You are on page 1of 2

PATOFISIOLOGI DEHIDRASI BERAT

Perubahan komposisi atau volume cairan tubuh, baik karena suatu penyakit (gastroenteritis,
gagal ginjal menahun) atau karena suatu rudapaksa (perdarahan, luka bakar) atau karena suatu
kesalahan tindakan (kekurangan cairan dan elektrolit) akan menganggu keseimbangan cairan dan
elektrolit, yang bilamana tidak ditangani benar akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
penderita.

Air memiliki molekul yang kecil sehingga mudah berdifusi, disamping itu juga bersifa polar
sehingga berkorelasi satu sama lain membentuk benda cair. Cairan didalam tubuh terdiri atas
unsur-unsur cairan eksraseluler, cairan intraseluler, dan cairan interstitial.Cairan ekstraseluler
mengelilingi sel dan kemudian masuk kedalam sel, membawa bahan-bahan yang diperlukan
untuk metabolisme dan pertumbuhan sel, dari saluran pencernaan dan paru-paru. Selanjutnya
cairan ekstraseluler mengangkut sampah bekas metabolisme keparu-paru, hepar, dan ginjal untuk
dibuang.. Cairan interstitial berada di ekstraseluler dan intraseluler, dipisahkan dari plasma hanya
oleh selaput kapiler. Selaput ini dapat dilalui oleh semua bahan-bahan, kecuali sel-sel dan
molekul protein yang besar. Kurang lebih 93 % dari plasma adalah air, terlarut didalamnya sel-
sel darah merah, darah putih, dan trombosit.

Kekurangan air dan elektrolit dapat timbul sebagai akibat pemasukan yang kurang, yang disertai
dengan kehilangan yang tetap sama banyaknya, sebagai akibat kehilangan yang berlebihan yang
disertai atau tidak disertai pemasukan yang lasim atau sebagai akibat gabungan mekanisme-
mekanisme tersebut.Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan mengakibatkan dehidrasi
berat dan gangguan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia). Keparahan gangguan klinik
yang ditemukan secara khas bergantung pada besarnya kekurangan tersebut dalam hubungan
dengan cadangan tubuh serta kecepatan kekurangan itu berkembang. Jenis kekurangan yang
terjadi bergantung kepada hubungan yang terdapat diantara besarnya kehilangan air yang
terdapat dan elektrolit terutama natrium.

Setiap kehilangan berat badan lebih dari 1 % peerhari mencerminkan terjadinya kehilangan air.
Pada bayi, kehilangan berat badan yang mencapai 5 % dipandang sebagai petunjuk teerjadinya
dehidrasi ringan, 5 – 10 % dehidrasi sedang, 10 -15 % menggambarkan dehidrasi yang parah.
Dehidrasi yang parah tersebut kerap kali berkaitan dengan terjadinya peredaran darah tepi.
Kekurangn yang lebih besar dari 16 % jarang tertolong. Volume darah pada dehidrasi
mengakibatkan pengisian vena melambat sehingga pembagian darah kejaringan tidak merata, hal
ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi, yaitu berkurangnya perfusi kejaringan.
Jika tidak segera ditanganidapatterjadi renjatan hipovolemik dengan ditandai: denyut jantung
cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah menurun, lemah dan lemas, dan kesadran menurun.
Bila terjadi asidosis metabolik pasien tanpak pucat denga pernafasan yang cepat dan dalam.
Asidosis metabolik terjadi karena kehilangan NaHCO3 melalui tinja diare, produk-produk
metabolik yang bersifat asam dan tidak dapat dikeluarkan akibat oligouri, dan penimbunan asam
laktat (anoreksia jaringan).

Pada anak yang telah berusia lebih lanjut dan orang dewasa, keseluruhan air tubuh serta volume
cairan ekstraseluler masing-masing mewakili persentase BB yang lebih kecil, dibanding yang
didapatkan pada bayi. Setiap persentase kehilangan BB memberikan petunjuk tentang
pengurasan yang lebih parah dibanding yang terdapat pada dengan angka kehilangan BB yang
sama. Dengan demikian angka keparahan kekurangan cairan pada penderita berusia lebih lanjut
adalah 3 % (ringan), 6 % (sedang), dan 9 % (parah).

Penderita yang mengalami dehidrasi hiponatremik menderita kejilangan cairan yang meningkat
dari kompartement ekstrasel serta mempunyai kemungkinan yang lebih besar mengalami syok.
Keadaan syok yang diwujudkan oleh takikardia, denyut nadi yang kecil dan lemah, sianosis, dan
tekanan darah yang redah dapat menambah keparahan dehidrasi yang berat.

Berdasarkan kehilangan air dang kehilangan bahan terlarut elektrolit, dehidrasi dibagi menjadi:
1.Dehidrasi isonatremik, jika kadar Na yang terdapat dalam serum sebesar 130 -150 mEq/L
2.Dehidrasi hiponatremik, jika kadar Na yang terdapat dalam serum < 130 mEq/L 3.Dehidrasi
hipernatremik, jika kadar Na yang terdapat dalam serum > 150 mEq/L
Oleh karena osmolalitas plasma sebagian besar mencerminkan konsentrasin natrium yang
terdapat, maka bentuk-bentuk dehidrasi yang diketengahkan tadi, masing-masing biasanya
adalah isotonik, hipotonik, dan hipertonik.
4.Dehidrasi hipokalemia (kalium < 3,5 mEq/L), hiperkalemia (kalium > 3,5 mEq/L)
5.Dehidrasi hipokalsemia, jika kadar kalsium 8 mEq/L
6.Dehidrasi hiperkalsemia, jika kadar kalsium > 10 mEq/L
7.Dehidrasi hipomagne semua, jika kadar magnesium < 1,5 mEq/L 8.Dehidrasi hipohostemia,
jika kadar fospat < 2,5 mEq/L

http://mantrinews.blogspot.com/2012/02/patofisiologi-dehidrasi-berat.html

You might also like