You are on page 1of 34

1

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, Tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif
dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa
penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media lebih sering pada anak-anak. Infeksi umumnya
terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah.1

Radang telinga tengah menahun atau otitis media supuratif kronik (OMSK), yang biasa
disebut “congek” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada
gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea)
lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous atau
purulen. Penyakit ini biasanya diikuti oleh penurunan pendengaran.1

Insiden OMSK bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi
oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan
Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun
demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh Negara-negara di Asia
Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial
ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan
faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang
berkembang.2,3 Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat
OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta)
menderita kurang pendengaran yang signifikan.4 Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia
adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT
rumah sakit di Indonesia. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi
otitis media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman
yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah ( gizi buruk ) atau hygiene yang jelek. 1,3,4
2

Otitis media supuratif akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi
ini tergantung pada kelainan patologi yang menyebabkan otore. Komplikasi ini biasanya di
dapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya tetapi OMSK tipe manapun dapat menyebabkan
komplikasi bila terinfeksi kuman yang virulen ( eksaserbasi akut ). Dengan tersedianya antibiotika
mutakhir komplikasi menjadi semakin jarang.5,6

Penanganan OMSK dapat dibagi atas konservatif dan operatif. Penanganan konservatif
bertujuan untuk mengontrol proses infeksi yang berupa pembersihan telinga untuk mengusahakan
telinga yang ‘aman’ dan pertimbangan fungsional merupakan tujuan yang sekunder dan pemberian
antibiotik topikal atau sistemik. Terapi medikamentosa ditujukan pada OMSK tipe jinak dan
tindakan operasi dikerjakan pada OMSK tipe ganas. Penanganan operatif dilakukan untuk
eradikasi jaringan patologi yang terdapat di dalam rongga mastoid dan kavum timpani, dapat
berupa mastoidektomi sederhana, mastoidektomi radikal, dan mastoidektomi radikal modifikasi.1
3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Telinga

Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Gambar 1: anatomi telinga 7


4

Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus
eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di
sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi
kelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh
kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen,
dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm.
Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar
keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar
apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat
berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen
berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.8

Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri darti kavum timpani, Tuba Eustachius, antrum mastoid, serta
sel-sel tulang matoid. Kavum timpani di dalamnya terdapat 3 rang kaian tulang
pendengaran yang disebut maleus, inkus, dan stapes yang saling berhubungan. Kavum
timapani dibagi dalam 3 bagian yaitu atik, bagian tengah kavum timpani, dan
hipotimpanum.8

Atik ialah bagian yang terletak di bagian atas kaki maleus. Disana terdapat bagian
kepala dan leher maleus, serta sebagian dari inkus. Bagian tengah dari kavum timpani
berbatas di bagian lateral dengan gendang telinga, sedangkan di bagian medial dengan
promontorium, yaitu dinding yang membatasi dengan koklea. Jarak kavum timpani ialah 2
milimeter. Di dinding anterior terdapat pintu ke Tuba Eustachius, sedangkan di dinding
posterior terdapat aditus ad antrum., yaitu saluran yang menuju ke rongga mastoid. Dinding
lateral terbentuk oleh membran timpani dan dinding atik. Pada dinding medial terdapat dari
atas ke bawah: 1. Bagian anterior canalis semisirkularis, 2. Saluran untuk nervus facial, 3.
5

Lubang tingkap lonjong (fenestra ovalis), 4. Prompntorium, 5. Lubang tingkap bulat


(fenestra rotundum). Bagian besar kavum timpani dipisahkan dari bulbus jugularis oleh
tulang, sedangkan bagian atapnya berhubungan dengan duramater dari kranii media.8

Inervasi. Nervus sensoris berasal dari cabang timpani saraf otak ke IX, cabang dari
nervus fasial, cabang pleksus karotis, dan nervus petrosus superficialis minor.
Vaskularisasi berasal dari arteri faringeal ascendens, arteri meningea media, arteri
stilomatoid, dan arteri karotis eksterna. Vena menuju ke pleksus pterigoid, pleksus
meningeal, bulbus jugular, sinus petrosus superior, dan plekus venosus karotis. Aliran
limfa dialirkan ke kelenjar retrofaring dan kelenjar preaurikular.8

Antrum mastoid dihubungkan ke kavum timpani oleh aditus ad antrum di bagian


depan, dan di bagian posterior terdapat sel-sel mastoid. Sel-sel mastoid dibagi dalam
berbagai bentuk, pneumatik, sklerotik, dan diploik. Pada sel mastoid yang pneumatik (sel-
selnya tampak telah berkembang), yang sklerotik (tulang tidak berlubang), sedangkan yang
diploik (berbentuk antara pneumatik dan sklerotik), terdapat banyak pembuluh darah.8

Tuba Eustachius ialah saluran yang mengubungkan nasofaring dengan kavum


timpani. Panjangnya kira-kira 4 sentimeter. Tuba ini merupakan saluran yang berguna bagi
kavum timpani, supaya tekanan di dalam kavum timpani sama dengan tekan udara luar.
Dengan demikian membran timpani dapat bergerak dengan baik. Selain ini Tuba
Eustachius merupakan saluran yang akan membawa infeksi dari hidung, nasofaring, dan
faring ke kavum timpani dan rongga mastoid. Tuba Eustachius sebagian berdinding tulang,
sebagian lagi tulang rawan yang panjangnya sepertiga dari seluruh panjang Tuba
Eustachius. Bagian tulang rawan bermuara ke nasofaring, sedangkan bagian yang
berdinding tulang (2/3 panjang seluruh tuba) bermuara ke kavum timpani, di dinding
anteriornya. Tuba Eustachius terbuka pada waktu menelan, menguap, dan mengunyah.7,8
6

Gambar 2: telinga tengah7

Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa 2/3 lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis
semisirkularis saling berhubungan tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak
lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
disebelah bawah, dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang
terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar
skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti. Pada skala
media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada
7

membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan
kanalis corti, yang membentuk organ corti. Di telinga dalam terdapat kanalis semisirkularis
dan utrikel yang diperlukan untuk keseimbangan, sedangkan sakulus dan duktus koklea
diperlukan untuk pendengaran.8

Vaskularisasi dan Persarafan Telinga

Telinga dalam diperdarahi oleh arteri auditori interna cabang dari arteri cerebellaris
anterior inferior dan arteri basilaris. Arteri auditori interna membentuk dua cabang yaitu
arteri vestibularis anterior yang memperdarahi utrikulus dan sakulus bagian superior, serta
bagian superior dan horizontal dari kanalis semisirkularis. Cabang lain dari arteri auditori
interna adalah arteri koklearis komunis yang bercabang menjadi arteri koklearis dan arteri
vestibulokoklearis. Arteri koklearis memperdarahi semua bagian koklea kecuali sepertiga
bagian basal yang diperdarahi oleh rami koklearis, cabang dari arteri vestibulokoklearis.
Cabang lain dari arteri vestibulokoklearis adalah arteri vestibular bagian posterior yang
memperdarahi utrikulus dan sakulus bagian inferior, serta kanalis semisirkularis bagian
posterior. Vena dialirkan ke vena auditori interna yang diteruskan ke sinus sigmoideus atau
sinus petrosus inferior. Vena-vena kecil melewati vestibular aqueduct dan bermuara di
sinus petrosus inferior dan superior.8

Untuk persarafan, telinga sebagai organ pendengaran sekaligus sebagai organ


keseimbangan dipersarafi oleh nervus vestibulokoklearis. Nervus koklearis tersusun oleh
sekitar 30.000 sel-sel saraf eferen yang mempersarafi 15.000 sel rambut pada spiral organ
di setiap koklea. Serabut saraf dari nervus koklearis berjalan sepanjang meatus akustikus
internus bersama serabut saraf dari nervus vestibularis membentuk nervus
vestibulokoklearis (CN VIII). Pada ujung medial dari meatus akustikus internus, saraf
kanial VIII menembus lempengan tulang tipis bersama saraf kranial VII (nervus fasialis)
dan pembuluh darah menuju dorsal dan ventral coclear nuclei di batang otak. Sebagian
besar serabut saraf dari kedua nuclei naik menuju inferior colliculus secara kontralateral,
dan sebagian lainnya secara ipsilateral. Selanjutnya, dari inferior colliculus, sarafsaraf
pendengaran berjalan menuju medial geniculate body dan akhirnya menuju korteks
auditorius di lobus temporalis.8
8

2.2 Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian
tlang pendengaran yang mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang
telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong
sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana
Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.8

2.3 Ootitis Media Supuratif Kronis

Definisi

Suatu infeksi kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat
keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang
timbul.1,3

Epidemiologi

Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai
pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit
hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK
ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa
daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh
9

dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk
meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.3

Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia
akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–
200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK
di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang
berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.3

Etiologi

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui Tuba Eustachius. Fungsi Tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan
cleft palate dan Down’s syndrom. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang
relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell - mediated ( seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan
leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.1,2,10 Penyebab OMSK antara
lain1,3,5,10:

1. Lingkungan Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum


jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden
yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan
dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama
apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang
dikaitkan sebagai faktor genetik.
3. Otitis media sebelumnya. Secara umum dikatakan otitis media kronis
merupakan kelanjutan dari otitis media akut.
4. Infeksi Bakteri yang diisolasi dari sekret telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif, sehingga metode kultur
10

kuman merupakan pilihan yang tepat. Organisme yang dijumpai terutama


adalah Gram - negatif, flora tipe - usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret dari
telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat
mempengaruhi mukosa telinga tengah yang menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme normal yang berada dalam telinga
tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih
besar terhadap otitis media kronis.
7. Alergi Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih
tinggi dibanding yang bukan alergi.
8. Gangguan fungsi Tuba Eustachius. Pada otitis kronis aktif, dimana Tuba
Eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan
fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui.

2.4 Klasifikasi OMSK

Bentuk perforasi membrane timpani adalah:

A. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, antero-posterior dan postero superior, kadang-kadang
subtotal10
11

B. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membrane timpani dengan adanya erosi dari annulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total,
perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom. 10

Gambar 4: Perforasi Marginal


12

C. Perforasi atik
Terjadi pada pars flacidda, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma10

Gambar 5 : kolesteatom10
13

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :

1. Tipe tubotimpani = tipe benigna = tipe aman = tipe mukosa.


Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala
klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi Tuba Eustachius, infeksi saluran nafas atas,
pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang
rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan
mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan
dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi
dan mukosiliar yang jelek. 10 Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:

Fase aktif

Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana
kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai
mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal
pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan
infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang
menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika
granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana
kadangkadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior. 10

Fase tidak aktif / fase tenang

Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa
telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain
yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.
14

2. Tipe atikoantral = tipe maligna = tipe bahaya = tipe tulang


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral
lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang
mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.10 Kolesteatom adalah
suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel
bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:
a) Kolesteatom kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteato kongenital menurut Derlaki dan
Clemis (1965) adalah :
1. Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah
atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat
menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan
gangguan keseimbangan.3,10
b) Kolesteatom didapat.
1. Primary acquired cholesteatoma
Kolesteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida
tanpa didahului oleh perforasi membrane timpani. Kolesteatoma
timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membrane timpani pars
flasida karena adanya tekanan negative di telinga tengah akibat
gangguan tuba3,10
2. Secondary acquired cholesteatoma.
Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan
peradangan kronis biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa.
Khasnya perforasi marginal pada bagian posterosuperior.
Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksterna yang masuk ke
kavum timpani melalui perforasi membran timpani atau kantong
retraksi membran timpani pars tensa. Banyak teori yang diajukan
sebagai penyebab kolesteatom yang didapat primer, tetapi sampai
15

sekarang belum ada yang bisa menunjukan penyebab yang


sebenarnya. 3,10

Banyak teori yang diajukan sebagai penyebab kolesteatom yang didapat


primer, tetapi sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukan penyebab yang
sebenarnya.3,10 Teori - teori itu antara lain3,10 :

a) Tekanan negatif dalam atik, menyebabkan invaginasi pars flasida dan


pembentukan kista. b. Metaplasia mukosa telinga tengah dan atik akibat
infeksi.
b) Hiperplasia invasif diikuti terbentuknya kista dilapisan basal epidermis pars
flasida akibat iritasi oleh infeksi.
c) Sisa - sisa epidermis kongenital yang terdapat di daerah atik.
d) Hiperkeratosis invasif dari kulit liang telinga bagian dalam

Ada beberapa teori yang mengatakan bagaimana epitel dapat masuk


kedalam kavum timpani. Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media
kronik dengan perforasi marginal. teori itu adalah:

a) Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani
dan disini ia membentuk kolesteatom ( migration teori menurut Hartmann);
epitel yang masuk menjadi nekrotis, terangkat keatas. Dibawahnya timbul
epitel baru. Inipun terangkat hingga timbul epitel - epitel mati, merupakan
lamel - lamel. Kolesteatom yang terjadi ini dinamakan “secondary acquired
cholesteatoma”. 3,10
b) Mukosa dari kavum timpani mengalami metaplasia oleh karena infeksi
(metaplasia teori menurut Wendt).3,10
c) Kolesteatom yang letaknya pada pars flasida ( attic retractioncholesteatom).
Oleh karena tuba tertutup terjadi retraksi dari membranflasida, yang
mengakibatkan terjadi deskuamasi epitel yang tidak lepas dan bertumpuk.
Lambat laun epitel ini hancur dan menjadi kista. Kista ini tambah lama
tambah besar dan tumbuh terus kedalam kavum timpani dan membentuk
kolesteatom. Ini dinamakan “primary acquired cholesteatom” atau genuines
cholesteatom”. Mula - mula belum timbul peradangan, lambat laun dapat
16

terjadi peradangan. Primary dan secondary acquired cholesteatom ini


dinamakan juga “ pseudocholesteatoma.3,10

Patogenesis

Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal


menemukan bahwa adanya disfungsi Tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini
(otitis media, OM).3

Pada keadaan normal, muara Tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan
akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu
infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah
sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.3
17

Gambar 6 : Anatomi Tuba Eustachius anak dan dewasa9

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari
nasofaring melalui Tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan
terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga
tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun
infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan
sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permeabilitas pembuluh
darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya
peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga
tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel
peradangan pada telinga tengah.3,5

Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari


satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory
epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel
respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang
banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-
sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.3,5
18

Patologi Otitis media supuratif kronis lebih sering merupakan penyakit


kambuhan dari pada menetap. Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman
waktu dan stadium dari pada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman
ini disebabkan karena proses peradangan yang menetap atau kekambuhan ini
ditambah dengan efek kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan
jaringan parut.10 Secara umum gambaran yang ditemukan adalah10:

1) Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral. Ukurannya dapat


bervariasi mulai kurang dari 20% luas membrana timpani sampai seluruh
membrana dan terkenanya bagian - bagian dari anulus. Dalam proses
penyembuhannya dapat terjadi penumbuhan epitel skuamosa kedalam
ketelinga tengah. Pertumbuhan kedalam ini dapat menutupi tempat
perforasi saja atau dapat mengisi seluruh rongga telinga tengah. Kadang -
kadang perluasan lapisan tengah yang ke daerah atik ini, mengakibatan
pembentukan kantong dan kolesteatom sekunder yang didapat. Kadang -
kadang terjadi pembentukan membrana timpani atrifik dua lapis tanpa
unsure jaringan ikat. Membrana ini cepat rusak pada periode infeksi aktif.
2) Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang, akan
tampak normal kecuali bila infeksi telah menyebabkan penebalan atau
metaplasia mukosa menjadi epitel transisional. Selama infeksi aktif,
mukosa menjadi tebal dan hiperemis serta menghasilkan sekret mukoid atau
mukopurulen. Setelah pengobatan, penebalan mukosa dan sekret mukoid
menetap akibat disfungsi kronik Tuba Eustachius. Faktor alergi dapat juga
merupakan penyebab terjadinya perubahan mukosa menetap. Dalam
berjalannya waktu, Kristal - kristal kolesterin terkumpul dalam kantong
mukus, membentuk granuloma kolesterol. Proses ini bersifat iritatif,
menghasilkan granulasi pada membran mukosa dan infiltrasi sel datia pada
cairan mucus kolesterin.
3) Tulang - tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada
beratnya infeksi sebelumnya. Biasanya prosesus longus inkus telah
mengalami nekrosis karena penyakit trombotik pada pembuluh darah
mukosa yang mendarahi inkus ini. Nekrosis lebih jarang mengenai maleus
19

dan stapes, kecuali kalau terjadi pertumbuhan skuamosa secara sekunder


kearah ke dalam, sehingga arkus stapes dan lengan maleus dapat rusak.
Proses ini bukan disebabkan oleh osteomielitis tetapi disebabkan oleh
terbentuknnya enzim osteolitik atau kolagenase dalam jaringan ikat
subepitel.
4) Mastoid OMSK paling sering pada masa anak - anak. Pneumatisasi mastoid
paling akhir terjadi antara 5 - 10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering
terhenti atau mundur oleh otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau
lebih muda.Bila infeksi kronik terus berlanjut, mastoid mengalami proses
sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang. Antrum menjadi
lebih kecil dan pneumatisasi terbatas, hanya ada sedikit sel udara saja
sekitar antrum.

2.5 Diagnosis

1. Telinga berair (otorrhoe)


Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang dihasilkan oleh
aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe
jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali
sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani
dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah
sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari
liang telinga luar setelah mandi atau berenang.10,11,12
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga.
Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan
kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping
kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan
sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa
secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya
jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
20

kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri
mengarah kemungkinan tuberkulosis.10,11,12

2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat,
karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi
dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran
masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran
menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian
tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe
maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.10,11,12
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila
terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang
dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.10,11,12

3. Otalgia ( nyeri telinga)


Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman
komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau
dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga
mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri
21

merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis,


subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.10,11,12

4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius


lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel
labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul
biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada
penderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi
besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga
akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena
infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga
dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi
meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat
vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada
membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga
telinga tengah.3,10

2.6 Pemeriksaan Klinis

Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai


berikut:

1. Pemeriksaan otoskopi

Pada pemeriksaan otoskopi dapat terlihat perforasi membrane


timpani pada bagian sentral, marginal atau atik.
22

2. Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati


tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah.
Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK
ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin
ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga
menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara
temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal
kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran
dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total,
tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). 10,11

Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran10,11

Normal : -10 dB sampai 26 dB

Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB

Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB

Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB

Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB

Tuli total : lebih dari 90 dB.

Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan


fungsi koklea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran
udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang
pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi
rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk
melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu10,11 :
23

1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih


dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran
yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli
bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan
koklea parah.

Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian


pendengaran dengan menggunakan garpu tala. Audiometri tutur dengan
masking dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilat eral dan tuli
campur.

3. Pemeriksaan Radiologi.

Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis


nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid
yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang,
terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. 10,11

Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :

a) Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi


mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk
pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi
ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus
lateral. 10,11
24

b) Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga
tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik
sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur. 10,11
c) Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid
petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius
interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini
menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.10,11
d) Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal
sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.
Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan
tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulangtulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi
jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan
tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior
menunjukan adanya penyakit mastoid. 10,11
4. Bakteriologi

Walapun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari


mulainya infeksi akut, bakteriologi yang ditemukan pada sekret yang kronis
berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri
yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,
Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA
Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain
yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri
anaerob adalah Bacteriodes sp. Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba
dan berasal dari hidung, sinus parasanal, adenoid atau faring. Dalam hal ini
penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus, atau hemofilius
influenza. Tetapi pada OMSK keadaan ini agak berbeda. Karena adanya
25

perforasi membran timpani, infeksi lebih sering berasal dari luar yang
masuk melalui perforasi tadi. 10,11

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor penyebab


dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah dievaluasi faktor-faktor yang
menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta mengganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila
didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat
digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.11

Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas10,11 :

1. Konservatif

2. Operasi

OMSK Benigna Tenang

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan


mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah
infeksi berulang serta gangguan pendengaran.10,11

OMSK Benigna Aktif

Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah membersihkan liang telinga dan
kavum timpani dan pemberian antibiotika :

1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet) Tujuan aural
toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan
26

mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi


perkembangan mikroorganisme.11

irigasi dengan garam faal


Irigasi asam asetat 2%
Kapas lidi yang diberi H2O2 untuk membersihkan liang telinga

Tujuan

Membersihkan liang telinga dan mendapatkan lingkungan yang asam

Bagan 1 : Pengerjaan aural toilet13

Cara pembersihan liang telinga (aural toilet):

Aural toilet secara kering (dry mopping) Telinga dibersihkan dengan kapas
lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini
sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga.
Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering. 10,11

Aural toilet secara basah (syringing) Telinga disemprot dengan cairan untuk
membuang debris dan nanah, kemudian dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk
antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah,
tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid.
Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi
27

sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik,
misalnya asam boric dengan Iodine. 10,11

Aural toilet dengan pengisapan (suction toilet) Pembersihan dengan suction


pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode yang paling
populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi
dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase
yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini
dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anastesi. Pencucian
telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “
displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann. 10,11

2. Pemberian antibiotika topikal

Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk


OMSK aktif, dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak
maupun dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus
aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai
kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi.
Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram
negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif. 11

Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin


dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-
steroid tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier
dan telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil
gram positif dan gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga
efektif melawan kuman anaerob, khususnya. Pemakaian jangka panjang
lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak
foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.11

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik


adalah10 Polimiksin B atau polimiksin E Obat ini bersifat bakterisid
28

terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla,


Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis
Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf. 2. Neomisin Obat bakterisid pada
kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus sp.
Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan
telinga.

3. Pemberian antibiotika sistemik

Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya


berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari
1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi
kegagalan pengobatan , perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang
ada pada penderita tersebut.11

Dalam penggunaan antimikroba, perlu diketahui daya bunuh


antimikroba terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat
minimal terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi
antimikroba di masing-masing jaringan tubuh dan toksisitas obat terhadap
kondisi tubuh. Berdasarkan konsentrasi obat dan daya bunuh terhadap
mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama
antimikroba dengan daya bunuh yang tergantung kadarnya. Makin tinggi
kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan
aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang
pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis
tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan
beta laktam.11

Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin)


mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi
tidak dianjurkan diberikan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun.
Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidim dan seftriakson)
29

juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.


Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti
cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek
bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat diberikan pada OMSK
aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam
selama 2-4 minggu.11

OMSK Maligna

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan


konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.1,11

Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain1,11 :

1) Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy) Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe
aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini
dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya
infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak
diperbaiki.1
2) Mastoidektomi radikal Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau
kolesteatoma yang sudah meluas1 Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan
telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi
tersebut menjadi satu ruangan. 1,
Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah
komplikasi ke intracranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.1 Kerugian operasi ini
ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien harus datang dengan
teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran kurang sekali
sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien.1 Modifikasi operasi ini ialah
30

dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatoplasti yang
lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu
meatus liang telinga luar menjadi lebar.1
3) Mastoidektomi radikal dengan modifikasi Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan
kolesteatoma di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid
dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan.1

Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga
mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.1

4) Miringoplasti Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani.1
Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe
aman dengan perforasi yang menetap.1 Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang
sudah tenang dengan keluhan ringan hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.1
5) Timpanoplasti Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan
medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran.1 Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus
dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk tulang pendengaran
yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, II, IV dan V.1 Sebelum
rekonstruksi dikerjakan, lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau
tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang operasi ini
dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.1
6) Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty) Operasi ini
merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe bahaya
atau tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.1
Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran
tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal ( tanpa meruntuhkan dinding posterior
liang telinga ). Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani,
dikerjakan melalui 2 jalan ( combined approach ) yaitu melalui liang telinga dan rongga
mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe
31

bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma
kembali. 1

Tindakan Timpanoplasty Mastoidektomi Mastoidektomi


Sederhana radikal
Tujuan  Menutup  OMSK type  OMSK type
perforasi maligna maligna
 Mencegah dengan dengan
masuknya kolesteatoma kolesteatoma
bakteri dari  Mengevaluasi  Mengeradikasi
telinga luar penyakit pada seluruh
ke telinga rongga penyakit di
tengah mastoid mastoid dan
telinga tengah

Bagan 2. Pembedahan pada tatalaksana OMSK13

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki


membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.11

2.8 Komplikasi

Otitis media supuratif akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius
karena komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.
Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologi yang menyebabkan otore.
Komplikasi ini biasanya di dapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya tetapi OMSK tipe
manapun dapat menyebabkan komplikasi bila terinfeksi kuman yang virulen ( eksaserbasi
akut ). Dengan tersedianya antibiotika mutakhir komplikasi otogenik menjadi semakin
jarang. Komplikasi intracranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari
32

OMSK berhubungan dengan kolesteatom.10,13 Adam dkk (1989) mengemukakan


klasifikasi sebagai berikut2,10:

a) Komplikasi ditelinga tengah, yaitu Perforasi persisten, erosi tulang pendengaran paralisis
nervus fasial
b) Komplikasi telinga dalam, yaitu fistel labirin, labirinitis supuratif, tuli saraf (sensorineural)
c) Komplikasi ekstradural, yaitu abses ekstradural, trombosis sinus lateralis, petrositis
d) Komplikasi ke susunan saraf pusat, yaitu meningitis, abses otak, hindrosefalus otitis

Shambough (2003) membagi atas komplikasi meningeal dan non meningeal 2,10:

A. Komplikasi intratemporal

1) Perforasi membran timpani


2) Mastoiditis akut
3) Paresis n. Fasialis
4) Labirinitis
5) Petrositis

B. Komplikasi ekstratemporal

1) Abses subperiosteal

C. Komplikasi intrakranial

1) Abses otak
2) Tromboflebitis
3) Hidrosefalus otikus
4) Empiema subdural
5) Abses subdural/ ekstradural
33

DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006: p.
64-77.
2. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi VI.
Jakarta: FKUI, 2001. h. 78-85.
3. Acuin, Jose. Chronic Suppurative Otitis Media. BMJ Clinical Evidence. London;
Published online 2007 February 1. [cited 2014 Januari 31] Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2943814/
4. Ballenger JJ. Penyakit Telinga Kronis. Dalam Buku Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher. Ed.13 Jilid Satu. Binarupa Aksara, Jakarta. 1994: p. 392412.
5. WHO. Chronic suppurative otitis media burden of illness and management options. Child
and adolescent health and development prevention of Geneva, Switzerland; 2004.p.10
6. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam:
Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997:
88-118.
7. Netter FH. Head and Neck. In: Netter’s Clinical Anatomy 2nd ed. Hansen, John T editors.
Phliladelphia: Elseivier. 2011. 400-4
8. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga.
Dalam: Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher edisi 6.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD editors. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2010.10-6.
9. Picture perforasi membrane timpani. Updated 27 des 2017. Available at :
http://bahankedokteran.wordpress.com/2012/07/20/otitis-media-supuratif-kronik-omsk/
10. Nursiah, Siti. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan terhadap beberapa
Antibiotika di bagian THT FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan. [ disertasi ]Medan;
2003.
11. Paparella et al. Otolaryngology. Volume II-Otology and Neuro-otology Third Edition. WB
Saunders Company; 1991. p:1363.
34

12. Paparella MM., et all Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid, Editor Effendi H, Santoso K,
Dalam :Boies Buku Ajar Penyakit THT, Alih Bahasa : Dr. Caroline Wijaya, Edisi 6,
Jakarta, EGC, 1994 ; 88 - 113.
13. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). Cermin Dunia Kedokteran
163/vol.35 no.4/ Juli–Agustus 2008.

You might also like