You are on page 1of 20

PAPER BIPOLAR

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gangguan bipolar adalah kelainan psikiatri umum yang kompleks yang
ditandai dengan mania dan depresi. Penyakit ini sulit untuk menggambarkan
model genetik dasar atau mengidentifikasi faktor risiko genetik tertentu.
Gangguan bipolar terdiri dari afek yang meningkat, dan juga aktivitas yang
berlebih (mania atau hipomania), dan dalam jangka waktu yang berbeda terjadi
penurunan afek yang disertai dengan penurunan aktivitas (depresi), dan dalam
waktu yang berbeda terjadi penurunan mood yang diikuti dengan penurunan
energi maupun penurunan aktivitas (depresi).1
Onset terjadinya gangguan bipolar biasanya di masa remaja atau di awal
masa dewasa, gangguan bipolar memiliki 2 tipe diantaranya adalah gangguan
bipolar I dan gangguan bipolar II. Gangguan bipolar I ialah suatu gangguan
dimana terdapat episode depresi dan adanya mania, sedangkan gangguan bipolar
II ditandai dengan episode depresi dan hipomania. Karena itu, perbedaan utama
antara 2 jenis gangguan ini adalah keparahan gejala manik dimana mania
menyebabkan gangguan fungsional yang parah, bisa termasuk gejala psikosis dan
sering membutuhkan rawat inap. Sebaliknya, hypomania tidak cukup parah
menyebabkan kerusakan yang ditandai dalam fungsi sosial atau pekerjaan.1
Gangguan afektif bipolar adalah kondisi umum yang dijumpai, dan
diantara gangguan mental menempati posisi kedua terbanyak sebagai penyebab
ketidak mampuan/disabilitas. Depresi bipolar sama pada kelompok pria dan
wanita dengan angka kejadian sekitar 5 per 1000 orang. Penderita depresi bipolar
dapat mengalami bunuh diri 15 kali lebih banyak dibandingkan dengan penduduk
umum. Bunuh diri pertama-tama sering terjadi ketika tekanan pada pekerjaan,
studi, tekanan emosional dalam keluarga terjadi pada tingkat yang paling berat.
Pada risiko bunuh diri dapat meningkat selama menopause.2
2

1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan paper ini adalah untuk menguraikan teori-teori
tentang gangguan bipolar I mulai dari defenisi, diagnosis, penatalaksanaan dan
prognosisnya. Penyusunan paper ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan
pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter P3D di dapertemen
ilmu kedokteran jiwa Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat
Paper ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan pemahaman
penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami dan
mengenal gangguan bipolar I.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi
Gangguan bipolar adalah gangguan mood yang terdiri dari paling sedikit
satu episode manik, hipomanik atau campuran yang biasanya disertai dengan
adanya riwayat episode depresi mayor. Orang dengan gangguan bipolar I
menunjukan satu atau lebih episode manik atau campuran yang biasanya disertai
oleh episode-episode depresi mayor.3

2.2. Epidemiologi
Menurut American Psychiatric Association gangguan afektif bipolar I
mencapai 0.8% dari populasi dewasa, dalam penelitian yang dilakukan dengan
komunitas mencapai antara 0,4-1,6%. Angka ini konsisten di beragam budaya dan
kelompok etnis. gangguan bipolar I mempengaruhi pria dan wanita cukup merata.
Ini perkiraan prevalensi dianggap konservatif.
Episode manik lebih banyak didapatkan pada pria dan depresi lebih umum
pada wanita. Saat seorang wanita mengalami episode manik gelaja yang timbul
dapat bercampur antara manik dan depresi. Pada wanita juga lebih sering
ditemukan siklus cepat atau rapid cycling seperti memiliki 4 episode manik dalam
1 tahun periode. Epidemiologi Penelitian melaporkan usia rata-rata saat onset 21
tahun untuk gangguan bipolar.4

2.3. Etiologi
2.3.1. Faktor biologi

Hingga saat ini neurotransmitter monoamine seperti norepinefrin,


dopamine, serotonin, dan histamine menjadi fokus teori dan masih diteliti hingga
saat ini. Sebagai biogenik amin norepinefrin dan serotonin adalah
neurotransmitter yang paling berpengaruh dalam patofisiologi gangguan mood
ini.3
4

2.3.2. Faktor genetik

Studi pada keluarga. Data dari studi ini mengatakan 1 orang tua dengan
gangguan mood, anaknya akan memiliki risiko antara 10-25% untuk menderita
gangguan mood. Jika kedua orang tuanya menderita gangguan mood, maka
kemungkinannya menjadi 2 kali lipat. Risiko ini meningkat jika ada anggota
keluarga dari 1 generasi sebelumnya daripada kerabat jauh. Satu riwayat keluarga
gangguan bipolar dapat meningkatkan risiko untuk gangguan mood secara umum,
dan lebih spesifik pada kemungkianan munculnya bipolar.1,3

2.3.3. Faktor psikososial

Stress dari lingkungan dan peristiwa dalam hidup seseorang. Penelitian


telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam
Gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan pada
kehidupan psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh
faktor lingkungan.3

2.4. Gejala klinis


Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar yaitu, episode
depresi dan episode mania.4
2.4.1. Episode manik:
Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami
mood yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga
atau lebih gejala berikut (empat atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu: 4
a. Grandiositas atau percaya diri berlebihan
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Cepat dan banyaknya pembicaraan
d. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor
5

g. Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan


sekolah)
h. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa
perhitungan yang matang). 3,4
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran
psikotik, hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya
Gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa
sebab beberapa pasien hipomania justru memiliki tingkat kreativitas dan
produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak memiliki gambaran psikotik
(halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan
hospitalisasi. 4,5

2.4.2. Episode Depresi Mayor


Paling sedikit dua minggu pasien mengalami lebih dari empat symptom
atau tanda yaitu :1-3
a. Mood depresif atau hilangnya minat atau rasa senang
b. Menurun atau meningkatnya berat badan atau nafsu makan
c. Sulit atau banyak tidur
d. Agitasi atau retardasi psikomotor
e. Kelelahan atau berkurangnya tenaga
f. Menurunnya harga diri
g. Ide-ide tentang rasa bersalah, ragu-ragu dan menurunnya
konsentrasi
h. Pesimis
i. Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan atau tanpa
rencana) atau tindakan bunuh diri.
Gejala-gejala diatas menyebabkan penderitaan atau mengganggunya
fungsi personal, sosial, pekerjaan.
6

2.4.3. Episode Campuran


Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi
yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood
disforik), iritabel, marah, serangan panic, pembicaraan cepat, agitasi, menangis,
ide bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar
dan kadang-kadang bingung. Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga
memerlukan perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai
gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, sosial dan pekerjaan. 5

2.4.4. Episode Hipomanik


Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan
mood, ekspansif atau irritable yang ringan, paling sedikit terjadi gejala (empat
gejala bila mood irritable) yaitu: 5
a. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Meningkatnya pembicaraan
d. Lompat gagasan atau pemikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor
g. Pikiran menjadi lebih tajam
h. Daya nilai berkurang
Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau
pembicaraan aneh) tidak membutuhkan hospitalisasi dan tidak mengganggu
fungsi personal, sosial, dan pekerjaan. Sering kali dilupakan oleh pasien tetapi
dapat dikenali oleh keluarga. 5

2.4.5. Sindrom Psikotik


Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang
paling sering yaitu:5
a. Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
b. Waham
7

Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan


waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak
serasi dengan mood. Pasien dengan Gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai
skizofrenia. Ciri psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi
pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan
prognosis yang buruk seperti: durasi episode yang lama, disosiasi temporal antara
Gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian social pramorbid
yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan terapi yang
penting, pasien dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan obat anti
psikotik di samping anti depresan atau anti mania atau mungkin memerlukan
terapi antikonvulsif untuk mendapatkan perbaikan klinis.

2.5. Diagnosis
Keterampilan wawancara dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Informasi
dari keluarga sangat diperlukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan criteria yang terdapat
dalam DSM-IV atau ICD-10. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi symptom Gangguan bipolar adalah The Structured clinical Interview for
DSM-IV (SCID). The Present State Examination (PSE) dapat pula digunakan untuk
mengidentifikasi symptom sesuai dengan ICD-10.3,4
Pembagian menurut DSM-IV: 3,4
2.5.1. Gangguan mood bipolar I
Gangguan mood bipolar I, episod manik tunggal
A. Hanya mengalami satu kali episode manic dan tidak ada rwayat depresi
mayor sebelumnya.
B. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
skizoafektif, Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang
tidak dapat diklasifikasikan.
C. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medic umum
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan
aspek fungsi penting lainnya.3,4
8

Gangguan mood bipolar I, episod manik sekarang ini


A. Saat ini dalam episode manic
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode
manik, depresi, atau campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak
bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan
waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat
atau kondisi medik umum.
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan
aspek fungsi penting lainnya.3,4
Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini
A. Saat ini dalam episode campuran
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik,
depresi atau campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
skizifreniform, Gangguan waham, atau Gangguan psikotik yang
tidak diklasifikasikan
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat
atau kondisi medik umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.3,4
Gangguan mood bipolar I, episod hipomanik saat ini
A. Saat ini dalam episode hipomanik
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manic
atau campuran
9

C. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup


bermakna atau hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting
lainnya
D. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, dan dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. 3,4
Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini
A. Saat ini dalam episode depresi mayor
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan
campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, dan dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medik umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.3,4
Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan saat
ini
A. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik,
hipomanik, campuran atau episode depresi.
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik
atau campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.
10

D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup


bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.3,4

Pembagian menurut PPDGJ III:5


F31 Gangguan Afek bipolar
a. Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada
waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan
aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek
disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa
biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.
Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsug antara 2
minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama
(rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada
orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa
hidup yang penuh stress atau trauma mental lainnya (adanya stress tidak
esensial untuk penegakan diagnosis).
b. Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30). 5

F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik


a. Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania (F30); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik ,
depresif, atau campuran) di masa lampau. 5
F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran) di masa lampau. 5
11

F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala
psikotik (F30.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif atau campuran) di masa lampau. 5
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan
(F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau. 5
F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala
psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau. 5
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
dengan gejala psikotik (F32.3);dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran dimasa lampau. 5
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan
depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania
dan depresif yang sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode
penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu);
dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau. 5
12

F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini daf hipomanik, manik atau campuran di
masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depres if atau campuran). 5
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT. 5

2.5.2. Pemeriksaan penunjang

Darah lengkap

Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia


sebagai penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan antikonvulsan, dapat
mensupresi sumsum tulang, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan sel darah
merah dan sel darah putih untuk mengecek supresi sumsum tulang. Lithium dapat
menyebabkan peningkatan sel darah putih yang reversibel.3,4

Elektrolit
Konsentrasi elektrolit serum diukur untuk membantu masalah diagnostic,
terutama dengan natrium, yang berkaitan dengan depresi. Hiponatremi dapat
bermanifestasi sebagai depresi. Penatalaksanaan dengan lithium dapat berakibat
pada masalah ginjal dan gangguan elektrolit. Kadar natrium rendah dapat
berakibat pada peningkatan kadar lithium dan toxisitas lithium. Oleh karena itu,
skrining kandidat untuk terapi litium maupun yang sedang dalam terapi lithium,
mengecek elektrolit merupakan indikasi. 3,4
Kalsium
Kalsium serum untuk mendiagnosis hiperkalsemi dan hipokalsemi yang
berkaitan dengan perubahan status mental (e.g hiperparatiroid). Hiperparatiroid,
yang dibuktikan dengan peningkatan kalsium darah, mencetuskan depresi.
Beberapa antidepresan, seperti nortriptyline, mempengaruhi jantung, oleh karena
itu, mengecek kadar kalsium sangat penting. 3,4
13

Protein
Kadar protein yang rendah ditemukan pada pasien depresi sebagai hasil
dari tidak makan. Kadar protein rendah, menyebabkan meningkatkan
bioavailabilitas beberapa medikasi, karena obat-obat ini hanya memiliki sedikit
protein untuk diikat. 6,7
Hormone tiroid
Tes tiroid dilakukan untuk menentukan hipertiroid (mania) dan hipotiroid
(depresi). Pengobatan dengan lithium dapat menyebabkan hipotiroid, yang
berkontribusi pada perubahan mood secara cepat. 3,4
Kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN)
Gagal ginjal dapat timbul sebagai depresi. Pengobatan dengan lithium
dapat mempengaruhi klirens ginjal, dan serum kreatinin dan BUN dapat
meningkat. 3,4
Skrining zat dan alkohol
Penyalahgunaan alkohol dan berbagai macam obat dapat memperlihatkan
sebagai mania atau depresi. Contohnya, penyalahgunaan amfetamin dan kokain
dapat timbul sebagai mania, dan penyalahgunaan barbiturate dapat timbul sebagai
depresi. 3,4
EKG
Banyak antidepresan, terutama trisiklik dan beberapa antipsikotik, dapat
berefek pada jantung dan membuat masalah konduksi. Lithium juga dapat
berakibat pada perubahan reversibel flattening atau inversi pada T wave pada
EKG. 3,4
EEG
Alasan untuk penggunaan EEG pada pasien bipolar: 3,4
1. EEG menyediakan garis dasar dan membantu mengesampingkan masalah
neurologi. Menggunakan tes ini untuk mengesampingkan kejang dan
tumor otak.
2. Bila dilakukan ECT. Monitoring EEG saat ECT digunakan untuk
mendeterminasi timbulnya dan durasi kejang.
14

3. Beberapa studi memperlihatkan abnormalitas dari penemuan EEG


sebagai indikasi efektivitas antikonvulsan. Lebih spesifik, penemuan
abnormal dari EEG dapat memprediksi respons dari asam valproate.
4. Beberapa pasien dapat mengalami kejang saat pengobatan, terutama
antidepresan. 3,4
2.6. Diagnosis Banding
2.6.1. Skizofrenia

Agak sulit membedakan episode manik dengan skizofrenia, sehingga


dapat menjadi salah satu diagnosis banding. Gembira berlebihan, elasi, dan
pengaruh mood lebih banyak ditemukan pada episode manik dibandingkan pada
skizofrenia. Kombnasi dari mood manik, cara bicara yang cepat dan hiperaktivitas
yang berlebihan daapt ditemukan dalam episode manik. Onset pada episode
manik berlangsung cepat dan menimbulkan sebuah perubahan pada perubahan
perilaku pasien. Sebagian dari pasien bipolar I memiliki riwayat keluarga dengan
gangguan mood. Kataonik dapat menjadi bagian dari fase depresif gangguan
bipolar I. Saat mengevaluasi pasien dengan katatonia dokter harus teliti dengan
riwayat sebelumnya untuk manik atau episode depresi serta riwayat keluarga
dengan gangguan mood. 3

2.6.2. Depresi berat

Gangguan bipolar tipe I sering dapat bertumpang tindih dengan depresi


berat, perlu dibedakan antara depresi berat yang berdiri sendiri atau depresi yang
merupakan bagian dari gangguan bipolar. Gejala dari kedua gangguan ini hampir
sama dimana seseorang mengalai afek depresi, kehilangan semangat, putus asa
dan tidak bersemangat ditambah gelaja seperti sulit tidur, napsu makan menurun
dan lain sebagainya. Sehingga teknik wawancara yang baik diperlukan untuk
menggali apakah pasien memiliki episode manik atau hipomanik sebelumnya dan
apakah pasien menunjukan gejala-gejala yang sesuai dengan episode manik,
sehingga dapat dibedakan antara depresi yang berdiri sendiri dangan depresi yang
menjadi bagian dari gangguan afek bipolar.3,4
15

2.6.3. Intoksikasi obat

Penyalahgunaan obat seperti amfetamin dapat memicu keadaan manik.


Selain itu, penyalahgunaan obat seperti benzodiazepine dapat memicu keadaan
depresif.3,4

2.6.4. Hiper dan hipotiroid

Gangguan bipolar dapat berupa epidose manik atau hipomanik maupun


episode depresi. Kondisi hiper dan hipotiroid dapat memnyebabkan pasien
menunjukan gejala-gejala yang mirip dengan gangguan bipolar. Pada hipertiroid
pasien akan merasa mudah tersinggung, dan dapat terjadi hiperaktivitas yang
harus dibedakan dengan episode manik pada gangguan bipolar. Sedangkan pada
hipotiroid pasien dapat mengalami penurunan aktivitas, pasien menjadi lemas dan
tidak bersemangat. Pemeriksaan fisik yang baik serta penggalian informasi pada
anamnesis dapat membedakan gangguan bipolar dengan hiper atau hipotiroid,
penemuan gejala lain gangguan pada tiroid seperti penurunan berat badan cepat
adanya pembesaran pada leher maupun gejala hiper dan hipotiroid lainnya dapat
membedakan kedua gangguan ini.3,4

2.6.5. Skizoafektif
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang
lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi
dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun
episode manik atau depresif.3,4

2.7. Penatalaksanaan
Litium, divalproeks (depakote) dan olanzapin (Zyprexa) adalah terapi
yang disetujui FDA untuk fase manic gangguan bipolar tetapi karbamazepin juga
berhasil baik. ECT sangat efektif pada semua gangguan bipolar. Karbamazepin,
16

divalproeks dan asam valproat tampak lebih efektif dari pada litium untuk
tatalaksana mania campuran, disforik, siklus cepat dan mania psikotik.3
Obat yang sering digunakan sebagai monoterapi pada awal masuk adalah
klonazepam (1 mg setiap 4-6 jam) dan lorazepam (2 mg setiap 4-6 jam).
Haloperidol (2-10 mg/hari), olanzapin (2,6-10 mg/hari), dan risperidon (0.5-6
mg/hari).3
1. Litium
Litium masih merupakan terapi standar gangguan bipolar I. tetapi
pertimbangkan efek samping yang terdapat pada litium diantaranya efek sistem
saraf, efek metabolic, efek gastrointestinal, efek dermatologis serta efek tiroid.
Dari semua kekhawatiran yang berpotensi serius adalah efek pada ginjalnya.3

2. Valproat
Data efesiensi untuk valproat saat ini cukup untuk menjamin
penggunaanya sebagai lini pertama. Obat ini dapat mengakibatkan
trombositopenia dan transaminase, keduanya biasanya ringan dan dapat pulih
sendiri.3

3. Karbamazepin
Efek samping mencakup mual, sedasi, dan ataksia. Toksisitas hati,
hiponatremi dan supresi sumsum tulang juga dapat terjadi.3

4. Antikonvulsan lain
Lamotrigin, gabapentin adalah anti konvulsan yang memiliki sifat
antidepresan, antimanik dan penstabil mood. Obat-obat ini tidak memerlukan
pengawasan darah.3

5. Agen lain
Agen lain yang digunakan pada gangguan bipolar mencakup verapamil,
nimodipin dan klozapin memiliki antimanik dan penstabil mood yang poten pada
17

pasien yang refrakter terhadap terapi. ECT dipertimbangan pada kasus berat atau
resisten obat.3
6. Rumatan
Keputusan memberikan rumatan pada pasien dengan menggunkakan
profilaksis litium didasarkan keparahan gangguan pasien, resiko efek samping
serta kualitas dukungan pasien.3

2.8 Prognosis
Pasien dengan gangguan bipolar I memiliki prognosis yang buruk
dibandingkan dengan gangguan depresif berat. Sekitar 40-50% pasien bipolar I
mendapat episode ke 2 dalam 2 tahun sejak episode pertama. Sekitar 7% pasien
dengan gangguan bipolar I tidak kambuh dan 45% memiliki lebih dari 1 episode.
15% membaik, 45% membaik mengalami kekambuhan beberapa kali, 30% pasien
dalam remisi sebagian, dan 10 % sangat kronis.3
18

BAB III
KESIMPULAN

Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan


ditandai oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta
dapat berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup
tinggi. Gangguan mood ini disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya faktor
genetik, biologik, dan psikososial. Dalam perjalanan penyakitnya, gangguan
bipolar ini berbeda-beda, tergantung pada tipe dan waktunya. Onsetnya biasanya
pada usia 20-30 tahun. Wanita dan pria memiliki kesempatan yang sama. Semakin
muda seseorang terkena bipolar, maka makin besar kemungkinannya untuk
mengalami gejala psikotik dan semakin jelas terlihat hubungan genetiknya. Untuk
penatalaksanaan gangguan bipolar, tergantung pada jenis bipolarnya sendiri,
apakah itu fase manik, fase depresi, fase campuran. Diperlukan teknik wawancara
dan pendekatan yang baik sehingga dapat menegakkan diagnosis bipolar dan
membedakan bipolar dari gangguan jiwa maupun penyakit lainnya. Penegangkan
diagnosis penting untuk memberikan penatalaksaan yang tepat bagi pasien.
19

DAFTAR PUSTAKA
1. Jann M. Diagnosis and Treatment of Bipolar Disorders in Adults. Am Health
Drug Benefits. 2014;7(9):489-499
2. Li D. Toward a Deeper Understanding of The Genetics of Bipolar Disorder.
University of Virginia, USA. 2015; 105(6):1-6.
3. Sadock B. J, Sadock V. A. Kaplan dan Sadock: Buku Ajar Psikiatri Klinis
(Edisi 2). Jakarta: EGC; 2010. p.189-216.
4. Elvira, hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p. 204-226.
5. Muslim Rusdi.Buku Saku: Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III Jakarta: PT Nuh Jaya; 2013. p. 61.

You might also like