuningsih (2010) model
adalah suatu gambaran sederhana dari sistem yang sesungguhnya yang
digunakan sebagai alat untuk membantu memecahkan suatu masalah.
Running Model

Dari hasil running terlihat bahwa konsentrasi BOD yang


ditunjukkan oleh garis putus-putus merah mengalami penurunan dan
peningkatan di sepanjang sungai dari hulu sampai hilir. Hal tersebut
diakibatkan dari adanya cemaran yang berasal dari domestik maupun
pertanian yang masuk ke sungai

Dari hasil running terlihat bahwa konsentrasi NO3 yang ditunjukkan


oleh garis hijau mengalami peningkatan dan penurunan di sepanjang
sungai. Hal ini disebabkan oleh adanya cemaran yang berasal dari
domestic dan pertanian

Dari hasil running terlihat bahwa konsentrasi fosfat yang


ditunjukkan oleh garis biru mengalami penurunan dan peningkatan di
sepanjang sungai dari hulu sampai hilir. Hal tersebut diakibatkan dari
adanya cemaran yang berasal dari domestik maupun pertanian yang
masuk ke sungai.
Kalibrasi Model
Untuk melakukan kalibrasi model, dilakukan trial dan error pada
menu BOD dan DO reaction dengan tujuan mencari koefisienkoefisien
BOD decay, BOD settling dan SOD Rate untuk memeperoleh tend
grafik cemaran BOD yang mendekati kondisi lapangan
Pengaruh beban cemaran domestik dari prosentase
penambahan tata guna lahan pada segmen yang sama terhadap
konsentrasi BOD dan Fosfat di Sungai Tuntang adalah dapat
meningkatkan konsentrasi BOD dan P-nya. konsentrasi BOD
eksisting sebesar 2,09 mg/l pada Segmen 1 ketika dilakukan
perubahan lahan pemukiman menjadi 50% konsentrasinya menjadi
2,64 mg/l dan akan terus meningkat ketika fungsi lahan
pemukiman menjadi 60%, 70%, dan 80%. Sama halnya untuk
parameter Fosfat kondisi eksisting adalah 0,02 mg/l pada Segmen 1
ketika dilakukan perubahan lahan pemukiman menjadi 50%
konsentrasinya tetap 0,02 mg/l, namun ketika lahan pemukiman
menjadi 60% konsentrasi masih berada pada angka 0,02 mg/l dan
akan terus meningkat ketika fungsi lahan pemukiman menjadi
70%, dan 80%.
Pada segmen 1 dari kondisi dari kondisi eksiiting dengan luas
lahan 53,64 ha indeks IP menunjukkan angka 1,56, ketika dilakukan
simulasi perluasan lahan pemukiman sebesar 50% dengan luas lahan
59,6 ha nilai IP mengalami peningkatan menjadi 1,71, ketika dilakukan
perluasan simulasi lahan pemukiman menjadi 60% dengan luas 71,52
ha nilai IP menjadi 3,71, simulasi lahan pemukiman menjadi 70%
dengan luas lahan 83,44 ha nilai IP menjadi 3,8, dan simulasi lahan
pemukiman menjadi 80% dengan luas lahan 95,36 ha nilai IP menjadi
3,89.
Sesuai dengan hasil penelitian Sofyan (2004) dampak lanjutan
dari penggunaan lahan yang tidak terkendali, terutama jenis pemukiman
berpengaruh terhadap menurunnya kualitas air sungai. Dari hasil
perhitungan indeks pencemaran di atas juga terlihat bahwa ketika
adanya peningkatan penggunaan lahan pemukiman diikuti dengan
bertambahnya jumlah penduduk maka dapat mempengaruhi kualitas air
sungai di suatu wilayah.
Pengaruh beban cemaran pertanian dari prosentase penambahan
tata guna lahan pada segmen yang sama terhadap konsentrasi
parameter-parameter BOD, DO, NO2, NO3, dan P adalah dapat
menaikkan maupun menurunkan konsentrasinya. Dapat dilihat bahwa
parameter BOD mengalami penurunan, kondisi awal sebesar 2,09 mg/l
mengalami penurunan untuk masing-masing simulasi menjadi 0,91
mg/l. Untuk parameter DO mengalami peningkatan konsentrasinya.
Parameter NO2, NO3, dan P sama seperti parameter BOD yaitu
mengalami penurunan hanya pada kondisi eksisiting hingga simulasi
pertama.

Berdasarkan hasil perhitungan indeks pencemaran setelah


dilakukan simulasi pada tabel 5.71 dapat dilihat bahwa kualitas air
Sungai Tuntang menunjukkan status memenuhi baku mutu hingga
cemar ringan.
Pada segmen 1 dari kondisi dari kondisi eksiiting dengan luas
lahan 35,06 ha indeks IP menunjukkan angka 1,66, ketika dilakukan
simulasi pengurangan lahan pertanian sebesar 4% dengan luas lahan
4,84 ha nilai IP mengalami penurunan menjadi 1,55, ketika dilakukan
pengurangan simulasi lahan pertanian menjadi 3% dengan luas 3,63 ha
nilai IP tetap yaitu 1,55, begitu pula ketika dilakukan pengurangan
lahan kembali yang hanya menyisakan lahan pertanian sebesar 2%
dengan luas wilayah 2,42 ha nilai IP tetap pada angka yang sama yaitu
1,55.
1.2.2. Teori BOD (Biological Oxygent Demand)
BOD adalah suatau analisa empiris yang mencoba mendekati
secara global proses mikrobiologis yang benar – benar terjadi dalam air.
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran
akibat air buang dan untuk mendesain sistem pengolahan secara biologi
(G. Alerts dan SS Santika, 1987). BOD adalah jumlah O2 yang
dibutuhkan untuk menguraikan senyawa – senyawa organik
biologi/biokimia.
Tingginya kadar ba han organik dalama air limbah akan
menurunkan kadar O2 terlarut dalam air, bila penurunan O2 dengan
penggantian O2 tidak seimbang, maka kehidupan dalam air akan
terganggu. Pengukuran BOD ini hanya terbatas untuk bahan organik
yang dapat dioksidasi bakteri saja. Jadi BOD adalah bagian dari COD
sehingga hubungan antara COD, DO, dan BOD, maka COD selalu lebih
besar dari BOD.

1.2.2.1. Metode Analisis BOD


Metode Pemeriksaan BOD adalah dengan metode
Winkler (Titrasi di Laboratorium). Prinsipnya dengan
menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis
terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den NaOH - KI,
sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan
H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali
dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang
ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini
selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat
(Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
Prinsip pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada
reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen di dalam air dan
proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik.
Untuk menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2 hari
untuk 50% reaksi, 5 hari untuk 75% reaksi tercapai dan 20
hari untuk 100% reaksi tercapai. Dengan kata lain tes BOD
berlaku sebagai simulasi proses biologi secara alamiah, mula-
mula diukur DO nol dan setelah mengalami inkubasi selama
5 hari pada suhu 20°C atau 3 hari pada suhu 25°C–27°C
diukur lagi DO air tersebut.
Perbedaan DO air tersebut yang dianggap sebagai
konsumsi oksigen untuk proses biokimia akan selesai dalam
waktu 5 hari dipergunakan dengan anggapan segala proses
biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari, walau
sesungguhnya belum selesai.

1.2.2.2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Analisis BOD


Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisis BOD
adalah teliti dan akurat. Hal yang perlu diperhatikan dalam
titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya,
standarisasi larutan tio dan penambahan indikator
amilumnya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan
standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan
BOD yang lebih akurat.
Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis BOD
adalah dimana dengan cara WINKLER penambahan
indikator amylum harus dilakukan pada saat mendekati titik
akhir titrasi agar amilum tidak membungkus iod karena akan
menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke
senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera
mungkin, hal ini disebabkan karena I2 mudah menguap. Dan
ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa
dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu
penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan.

1.2.3. Penanggulangan Kelebihan/Kekurangan Kadar BOD


Penanggulangan kelebihan kadar BOD adalah dengan cara
sistem lumpur aktif yang efisien dapat menghilangkan padatan
tersuspensi dan BOD sampai 90%. Ada pula cara yang lain yaitu
dengan Sistem constructed wetland merupakan salah satu cara untuk
pengolahan lindi yang memanfaatkan simbiosis mikroorganisme
dalam tanah dan akar tanaman. Sistem ini juga merupakan sistem
pengolahan limbah yang ekonomis. Penelitian ini bertujuan
menganalisis kemampuan sistem sub-surface constructed wetland
untuk menurunkan kandungan COD, BOD dan N total.
Apabila kandungan zat-zat organik dalam limbah tinggi, maka
semakin banyak oksigen yang dibutuhkan untuk mendegradasi zat-zat
organik tersebut, sehingga nilai BOD dan COD limbah akan tinggi
pula. Oleh karena itu untuk menurunkan nilai BOD dan COD limbah,
perlu dilakukan pengurangan zat-zat organik yang terkandung di
dalam limbah sebelum dibuang ke perairan. Pengurangan kadar zat-
zat organik yang ada pada limbah cair sebelum dibuang ke perairan,
dapat dilakukan dengan mengadsorpsi zat-zat. tersebut menggunakan
adsorben. Salah satu adsorben yang memiliki kemampuan adsorpsi
yang besar adalah zeolit alam. Kemampuan adsorpsi zeolit alam akan
meningkat apabila zeolit terlebih dahulu diaktifkan.
BAB II
ALAT DAN BAHAN

2.1. Alat
1. Buret 50 ml 1 buah
2. Statif 1 buah
3. Botol Winkler 96,2 ml 1 buah
4. Pipet volume 1 ml 1 buah
5. Pipet volume 25 ml 1 buah
6. Bola Karet 2 buah
7. Batang Pengaduk 1 buah
8. Beaker glass 500 ml 1 buah
9. Beaker glass 300 ml 1 buah
10. Gelas ukur 100 ml 1 buah
11. Corong 1 buah
12. Klem 1 buah
13. Pipet Tetes 1 buah

2.2. Bahan
1. MnSO4
2. Buffer pH 7,2
3. Alkali-Azida-Iodida (KOH-KI-NaN3)
4. H2SO4 pekat
5. Larutan standar Tio 0.025 N
6. Indikator Amylum
7. Aquadest
8. Sampel (Clean-Q)
BAB III
PROSEDUR KERJA
Prosedur Kerja Penetapan BOD
1) Dimasukkan sampel ke dalam botol winkler ( untuk OTO dan OT5)
sampai penuh dan ditutup. Untuk OT5, sampel yang telah dimasukkan
kedalam botol winkler disimpan diIncubator selama 5 hari pada suhu
20 oC.
2) Dibuka tutup botol winkler yang telah diisi sampel (OT0),
ditambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml Alkali Azida –Iodida. Diaduk
hingga homogen, lalu di diamkan selama ± 5 menit.
3) Dibuang cairan jernih di atasnya sebanyak 25 ml.
4) Ditambahkan 1 ml H2SO4 (p) dan diaduk rata.
5) Kemudian dititrasi dengan larutan Tio 0,025 N, dipakai Amylum
sebagai indikator.
6) Setelah 5 hari berikutnya sampel yang disimpan didalam incubator
dihitung juga oksigen terlarutnya (OT5) dengan cara yang sama pada
penentuan OT0.

Perhitungan :

Dimana :
OT0 = Oksigen terlarut
a = Volume larutan Tio yang terpakai (ml)
f = Faktor larutan Tio 0,025 N
V1 = Volume botol Winkler (ml)
V2 = Volume botol Winkler yang akan dititrasi (ml)
0,2 ml = 1 ml TO 0,2 mg
BOD5 = OT0 – OT5
ml Tio x N Tio x 8000
Atau OT0 = DO (ppm) = volume botol Winkler
BAB IV
GAMBAR PERCOBAAN
BAB V
DATA PENGAMATAN
1.1. Tabel Data Pengamatan Untuk OT0

V
V Al- V V V
Sampel MnS Ind.
N0 Az-Iod H2SO4 Winkler Titrasi
(25 ml) O4 amylum
(ml) (ml) (ml) (ml)
(ml)
1 Clean-Q 2 2 2 99,2 3 tetes 2,00

Perubahan Warna
Sampel (Clean-Q) + MnSO4 Larutan bening berminyak
Larutan bening berminyak + Alkali Azida Iodida lar.bening+ cokelat
Lar.bening+ cokelat + H2SO4(P) Lar.Orange
𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑜 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 0,025𝑁
Larutan Orange → Larutan Kuning Muda
Larutan Kuning Muda + Indikator Amylum Larutan Biru Dongker
𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑜 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 0,025𝑁
Larutan Biru Dongker → Larutan Bening (warna biru
hilang)

1.2. Tabel Data Pengamatan Untuk OT5

V
V Al- V V V
Sampel MnS Ind.
N0 Az-Iod H2SO4 Winkler Titrasi
(25 ml) O4 amylum
(ml) (ml) (ml) (ml)
(ml)
1 Clean-Q 2 2 2 96,2 3 tetes 0,80

Perubahan Warna
Sampel (Clean-Q) + MnSO4 Larutan bening berminyak
Larutan bening berminyak + Alkali Azida Iodida lar.bening+ cokelat
Lar.bening+ cokelat + H2SO4(P) Lar.Orange
𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑜 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 0,025𝑁
Larutan Orange → Larutan Kuning Muda
Larutan Kuning Muda + Indikator Amylum Larutan Biru Dongker
𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑜 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 0,025𝑁
Larutan Biru Dongker → Larutan Bening (warna biru
hilang)
BAB VI
PENGOLAHAN DATA

6.1. Perhitungan Kadar BOD


a). Club
ml tio ×N tio ×8000
𝑂𝑇0 = 𝐷𝑂 = V botol winkler−sampel yang terbuang
2,00 x 0,025 x 8000
= 99,2 − 25
400
= 74,2

= 5,39 ppm

𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑜 × 𝑁 𝑡𝑖𝑜 × 8000


𝑂𝑇5 = 𝐷𝑂 =
𝑉 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑤𝑖𝑛𝑘𝑙𝑒𝑟 − 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑎𝑛𝑔
0,80 x 0,025 x 8000
= 96,2 −25
160
= 71,2

= 2,24 ppm

BOD5 = OT0 – OT5


= ( 5,39 – 2,24) ppm
= 3,15 ppm
6.3. Reaksi
2H2O + MnSO4 Mn(OH)2 + H2SO4
Air Mangan Sulfat Endapan Asam Sulfat
Mangan Hidroksida

2Mn(OH)2 + O2 2MnO2 + 2H2O


Endapan Oksigen Endapan Air
Mangan Hidroksida Mangan Hidroksida

MnO2 + 2 KI-NaN3 + 2H2O Mn(OH)2 + I2 + 2KOH + 2NaN3


Endapan Alkali Azida Air Mangan(II) Iodium Kalium Azida
Mangan Hidroksi Iodida Hidroksi hidroksida

Mn(OH)2 + I2 + 2KOH + 2NaN3 + 2H2SO4 MnSO4 + K2SO4


+I2 + 2NaN3 + 4H2O
Mangan Oksida alkali azida Iodida asam sulfat Iodida natrium nitrat air

I2 + 2Na2S2O3 Na2S4O6 + 2NaI


Iodida natrium tio sulfat natrium tio sulfat natrium iodin
BAB VII
KESIMPULAN

7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Kadar oksigen terlarut pada hari pertama yaitu Clean-Q kadar DO nya
adalah 5,39 ppm dan hari ke-lima kadar BOD nya adalah 2,24 ppm.
2. Volume Tio yang terpakai untuk menitrasi sampel adalah sebanyak
0,6 ml.
3. Metode yang digunakan untuk penentuan kadar BOD adalah metode
winkler yaitu dengan menggunakan titrasi iodometri.
4. BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik (zat
pencemar) yang terdapat di dalam air buangan secara biologi.

7.2. Saran

Disarankan kepada praktikan yang akan melakukan percobaan agar


melakukan percobaan dengan teliti agar hasil yang diperoleh akurat.Dan
konsentrasi dalam menitrasi.
DAFTAR PUSTAKA

Winardi Dwi Nugraha, Endro Sutrisno, Anggun Hera S. Simulasi Tata Guna
Lahan Terhadap Kualitas Air Sungai Dengan Metode Indeks
Pencemara. Sungai Tuntang, Jawa Tengah

Khopkar, S.M. 1990. Konsep dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas


Indonesia Press.

Utomo, P. Dkk. 2000. Sistem Pakar Penanganan Limbah Gas Pabrik Karet
Remah. Institut pertanian UNILA: Lampung
LAMPIRAN I

Sesuai dengan PP No 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan


Pengendalian Pencemaran Air, termasuk katagori kelas I yaitu air yang
peruntukkannya dapat digunakan sebagai bahan baku air minum, dengan standar
baku mutu kualitas air.

Tabel 1. Persyaratan air minum Sesuai dengan PP No 82/2001


No Parameter Satuan Persyaratan
1 Bio Oxygen Demand (BOD) mg/l Maks 2
2 Chemistry Oxygen Demand (COD) mg/l Maks 10
3 Disolve Oxygen (DO) mg/l Maks 6
4 Total Suspended Solid (TSS) mg/l Maks 50

You might also like