Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan paper ini adalah untuk menguraikan teori-teori
tentang gangguan bipolar I mulai dari defenisi, diagnosis, penatalaksanaan dan
prognosisnya. Penyusunan paper ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan
pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter P3D di dapertemen
ilmu kedokteran jiwa Universitas Sumatera Utara.
1.3. Manfaat
Paper ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan pemahaman
penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami dan
mengenal gangguan bipolar I.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
Gangguan bipolar adalah gangguan mood yang terdiri dari paling sedikit
satu episode manik, hipomanik atau campuran yang biasanya disertai dengan
adanya riwayat episode depresi mayor. Orang dengan gangguan bipolar I
menunjukan satu atau lebih episode manik atau campuran yang biasanya disertai
oleh episode-episode depresi mayor.3
2.2. Epidemiologi
Menurut American Psychiatric Association gangguan afektif bipolar I
mencapai 0.8% dari populasi dewasa, dalam penelitian yang dilakukan dengan
komunitas mencapai antara 0,4-1,6%. Angka ini konsisten di beragam budaya dan
kelompok etnis. gangguan bipolar I mempengaruhi pria dan wanita cukup merata.
Ini perkiraan prevalensi dianggap konservatif.
Episode manik lebih banyak didapatkan pada pria dan depresi lebih umum
pada wanita. Saat seorang wanita mengalami episode manik gelaja yang timbul
dapat bercampur antara manik dan depresi. Pada wanita juga lebih sering
ditemukan siklus cepat atau rapid cycling seperti memiliki 4 episode manik dalam
1 tahun periode. Epidemiologi Penelitian melaporkan usia rata-rata saat onset 21
tahun untuk gangguan bipolar.4
2.3. Etiologi
2.3.1. Faktor biologi
Studi pada keluarga. Data dari studi ini mengatakan 1 orang tua dengan
gangguan mood, anaknya akan memiliki risiko antara 10-25% untuk menderita
gangguan mood. Jika kedua orang tuanya menderita gangguan mood, maka
kemungkinannya menjadi 2 kali lipat. Risiko ini meningkat jika ada anggota
keluarga dari 1 generasi sebelumnya daripada kerabat jauh. Satu riwayat keluarga
gangguan bipolar dapat meningkatkan risiko untuk gangguan mood secara umum,
dan lebih spesifik pada kemungkianan munculnya bipolar.1,3
2.5. Diagnosis
Keterampilan wawancara dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Informasi
dari keluarga sangat diperlukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan criteria yang terdapat
dalam DSM-IV atau ICD-10. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi symptom Gangguan bipolar adalah The Structured clinical Interview for
DSM-IV (SCID). The Present State Examination (PSE) dapat pula digunakan untuk
mengidentifikasi symptom sesuai dengan ICD-10.3,4
Pembagian menurut DSM-IV: 3,4
2.5.1. Gangguan mood bipolar I
Gangguan mood bipolar I, episod manik tunggal
A. Hanya mengalami satu kali episode manic dan tidak ada rwayat depresi
mayor sebelumnya.
B. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
skizoafektif, Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang
tidak dapat diklasifikasikan.
C. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medic umum
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan
aspek fungsi penting lainnya.3,4
8
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala
psikotik (F30.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif atau campuran) di masa lampau. 5
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan
(F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau. 5
F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala
psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau. 5
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
dengan gejala psikotik (F32.3);dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran dimasa lampau. 5
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan
depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania
dan depresif yang sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode
penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu);
dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau. 5
12
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini daf hipomanik, manik atau campuran di
masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depres if atau campuran). 5
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT. 5
Darah lengkap
Elektrolit
Konsentrasi elektrolit serum diukur untuk membantu masalah diagnostic,
terutama dengan natrium, yang berkaitan dengan depresi. Hiponatremi dapat
bermanifestasi sebagai depresi. Penatalaksanaan dengan lithium dapat berakibat
pada masalah ginjal dan gangguan elektrolit. Kadar natrium rendah dapat
berakibat pada peningkatan kadar lithium dan toxisitas lithium. Oleh karena itu,
skrining kandidat untuk terapi litium maupun yang sedang dalam terapi lithium,
mengecek elektrolit merupakan indikasi. 3,4
Kalsium
Kalsium serum untuk mendiagnosis hiperkalsemi dan hipokalsemi yang
berkaitan dengan perubahan status mental (e.g hiperparatiroid). Hiperparatiroid,
yang dibuktikan dengan peningkatan kalsium darah, mencetuskan depresi.
Beberapa antidepresan, seperti nortriptyline, mempengaruhi jantung, oleh karena
itu, mengecek kadar kalsium sangat penting. 3,4
13
Protein
Kadar protein yang rendah ditemukan pada pasien depresi sebagai hasil
dari tidak makan. Kadar protein rendah, menyebabkan meningkatkan
bioavailabilitas beberapa medikasi, karena obat-obat ini hanya memiliki sedikit
protein untuk diikat. 6,7
Hormone tiroid
Tes tiroid dilakukan untuk menentukan hipertiroid (mania) dan hipotiroid
(depresi). Pengobatan dengan lithium dapat menyebabkan hipotiroid, yang
berkontribusi pada perubahan mood secara cepat. 3,4
Kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN)
Gagal ginjal dapat timbul sebagai depresi. Pengobatan dengan lithium
dapat mempengaruhi klirens ginjal, dan serum kreatinin dan BUN dapat
meningkat. 3,4
Skrining zat dan alkohol
Penyalahgunaan alkohol dan berbagai macam obat dapat memperlihatkan
sebagai mania atau depresi. Contohnya, penyalahgunaan amfetamin dan kokain
dapat timbul sebagai mania, dan penyalahgunaan barbiturate dapat timbul sebagai
depresi. 3,4
EKG
Banyak antidepresan, terutama trisiklik dan beberapa antipsikotik, dapat
berefek pada jantung dan membuat masalah konduksi. Lithium juga dapat
berakibat pada perubahan reversibel flattening atau inversi pada T wave pada
EKG. 3,4
EEG
Alasan untuk penggunaan EEG pada pasien bipolar: 3,4
1. EEG menyediakan garis dasar dan membantu mengesampingkan masalah
neurologi. Menggunakan tes ini untuk mengesampingkan kejang dan
tumor otak.
2. Bila dilakukan ECT. Monitoring EEG saat ECT digunakan untuk
mendeterminasi timbulnya dan durasi kejang.
14
2.6.5. Skizoafektif
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang
lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi
dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun
episode manik atau depresif.3,4
2.7. Penatalaksanaan
Litium, divalproeks (depakote) dan olanzapin (Zyprexa) adalah terapi
yang disetujui FDA untuk fase manic gangguan bipolar tetapi karbamazepin juga
berhasil baik. ECT sangat efektif pada semua gangguan bipolar. Karbamazepin,
16
divalproeks dan asam valproat tampak lebih efektif dari pada litium untuk
tatalaksana mania campuran, disforik, siklus cepat dan mania psikotik.3
Obat yang sering digunakan sebagai monoterapi pada awal masuk adalah
klonazepam (1 mg setiap 4-6 jam) dan lorazepam (2 mg setiap 4-6 jam).
Haloperidol (2-10 mg/hari), olanzapin (2,6-10 mg/hari), dan risperidon (0.5-6
mg/hari).3
1. Litium
Litium masih merupakan terapi standar gangguan bipolar I. tetapi
pertimbangkan efek samping yang terdapat pada litium diantaranya efek sistem
saraf, efek metabolic, efek gastrointestinal, efek dermatologis serta efek tiroid.
Dari semua kekhawatiran yang berpotensi serius adalah efek pada ginjalnya.3
2. Valproat
Data efesiensi untuk valproat saat ini cukup untuk menjamin
penggunaanya sebagai lini pertama. Obat ini dapat mengakibatkan
trombositopenia dan transaminase, keduanya biasanya ringan dan dapat pulih
sendiri.3
3. Karbamazepin
Efek samping mencakup mual, sedasi, dan ataksia. Toksisitas hati,
hiponatremi dan supresi sumsum tulang juga dapat terjadi.3
4. Antikonvulsan lain
Lamotrigin, gabapentin adalah anti konvulsan yang memiliki sifat
antidepresan, antimanik dan penstabil mood. Obat-obat ini tidak memerlukan
pengawasan darah.3
5. Agen lain
Agen lain yang digunakan pada gangguan bipolar mencakup verapamil,
nimodipin dan klozapin memiliki antimanik dan penstabil mood yang poten pada
17
pasien yang refrakter terhadap terapi. ECT dipertimbangan pada kasus berat atau
resisten obat.3
6. Rumatan
Keputusan memberikan rumatan pada pasien dengan menggunkakan
profilaksis litium didasarkan keparahan gangguan pasien, resiko efek samping
serta kualitas dukungan pasien.3
2.8 Prognosis
Pasien dengan gangguan bipolar I memiliki prognosis yang buruk
dibandingkan dengan gangguan depresif berat. Sekitar 40-50% pasien bipolar I
mendapat episode ke 2 dalam 2 tahun sejak episode pertama. Sekitar 7% pasien
dengan gangguan bipolar I tidak kambuh dan 45% memiliki lebih dari 1 episode.
15% membaik, 45% membaik mengalami kekambuhan beberapa kali, 30% pasien
dalam remisi sebagian, dan 10 % sangat kronis.3
18
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Jann M. Diagnosis and Treatment of Bipolar Disorders in Adults. Am Health
Drug Benefits. 2014;7(9):489-499
2. Li D. Toward a Deeper Understanding of The Genetics of Bipolar Disorder.
University of Virginia, USA. 2015; 105(6):1-6.
3. Sadock B. J, Sadock V. A. Kaplan dan Sadock: Buku Ajar Psikiatri Klinis
(Edisi 2). Jakarta: EGC; 2010. p.189-216.
4. Elvira, hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p. 204-226.
5. Muslim Rusdi.Buku Saku: Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III Jakarta: PT Nuh Jaya; 2013. p. 61.