You are on page 1of 15

BAB V

HUBUNGAN MEROKOK TERHADAP KEJADIAN TREMOR PADA


MAHASISWA/I FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
TINJAUANNYA DARI SISI ISLAM

5.1. Pandangan Islam Terhadap Merokok


Konsumsi rokok selalu meningkat setiap tahunnya secara global,
timbulnya epidemik penyakit akibat kebiasaan merokok baru muncul dalam
beberapa tahun belakang. Banyak akibat buruk dari kebiasaan merokok terhadap
tubuh manusia tidak muncul hingga beberapa tahun atau bahkan dekade setelah
onset pengkonsumsiannya (Adesh, et al, 2013). Kebiasaan merokok menempati
peringkat utama pada faktor risiko penyebab kematian yang dapat dicegah, hal ini
bisa dihentikan dengan prosedur yang tepat (WHO, 2003).
Dalam Bahasa Arab, rokok disebut dukhan, tabagh, tambak, natan,
sijarah. Sedangkan perbuatan merokok itu disebut dengan tadkhin yang berasal dari
fi’il tsulasi mazid ruba’i dakhkhana yudakhkhinu tadkhinan. Penghisap rokok atau
perokok disebut dengan mudakhin (Al-Khoirot, 2012).
Rokok baru ada 500 tahun yang lalu, dan tidak dikenal di masa Rasulullah
SAW, para Sahabat, Tabiin, Tabi’ Tabin, maupun ulama penulis hadis setelahnya.
Sebagian kalangan berpendapat bahwa merokok hukumnya makruh, karena orang
yang merokok mengeluarkan bau tidak sedap. Hukum ini diqiyaskan dengan
memakan bawang putih mentah yang mengeluarkan bau tidak sedap (Faishal,
2015).
Timbul kepentingan untuk menentukan hukum merokok dalam Islam,
yang diharapkan agar kelak nantinya dapat mengurangi angka kesakitan dan
kematian akibat konsumsi rokok (Trigiyatno, 2011).
Sesungguhnnya Allah telah memerintahkan kepada hambaNya untuk
memakan makanan yang halal dan rizki yang Allah telah berikan kepada
hambaNya. Allah SWT berfirman:

37
‫ت‬ ُ ‫ط ِيِّباا َو ًَل تَت َّ ِبعُوا ُخ‬
ِ ‫ط َوا‬ ِ ‫اس ُكلُوا ِم َّما ِفي أاْل َ أر‬
َ ‫ض َح َل اًل‬ ُ َّ‫َيا أَيُّ َها الن‬
َ ‫ان ۚ ِإنَّهُ لَ ُك أم‬
‫عد ٌُّو ُم ِبين‬ ِ ‫ط‬َ ‫ش أي‬
َّ ‫ال‬
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena
sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah (2):
168).
Allah berfirman pada ayat yang lain:

َّ ‫َو ُكلُوا ِم َّما َرزَ قَ ُك ُم‬


َ ‫َّللاُ َح َل اًل‬
ۚ ‫ط ِيِّباا‬
“Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah kami berikan kepadamu.”
(QS. Al-Maidah (5): 88).

Dalam hadist, larangan merokok tercakup dalam hadist dari Ibnu ‘Abbas
RA, ia berkata: Rasullah SAW bersabda:

َ َ‫سلَّ َم ًل‬
‫ض َر َر‬ َ ‫علَ أي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫َّاس قَا َل قَا َل َر‬
ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫َّللا‬ ٍ ‫عب‬ َ ‫ع أن اب ِأن‬
َ
‫ الرقم‬,‫ رواه ابن ماجه‬.‫ار‬ َ ‫ض َر‬ ِ َ‫َوًل‬
“Tidak boleh berbuat kemudharatan (diri sendiri), dan tidak boleh berbuat
kemudharatan (pada diri orang lain)” (HR Ibnu Majah, No. 2331)

Maka jelas dari sumber tersebut perintah dari Allah SWT kepada
hambaNya untuk makan-makanan yang halal juga yang baik yang tidak ada
kemudharatan atau bahaya bagi badan atau menyakiti tetangga atau mensia-siakan
harta karena Allah SWT mengharamkan segala sesuatu yang buruk yang dapat
mendatangkan kemudharatan (Abdullah, 2004).
Ulama juga sepakat mengenai segala sesuatu yang membawa mudharat
adalah haram. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah apakah merokok itu
membawa mudharat ataukah tidak, dan terdapat pula manfaat ataukah tidak. Dalam
hal ini tercetus persepsi yang berbeda dalam meneliti dan mencermati substansi
rokok dari aspek kemaslahatan dan kemafsadatan. Perbedaan persepsi ini
merupakan babak baru munculnya beberapa pendapat mengenai hukum rokok
dengan berbagai argumennya (Faishal, 2009).

38
Di antara kemudharatan pada zaman sekarang ini yang banyak dari kaum
muslimin lalai dari padanya, baik dari kalangan pemuda ataupun dewasa yang
kebanyakan dari mereka tidak mengetahui keburukan-keburukan apa yang terdapat
pada rokok, sehingga tidak sedikit dari mereka yang secara terang-terangan
merokok di depan orang banyak tanpa mengenal rasa malu, mereka tidak menjaga
kehormatan-kehormatan orang-orang yang berada di sekelilingnya, sehingga
mereka menganggap ini merupakan suatu hal yang biasa (Arifin, 2011).
Memang tidak ada dalil khusus dari Al-Quran maupun Sunnah yang
menunjukkan haramnya rokok, karena rokok belum dikenal di zaman Rasulullah
SAW, para Sahabat, maupun zaman Tabi’in. Rokok baru dikenal di dunia Islam
sekitar abad sepuluh Hijriyah melalui Barat. Meskipun tidak ada dalil khusus, tidak
diperbolehkan tergesa-gesa menganggap halal atau haram berdasarkan kaidah:
“hukum asal dari setiap sesuatu itu boleh”, karena kaidah ini berlaku apabila hal
tersebut tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah dan tujuan syariah (Arifin, 2011).
Ketika kemunculannya para ulama berbeda pendapat mengenai hukum
rokok, sebagian besar mengharamkan, sebagian lagi memakruhkan, dan
sebagiannya menghalalkan dan tawaqquf (diam sampai ada dalilnya). Mereka yang
membolehkan rokok ketika itu lebih melihat kepada orangnya ketimbang rokoknya,
mereka kurang memahami bahwa rokok dapat membahayakan kesehatan tapi
menganggapnya hanya seperti minuman atau makanan yang dikonsumsi. Mereka
berdalil bahwa segala sesuatu hukum asalnya mubah kecuali ada dalil yang
melarangnya (Baits, 2013). Berdasarkan firman Allah:

‫اء‬ َّ ‫ض َج ِميعاا ث ُ َّم ا أستَ َو ٰى إِلَى ال‬


ِ ‫س َم‬ ِ ‫ُه َو الَّذِي َخلَقَ لَ ُك أم َما ِفي أاْل َ أر‬
‫ع ِليم‬ َ ٍ‫ش أيء‬ َ ‫ت ۚ َو ُه َو ِب ُك ِِّل‬
ٍ ‫س َم َاوا‬ َ ‫س َّوا ُه َّن‬
َ ‫س أب َع‬ َ َ‫ف‬
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehandak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah (2): 29).

Ayat di atas menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah di


atas bumi ini halal untuk manusia termasuk tembakau yang digunakan untuk bahan
baku rokok. Berdalil dengan ayat ini tidak kuat, karena segala sesuatu yang

39
diciptakan Allah hukumnya halal bila tidak mengandung dan tidak ditujukan untuk
hal-hal yang merusak dan membahayakan tubuh. Sementara rokok mengandung
ribuan racun yang secara kedokteran telah terbukti merusak dan membahayakan
kesehatan. Bahkan membunuh penggunanya secara perlahan (Tarmizi, 2017).
Padahal Allah telah berfirman:

‫َّللا َكانَ ِب ُك أم َر ِحي اما‬ َ ُ‫َوًل تَ أقتُلُوا أَ أنف‬


َ َّ ‫س ُك أم إِ َّن‬
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa (4): 29)

Seandainya semua sepakat, bahwa merokok tidak membawa mudarat atau


membawa mudarat tetapi relatif kecil, maka semua akan sepakat dengan hukum
mubah atau makruh. Demikian pula seandainya semuanya sepakat, bahwa merokok
membawa mudarat besar, maka akan sepakat pula dengan hukum haram (Kholik,
2013).
Beberapa pendapat itu serta argumennya dapat diklasifikasikan menjadi
tiga macam hukum. Pertama; hukum merokok adalah mubah atau boleh karena
rokok dipandang tidak membawa mudarat. Secara tegas dapat dinyatakan, bahwa
hakikat rokok bukanlah benda yang memabukkan. Kedua; hukum merokok adalah
makruh karena rokok membawa mudarat relatif kecil yang tidak signifikan untuk
dijadikan dasar hukum haram. Ketiga; hukum merokok adalah haram karena rokok
secara mutlak dipandang membawa banyak mudarat. Berdasarkan hasil penelitian
medis, rokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dalam, seperti kanker,
paru-paru, jantung dan lainnya setelah sekian lama mengkonsumsinya (Ferizal
2016).
Tiga pendapat di atas dapat berlaku secara umum, dalam arti mubah,
makruh dan haram itu bagi siapa pun orangnya. Namun bisa jadi tiga macam hukum
tersebut berlaku secara personal, dengan pengertian setiap orang akan terkena
hukum yag berbeda sesuai dengan apa yang diakibatkannya, baik terkait kondisi
personalnya atau kualitas yang dikonsumsinya. Tiga tingkatan hukum merokok
tersebut, baik bersifat general maupun personal terangkum dalam paparan panjang
‘Abdur Rahman ibn Muhammad ibn Husain ibn ‘Umar Ba’alawiy di dalam kitab

40
Bughayatul Mustarsyidin (hal. 260) yaitu,“Tidak ada hadits mengenai tembakau
dan tidak ada atsar (ucapan dan tindakan) dari seorang pun diantara para sahabat
Nabi SAW. Jelasnya, jika terdapat unsur-unsur yang membawa mudarat bagi
seseorang pada akal atau badannya, maka hukumnya adalah haram.” (Faishal,
2015; Ihsan, 2017).
Hal yang telah diuraikan oleh Mahmud Syaltut di dalam Al-Fatawa (hal.
383-384) yaitu,“Tentang tembakau, sebagian ulama menghukumi halal karena
memandang bahwasanya tembakau tidaklah memabukkan, dan hakikatnya
bukanlah benda yang memabukkan, di samping itu juga tidak membawa mudarat
bagi setiap orang yang mengkonsumsi. Pada dasarnya semisal tembakau adalah
halal, tetapi bisa jadi haram bagi orang yang memungkinkan terkena mudarat dan
dampak negatifnya. Sedangkan sebagian ulama lainnya menghukumi haram atau
makruh karena memandang tembakau dapat mengurangi kesehatan, nafsu makan,
dan menyebabkan organ-organ penting terjadi infeksi serta kurang stabil.”
(Faishal, 2015).
Demikian pula apa yang telah dijelaskan oleh Prof Dr Wahbah Az-
Zuhailiy di dalam Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh yaitu,“Masalah kopi dan rokok;
penyusun kitab Al-‘Ubab dari madzhab Asy-Syafi’i ditanya mengenai kopi, lalu ia
menjawab: (kopi itu sarana) hukum, setiap sarana itu sesuai dengan tujuannya.
Jika sarana itu dimaksudkan untuk ibadah maka menjadi ibadah, untuk yang
mubah maka menjadi mubah, untuk yang makruh maka manjadi makruh, atau
haram maka menjadi haram.” (Ihsan, 2017).
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya haram,
pendapat ini ditegaskan oleh Qalyubi. Dalam kitab Hasyiyah Qalyubi ala Syarh al-
Mahalli (jilid I, Hal. 69), beliau mengatakan:“Ganja dan segala obat bius yang
menghilangkan akal, zatnya suci sekalipun haram untuk dikonsumsi, oleh karena
itu para ulama kami berpendapat bahwa rokok hukumnya juga haram, karena
rokok dapat membuka jalan agar tubuh terjangkit berbagai penyakit berbahaya.”
(Faishal, 2015; Ihsan, 2017).

41
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

‫َار َج َهنَّ َم يَتَ َردَّى فِي َها‬ ِ ‫سهُ فَ ُه َو في ن‬ َ ‫َم أن تَ َردَّى ِم أن َجبَ ٍل فَقَت َ َل نَ أف‬
‫س َّمهُ في َي ِد ِه‬ ُ َ‫سهُ ف‬َ ‫س َّما فَقَتَ َل نَ أف‬
ُ ‫سى‬ َّ ‫ َو َم أن تَ َح‬,‫خَا ِلداا ُمخَلَّداا في َها ا َ َبداا‬
ُ‫سه‬َ ‫ و َم أن قَتَ َل نَ أف‬,‫َار َج َهنَّ َم خَا ِلداا ُمخَلَّداا في َها أَبَداا‬ ِ ‫ساهُ في ن‬ َّ ‫يَتَ َح‬
‫َار َج َهنَّ َم خَا ِلداا ُمخَلَّداا‬ ِ ‫ط ِن ِه ِف أي ن‬‫ِب َح ِد أي َد ٍة فَ َح ِد أي َدتُهُ ِفي َي ِد ِه َيتَ َو َّجأ ُ في َب أ‬
‫فِ أي َها أَ َبداا‬
“Barangsiapa yang sengaja menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati, maka
dia di neraka Jahannam dalam keadaan menjatuhkan diri di (gunung dalam)
neraka itu, kekal selama lamanya. Barangsiapa yang sengaja menghirup/
menenggak racun hingga mati maka racun itu tetap di tangannya dan dia
menghirupnya/menenggaknya di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal
selama lamanya. Dan barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi
itu akan ada di tangannya dan dia tusukkan ke perutnya di neraka Jahannam dalam
keadaan kekal selama lamanya.” (H.R. Al-Bukhari No. 5778 dan Muslim No. 109).

Merokok juga pernah dilarang oleh penguasan Khilafah Utsmani pada


abad ke-12 Hijriyah dan orang yang merokok dikenakan sanksi, serta rokok yang
beredar disita pemerintah, lalu dimusnahkan. Para ulama menegaskan haramnya
merokok berdasarkan kesepakatan para dokter di masa itu, yang menyatakan bahwa
rokok sangat berbahaya terhadap kesehatan tubuh. Rokok dapat merusak jantung,
penyebab batuk kronis, mempersempit aliran darah yang menyebabkan tidak
lancarnya darah dan berakhir dengan kematian mendadak (Nur AB, 2013).
Hasil penelitian kedokteran di zaman sekarang memperkuat penemuan
dunia kedokteran di masa lampau bahwa merokok menyebabkan berbagai jenis
penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit pencernaan,
berefek buruk bagi janin, juga merusak sistem reproduksi,kesimpulannya merokok
dapat merusak seluruh sistem tubuh. Oleh karena itu, seluruh negara menetapkan
undang-undang yang mewajibkan dicantumkannya peringatan bahwa merokok
dapat membahayakan kesehatan tubuh pada setiap bungkus rokok (Tarmizi, 2017).
Berikut ini adalah dalil-dalil syar’i Al-Quran yang tidak ada keraguan di
dalamnya tentang haramnya rokok, Allah SWT berfirman:

42
‫َّللاِ َو ًَل ت ُ ألقُوا ِبأ َ أيدِي ُك أم ِإلَى الت َّ أهلُ َك ِة ۛ َوأَ أح ِسنُوا ۛ ِإ َّن‬
َّ ‫سبِي ِل‬ َ ‫َوأَ أن ِفقُوا ِفي‬
َ‫ب أال ُم أح ِسنِين‬
ُّ ‫َّللا يُ ِح‬
َ َّ
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah
(2): 195).

Allah SWT juga berfirman tentang larangan membunuh diri sendiri, yang
salah satunya adalah karena konsumsi rokok yaitu:

‫َّللا َكانَ بِ ُك أم َر ِحي اما‬ َ ُ‫َو ًَل تَ أقت ُلُوا أَ أنف‬


َ َّ ‫س ُك أم إِ َّن‬
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa (4): 29).

Dalam dua ayat ini, tidak ada (ragu) lagi, merokok merupakan tindakan
merusak diri pelakunya, bahkan tindakan bunuh diri. Para pakar kesehatan telah
menetapkan setidaknya ada 3000 racun berbahaya, dan 200 di antaranya amat
berbahaya, bahkan lebih bahaya dari ganja (Canabis Sativa). Mereka menetapkan
bahwa sekali hisapan rokok dapat mengurangi umur hingga beberapa menit.
Pastinya, umur manusia urusan Allah Ta’ala, namun penelitian para pakar ini
adalah pandangan ilmiah empirik yang tidak bisa dianggap remeh (Arifin, 2011).
Dalam ayat lain Allah SWT juga berfirman tentang perilaku para
pengkonsumsi rokok yang merupakan perbuatan pemborosan:

﴾٢٦﴿‫ِيرا‬ َّ ‫ت َذا أالقُ أربَى َحقَّهُ َو أال ِم أس ِكينَ َوابأنَ ال‬


‫سبِي ِل َو ًَل تُبَذِّ أِر تَ أبذ ا‬ ِ َ‫َوآ‬
ُ ‫ط‬
‫ان ِل َر ِبِّ ِه‬ َ ‫ش أي‬
َّ ‫ين ۖ َو َكانَ ال‬
ِ ‫اط‬ َّ ‫ِإ َّن أال ُمبَذِّ ِِرينَ َكانُوا إِ أخ َوانَ ال‬
ِ َ‫شي‬
﴾٢٧﴿‫ورا‬ ‫َكفُ ا‬
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-
pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar
kepada Tuhannya” (QS. Al-Isra’ (17): 26-27).

43
Tidak ragu pula, hobi merokok merupakan tindakan tadbzir (pemborosan)
dan penyia-nyiaan terhadap harta. Mereka tidak mendapatkan apa-apa dari rokok
kecuali ketenangan sesaat, bahkan penyakit yang mengancam jiwa, dan
terbuangnya uang secara sia-sia. Bahkan, Allah SWT menyebut mereka sebagai
saudara-saudara setan (Hermawan 2015).
Sebagian ulama, seperti Imam Asy Syaukany, dalam kitab tafsirnya,
Fathul Qadir, mengatakan pendapatnya tentang tafsir QS. Al-Isra’ (17): 27
diatas:“Bahwa orang yang berbuat mubazir (pemboros) diumpamakan seperti
setan, dan setiap yang diumpamakan dengan setan maka baginya hukuman sebagai
setan, dan setiap setan adalah ingkar.” (Hermawan 2015).
Kesehatan adalah anugerah dari Allah yang harus dijaga, itu adalah
amanah dari Allah SWT yang tidak boleh dikhianati. Kesehatan merupakan nikmat
pertama yang akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya. Maka, barangsiapa
yang mendapatkan kesehatan, sesungguhnya ia telah mendapatkan kebaikan yang
besar dan bagian yang banyak (Faishal, 2015).
Allah Ta’ala berfirman:

َ‫عون‬ َ ‫َوالَّذِينَ ُه أم ِْل َ َمانَا ِت ِه أم َو‬


ُ ‫ع أه ِد ِه أم َرا‬
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan
janjinya” (QS. Al Mu’minun (23): 8).

Dalam sejarahnya, rokok pertama kali dilakukan oleh suku Indian ketika
sedang ritual penyembahan dewa-dewa mereka. Perokok saat ini tidak seperti suku
Indian tersebut, namun perilaku yang nampak dari mereka merupakan bentuk
tasyabbuh bil kuffar (penyerupaan dengan orang kafir) yang sangat diharamkan
Islam. Fiqih Islam menilai seseorang dari yang terlihat (nampak), adapun hati atau
maksud orangnya, kita serahkan kepada Allah Ta’ala (Numan, 2010).
Allah Ta’ala berfirman:

‫ص َر َو أالفُ َؤا َد ُك ُّل‬


َ َ‫س أم َع َو أالب‬
َّ ‫أس لَ َك بِ ِه ِع ألم ۚ ِإ َّن ال‬ ُ ‫َو ًَل تَ أق‬
َ ‫ف َما لَي‬
‫وًل‬ َ َ‫أُو ٰلَ ِئ َك َكان‬
‫ع أنهُ َم أسئ ُ ا‬

44
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati, semuanya itu akan
dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. Al- Isra’ (17): 36).

5.2. Pandangan Islam Terhadap Penderita Tremor


Nikotin yang terkandung dalam rokok adalah suatu perangsang SSP yang
kuat yang akan menimbulkan tremor serta konvulsi pada dosis besar (Setiawati,
2012). Tremor merupakan salah satu gerakan involunter yang paling sering
ditemukan dan dapat didefinisikan sebagai bagian tubuh yang gemetar secara
berirama (Grimaldi, 2010; Sukendar, 2016). Insiden dan prevalensi tremor
meningkat seiring dengan penuaan, yang mempengaruhi lebih dari 4% dari pasien
yang lebih tua dari 65 tahun. Lebih dari dua-pertiga dari penduduk dengan tremor
ekstremitas atas menghadapi kesulitan serius dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun tremor tidak mengancam jiwa, menyebabkan cacat fungsional dan
ketidaknyamanan sosial, mencemari kegiatan kehidupan sehari-hari, seperti
menulis, menuangkan, makan, dan sebagainya (Grimaldi, 2010). Hal ini termasuk
mengganggu aktifitas ibadah yang secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan
diri serta tunduk yang dibagi menjadi mahdhah dan ghairu mahdhah. Ibadah
madhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang telah ditetapkan Allah akan tingkat,
tata cara, dan perincian-perinciannya. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah atau
ibadah umum ialah semua amalan yang diizinkan oleh Allah SWT. Pada penderita
tremor, gangguan fisik berupa tubuh yang bergemetar dapat mengganggu ibadah
mahdhah seperti haji, umrah dan shalat. Selain itu, gangguan fisik tersebut dapat
mengganggu ibadah ghairu mahdhah seperti melakukan operasi bagi profesi
dokter, menulis bagi pelajar, dan memasak bagi ibu rumah tangga sehingga
dibutuhkan kesabaran dalam menghadapi cobaan tersebut (Irvan, 2014).
Sabar menurut bahasa artinya tidak keluh kesah, menahan diri, menanti
dengan tabah dan tenang. Sedangkan sabar menurut istilah adalah mengadu hanya
kepada Allah. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa orang sabar adalah
orang yang hanya mengadu kepada Allah atas segala cobaan. Sebagaimana yang
dicontohkan Nabi Ayyub ketika menerima cobaan berupa sakit (Andini, 2016).

45
Allah SWT berfirman:

َ‫ٱلر ِح ِمين‬ َّ ٰ ‫نت أ َ أر َح ُم‬ َ َ‫ى ٱلض ُُّّر َوأ‬ َّ ‫ُّوب ِإ أذ نَا َد ٰى َربَّهُۥٓ أَ ِنِّى َم‬
َ ِ‫سن‬ َ ‫۞ َوأَي‬
‫ض ٍ ِّر ۖ َو َءاتَ أي ٰنَهُ أَ أهلَهُۥ َو ِمثألَ ُهم‬
ُ ‫ش أفنَا َما ِب ِهۦ ِمن‬ َ ‫﴾ فَٱ أستَ َج أبنَا لَهُۥ فَ َك‬٨٣﴿
﴾٨٤﴿ َ‫َّم َع ُه أم َر أح َمةا ِ ِّم أن ِعن ِدنَا َو ِذ أك َر ٰى ِل أل ٰ َعبِدِين‬
“Dan ingatlah kisah Ayyub ketika ia memohon kepada Tuhannya, Ya Tuhanku
sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit (sebuhkanlah penyakitku), dan Engkau
adalah Tuhan Yang Maha Penyayang. Maka Kami (Tuhan) mengabulkan
permohonannya itu, lalu Kami sembuhkan penyakit yang ada padanya dan Kami
kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat-gandakan bilangan mereka,
sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua
yang beribadah kepada Allah.” (Q.S Al Anbiya (21): 83 – 84).

Orang yang sabar selalu berfikir positif tentang apapun kondisi yang
tengah dialaminya dan mampu menangkap hikmah di balik setiap peristiwa dan
kejadian. Sabar oleh para ulama dijelaskan mengandung makna: menahan diri,
mencegah, tidak terburu-buru, serta menerima keadaan dan kenyataan. Dalam Al-
Quran, kata shabara yang berarti sabar dengan beragam bentuknya disebut
sebanyak 103 kali. Dalam kaidah Bahasa Arab, kata yang sering diulang berkali-
kali dimaksudkan untuk menegaskan betapa pentingnya makna kata tersebut
(Junaedi, 2016).
Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran:

َ َّ ‫ص َلةِ ۚ ِإ َّن‬
‫َّللا َم َع‬ َّ ‫َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ا أستَ ِعينُوا ِبال‬
َّ ‫صب ِأر َوال‬
َ‫صابِ ِرين‬ َّ ‫ال‬
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S Al-
Baqarah (2): 153).

Pada ayat yang lainnya, Allah SWT berfirman:

ٍ ‫ف َو أال ُجوعِ َونَ أق‬


‫ص ِمنَ أاْل َ أم َوا ِل‬ ِ ‫ش أيءٍ ِمنَ أالخ أَو‬ َ ِ‫َولَنَ أبلُ َونَّ ُك أم ب‬
َ‫صا ِب ِرين‬
َّ ‫ش ِر ال‬ ِ ‫َو أاْل َ أنفُ ِس َوالث َّ َم َرا‬
ِّ ِ ‫ت ۗ َو َب‬

46
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S Al-Baqarah (2): 155).

Berdasarkan ayat di atas dapat diketahui manusia di dalam hidupnya akan


diberikan ujian oleh Allah SWT. Ujian tersebut dapat berupa gejala penyakit seperti
tremor. Sebagai manusia diharuskan untuk menghadapi cobaan yang ada dengan
bersabar dan ikhlas, serta dalam menjalani ujian yang diberikan, diharuskan untuk
tetap melakukan kebaikan-kebaikan dan tetap menjalankan kewajibannya seperti
beribadah (Andini, 2016).
Awal kesembuhan bukan di tangan dokter atau obat-obatan, melainkan dari
Allah SWT. Langkah awal untuk sembuh dari penyaki adalah keyakinan dan
prasangka baik kepada Allah. Allah memerintah orang-orang sakit agar bersabar,
memohon ampunan, berdoa serta menjalankan ibadah lain yang dapat
menghantarkan mereka kepada Yang Maha Pemberi berupa kesembuhan. Allah
SWT adalah Tuhan Yang Maha Kuasa yang dapat menyembuhkan penyakit tanpa
perantara obat (Thayyarah, 2014). Sebagaimana dijelaskan dalam ayat Al- Quran:

‫َوإِ َذا َم ِر أ‬
ِ ‫ضتُ فَ ُه َو يَ أش ِف‬
‫ين‬
“dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku.” (Q.S Al-Syu’ara (26):
80).

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tremor dapat


mengganggu seseorang dalam melaksanakan aktivitas termasuk ibadah berupa
ibadah mahdhah seperti sholat dan ghairu mahdhah seperti melakukan operasi bagi
profesi dokter. Namun hal tersebut bukanlah alasan untuk mengurangi bahkan tidak
melakukan aktivitas atau ibadah tersebut yang sudah rutin dilakukan. Ibadah
mahdhah haruslah tetap dijalankan dan semakin mendekatkan diri kepada Allah
SWT, banyak berdoa dan berharap hanya kepada Allah SWT. Di antaranya adalah
ibadah hati berupa kesabaran dan menerima takdir Allah (Irvan, 2014).

47
5.3. Pandangan Islam Terhadap Merokok Sebagai Faktor Risiko
Terjadinya Tremor
Hukum Islam melarang perbuatan yang pada dasarnya merusak kehidupan
manusia, sekalipun perbuatan itu disenangi oleh manusia dan perbuatan itu
dilakukan hanya oleh seorang tanpa merugikan orang lain. Seperti seorang yang
meminum khamar (minuman yang dapat memabukkan). Dalam pandangan Islam
perbuatan orang tersebut tetap dilarang, karena dapat merusak akalnya yang
seharusnya ia pelihara. Tujuan Allah mensyariatkan hukum-Nya adalah untuk
memelihara kemaslahatan manusia baik dunia maupun akhirat. Dalam rangka
mewujudkan kemaslahatan itu, berdasarkan penelitian para ahli Ushul Fikih ada 5
unsur pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan, kelima pokok tersebut adalah:
1. Agama (hifzh al-din);
2. Jiwa (hifzh an-nafs);
3. Akal, (hifzh al-`aql);
4. Keturunan (hifzh an-nasb) dan ;
5. Harta. (hifzh al-mal) (Sya’bani, 2015).
Memelihara agama (hifzh al-Din) menjadi prioritas utama karena
merupakan dasar bagi kemaslahatan lainnya, sehingga tanpa kemaslahatan agama,
manusia tidak akan mendapatkan kemaslahatan yang sesungguhnya dari jiwa, akal,
keturunan, dan harta (Nur, 2016). Seseorang yang sakit fisik berupa tremor dapat
menurunkan kualitas dan produktifitas hidup khususnya dalam melakukan kegiatan
sehari-hari termasuk dalam hal menjalankan ibadah mahdhah seperti haji, umrah
dan shalat. Selain itu, gangguan fisik tersebut dapat mengganggu ibadah ghairu
mahdhah seperti melakukan operasi bagi profesi dokter, menulis bagi pelajar, dan
memasak bagi ibu rumah tangga sehari-hari yang memerlukan aktifitas fisik.
Memelihara jiwa (hifzh al-Nafs) adalah terpeliharanya keselamatan jiwa,
anggota badan serta kehormatan manusia, Hak pertama dan paling utama yang
diperhatikan Islam adalah hak hidup, maka tidak mengherankan bila jiwa manusia
dalam syari’at islam sangatlah dimuliakan, harus dipelihara, dijaga, dipertahankan
serta tidak menghadapkannya dengan sumber-sumber kerusakan atau kehancuran.
Setiap manusia diberi kebebasan dan diberi hak untuk melindungi diri dari berbagai

48
macam bentuk usaha-usaha yang dapat melukai dirinya maupun orang yang
menjadi tanggunganya (istri, anak, budak dan yang menjadi tanggunganya).
Memelihara jiwa dan melindunginya dari berbagai ancaman berarti memelihara
eksistensi kehidupan umat manusia dan sekaligus melindungi keberadaan
komunitas muslim secara keseluruhan. Untuk mewujudkan itu Allah melarang
segala perbuatan yang akan merusak jiwa seperti membunuh juga membunuh diri
sendiri serta mewajibkan hukum qishas bagi pelaku pembunuhan (Koto, 2009;
Syahmihartis, 2011).
Hukum qishas pun digulirkan terhadap yang melakukan pembunuhan
tanpa hak. Sebagaimana Firman Allah tentang mewajibkan qishash adalah sebagai
berikut:

ِ ‫اص َح َياة َيا أُو ِلي أاْل َ أل َبا‬


َ‫ب لَ َعلَّ ُك أم تَتَّقُون‬ ِ ‫ص‬َ ‫َولَ ُك أم ِفي أال ِق‬
” Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-
orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” QS. Al-Baqarah (2): 179.

Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa, hukum qishash itu


memberikan efek jera. Efek jera itu tidak hanya dirasakan oleh orang yang
membunuh, akan tetapi orang yang tidak membunuh pun turut merasakannya,
sehingga dengan adanya qishash jiwa ini sungguh sangat berharga. Bahkan tidak
hanya itu, ternyata “Jika keluarga korban (yang dibunuh) mampu memaafkan si
pembunuh, maka si pembunuh diwajibkan membayar denda (diyat) kepada
keluarga korban dengan cara yang baik. Dan diyat itu merupakan salah satu bentuk
dispensasi dan kasih sayang (rahmat) dari Allah” (As-Shobuniy dan At- Tafaasir,
2006).
Memelihara jiwa berdasarkan tingkat kepentingannya dibedakan menjadi
tiga peringkat sebagai berikut:
1. Memelihara jiwa dalam tingkat dharuriyah seperti memenuhi kebutuhan
pokok berupa makanan untuk mempertahankan hidup.
2. Memelihara jiwa dalam tingkat hajiyah, seperti dibolehkannya berburu
binatang untuk menikmati makanan yang lezat dan halal, kalau ini diabaikan

49
maka tidak mengancam eksistensi kehidupan manusia, melainkan hanya
mempersulit hidupnya.
3. Memelihara jiwa dalam tingkat tahsiniyah seperti ditetapkan tata cara makan
dan minum (Djamil, 1997).
Kemaslahatan yang sesungguhnya berorientasi kepada pembentukan
manusia seutuhnya (jasmani dan rohani) yang akan mencapai kebahagiaan hidup di
dunia maupun di akhirat. Apabila salah satunya terganggu seperti ketika jasmani
seseorang dalam keadaan yang tidak baik (sakit) maka kemungkinan tercapainya
kebahagianan hidup akan terganggu. Untuk itu perlu dilakukan tindakan
pencegahan secara dini agar tidak jatuh pada keadaan sakit (Nur, 2016).
Pada seseorang yang menderita tremor diharuskan untuk melakukan
pencegahan dengan menghindari faktor risikonya seperti merokok agar dapat
menjaga kemaslahatan (Al- Mashlahah) yang terdiri dari agama (hifzh al-Din), jiwa
(hifzh al-Nafs), akal (hifzh al-‘Aql), harta (hifzh al-Mal) dan keturunan (hifzh al-
Nasl). Tidak jarang orang yang menderita suatu gejala penyakit seperti tremor
menyalahkan takdir Allah SWT yaitu takdir yang sangat erat kaitannya dengan
ikhtiar atau disebut sebagai takdir ketergantungan (Safrudin, 2014). Maka dari itu
perlu dilakukan pencegahan agar tidak memperparah gejala. Dengan begitu kualitas
ibadah seseorang tidak menurun, tetap baik, maupun semakin baik. Pencegahan
agar tidak memperparah gejala dapat pula meminimalisir pengeluaran keuangan
yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud dari kemaslahatan harta.

5.4. Hubungan Merokok Terhadap Kejadian Tremor Pada


Mahasiswa/I Fakultas Kedokteran Universitas YARSI dan
Tinjauannya Dari Sisi Islam
Berdasarkan uji statistik Korelasi Fisher’s Exact Test dari penelitian ini,
didapatkan bahwa nilai dari p-value yaitu sebesar 0,024 yang bernilai lebih kecil
dari α sebesar 0,05 maka hipotesis dapat diterima yang artinya terdapat hubungan
dari merokok terhadap terjadinya tremor pada Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran
Universitas YARSI.

50
Kandungan senyawa penyusun rokok yang dapat mempengaruhi pemakai
adalah golongan alkaloid yang bersifat perangsang (stimulant), antara lain nikotin.
Nikotin dapat menyebabkan iritasi dan tremor tangan pada susunan saraf pusat
(Hammado, 2014; Setiawati, 2012). Tremor merupakan salah satu gerakan
involunter yang paling sering ditemukan dan dapat didefinisikan sebagai bagian
tubuh yang gemetar secara berirama (Grimaldi, 2010; Sukendar, 2016).
Hukum Islam melarang perbuatan yang pada dasarnya merusak kehidupan
manusia, sekalipun perbuatan itu disenangi oleh manusia dan perbuatan itu
dilakukan hanya oleh seorang tanpa merugikan orang lain (Nur, 2016). Hukum
rokok dalam Islam, sebagian besar mengharamkan, sebagian lagi memakruhkan,
dan sebagiannya menghalalkan dan tawaqquf (diam sampai ada dalilnya). Mereka
yang membolehkan rokok ketika itu lebih melihat kepada orangnya ketimbang
rokoknya, mereka kurang memahami bahwa rokok dapat membahayakan kesehatan
tapi menganggapnya hanya seperti minuman atau makanan yang dikonsumsi.
Mereka berdalil bahwa segala sesuatu hukum asalnya mubah kecuali ada dalil yang
melarangnya (Baits, 2013).
Berdasarkan kondisi yang telah diuraikan di atas maka disimpulkan
seseorang yang diuji dengan sakit misalnya tremor merupakan takdir muallaq yang
sifatnya dapat dihindari atau dicegah dengan tidak merokok atau tidak menghirup
asap rokok dari orang yang merokok disekitar kita. Bagi seseorang yang diuji
dengan sakit harus menyikapinya dengan bersabar, yaitu dengan tidak menentang
takdir Allah SWT dan tetap berusaha demi kesembuhannya.

51

You might also like