Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Perkenalan
Ketika mengelola grup pasien lansia ini, merupakan suatu hal yang penting
dan perlu diingat bahwa definisi penuaan dan pasien lansia sebagai suatu hal
yang telah ditetapkan dan bergantung pada lingkungan dimana pasien lansia
tersebut hidup. Karakteristik pasien lansia (dalam hal ini faktor-faktor risiko)
digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk mengetahui adakah keterkaitan
pasien lansia terhadap berbagai macam faktor sosial yang ada seperti usia
berapa pasien lansia tersebut berhenti melakukan pekerjaannya ataupun
aktivitas di masyarakat, berganti peranan dari dewasa menuju lansia, ataupun
kehilangan beberapa fungsi/hendaya. Definisi dari lansia yang sehat mengacu
kepada berbagai macam faktor, termasuk ada beberapa konsep dari lansia
yang sehat seperti aktivitas sehari-harinya, kesehatan jasmani, partisipasi
sosial dan kualitas hidup yang baik. Konsep ini dapat diterima pada pasien
dengan usia 65 tahun ataupun lebih.
Metode
Untuk review kali ini menggunakan bantuan data LILACS, MEDLINE dan
GOOGLE SCHOLAR dengan kata kunci jenis anestesi, pasien lansia,
keluaran neurologis, hal-hal tersebut dicari menggunakan metode ambispektif
snowball search dari tahun 2000 hingga hari ini.
Pada pasien lansia, mereka bergantung pada kondisi pre-operatif pasien lansia
tersebut dan penyakit komorbid, respon normal setelah menerima tindakan
pembedahan, disfungsi hemodinamik, respon endokrin dan respon imun.
Karena perubahan fisiologi pasien lansia, pasien lansia lebih rentan terhadap
komplikasi neurologi. Perubahan ini termasuk terjadinya atrofi korteks otak
(penurunan ketebalan korteks otak), terutama pada daerah prefrontal dan
parietal yang berfungsi sebagai memori dan orientasi, penurunan sinaps pada
pasien lansia, penurunan fungsi dendritic pada sel pyramidal di daerah
prefrontal dimana daerah prefrontal bertanggung jawab terhadap area
integritas yang dibantu kerjanya oleh nucleus di thalamus; penurunan angka
neurotransmitter dan neuroreseptor, hal-hal tersebut menunjukkan faktor
risiko kejadian depresi dan neurodegenerative seperti Alzheimer dan
peningkatan susceptibilitas efek stress oksidatif serta efek samping reaksi
inflamasi pada pasien lansia.
Frailty atau kerentanan pada lansia wajib dipertimbangkan pada grup pasien
lansia. Frailty didefinisikan sebagai keadaan cadangan fisiologis yang
berkurang dan kerentanan terhadap efek stress; ketika pasien lemah terpapar
suatu tindakan yang dapat menyebabkan stress fisiologis, maka pasien lansia
tersebut sulit untuk melakukan kompensasi. Pasien yang rentan tersebut dapat
meningkatkan efek samping pasca pembedahan, lama rawat inap di rumah
sakit bertambah, penurunan fungsi, kecacatan dan peningkatan mortalitas
pasien. Patofisiologi dari kerentanan pada lansia ini masih belum diketahui
secara jelas, tetapi faktor seperti reaksi inflamasi, stress oksidatif berlebihan
dan perubahan fisiologis serta imunologis menjadi faktor yang dapat
memperberat pasien lansia. Pasien yang memiliki kerentanan biasanya
mengalami disregulasi sistem kekebalan tubuh, hormonal dan endokrin
terganggu, reaksi sitokin inflamasi yang tinggi disertai biomarker peradangan
yang meningkat seperti interleukin-6, C-reaktif protein yang meningkat.
Tanda-tanda tersebut dikaitkan erat dengan kejadian delirium dan disfungsi
kognitif serta diteliti terjadi peningkatan insidensi pada lansia.
Meskipun hal ini belum dapat dijelaskan patofisiologinya seperti apa. Dalam
ulasan topic tentang anestesi dan neurotoksisitasnya, penelitian Lin dan
kawan-kawannya sedikit ditemukannya dampak buruk tindakan anestesi yang
digunakan terhadap pasien lansia, meskipun ada beberapa pasien yang
mengalami perubahan neuronal seiring bertambahnya usia. Dalam studi yang
menilai fungsi kognisi dan performance pada tikus, Callaway dan teman-
teman menemukan perubahan memori dan kemampuan belajar pada tikus
tersebut, Hal tersebut bergantung pada usia tikus, dosis yang digunakan pada
tikus usia yang sudah dewasa, berbeda halnya dengan tikus yang masih muda
tidak ditemukannya perubahan memori dan kemampuan belajar.
Anestesi Regional
Dari perspektif spesialis anestesi, alat ini digunakan untuk mengontrol dengan
ketat efek kedalaman anestesi yang berpengaruh di dalam otak pasien, dimana
spesialis anestesi melakukan observasi terhadap sinyal EEG tersebut untuk
memprediksi keluaran dari pasien pasca dilakukan pembedahan.
Nilai oksimeter itu relatif dan bergantung pada keadaan pasien tersebut serta
wajib diperiksa secara menyeluruh.
Oksimetri pada otak digunakan untuk membantu mengenali level basal dari
oksigenasi otak dan melihat perubahan perfusi otak selama pembedahan,
mengoptimalisasi potensi kejadian cedera saraf. Hoppenstein menganalisis
perubahan aliran darah regional yang diukur dengan oksimetri pada otak
selama anestesi pada pasien dengan fraktur pelvis menggunakan general
anestesi maupun spinal anestesi serta ditemukan desaturasi lebih tinggi pada
pasien yang menggunakan anestesi spinal dibandingkan dengan pasien yang
menerima anestesi general.
Penulis menyimpulkan bahwa observasi pada pasien bergantung dengan
patofisiologi yang terjadi dan kemampuan pasien dalam merespon perubahan
aliran darah. Pada suatu penelitian, pasien yang menerima tindakan anestesi
general, Burkhat mengobservasi rendahnya kapabilitas autoregulasi pada
pasien lansia yang dibandingkan pada pasien usia lebih muda,menggunakan
cerebral oximetri sebagai marker efektifitas autoregulasi pasien tersebut. Pada
pasien geriatric, digunakan anestesi general pada pasien dengan fraktur
panggul, Papadopoulus mengamati hubungan antara desaturasi pada otak
dengan gangguan fungsi kognitif pasca operasi.
Kesimpulan