You are on page 1of 20

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di
dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya
melibatkan tenaga medis maupun non medis termasuk masyarakat awam.
Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan menyebabkan
pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan
yang lebih lanjut.
Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera
dimana pasien berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan
hemodinamik adalah trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ
yang berada di rongga abdomen adalah organ-organ pencernaan. Selain
trauma abdomen kasus-kasus kegawatdaruratan pada system pencernaan salah
satunya perdarahan saluran cerna baik saluran cerna bagian atas ataupun
saluran cerna bagian bawah bila hal ini dibiarkan tentu akan berakibat fatal
bagi korban atau pasien bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu,
kita perlu memahami penanganan kegawat-daruratan pada system pencernaan
secara cepat, cermat dan tepat sehingga hal-hal tersebut dapat kita hindari.
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas
biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk.
Walaupun tehnik diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed
Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi
ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal.
Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena
adanya jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen
dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul
dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan
kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering
menimbulkan kerusakan organ multipel.
Perforasi adalah kemungkinan yang bisa terjadi pada trauma abdomen.
Gejala perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia

1
atau mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya lambung,
maka terjadi perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan timbul
gejala peritonitis hebat.
Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon, mula-mula timbul
gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak.
Baru setelah 24 jam timbul gejala-gejala akut abdomen karena perangsangan
peritoneum. Mengingat kolon tempat bakteri dan hasil akhirnya adalah faeses,
maka jika kolon terluka dan mengalami perforasi perlu segera dilakukan
pembedahan. Jika tidak segera dilakukan pembedahan, peritonium akan
terkontaminasi oleh bakteri dan faeses. Hal ini dapat menimbulkan peritonitis
yang berakibat lebih berat.
Pada klien yang mengalami trauma abdomen biasanya mengalami
perlukaan satu atau beberapa organ abdomen. Hampir ¼ dari seluruh kematian
trauma abdomen dikarenakan mengalami perlukaan satu atau beberapa organ
abdomen. Oleh karena itu, sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat perlu
mengetahui tentang asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien yang
mengalami trauma abdomen.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, bagaimana landasan teori dari kasus
kegawatdaruratan system pencernaan dan penanganan pada keracunan ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan
Keracunan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian Keracunan.
2. Mahasiswa mampu memahami klasifikasi Keracunan.
3. Mahasiswa mampu memahami etiologi keracunan.
4. Mahasiswa mampu memahami patifisiologi keracunan.
5. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis keracunan..
6. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan keracunan.

2
7. Mahasiswa mampu memahami komplikasi keracunan.
8. Mahasiswa mampu memahami pencegahan keracunan.
9. Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan
keracunan.
1.1 Manfaat
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan informasi dan bahan pustaka bagi Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan mengenai konsep dasar penyakit dan konsep
dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan keracunan.
1.4.2 Bagi Mahasiswa Keperawatan
Untuk memberikan informasi kepada mahasiswa lain dan
kepada masyarakat tentang konsep dasar penyakit dan konsep dasar
asuhan keperawatan pada pasien dengan keracunan.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Definisi Keracunan
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi,
menempel pada kulit atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah
yang relative kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya
reaksi kimia.
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa
kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada
yang menggunakannya. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi
toksik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi
bahaya kesehatan. Sekitar 7% dari semua pengunjung departemen
kedaruratan dating karena masalah toksik.
Dalam pengertian sederhana keracunan adalah kejadian
masuknya racun kedalam tubuh manusia.
2.1.2 Etiologi
Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan
keracunan, antara lain :
1. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari
berbagai golongan seperti pestisida ( organoklorin, organofosfat,
karbamat ), golongan gas (nitrogen metana, karbon monoksida,
klor ), golongan logam (timbal, posfor, air raksa,arsen) ,golongan
bahan organik ( akrilamida, anilin, benzena toluene, vinil klorida
fenol ).
2. Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants )
mis : sengatan serangga, gigitan ular berbisa , anjing dll
3. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ( Bacterial toxicants ) mis
: Bacillus cereus, Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum,
Escherichia coli dll.

4
4. Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan ( Botanical
toxicants ) mis : jamur amnita, jamur psilosibin, oleander,
kecubung dll
2.1.3 Manifestasi Klinik
Secara umum manifestasi klinik dari keracunan ialah :
1. Rasa terbakar di tenggorokan dan lambung.
2. Pernafasan yang cepat dan dalam, hilang selera makan, anak
terlihat lemah.
3. Mual, muntah, haus, buang air besar cair.
4. Sakit kepala, telinga berdenging, sukar mendengar, dan pandangan
kabur.
5. Koma yang dalam dan kematian karena kegagalan pernafasan
6. Reaksi lain yang kadang bisa terjadi : demam tinggi, haus, banyak
berkeringat, bintik merah kecil di kulit dan membran mukosa
Ciri-ciri keracunan umumnya tidak khas dan dipengaruhi oleh
cara pemberian, apakah melalui kulit, mata, paru, lambung, atau
suntikan, karena hal ini mungkin mengubah tidak hanya kecepatan
absorpsi dan distribusi suatu bahan toksik, tetapi juga jenis dan
kecepatan metabolismenya. Pertimbangan lain meliputi perbedaan
respons jaringan.
Hanya beberapa racun yang menimbulkan gambaran khas
seperti adanya bau gas batu bara (saat ini jarang), pupil sangat kecil
(pinpoint), muntah, depresi, dan hilangnya pernafasan pada keracunan
akut morfin dan alkaloidnya. Pupil pinpoint merupakan satu-satunya
tanda, karena biasanya pupil berdilatasi pada pasien keracunan akut.
Kecuali pada pasien yang sangat rendah tingkat kesadaranya, pupilnya
mungkin menyempit tetapi tidak sampai berukuran pinpoint. Kulit
muka merah, banyak berkeringat, tinitus, tuli, takikardi, dan
hiperventilasi sangat mengarah pada keracunan salisilat akut (aspirin).

5
Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Keracunan
Onset (Masa Gejala Utama Jasad Renik/Toksin
Awitan)
Gejala Saluran Cerna Atas (Mual, Muntah) yang Dominan
< 1 jam Mual, muntah, rasa yang tak Garam logam
lazim di mulut, mulut terasa
panas
1-2 jam Mual, muntah, sianosis, sakit Nitrit
kepala, pusing, sesak nafas,
gemetar, lemah, pingsan.
1-6 jam (rerata Mual, muntah, diare, nyeri perut. Staphylococcus
2-4) Aureus dan
enterotoksinnya
8-16 jam (2-4 Muntah, kram perut, diare, rasa Bacillus Cereus.
muntah) mual.
6-24 jam Mual, muntah, diare, rasa haus, Jamur berjenis
pelebaran pupil, pingsan, koma. Amanita.
Radang Tengorokan Dan Gejala Saluran Napas
12-72 jam Radang tengorokan, demam, Streptococcus
mual, muntah, pengeluaran Pyogene
secret dari hidung, terkadang
ruam kulit.
2-5 hari Radang tengorokan dan hidung, Corynebacterium
eksudat berwarna keabuan, diphtheria
demam, mengigil, nyeri
tengorokan, lemah, sulit
menelan, pembengkakan
kelenjar getah bening leher.
Gejala Saluran Cerna Bawah (kram perut, diare) yang Dominan
2-36 jam (rerata Kram perut, diare, diare yang C. perfringens; B.
6-12) disebabkan Clostridium cereus; S; faecalis; S.
perfringens, kadang-kadang rasa faecium

6
mual dan muntah

12-72 jam Kram perut, diare, muntah, Salmonella spp


(rerata 18-36) demam, mengigil, lemah hebat, (termasuk S.
mual, sakit kepala, kadang- Arizonae), E. coli
kadang diare berdarah dan enteropatogenik, dan
berlendir, lesi kulit yang Enterobakteriacae, V.
disebabkan Vibrio vulnificuis. cholera (01 dan non-
Yersinia enterocolitica 01), vulvinicus, V.
menyebabkan gejala yang fluvialis.
menyerupai flu apendisitis akut.
3-5 hari Diare, demam, muntah dengan Virus-virus enterik
nyeri perut, gejala saluran nafas
1-6 minggu Diare lengket (tinja berlemak), Giardia lamblia
sakit perut, berat badan menurun
1-beberapa Sakit perut, diare, sembelit, sakit Entamoeba hystolitica
minggu kepala, mengantuk, kadang
tanpa gejala
3-6 bulan Sulit tidur, tak ada nafsu makan, Taenia sanginata dan
berat badan menurun, sakit taenia solium
perut, kadang gastroenteritis
Gejala Neurologis (Gangguan Visual, Vertigo, Gell, Paralisis)
< 1 jam Gastroenteritis, cemas, Fosfat organic
penglihatan kabur, nyeri dada,
sianosis, kedutan, kejang.
Salvias berlebihan, berkeringat,
gastroenteritis, nadi tak teraratur, Jamur jenis muscaria
pupil mengecil, bernafas seperti
orang asma.
1-6 jam Rasa baal atau gatal, pusing, Tetrodotoxin
pucat, pendarahan perut,
pengelupasan kulit, mata

7
terfiksasi, reflek hilang, kedutan,
paralisis otot.
Rasa baal atau gatal,
gastroenteritis, pusing, mulut Ciguatoxin
kering, otot nyeri, pupil melebar,
pandangan kabur, paralisis otot.
2 jam-6 hari Rasa mual, muntah, rasa (geli) Chlorinated
(12-36 jam) seperti dikaruk, pusing, lemah, hydrocarbon
tak ada nafsu makan, berat
badan menurun, bingung.
Vertigo, pandangan kabur atau
diplobia, reflek cahaya hilang,
sulit menelan, berbicara dan Clostridium botulinum
bernafas; mulut kering, lemah, dan toksinnya.
paralisis pernafasan.
>72 jam Rasa baal, kaki lemah, paralisis, Air raksa organic
spastic, penglihatan berkurang,
buta, dan koma.
Gastroenteritis, nyeri pada kaki,
kaki dan tangan jatuh. Triortrocresyl
phosphate.
Terjadi Gejala Alergi (Muka Memerah dan Rasa Gatal)
< 1 jam Sakit kepala, pusing, mual, Scombrotoxin
muntah, rasa panas pada mulut, (histamine)
tengorok terasa terbakar, muka
sembab dan merah, sakit perut,
gatal dikulit.
Rasa baal disekitar muluit, rasa
seperti digaruk (geli), Monosodium
kemerahan, pusing, sakit glutamate (MSG)
kepala, mual.
Kemerahan, rasa panas, gatal,

8
sakit perut, edema lutut dan Asam nikotinat
wajah.
Gejala Gastroenteritis Dan/atau Neurologis (Toksin Kerang)
0,5-2 jam Rasa seperti digaruk (geli), Saxitoxin (paralytic
terbakar, baal, mengantuk, shelifish poisoning:
bicara inkoheren, paralisis PSP)
pernafasan.
2-5 menit Sensasi panas dan dingin Brevetoxin
sampai 3-4 jam bergantian, rasa geli; baal (neurotoxic shelifish
disekitar bibir, lidah dan poisoning: NSP)
tengorokan; nyeri otot, pusing,
diare, muntah.
30 menit sampai Rasa mual, muntah, diare, sakit Dinophysis toxin,
2-3 jam perut, mengigil, demam. okadaic acid,
pectenotoxin,
yessotoxin (Diarrheic
shelifish
poisoning:DSP)
24 jam Muntah, diare, sakit perut, Domoic Acid
(gastrointestinal) bingung, hilang ingatan, (Amnestic shelifish
sampai 48 jam deisorientasi, kejang dan koma. poisoning: ASP)
(neurologis)
Gejala Infeksi Umum (Demam, Mengigil, Lemah, Sakit, Pembengkakan
Kelenjar Limfe)
4-28 hari (rerata Gastroenteritis, demam, edema Trichinella spiralis
9 hari) disekitar mata, berkeringat, nyeri
otot, mengigil, lemah, sulit
bernafas.
7-28 hari (rerata Lemah yang hebat, sakit kepala, Salmonella typhi
14 hari) sakit kepala, demam, batuk,
mual, muntah, sembelit, sakit
perut, mengigil, bintik merah

9
dikulit, tinja berdarah.
10-13 hari Demam, sakit kepala, nyeri otot, Toxoplasma gondii
kemerahan.
10-50 hari Demam, lemah-lesu, tak ada Mungkin virus
(rerata 25-30) nafsu makan, mual, sakit perut,
kuning (ikterus).
Bervariasi, Demam, mengigil, sakit kepala Bacillus anthracis,
bergantung pada atau sendi, lemah-lesu, bengkak brucella melitensis, B.
tipe penyakit dikelenjar getah bening, dan abortus, B. suis,
gejala yang khas untuk penyakit coxiella bernetti,
lain. francisella tularensis,
listeria
monocytogenes, M.
tuberculosis,
mycobacterium sp,
pasteurella multocida,
streptobacillus
moniliformis,
campylobacter jejuni,
leptospira SSP.

2.1.4 Patofisiologi
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat
dengan akibat penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan.
Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu,sebagian karena efek
toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer,dan sebagian
lagi karena depresi pusat kardiovaskular diotak.Hipotensi yang terjadi
mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan
kerusakan ginjal,hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme
pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak
karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia
yang terjadi akan memperberat syok,asidemia,dan hipoksia.

10
2.1.5 Pathway

Bahan kimia Gigitan binatang


Makanan
& obat- berbiasa
(bakteri &
obatan
Nonbakteri)

Saluran Saluran
Kulit
cerna pernafasan

Mual
Pembekuan Korosi Pemb. Nyeri lokal
muntah &
darah Trachea darah &
diare
kemerahan

Gg.
Gg. Saraf Edema Saluran Integritas
Defisit
otonom laring cerna Kulit
cairan &
Elektrolit
Obstruksi Mual
sal. nafas muntah

Bersihan Def. Cairan


jalan nafas dan
tdk efektif elektrolit

Nyeri Kelemahan Pusat


kepala dan otot, kram, pernafasan
otot opostotonus

Gangguan Nafas dalam


Gg . Gg. pola
pergerakan & cepat
Rasa nafas
nyaman
Nyeri
Intoleransi
aktifitas

11
2.1.6 Penatalaksanaan
1. Tindakan Emergenci
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak
bernafas spontan atau pernapasan tidak adekuat.
Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan
perbaiki perfusi jaringan.
2. Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi
hendaknya usaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai
menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera
dilakukan.
3. Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada
penderita yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 - 30
ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis, (
intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah
sampai diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric
lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada
penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah
lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan
sabun. Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya
dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam . pada koma
derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya
dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon
untuk mencegah aspirasi pnemonia.
4. Anti dotum (Penawar Racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek
akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg

12
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi
timbulk gejala-gejala atropinisasi ( muka merah,mulut
kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit
selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam.
Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound
effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang
sering fatal.
2.1.7 Komplikasi
1. Kejang
2. Koma
3. Henti jantung
4. Henti napas
5. Syok
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Pengkajian Primer
1) Airway
 Jalan napas bersih
 Tidak terdengar adanya bunyi napas ronchi
 Tidak ada jejas badan daerah dada
2) Breathing
 Peningkatan frekunsi napas
 Napas dangkal
 Distress pernapasan
 Kelemahan otot pernapasan
 Kesulitan bernapas : sianosis
3) Circulation
 Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
 Sakit kepala

13
 Pingsan
 berkeringat banyak
 Reaksi emosi yang kuat
 Pusing, mata berkunang – kunang
4) Disability
 Dapat terjadi penurunan kesadaran

2. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas / Istrahat
 Gejala :
a) Klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas
b) Klien mengatakan pinggang terasa pegal
 Tanda : Klien nampak lemah
b. Makanan dan Cairan
 Gejala : Klien mengatakan merasa mual dan muntah
 Tanda :
a) Klien nampak mual dan muntah
b) Kesulitan dalam menelan makanan
c. Nyeri dan Kenyamanan
 Gejala :
a) Rasa sakit di seluruh persendian tubuh
b) Rasa sakit atau berat didada dan perut
c) Pusing, mata berkunang-kunang
 Tanda :
a) Terjadinya inflamasi
d. Integritas Ego
 Gejala :
c) Klien mengatakan takut dengan keadaannya
d) Klien merasa cemas
e) Klien kurang paham tentang penyakitnya
 Tanda : Reaksi emosi yang kuat, kaget

14
2.2.2 Diagnosa
1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia
2. Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks
menelan.
3. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi tentang
penyakit.
4. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan.
2.2.3 Intervensi
1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan
pasien bernafas tanpa ada gangguan.
Intervensi :
a) Pantau tingkat, irama pernapasan & suara napas serta pola
pernapasan
R : Efek IFO mendepresi SSP yang mungkin dapat
mengakibatkan hilangnya kepatenan aliran udara atau
depresi pernapasan, pengkajian yang berulang kali
sangat penting karena kadar toksisitas mungkin
berubah-ubah secara drastis.
b) Tinggikan kepala tempat tidur
R : Menurunkan kemungkinan aspirasi, diagfragma bagian
bawah untuk untuk menigkatkan inflasi paru.
c) Dorong untuk batuk/ nafas dalam
R : Memudahkan ekspansi paru & mobilisasi sekresi untuk
mengurangi resiko atelektasis/pneumonia
d) Auskultasi suara napas
R : Pasien beresiko atelektasis dihubungkan dengan
hipoventilasi & pneumonia.
e) Berikan O2 jika dibutuhkan
R : Hipoksia mungkin terjadi akibat depresi pernapasan
f) Kolaborasi untuk sinar X dada, GDA

15
R : Memantau kemungkinan munculnya komplikasi
sekunder seperti atelektasis/pneumonia,
evaluasikefektifan dari usaha pernapasan.
2. Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks
menelan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Intervensi :
a) Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami
pasien.
R/: Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b) Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
R/: Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi
nafsu makan pasien
c) Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
R/: Membantu mengurangi kelelahan pasien dan
meningkatkan asupan makanan.
d) Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
R/: Untuk menghindari mual.
e) Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien
setiap hari.
R/: Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
f) Kaloborasi pemberian obat-obatan antiemetik sesuai
program dokter.
R/: Antiemetik membantu pasien mengurangi mual dan
muntah dan diharapkan nutrisi pasien meningkat.
g) Ukur berat badan pasien setiap minggu.
R/: Untuk mengetahui status gizi pasien
3. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi tentang
penyakit.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan
tingkat kecemasan keluarga pasien menurun/hilang.

16
Intervensi :
a) Kaji tingkat kecemasan keluarga.
R/: Untuk mengetahui tingkat cemas dan mengambil cara apa
yang akan digunakan.
b) Jelaskan kepada keluarga tentang penyakit dan kondisi
pasien.
R/: Informasi yang benar tentang kondisi pasien akan
mengurangi kecemasan keluarga.
c) Berikan dukungan dan support kepada keluarga pasien.
R/: Dengan dukungan dan support,akan mengurangi rasa
cemas keluarga pasien.
4. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan
pasien tidak mengalami cedera
Intervensi :
a) Identifikasi dan hindari faktor pencetus.
R/: Penemuan factor pencetus untuk memutuskan rantai
penyebaran virus.
b) Tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai
pengaman di ruang yang tenang dan nyaman.
R/: Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi
stimuli atau ransangan yang dapat menimbulkan
kejang.
c) Anjurkan klien istirahat
R/: Efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolism.
d) Lindungi klien pada saat kejang dengan :
 Longgarakan pakaian
 Posisi miring ke satu sisi
 Jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya
 kencangkan pengaman tempat tidur.
 lakukan suction bila banyak secret

17
R/: Tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya
cedera fisik.
e) Catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama,
adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan
gejala-hgejala lainnya yang timbul.
R/: Dokumentasi untuk pedoman dalam tindakan
berikutnya,

18
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi,
menempel pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang
relatif kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.
Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dan
karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya yang mengganggu
kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian. Tujuan tindakan
kedaruratan adalah menghilangkan atau meng-inaktifkan racun sebelum
diabsorbsi, untuk memberikan perawatan pendukung, untuk memelihara
sistem organ vital, menggunakan antidotum spesifik untuk menetralkan
racun, dan memberikan tindakan untuk mempercepat eliminasi racun
terabsorbsi.
3.2 Saran
Saran dari kelompok kami adalah karena ini mengakibatkan
kematian dan terjadi bisa dengan sengaja ataupun tidak sengaja maka untuk
itu kita harus hati-hati pada kasus trauma dan hati-hati terhadap bahan kimia
ataupun yang lainnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Fajri. (2012). Keracunan Obat dan bahan Kimia Berbahaya. Dari:


http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-
kimia-berbahaya/. Diakses tanggal 4 Mei 2012.

Indonesiannursing. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Luka Bakar


(Combustio). Dari:http://indonesiannursing.com/2008/10/asuhan-
keperawatan-pada-klien-dengan-luka-bakar-combustio/. Diakses tanggal
16 April 2012.

Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info
Media.

Sartono. (2001). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.

Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal
Bedah, vol: 3. Jakarta: EGC.

Syamsi. (2012).Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Gigitan


Serangga. Dari:http://nerssyamsi.blogspot.com/2012/01/konsep
kegawatdaruratan-pada-pasien.html. Diakses tanggal 16 April 2012.

20

You might also like