Professional Documents
Culture Documents
REFERAT OMSK (Ati)
REFERAT OMSK (Ati)
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, Tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif
dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa
penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media lebih sering pada anak-anak. Infeksi umumnya
terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah.1
Radang telinga tengah menahun atau otitis media supuratif kronik (OMSK), yang biasa
disebut “congek” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada
gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea)
lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous atau
purulen. Penyakit ini biasanya diikuti oleh penurunan pendengaran.1
Insiden OMSK bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi
oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan
Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun
demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh Negara-negara di Asia
Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial
ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan
faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang
berkembang.2,3 Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat
OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta)
menderita kurang pendengaran yang signifikan.4 Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia
adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT
rumah sakit di Indonesia. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi
otitis media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman
yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah ( gizi buruk ) atau hygiene yang jelek. 1,3,4
2
Otitis media supuratif akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi
ini tergantung pada kelainan patologi yang menyebabkan otore. Komplikasi ini biasanya di
dapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya tetapi OMSK tipe manapun dapat menyebabkan
komplikasi bila terinfeksi kuman yang virulen ( eksaserbasi akut ). Dengan tersedianya antibiotika
mutakhir komplikasi menjadi semakin jarang.5,6
Penanganan OMSK dapat dibagi atas konservatif dan operatif. Penanganan konservatif
bertujuan untuk mengontrol proses infeksi yang berupa pembersihan telinga untuk mengusahakan
telinga yang ‘aman’ dan pertimbangan fungsional merupakan tujuan yang sekunder dan pemberian
antibiotik topikal atau sistemik. Terapi medikamentosa ditujukan pada OMSK tipe jinak dan
tindakan operasi dikerjakan pada OMSK tipe ganas. Penanganan operatif dilakukan untuk
eradikasi jaringan patologi yang terdapat di dalam rongga mastoid dan kavum timpani, dapat
berupa mastoidektomi sederhana, mastoidektomi radikal, dan mastoidektomi radikal modifikasi.1
3
BAB II
PEMBAHASAN
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus
eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di
sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi
kelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh
kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen,
dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm.
Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar
keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar
apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat
berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen
berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.8
Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri darti kavum timpani, Tuba Eustachius, antrum mastoid, serta
sel-sel tulang matoid. Kavum timpani di dalamnya terdapat 3 rang kaian tulang
pendengaran yang disebut maleus, inkus, dan stapes yang saling berhubungan. Kavum
timapani dibagi dalam 3 bagian yaitu atik, bagian tengah kavum timpani, dan
hipotimpanum.8
Atik ialah bagian yang terletak di bagian atas kaki maleus. Disana terdapat bagian
kepala dan leher maleus, serta sebagian dari inkus. Bagian tengah dari kavum timpani
berbatas di bagian lateral dengan gendang telinga, sedangkan di bagian medial dengan
promontorium, yaitu dinding yang membatasi dengan koklea. Jarak kavum timpani ialah 2
milimeter. Di dinding anterior terdapat pintu ke Tuba Eustachius, sedangkan di dinding
posterior terdapat aditus ad antrum., yaitu saluran yang menuju ke rongga mastoid. Dinding
lateral terbentuk oleh membran timpani dan dinding atik. Pada dinding medial terdapat dari
atas ke bawah: 1. Bagian anterior canalis semisirkularis, 2. Saluran untuk nervus facial, 3.
5
Inervasi. Nervus sensoris berasal dari cabang timpani saraf otak ke IX, cabang dari
nervus fasial, cabang pleksus karotis, dan nervus petrosus superficialis minor.
Vaskularisasi berasal dari arteri faringeal ascendens, arteri meningea media, arteri
stilomatoid, dan arteri karotis eksterna. Vena menuju ke pleksus pterigoid, pleksus
meningeal, bulbus jugular, sinus petrosus superior, dan plekus venosus karotis. Aliran
limfa dialirkan ke kelenjar retrofaring dan kelenjar preaurikular.8
Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa 2/3 lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis
semisirkularis saling berhubungan tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak
lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
disebelah bawah, dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang
terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar
skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti. Pada skala
media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada
7
membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan
kanalis corti, yang membentuk organ corti. Di telinga dalam terdapat kanalis semisirkularis
dan utrikel yang diperlukan untuk keseimbangan, sedangkan sakulus dan duktus koklea
diperlukan untuk pendengaran.8
Telinga dalam diperdarahi oleh arteri auditori interna cabang dari arteri cerebellaris
anterior inferior dan arteri basilaris. Arteri auditori interna membentuk dua cabang yaitu
arteri vestibularis anterior yang memperdarahi utrikulus dan sakulus bagian superior, serta
bagian superior dan horizontal dari kanalis semisirkularis. Cabang lain dari arteri auditori
interna adalah arteri koklearis komunis yang bercabang menjadi arteri koklearis dan arteri
vestibulokoklearis. Arteri koklearis memperdarahi semua bagian koklea kecuali sepertiga
bagian basal yang diperdarahi oleh rami koklearis, cabang dari arteri vestibulokoklearis.
Cabang lain dari arteri vestibulokoklearis adalah arteri vestibular bagian posterior yang
memperdarahi utrikulus dan sakulus bagian inferior, serta kanalis semisirkularis bagian
posterior. Vena dialirkan ke vena auditori interna yang diteruskan ke sinus sigmoideus atau
sinus petrosus inferior. Vena-vena kecil melewati vestibular aqueduct dan bermuara di
sinus petrosus inferior dan superior.8
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian
tlang pendengaran yang mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang
telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong
sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana
Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.8
Definisi
Suatu infeksi kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat
keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang
timbul.1,3
Epidemiologi
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai
pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit
hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK
ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa
daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh
9
dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk
meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.3
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia
akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–
200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK
di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang
berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.3
Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui Tuba Eustachius. Fungsi Tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan
cleft palate dan Down’s syndrom. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang
relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell - mediated ( seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan
leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.1,2,10 Penyebab OMSK antara
lain1,3,5,10:
A. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, antero-posterior dan postero superior, kadang-kadang
subtotal10
11
B. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membrane timpani dengan adanya erosi dari annulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total,
perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom. 10
C. Perforasi atik
Terjadi pada pars flacidda, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma10
Gambar 5 : kolesteatom10
13
Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana
kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai
mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal
pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan
infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang
menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika
granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana
kadangkadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior. 10
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa
telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain
yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.
14
a) Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani
dan disini ia membentuk kolesteatom ( migration teori menurut Hartmann);
epitel yang masuk menjadi nekrotis, terangkat keatas. Dibawahnya timbul
epitel baru. Inipun terangkat hingga timbul epitel - epitel mati, merupakan
lamel - lamel. Kolesteatom yang terjadi ini dinamakan “secondary acquired
cholesteatoma”. 3,10
b) Mukosa dari kavum timpani mengalami metaplasia oleh karena infeksi
(metaplasia teori menurut Wendt).3,10
c) Kolesteatom yang letaknya pada pars flasida ( attic retractioncholesteatom).
Oleh karena tuba tertutup terjadi retraksi dari membranflasida, yang
mengakibatkan terjadi deskuamasi epitel yang tidak lepas dan bertumpuk.
Lambat laun epitel ini hancur dan menjadi kista. Kista ini tambah lama
tambah besar dan tumbuh terus kedalam kavum timpani dan membentuk
kolesteatom. Ini dinamakan “primary acquired cholesteatom” atau genuines
cholesteatom”. Mula - mula belum timbul peradangan, lambat laun dapat
16
Patogenesis
Pada keadaan normal, muara Tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan
akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu
infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah
sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.3
17
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari
nasofaring melalui Tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan
terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga
tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun
infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan
sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permeabilitas pembuluh
darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya
peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga
tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel
peradangan pada telinga tengah.3,5
2.5 Diagnosis
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri
mengarah kemungkinan tuberkulosis.10,11,12
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat,
karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi
dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran
masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran
menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian
tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe
maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.10,11,12
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila
terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang
dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.10,11,12
4. Vertigo
1. Pemeriksaan otoskopi
2. Pemeriksaan Audiometri
3. Pemeriksaan Radiologi.
b) Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga
tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik
sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur. 10,11
c) Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid
petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius
interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini
menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.10,11
d) Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal
sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.
Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan
tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulangtulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi
jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan
tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior
menunjukan adanya penyakit mastoid. 10,11
4. Bakteriologi
perforasi membran timpani, infeksi lebih sering berasal dari luar yang
masuk melalui perforasi tadi. 10,11
2.7 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas10,11 :
1. Konservatif
2. Operasi
Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah membersihkan liang telinga dan
kavum timpani dan pemberian antibiotika :
1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet) Tujuan aural
toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan
26
Tujuan
Aural toilet secara kering (dry mopping) Telinga dibersihkan dengan kapas
lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini
sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga.
Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering. 10,11
Aural toilet secara basah (syringing) Telinga disemprot dengan cairan untuk
membuang debris dan nanah, kemudian dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk
antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah,
tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid.
Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi
27
sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik,
misalnya asam boric dengan Iodine. 10,11
OMSK Maligna
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain1,11 :
1) Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy) Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe
aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini
dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya
infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak
diperbaiki.1
2) Mastoidektomi radikal Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau
kolesteatoma yang sudah meluas1 Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan
telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi
tersebut menjadi satu ruangan. 1,
Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah
komplikasi ke intracranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.1 Kerugian operasi ini
ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien harus datang dengan
teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran kurang sekali
sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien.1 Modifikasi operasi ini ialah
30
dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatoplasti yang
lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu
meatus liang telinga luar menjadi lebar.1
3) Mastoidektomi radikal dengan modifikasi Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan
kolesteatoma di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid
dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan.1
Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga
mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.1
4) Miringoplasti Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani.1
Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe
aman dengan perforasi yang menetap.1 Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang
sudah tenang dengan keluhan ringan hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.1
5) Timpanoplasti Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan
medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran.1 Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus
dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk tulang pendengaran
yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, II, IV dan V.1 Sebelum
rekonstruksi dikerjakan, lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau
tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang operasi ini
dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.1
6) Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty) Operasi ini
merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe bahaya
atau tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.1
Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran
tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal ( tanpa meruntuhkan dinding posterior
liang telinga ). Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani,
dikerjakan melalui 2 jalan ( combined approach ) yaitu melalui liang telinga dan rongga
mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe
31
bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma
kembali. 1
2.8 Komplikasi
Otitis media supuratif akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius
karena komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.
Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologi yang menyebabkan otore.
Komplikasi ini biasanya di dapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya tetapi OMSK tipe
manapun dapat menyebabkan komplikasi bila terinfeksi kuman yang virulen ( eksaserbasi
akut ). Dengan tersedianya antibiotika mutakhir komplikasi otogenik menjadi semakin
jarang. Komplikasi intracranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari
32
a) Komplikasi ditelinga tengah, yaitu Perforasi persisten, erosi tulang pendengaran paralisis
nervus fasial
b) Komplikasi telinga dalam, yaitu fistel labirin, labirinitis supuratif, tuli saraf (sensorineural)
c) Komplikasi ekstradural, yaitu abses ekstradural, trombosis sinus lateralis, petrositis
d) Komplikasi ke susunan saraf pusat, yaitu meningitis, abses otak, hindrosefalus otitis
Shambough (2003) membagi atas komplikasi meningeal dan non meningeal 2,10:
A. Komplikasi intratemporal
B. Komplikasi ekstratemporal
1) Abses subperiosteal
C. Komplikasi intrakranial
1) Abses otak
2) Tromboflebitis
3) Hidrosefalus otikus
4) Empiema subdural
5) Abses subdural/ ekstradural
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006: p.
64-77.
2. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi VI.
Jakarta: FKUI, 2001. h. 78-85.
3. Acuin, Jose. Chronic Suppurative Otitis Media. BMJ Clinical Evidence. London;
Published online 2007 February 1. [cited 2014 Januari 31] Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2943814/
4. Ballenger JJ. Penyakit Telinga Kronis. Dalam Buku Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher. Ed.13 Jilid Satu. Binarupa Aksara, Jakarta. 1994: p. 392412.
5. WHO. Chronic suppurative otitis media burden of illness and management options. Child
and adolescent health and development prevention of Geneva, Switzerland; 2004.p.10
6. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam:
Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997:
88-118.
7. Netter FH. Head and Neck. In: Netter’s Clinical Anatomy 2nd ed. Hansen, John T editors.
Phliladelphia: Elseivier. 2011. 400-4
8. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga.
Dalam: Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher edisi 6.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD editors. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2010.10-6.
9. Picture perforasi membrane timpani. Updated 27 des 2017. Available at :
http://bahankedokteran.wordpress.com/2012/07/20/otitis-media-supuratif-kronik-omsk/
10. Nursiah, Siti. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan terhadap beberapa
Antibiotika di bagian THT FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan. [ disertasi ]Medan;
2003.
11. Paparella et al. Otolaryngology. Volume II-Otology and Neuro-otology Third Edition. WB
Saunders Company; 1991. p:1363.
34
12. Paparella MM., et all Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid, Editor Effendi H, Santoso K,
Dalam :Boies Buku Ajar Penyakit THT, Alih Bahasa : Dr. Caroline Wijaya, Edisi 6,
Jakarta, EGC, 1994 ; 88 - 113.
13. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). Cermin Dunia Kedokteran
163/vol.35 no.4/ Juli–Agustus 2008.