Professional Documents
Culture Documents
DI SUSUN OLEH :
1 Rahma sintya susilowati 17 Tintawuriningtyas
2 Suryatur Rofi’ah 18 Mas’ad Rahakbauw
3 Erva Deviana 19 Kharisma safira alfiah
4 Arum sari dwi pramesti 20 Monica Cahyono
5. Shillatud Diniah 21 Lindarti Marsiyah
6 Anggi purwantika 22 Inten Pratiwi
7 Dorotul Fanny Hidayah 23 Shelly Caludia mahaputri
8 Meilia purnama putri 24 Elles Dwita Ratih
9 Eka Isma 25 Isfina
10 Hildasari 26 Annisa lailatul hamzah
11 Desi Trihartanti 27 nungki
12 Herni 28 Eka suryani
13 Sicilia liaswati simanjutak 29 Erik farisdiana
14 Hendri yuwandini 30 Mariatul M
15 Lindya putri kartika dewi 31 Syafrina
16 Nunung anggraini
KEGIATAN BELAJAR 1
1.2 ETIKET
Etiket berasal dari bahasa inggris etiquette. etika berarti moral, sedangkan etiket
berarti sopan santun. persamaan etika dengan etiket yakni:
A. Sama- sama menyangkut perilaku manusia
B. Memberi norma bagi perilaku manusia, yakni menyatakan tentang apa yang
harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan
untuk meningkatkan pemahaman kita tentang etika dan etiket, maka berikut
ini digambarkan mengenai perbedaan antara etiket dengan etika :
No Etiket Etika
1. Menyangkut cara Tidak terbatas pada cara
sesuatu perbuatan yang dilakukannya suatu
harus dilakukan perbuatan, memberi nilai
tentang perbuatan itu
sendiri
2. Hanya berlaku dalam Selalu berlaku, tidak
pergaulan, bila tidak tergantung hadir atau
ada orang lain tidak tidaknya seseorang
berlaku
3. Bersifat relative, tidak Bersifat absolut , contoh : “
sopan dalam satu jangan mencuri,” jangan
kebudayaan, sopan berbohong”
dalam kebudayaan lain
4. Memandang manusia Memandang manusia dari
dari segi lahiriyah segi bathiniah
1.3 Moral
Moral berasal dari bahasa latin mos (jamak: mores) yang berarti juga :
kebiasaan, adat. Dalam bahasa Inggris dan banyak bahasa lain termasuk bahasa
Indonesia (pertama kali dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,1988), kata
mores masih dipakai dalam arti yang sama.
Moral adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Moral juga berarti mengenai apa
yang dianggap baik atau buruk dimasyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu
sesuai perkembangan atau perubahan norma atau nilai. Perbuatan seseorang tidak
bermoral artinya kita menganggap bahwa perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai
dan norma-norma etis yang berlaku di masyarakat, artinya orang tersebut
berpegang pada nilai dan norma yang tidak.
Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia.
Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia yang dilihat dari segi kebaikannya
5
sebagai manusia. Norma moral adalah tolak ukur untuk menentukkan benar
salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-buruknya sebagai
manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. Norma moral adalah
tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang, oleh
sebab itu dengan norma moral kita benar-benar dinilai. Dengan norma moral, kita
dilihat sebagai manusia seutuhnya.
1.4 Hukum
Hukum berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan moral. Hukum
tidak mempunyai arti kalu tidak dijiwai oleh moralitas. Sebaliknya moral juga
berhubungan erat dengan hukum. Jika kita berbicara tentang hukum, pada
umumnya yang dimaksud adalah keseluruhan kumpulan peraturan atau kaedah
dalam suatu kehidupan bersama. Yang berarti, hukum merupakan keseluruhan
peraturan tentang tingkah laku dalam suatu kehisupan bersama, yang dapat
dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Hukum mengatur hubungan hukum. Hubungan hukum terdiri dari ikatan-ikatan
antara individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan –katan itu
tercemin pada hak dan kewajiban. Dalam usahanya mengatur, hukum
menyesuaikan kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat dengan
sebaik-baiknya: berusaha mencari keseimbangan antara memberi kebebasan kepada
individu dan melindungi masyarakat terhadap kebebasan individu. Mengingat
bahwa masyarakat terdiri dari individu-individu yang menyebabkan terjadinya
interaksi, akan selalu terjadi konflik atau ketegangan antara kepentingan atau
konflik ini sebaik-baiknya.
Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai isi yang bersifat
umum dan normatif. Umum berarti berlaku bagi setiap orang, dan normative berarti
menentukan apa yang yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan
atau harus dilakukan, serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan
kepatuhan kepada kaedah-kaedah.
Dalam fungsinnya sebagai perlindungan kepentingan manusia hukum
mempunyai tujuan. Hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai. Adapun
tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib,
menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam
masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai
tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antarperorangan
didalam masyarakat, membagi wewenang, mengatur cara memecahkan masalah
hukum serta memelihara kepastian hukum.
Dengan mempelajari materi diatas kita dapat membedakan antara hukum dan
moral.
1. Hukum lebih dikodifikasi daripada moralitas, artinya dituliskan dan disusun
secara lebih sistematis didalam kitab undang-undang sehingga norma yuridis
mempunyai kepastian lebih besar dan bersifat lebih objektif.
6
2. Baik hukum maupun moral mengatur tingkah laku manusia, namun hukum
membatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut
juga sikap batin seseorang.
3. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan
dengan moralitas, sanksi hukum sebagaian besar dapat dipaksakan, tetapi sanksi
norma-norma etis/moral tidak dapat di paksakan.
4. Hukum didasarkan pada kehendak masyarakat dan akhirnya kehendak Negara
( tidak secara langsung berasal dari Negara), sedangkan moralitas di dasarkan
pada norma-norma yang melebihi kekuasaan individu dan masyarakat. Dengan
cara demokratis atau dengan cara lain masyarakat dapat mengubah/
membatalkan suatu norma moral
Masyarakat betapapun sederhananya, selalu memerlukan penataan dan pengaturan
perilaku di dalam masyarakat yang kepatuhan dari penegakannya tidak dapat
sepenuhnya diserahkan kepada kemauan bebas masing-masing. Karena itu,
didalam masyarakat dengan sendirinya timbul sistem pengendalian sosial (social
Contol) terhadap para masyarakatnya yang dalam perkembangnya, sistem
pengendalian sosial ini telah mengalami perubahan dan memunculkan apa yang
sekarang di sebut dengan sistem hukum, yang kepatuhan dan penegakannya tidak
dapat sepenuhnya diserahakan kepada kemauan bebas masing-masing warga
masyarakat melainkan dapat dipaksakan secara terorganisasi oleh masyarakat
sebagai keseluruhan yaitu oleh masyarakat hukum yang terorganisasi secara
politikal berbentuk badan hukum publik yang disebut negara.
RANGKUMAN
“Etika” dalam profesi kebidanan dapat dimenegrti sebagai filsafat normal.
istilah “etika” berasal dari bahasa yunani kuno. kata yunani ethos dalam bentuk
tunggal mempunyai arti kebiasaan-kebiasaan tingkah laku manusia; adat; akhlak;
watak;perasaan; sikap;dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak ta etha mempunyai
arti adat kebiasaan . menurut filsuf yunani aristoteles, istilah etika sudah dipakai
untuk menunjukkan filsafat moral. sehingga berdasarkan asal usul kata, maka etika
berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Persamaan etika dan etiket yakni Sama- sama menyangkut perilaku manusia dan
memberi norma bagi perilaku manusia, yakni menyatakan tentang apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan untuk meningkatkan pemahaman kita tentang
etika dan etiket, maka berikut ini digambarkan mengenai perbedaan antara etiket
dengan etika. Sedangkan Moral adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Moral juga berarti mengenai apa yang dianggap baik atau buruk dimasyarakat
dalam suatu kurun waktu tertentu sesuai perkembangan atau perubahan norma atau
nilai. Perbuatan seseorang tidak bermoral artinya kita menganggap bahwa
perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku di
masyarakat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai dan norma yang tidak
7
sedangkan hukum Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai isi
yang bersifat umum dan normatif. Umum berarti berlaku bagi setiap orang, dan
normative berarti menentukan apa yang yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak
boleh dilakukan atau harus dilakukan, serta menentukan bagaimana caranya
melaksanakan kepatuhan kepada kaedah-kaedah. diantara 4 kategori tersebut saling
berkaitan satu sama lain.
SOAL-SOAL
1. Etika berasal dari bahasa yunani kuno yakni “ethos” yang berarti ....
a. Kebiasaan- kebiasaan tingkah laku manusia
b. Adat-istiadat
c. Tata krama
d. Ukuran tingkah laku
e. Perilaku manusia ynag baik
Jawaban : A
2. arti etika menurut bertens ialah:
a. Etika berarti nilai
b. Etika berarti norma
c. Etika mempunyai arti ilmu tentang apa yang baik atau buruk.
d. Etika berarti religius
e. Etika berarti sosial budaya
Jawaban c
3. Etika yang hanya memberikan gambaran tentang moralitas pada individu-individu
tertentu, kebudayaan atau subkultur tertentu dalam kurun waktu tertentu ialah
a. etika normatif
b. etika deskriptif
c. metaetika
d. etika asosiatif
e. etiket
Jawaban B
4. Berikut ini yang merupakan kesamaan dari etika dan etiket ialah
a. Memberi norma bagi perilaku manusia, yakni menyatakan tentang apa yang
harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan
b. Menyangkut cara sesuatu perbuatan yang harus dilakukan
c. Hanya berlaku dalam pergaulan, bila tidak ada orang lain tidak berlaku
d. Bersifat relative, tidak sopan dalam satu kebudayaan, sopan dalam
kebudayaan lain
e. Memandang manusia dari segi bathiniah
Jawaban A
5. Berikut ini yang merupakan ciri dari etika ialah
a. Tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan, memberi nilai tentang
perbuatan itu sendiri
b. Hanya berlaku dalam pergaulan, bila tidak ada orang lain tidak berlaku
8
c. Bersifat relative, tidak sopan dalam satu kebudayaan, sopan dalam kebudayaan
lain
d. Memandang manusia dari segi lahiriyah
e. Memberi norma bagi perilaku manusia, yakni menyatakan tentang apa yang
harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan
Jawaban A
6. Berasal dari bahasa apakah moral yang berarti kebiasaan, adat?
a. Yunani
b. Latin
c. Inggris
d. Belanda
e. Prancis
Jawaban B
7. Tolak ukur untuk menentukkan benar salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat
dari segi baik-buruknya sebagai manusia disebut ?
a. Etika
b. Etiket
c. Nilai
d. Norma
e. Hukum
Jawaban D
KEGIATAN BELAJAR 2
Bagian II
KEWAJIBAN TERHADAP KLIEN DAN MASYARAKAT
12
Bagian II
KEWAJIBAN TERHADAP TUGASNYA
1. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien,
keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang
dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
2. Setiap bidan berkewajiban memberikan pertolongan sesuai dengan
kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk keputusan mengadakan
konsultasi dan atau rujukan
3. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau
diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien
13
Bagian III
KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP SEJAWAT DAN TENAGA
KESEHATAN LAINNYA
1. Setiap bidan harus menjalin hubungan yang baik dengan teman sejawatnya
untuk menciptakan suasana kerja yang serasi
2. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik
terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
Bagian IV
KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP PROFESINYA
1. Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi cirri
Kprofesinya dengan menampila
an kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu
kepada masyarajkat
2. Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan
kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
3. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan
kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya
Bagian V
KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP DIRI SENDIRI
1. Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan
tugas profesinya dengan baik.
2. Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
3. Seiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri
Bagian VI
KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP PEMERINTAH NUSA, BANGSA
DAN TANAH AIR
1. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidan kesehatan khususnya
pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga
2. Setiap bidan melalui profeinya berpartisipasi dan menyumbangkan
pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan
pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga
BAB VII
14
PENUTUP
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati
dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia
Test Formatif
1. Dimensi kode etik meliputi
a. Anggota profesi dan klien
b. Anggota profesi dan sistem
c. Anggota profesi dan profesi lain
d. Semua anggota profesi
e. Semua benar
2. Prinsip kode eik
a. Menghargai otonomi
b. Melakukan tindakan yang meragukan
c. Melakuakan manusia secara adil
d. Menjaga kerahasiaan
e. Semua benar
3. Tujuan merumuskan kode etik adalah
a. Meningkatkan mutu profesi
b. Meningktkan pengabdian para anggota profesi
c. Menjaga kesejahteraan para anggota
d. Menjujung tinggi martabat dan citra profesi
e. Semua benar
4. Menjujung tinggi martabat dan citra merupakan kode etik kebidaan
a. Tujuan kode etik
b. Dimensi kode etik
c. Prinsip kode etik
d. Kode etik profesi bidan
e. Semua benar
5. Menjaga kerahasian merupakan kode etik kebidaan
a. Tujuan kode etik
b. Dimensi kode etik
c. Prinsip kode etik
d. Kode etik profesi bidan
e. Semua benar
6. Meningkatkan mutu profesi merupakan kode etik kebidaan
a. Tujuan kode etik
b. Dimensi kode etik
c. Prinsip kode etik
d. Kode etik profesi bidan
e. Semua benar
7. Melakuakan manusia secara adil merupakan kode etik kebidaan
a. Tujuan kode etik
b. Dimensi kode etik
c. Prinsip kode etik
d. Kode etik profesi bidan
15
e. Semua benar
8. Menjaga kesejahteraan para anggota
a. Tujuan kode etik
b. Dimensi kode etik
c. Prinsip kode etik
d. Kode eteik profesi bidan
e. Semua benar
9. Meningkatkan mutu profesi
a. Tujuan kode etik
b. Dimendsi kode etik
c. Prinsip Kode etik
d. Kode etik profesi bidan
e. Semua benar
10. Melakuakan manusia secara adil
a. Tujuan kode etik
b. Dimensi kode etik
c. Prinsip kode etik
d. Kode etik profesi bidan
e. Semua benar
16
KEGIATAN BELAJAR 3
1. Etika Deskriptif
Etika deskriftit melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat
kebiasaan, anggapan—anggapan tentang baik buruk, tindakan—tindakan yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriftif tidak memberi penilaian tetapi
menggarnbarkan rnoralitas pada individu—individu tertentu, kebudayaan atau
subkultur tertentu dalam kurun waktu tertentu.
2. Etika Normatif
Pada norma etika normatif terjadi penilaian tentang penlaku manusia. Penilaian ini
terbentuk atas dasar norma. Etika normatif bersifat preskriptif (memerintahkan), tidak
melukiskan melainkan menentukan benar atau tidaknya tingkah laku. Etika normatif
menampilkan argumentasi atau alasan atas dasar norma dan prinsip etis
3.2 Metaetika
“Meta” berasal dan bahasa Yunani yang berarti melebihi atau melarnpaui.
Metaetika mempelajari logika khusus dañ ucapan—ucapan etis. Pada metaetika
mempersoalkan bahasa normatif apakah dapat diturunkan menjadi ucapan kenyataan,
Metaetika rnengarahkan pada arti khusus dan bahasa etika. Moral adalah kata yang sangat
dekat dengan etika, yang berasal dan bahasa Latin mos (amak; mores) yang berarti juga
kebiasaan, adat. Dalam bahasa lnggns dan banyak bahasa lain. termasuk bahasa
Indonesia, kata mores masih digunakan dalam anti yang sarna. Jadi etimologi kata “etika”
sama dengan etimologi kata “moral”, karena kecluanya berasal dan kata yang berarti aciat
kebiasaan, hanya
bahasa asalnya berbeda (etika berasal dan bahasa yunani. sedangkan moral dan bahasa
Latin). Moral juga bisa diartikan nilai—nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Moral juga berarti apa
yang dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu sesuai
perkernbangan norma atau nilai.
Etiket berasal dan bahasa lnggris Etiquette. Etika berarti moral. Sedangkan etiket
berarti sopan santun. Persamaan etika dengan etiket antara lain sebagai berikut:
a. Sama-sama menyangkut perilaku manusia
b. Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
18
Kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi didalam
hidupnya di masyarakat. Kode etik juga diartikan sebagai suatu ciri profesi yang bersumber
dan nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pengetahuan
komprehensif suatu profesi yang rnemberikan tuntunan bagi anggota dalarn melaksanakan
pengabdian profesinya. Hukum berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan
moral. Hukum tidak mempunyai arti, kalau tidak dijiwai oleh morahtas. Sebaliknya moral
juga berhubungan dengan hukum. Moral hanya sebatas hal yang abstrak saja tanpa adanya
hukum. Contohnya mongambil barang yang bukan milik kita atau dengan kata lain
mencuri adalah moral yang tidak baik, supaya prinsip etis ini berakar di masyarakat maka
harus diatur dengan hokum
merasa rnalu pada dirinya sendiri, batinnya tidak tenang. Kisah tersebut diatas
merupakan contoh yang dapat menjadi bahan retleksi perenungan rnengenai seperti apa
hati nurani itu. Dalam hati nurani ada suatu kesadaran bahwa ada yang turut mengetahui
tentang perbuatan-perbuatan kita. Hati nurani merupakan semacam sanksi terhadap
perbuatan moralkita. Hati nurani merupakan penilaian terhadap perbuatan yang telah
berlangsung di masa lampau (retrospektif). Hati nurani juga bisa merupakan penilaian
perbuatan yang sedang dilaksanakan saat ini atau penilaian terhadap perbuatan kita di
masa yang akan datang (prospektif).
2.Kebebasan dan tanggung jawab
Terdapat hubungan timbal balik antara kebebasan dan tanggung jawab, sehingga
pengertian manusia bebas dengan sendirinya menerima juga bahwa manusia itu
bertanggung jawab. Tidak rnungkin kebebasan tanpa tanggung jawab dan tidak
mungkin tanggung jawab tanpa kebebasan. Adapun batas-batas kebebasan meliputi:
a. Faktor internal
b. Lingkungan
c. Kebebasan orang lain
d. Generasi penerus yang akan datang.
Tanggung jawab dalam arti sempit berarti bahwa seseorang harus
mampumrnenjawab, tidak boleh rnengelak bila dimintai penjelasan tentang
perbuatannya. Tanggung jawab rneliputi tanggung jawab terhadap perbuatan yang
sedang dilaksanakan dan tanggung jawab terhadap perbuatan yang akan datang.
3.Nilai dan Norma
Nilai merupakan sesuatu yang baik. sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari. sesuatu
yang rnenyenangkan, sesuatu yang disukai, sesuatu yang diinginkan. Menurut filsuf
Jerman Hanh Jonas nilai adalah the address of a yes, sesuatu yang ditujukan dengan ya
kita. Sesuatu yang kita iyakan Nilai mempunyai konotasi yang positif. Nilai
mempunyai 3 ciri:
a. Berkaitan dengan subyek.
b. Tampil dalam suatu nilai yang praktis karena subyek ingin membuat sesuatu.
20
c. Nilai menyangkut pada sifat yang ditambah oleh subyek pada sifat yang dimiliki
objek.
mengandung aaran moral yang menjadi pegangan bagi setiap penganutnya. Dalam
agama kesalahan moral adalah dosa, tetapi dan sudut tilsafat moral. kesalahan moral
adalah pelanggaran prinsip etis, Bagi penganut agama. Tuhan adalah jaminan
berlakunya tatanan moral.
B. Etika Profesi
Merupakan etika khusus yang dikhususkan pada profesi tertentu, misalnya Etika
Kedokteran, Etika Rumah Sakit, Etika Kebidanan, Etika Keperawatan, dan lain lain.
Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota
profesi yang bersangkutan di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk bagi
anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya, dan larangan-
larangan, termasuk ketentuan- ketentuan apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat atau
dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak hanya dalam
menjalankan tugas prolesinya, melainkan berkaitan juga dengan tingkah Iakunya secara
umum dalam pergaulan sehari-hari di rnasyarakat. Guna etika adalah memberi arah bagi
perilaku manusia tentang apa yang baik atau buruk, apa yang benar atau salah. hak dan
kewajiban moral (akhlak). apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.Secara umum
tujuan rnerumuskan kode etik adalah untuk kepentingan anggota dan organisasi, meliputi:
a. Menjunjung tinggi martabat dan citra protesi.
b. Menjaga dan mernelihara kesejahteraan para anggota
c. Meningkatkan perìgabdian para anggota profesi
d. Meningkatkan mutu profesi.
e. Prinsip kode etik terdiri dan
f. Menghargai otonomi
g. Melakukan tindakan yang benar
h. Mencegah tindakan yang dapat merugikan
i. Memperlakukan manusia secara adil
j. Menjelaskan dengan benar
k. Menepati janji yang telah disepakati
l. Menjaga kerahasiaan
22
Standar pelayanan juga sangat penting untuk menentukan apakah seseorang telah
melanggar kewajibannya dalam men jalankan tugasnya.
Tes Formatif
1. Faktor—faktor yang melandasi etika (sumber etika) adalah meliputi hal-hal
tersebut di bawah ini, kecuali :
a. Nilal-nilal atau value.
b. Norma.
c. kebiasaan
d. Sosial budaya
e. Religius
2. Berikut ini kode etik bidan indonesia yang sesuai Keputusan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia adalah?
a. Nomor 369JMenkesISK/III/2008
b. Nomor 369JMenkesISK/III/2007
c. Nomor 369JMenkesISK/IV/2007
d. Nomor 369JMenkesISK/IV/2006
e. Nomor 369JMenkesISK/II/2007
3. Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun tahun?
24
a. 1986
b. 1987
c. 1988
d. 2002
e. 2003
4. Kode etik bidan Indonesia terdiri atas 7 bab, yang dibedakan atas tujuh bagian,
Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat terdiri dari berapa butir?
a. 6 butir
b. 3 butir
c. 2 butir
d. 1 butir
e. 5 butir
5. Kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif professional yang menuntut bidan
melaksanakan praktik kehidanan baik yang herhuhungan dengan kesejahteraan keluarga,
masyarakat teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri. Merupakan pengertian dari?
a. Kode etik bidan
b. Kode etik profesi
c. Moral
d. Etika
e. Etiket
25
KEGIATAN BELAJAR 4
c. Registrasi
1) Pengertian
Menurut Permenkes No 1464/Menkes/X/2010, registrasi adalah proses
pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah
dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan
minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu
melaksanakan praktik profesinya.
2) Tujuan Registrasi
Meningkatkan kemampuan tenaga profesi dalam mengadopsi kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat.
Meningkatkan mekanisme yang obyektif dan komprehensif dalam
penyelesaian kasus mal praktik.
Mendata jumlah dan kategori melakukan praktik
3) Syarat Registrasi
Fotokopi ijasah bidan
Fotokopi transkrip nilai akademik
Surat keterangan sehat dari dokter
Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak2 (dua) lembar.
ertifikat Uji kompetensi.
d. Lisensi
1) Pengertian
Lisensi adalah proses administrasi yang dilakukan oleh pemerintah atau
yang berwenang berupa surat ijin praktik yang diberikan kepada tenaga
profesi yang telah teregistrasi untuk pelayanan mandiri.
2) Tujuan
Tujuan umum lisensi adalah melindungi masyarakat dan pelayanan
profesi.
Tujuan khusus lisensi adalah memberikan kejelasan batas wewenang.
Menetapkan sarana dan prasarana. Aplikasi Lisensi dalam praktik
28
Menurut W.D. Ross : setiap manusia punya intuisi akan kewajiban dan
semua kewajiban berlaku langsung pada diri kita
c) Hedonisme
Menurut Aristippos, sesuai kodratnya, manusia mencari kesenangan
dan menghindari ketidaksenangan. Hal terbaik adalah menggunakan
kesenangan dengan baik dan tidak terbawa oleh kesenangan.
Menurut Epikuros, menilai bukan hanya kesenangan (hedone)
inderawi tetapi juga kebebasan rasa sakit dan keresahan jiwa
d) Eudemonisme Menurut Aristoteles, dalam setiap kegiatan manusia
mengejar suatu tujuan ingin mencapai sesuatu yang baik. Semua orang
akan setuju bahwa tujuan hidup akhir manusia adalah kebahagiaan
(eudemonia). Keutamaan dalam mencapai kebahagiaan melalui keutamaan
intelektual dan moral
e) Bentuk pengambilan kebijakan dalam kebidanan
Strategi pengambilan keputusan yang dipengaruhi oleh kebijakan
organisasi/pimpinan, fungsi pelayanan dan lain-lain
Cara kerja pengambilan keputusan dengan proses pengambilan
keputusan yang dipengaruhi pelayanan kebidanan klinik dan
komunitas, strategi pengambilan keputusan dan alternatif yang
tersedia
Pengambilan keputusan individu dan profesi yang dipengaruhi standar
praktik kebidanan, peningkatan kualitas kebidanan.
Kerangka pengambilan keputusan dalam asuhan kebidanan :
Bidan harus mepunyai responsibility dan accountability
Bidan harus menghargai wanita sebagai individu dan melayani
dengan rasa hormat
Pusat perhatian pelayanan bidan adalah safety and wellbeing
mother
Bidan berusaha menyokong pemahaman ibu tentang kesejahteraan
dan menyatakan pilihannya pada pengalaman situasi yang aman
31
1) pertama, perbuatan tersebut (baik positive act maupun negative act ) harus
merupakan perbuatan tercela (actus reus)
2) kedua dilakukan dengan sikap batin yang salah (means rea), yaitu berupa
kesengajaan (intensional), kecerobohan (recleness), atau kealpaan
(negligence).
3. Peraturan Dan Perundang-Undangan
Peraturan perundang – undangan dan undang – undang yang terkait dengan
praktik bidan diantaranya Undang- Undang no 36 tahun 2009 tentang kesehatan,
Kepmenkes RI No.1464/Menkes/PER/X/2010 tentang izin dan penyelggaraan
praktik bidan, undang-undang tentang aborsi, undang-undang tentang adopsi.
Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan..
Test Formatif
40
penjara lima tahun enam bulan, paling lama tujuh tahun. Hal terxebut tercantum
dalam …
a. Pasal 349
b. Pasal 348
c. Pasal 347
d. Pasal 346
KUNCI JAWABAN
1. b
2. d
3. a
4. c
5. a
42
KEGIATAN BELAJAR 5
1. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra dan
profesinyadengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberi
pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
2. Menjadi panutan dalam hidupnya.
3. Berpenampilan yang baik.
4. Tidak membeda-bedakan pangkat, jabatan dan golongan.
5. Menjaga mutu pelayanan profesinya sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
6. Dalam menjalankan tugasnya, bidan tidak diperkenankan mencari keuntungan pribadi
dengan menjadi agen promosi suatu produk.
7. Menggunakan pakaian dinas dan kelengkapannya hanya dalam waktu dinas.
8. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan
profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
9. Mengembangkan kemampan di lahan praktik.
10. Mengikuti pendidikan formal.
11.Mengikuti pendidikan berkelanjutan melalui penataran, seminar, lokakarya,
simposium, membaca majalah, buku dan lain-lain secara pribadi.
12. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnyayang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
13. Membantu penbuatan perencanaan penelitian kelompok.
14. Membantu pelaksanaan proses penelitian dalam kelompok.
15. Membantu pengolahan hasil penelitian kelompok.
16. Membantu pembuatan laporan penelitian kelompok.
17. Membantu perencanaan penelitian mandiri.
18. Melaksanakan penelitian mandiri.
19. Mengolah hasil penelitian.
20. Membuat laporan penelitian.
Rangkuman
Etika sebagai salah satu cabang filsafat seringkali dianggap sebagai ilmu yang
abstrak dan kurang relevan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak uraian filsafat
dianggap jauh dari kenyataan, tetapi setidaknya etika mudah dipahami secara relevan
bagi banyak persoalan yang dihadapi. Etika sebagai filsafat moral mencari jawaban
untuk menentukan serta mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang
apa yang benar dan yang salah, baik atau buruk, yang secara umum dapat dipakai
sebagai suatu perangkat prinsip moral yang menjadi pedoman bagi tindakan manusia.
Etika tidak lepas dari kehidupan manusia, termasuk dalam profesi kebidanan
membutuhkan suatu system untuk mengatur bidan dalam menjalankan peran dan
fungsinya. Dalam menjalankan perannya bidan tidak dapat memaksakan untuk
mengadapatasi suatu teori etika secara kaku, tetapi harus disesuaikan dengan situasi
dan kondisi yang dihadapi saat itu dan berlandaskan pada kode etik dan standar
profesi.
Tes Formatif
Soal-Soal
1. Filosofi yang ber baik atau salah hubungan erat dengan nilai manusia dalam
menghargai suatu tindakan apakah benar atau salah dan apakah penyelesaiannya
baik atau salah merupakan pengertian dari....?
45
a. Sopan santun
b. Etik
c. Tata krama
d. Moral
e. Kepatuhan
2. Menghubungkan nilai atau norma yang dapat diterapkan atau dipertimbangkan
dalam pemberian pelayanan merupakan..?
a. Fungsi kode etik
b. Dimensi kode etik
c. Prinsip kode etik
d. Penetapan kode etik tujuan kode etik
3. Suatu pernyataan komprehensif profesi yang menuntut bidan yang melaksanakan
praktik kebidanan baik yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga,
masyarakat teman sejaat merupakan definisi dari?
a. Dasar pembentukan kode etik bidan
b. Definisi kode etik bidan
c. Kewajiban bidan terhadap profesinya
d. Kode etik
e. Penetapan kode etik
4. Kode etik hanya ditetapkan oleh organisasi untuk para anggotanya merupakan
pengertian dari
a. Penetapan kode etik
b. Dimensi kode etik
c. Prinsip kode etik
d. Fungsi kode etik
e. Tujuan kode etik
5. Kod eetik bidan disusun pertama kali dan disahkn pada tahun
a. Tahun 1986 dan 1988
b. Tahun 1977 dan 1978
c. Tahun 1990 dan 1992
d. Tahun 1986 dan 1987
e. Tahun 1988 dan 1990
6. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra dan profesinya
dengan menampilkan keperibadian yang tinggi dan memberi pelayanan yang
bermutu kepada masyarakat
a. Kewajiban bidan terhadap profesinya
b. Tanggung jawab bidan sebagai profesinya
c. Tujuan utama bidan
d. Fungsi pokok bidan
e. Kode etik bidan
Jawaban:
1. B
2. A
3. B
4. A
5. A
6. A
46
47
KEGIATAN BELAJAR 6
Beberapa dasar dalam otonomi dan aspek legal yang mendasari terkait
dengan pelayanan kebidanan antara lain sebagai berikut :
1. Kepmenkes Republik Indonesia 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
registrasi dan praktik bidan
2. Standar Pelayanan Kebidanan, 2001
3. Kepmenkes Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/X1/III/2007
Tentang Standar Profesi Bidan
4. UU kesehatan No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan
5. PP NO 32 /Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan
46
48
Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai
manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah
penyelesaiannya baik atau buruk (jones, 1994). Moral merupakan pengetahuan
atau keyakinan tentang adanya hal yang baik dan buruk serta mempengaruhi sikap
seseorang. Kesadaran tentang adanya baik dan buruk berkembang pada diri
seseorang seiring dengan pengaruh lingkungan, pendidikan, social budaya, agama
dsb, hal inilah yang disebut kesadaran moral atau kesadaran etik. Moral juga
merupakan keyakinan individu bahwa sesuatu adalah mutlak juga merupakan
keyakinan individu bahwa sesuatu adalah mutlak baik atau buruk walaupun situasi
berbeda.
Kesadaran moral erat kaitannya dengan nilai-nilai keyakinan seseorang dan
pada prinsipnya semua manusia dewasa tahu akan hal yang baik dan yang buruk,
inilah yang disebut suara hati. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi
berdampak pada perubahan pola piker manusia. Masyarakat semakin kritis
sehingga terjadi penguatan tuntutan terhadap mutu pelayanan kebidanan. Mutu
pelayanan kebidanan yang baik perlu landasan komitmen yang kuat dengan basis
etik dan moral yang baik.
Dalam praktik kebidanan seringkali bidan dihadapkan pada beberapa
permasalahan yang dilematis, artinya pengambilan keputusan yang sulit
baerkaitan dengan etik. Dilema muncul karena terbentur pada konflik moral,
pertentangan batin atau pertentangan antara nilai-nilai yang diyakini bidan
kenyataan yang ada.
Beberapa permasalahan pembahasan etik dalam kehidupan sehari-hari
adalah sebagai berikut:
1. Persetujuan dalam proses melahirkan
2. Memilih atau mengambil Keputusan dalam persalinan
3. Kegagalan dalam proses persalinan
4. Pelaksanaan USG dalam kehamilan
5. Konsep normal pelayanan kebidanan
6. Bidan dan pendidikan sex
49
Campbell adalah suatu keadaan dimana dihadapkan pada dua alternative pilihan,
yang kelihatannya sama atau hamper sama dan membutuhkan pemecahan
masalah. Ketika mencari solusi atau pemecahan masalah harus mengingat akan
tanggung jawab professional yaitu :
1. Tindakan selalu ditujnjukan untuk peningkatan kenyamanan, kesejahteraan
pasien atau klien.
2. Menjamin bahwa tidak ada tindakan yang menghilangkan sesuatu bagian
(omission), disertai rasa tanggung jawab. Memperhatikan kondisi dan
keamanan pasien atau klien.
RANGKUMAN :
Akuntabilitas bidan dalam praktik kebidanan merupakan suatu hal yang
penting dan dituntut dari suatu profesi, terutama profesi yang berhubungan dengan
keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggungjawaban dan tanggung gugat
(accountability) atas semua tindakan yang dilakukannya. Etik merupakan bagian
dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu
tindakan, apakah benar atau salah dan apakah penyelesaiannya baik atau buruk
(jones, 1994). Moral merupakan pengetahuan atau keyakinan tentang adanya hal
yang baik dan buruk serta mempengaruhi sikap seseorang. Isu Moral adalah
merupakan topic yang penting berhubungan dengan benar dan salah dalam
kehidupan sehari-hari, sebagai contoh nilai-nilai yang berhubungan dengan
kehidupan orang sehari-hari menyangkut kasus abortus,euthanasia, keputusan untuk
terminasi kehamilan. Dilema Moral menurut Campbell adalah suatu keadaan
dimana dihadapkan pada dua alternative pilihan, yang kelihatannya sama atau
hamper sama dan membutuhkan pemecahan masalah.
Latihan Soal :
1. Akuntabilitas bidan dalam praktik kebidanan adalah
a. Pertanggungjawaban dan tanggung gugat (accountability) atas semua
tindakan yang dilakukannya.
b. Keinginan dan tanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.
c. Tanggung gugat (accountability) atas semua tindakan yang
dilakukannya.
d. Pertanggungjawaban ) atas semua tindakan yang dilakukannya.
2. Praktik kebidanan merupakan inti dari berbagai kegiatan bidan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan
mutunya salah satunya melalui :
a. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan.
b. Seminar
c. Workshoop
d. Pendidikan satu tahun
3. Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai
manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan
apakah penyelesaiannya baik atau buruk adalah pendapat dari ?
a. Wiliamm jones, 1992
b. Sri indrawati, 2015
c. jones, 1994
d. Albert William, 1992
4. Moral adalah pengetahuan atau keyakinan tentang apa ?
a. Adanya hal yang baik dan buruk serta mempengaruhi sikap seseorang.
b. Adanya perilaku dan hal yang baik tentang seseorang.
c. Adanya hal yang buruk yang mempengaruhi sikap seseorang.
52
JAWABAN :
1. A
2. A
3. C
4. A
5. A
6. A
7. A
8. B
53
9. D
10. C
54
KEGIATAN BELAJAR 7
b. Etika
Bertens merumuskan arti kata etika sebagai berikut:
Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma
moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu sekelompok
dalam mengatur tingkah lakunya, arti ini bisa dirumuskan sebagai sistem
nilai. Sistem nilai bisa berfungsi dalam hidup manusia perorangan
maupun pada taraf sosial. 53
55
d. Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. yang dimaksud disini
adalah kode etik.
e. Etika mempunyai arti ilmu tentang apa yang baik atau buruk.
KEGIATAN BELAJAR 8
Peraturan :
Yang bedasarkan kaidah kejujuran (berkata benar), privasi, kerahasiaan
dan kesetiaan dalam menepati janji.
Bidan sangat familiar, tidak meninggalkan kode etik dan panduan-
paduan dalam praktik profesi nya.
3) Tingkatan III :
Terdapat 4 askep dalam prinsip etika yang digunakan dalam
perawatan praktek kebidanan :
Antonomy, perhatikan penguasaan diri, hak kebebasaan, dan pilihan
individu.
Beneticence, memperhatikan kesejahteraan klien, selain itu berbuat baik
untuk orang lain.
Non-maleticence, tidak elakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan
apapun dan kerugian apapun terhadap orang lain.
Yustice, memperhatikan keadilaan, pemerata beban dan keuntungan.
4) Tingkat IV
Menurut tohari (2014) Informed Consent itu sendiri menurut jenis tindakan /
tujuannya dibagi tiga, yaitu:
b. Pemberi Persetujuan
Menurut Tohari (2014) pemberian persetujuan yaitu:
Persetujuan diberikan oleh individu yang kompeten. Ditinjau dari segi usia,
maka seseorang dianggap kompeten apabila telah berusia 18 tahun atau lebih
atau telah pernah menikah. Sedangkan anak-anak yang berusia 16 tahun atau
lebih tetapi belum berusia 18 tahun dapat membuat persetujuan tindakan
kedokteran tertentu yang tidak berrisiko tinggi apabila mereka dapat
menunjukkan kompetensinya dalam membuat keputusan. Alasan hukum yang
mendasarinya adalah sebagai berikut:8
3) Mereka yang telah berusia 16 tahun tetapi belum 18 tahun memang masih
tergolong anak menurut hukum, namun dengan menghargai hak individu
untuk berpendapat sebagaimana juga diatur dalam UU No 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, maka mereka dapat diperlakukan seperti orang
dewasa dan dapat memberikan persetujuan tindakan tertentu, khususnya
yang tidak berrisiko tinggi. Untuk itu mereka harus dapat menunjukkan
kompetensinya dalam menerima informasi dan membuat keputusan dengan
bebas. Selain itu, persetujuan atau penolakan mereka dapat dibatalkan oleh
orang tua atau wali atau penetapan pengadilan.
64
Malang,
…………
65
SOAL-SOAL
1. Menurut Indriyanti (2016) istilah etik secara umum, digunakan sehari-
hari pada hakekatnya berkaitan dengan
a. Falsafah
b. Moral
c. Falsafah dan moral
a. Informed Consent
b. Informed Choice
c. Surat persetujuan
KEGIATAN BELAJAR 9
68
71
Disuatu desa yang ada sebuah BPS, suatu hari ada seorang
Ibu berusia 35 Tahun keadaannya sudah lemah. bidan
menanyakan kepada keluarga pasien apa yang terjadi pada
pasien. Dan suami pasien menjawab ketika dirumah Px
jatuh & terjad iperdarahan hebat. Setelah itu bidan
memberikan pertolongan , memberikan infuse dst…. Bidan
menjelaskan pada keluarga, agar istrinya di bawa ke rumah
sakit untuk dilakukan curretase.Kemudian keluarga px
menolak saran bidan tsb, dan meminta bidan yang
melakukan currentase. selang waktu 2 hari px mengalami
perdarahan lagi kemudian keluarga merujuk ke RS.Dokter
menanyakan kapeda suami px, apa yang sebenarnya terjadi
dan suami px menjelaskan bahwa 3 hari yang lalu istrinya
mengalami keguguran & di currentase bidan didesany.
dokter mendatangi bidan terebut. Maka Terjadilah konflik
antara bidan & dokter.
SOAL-SOAL
1 Berikut ini yang merupakan definisi dari isue etik ialah..
a. masalah pokok yang berkembang di masyarakat atau suatu
lingkungan yang belum tentu benar, serta membutuhkan
pembuktian
b. norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi
didalam melaksanakan tugas profesinya dan didalam
hidupnya dimasyarakat
c. nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya
d. nilai mengenai benar atau salah yang dianut oleh seseorang ,
golongan atau masyarakat
e. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
Jawaban A
2 Berikut ini yang merupakan contoh isu etik dalam persetujuan
proses melahirkan yakni..
Jawaban D
7. Berikut ini yang bukan merupakan contok isue etik dalam
pelayanan kebidanan adalah berhubungan dengan ...
a. Agama/kepercayaan
b. Pemasalahan
c. Pengambilan keputusan
d. Kematian
e. Kerahasiaan
Jawaban B
8. Transplantasi organ merupakan contoh dari isu etik dibidang
a. Profesi kebidanan
b. Teknologi
c. Pengambilan keputusan
d. Profesi kedokteran
e. Kehendak pasien
Jawaban B
9. pengambilan keputusan dan penggunaan etik merupakan contoh
dari isu etik dibidang
a. Profesi kebidanan
b. Teknologi
c. Pengambilan keputusan
d. Profesi
e. Kehendak pasien
Jawaban D
10. Seorang ibu yang ingin bersalin di BPS pada bidan A sejak awal
kehamilan ibutersebut memang sudah sering memeriksakan
kehamilannya. Menurut hasil pemeriksaanbidan Ibu tersebut
mempunyai riwayat hipertensi. Maka kemungkinan lahir
pervaginanyasangat beresiko Saat persalinan tiba. Tekanan darah
ibu menjadi tinggi. Jik atidak dirujuk maka beresiko terhadap
janin dan kondisi si Ibu itu sendiri. Resiko pada janin bisa
terjadigawat janin dan perdarahan pada ibu. berdasarkan cuplikan
kasus diatas tergolong isu etik terhadap...
KEGIATAN BELAJAR 10
76
79
Issue etik dalam pelayanan kebidanan merupakan opic yang penting yang
berkembang di masyarakat tentang nilai manusia dalam menghargai suatu
tindakan yang berhubungan dengan segala aspek kebidanan yang menyangkut
baik dan buruknya.
2. Bentuk-bentuk Etik
a. Etika deskriptif, yang memberikan gambaran dan ilustrasi tentang tingakh
laku manusia ditinjau dari nilai baik dan buruk serta hal-hai, ma na yang
boleh dilakukan sesuai dengan norma etis yang dianut oleh masyarakat.
b. Etika Normatif, membahas dan mengkaji ukuran baik buruk tindakan
manusia, yang biasanya dikelompokkan menjadi:
a) Etika umum; yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan
kondisi manusia untuk bertindak etis dalam mengambil kebijakan
berdasarkan teori-teori dan prinsip-prinsip moral.
b) Etika khusus; terdiri dari Etika sosial, Etika individu dan Etika
Terapan.
Etika sosial menekankan tanggungjawab sosial dan hubungan
antarsesama manusia dalam aktivitasnya,
Etika individu lebih menekankan pada kewajiban-kewajiban
manusia sebagai pribadi,
Etika terapan adalah etika yang diterapkan pada profesi
← Beberapa pembahasan masalah etik dalm kehidupan sehari hari adalah
sebagai berikut:
← Persetujuan dalam proses melahirkan.
← Memilih atau mengambil keputusan dalam persalinan.
← Kegagalan dalam proses persalinan.
← Pelaksanan USG dalam kehamilan.
← Konsep normal pelayanan kebidanan.
← Bidan dan pendidikan seks
← Masalah etik yang berhubungan dengan tekhnologi
← Perawatan intensif pada bayi.
← Skreening bayi.
80
← Transplantasi organ.
← Teknik reproduksi dan kebidanan. Masalah etik yang berhubungan
dengan profesi
← Pengambilan keputusan dan penggunaan etik.
← Otonomi bidan dan kode etik profesional.
← Etik dalam penelitian kebidanan.
← Penelitian tentang masalah kebidanan yang sensitif.
3. Issue Etik Dalam Pelayanan Kebidanan
Sebelum melihat masalah etik yang Mungkin timbul dalam pelayanan
kebidanan, maka ada baiknya dipahami beberapa Istilah berikut ini :
1. Legislasi (Lieberman, 1970) Ketetapan hukum yang mengatur hak
dan kewajiban seseorang yang berhubungan erat dengan tindakan.
2. Lisensi Pemberian izin praktek sebelum diperkenankan melakukan
pekerjaan yang telah diterapkan. Tujuannya untuk membatasi
pemberian wewenang dan untuk meyakinkan klien.
3. Deontologi/Tugas Keputusan yang diambil berdasarkan
keserikatan/berhubungan dengan tugas. Dalam pengambilan
keputusan, perhatian utama pada tugas.
4. Hak Keputusan berdasarkan hak seseorang yang tidak dapat
diganggu. Hak berbeda dengan keinginan, kebutuhan dan kepuasan
Instusioner Keputusan diambil berdasarkan pengkajian dari dilemma
etik dari kasus per kasus. Dalam teori ini ada beberapa kewajiban dan
peraturan yang sama pentingnnya.
7. Beneficience Keputusan yang diambil harus selalu
menguntungkan.
8. Mal-efecience Keputusan yang diambil merugikan pasien
9. Malpraktek/Lalaia. Gagal melakukan tugas/kewajiban kepada
klien. Tidak melaksanakan tugas sesuai dengan standar. Melakukan
tindakan yang mencederai klien. Klien cedera karena kegagalan
melaksanakan tugas
81
Dilema Moral:
← Bidan “B” tidak melakukan pertolongan persalinan
sungsang tersebut namun bidan kehilangan satu pasien.
b. Bidan “B” menolong persalinan tersebut tapi akan
dijatuhkan oleh bidan “A” dengan di laporkan ke lembaga
yang berwewenang
c. Issu Etik Bidan dengan Team Kesehatan Lainnya
Yaitu perbedaan sikap etika yang terjadi pada bidan dengan
tenaga medis lainnya. Sehingga menimbulkan
ketidaksepahaman atau kerengganga n social.
Kasus :
Disuatu desa yang ada sebuah BPS, suatu hari ada seorang Ibu
berusia 35 Tahun keadaannya sudah lemah. bidan menanyakan
kepada keluarga pasien apa yang terjadi pada pasien. Dan
suami pasien menjawab ketika dirumah Px jatuh & terjad
iperdarahan hebat. Setelahitu bidan memberikan pertolongan ,
memberikan infuse dst…. Bidan menjelaska n pada keluarga,
agar istrinya di bawa ke rumah sakit untuk dilakukan
curretase.Kemudian keluarga pxmenolak saran bidan tsb, dan
meminta bidan yang melakukan currentase. selang waktu 2 hari
pxmenga la mi perdarahan lagi kemudian keluarga merujuk ke
RS.Dokter menanyaka n kapeda suami px, apa yang
sebenarnya terjadi dan suami px menjelaska n bahwa 3 hari
yang lalu istrinya mengalami keguguran & di currentase bidan
didesany. dokter mendatangi bidan terebut. Maka
Terjadillah konflik antara bidan & dokter.
Issue Etik :
Mall Praktek Bidan melakukan tindakan diluar wewenangnya.
Konflik bidan melakukan currentase diluar wewenangnya
sehingga terjadilah konflik antara bidan & dokter.
Dilema :
86
RANGKUMAN
Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nila i
manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah
penyelesaiannya baik atau salah (Jones, 1994).
89
Issue Etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga dan masyarakat
mempunyai hubungan erat dengan nilai manusia dengan menghar ga i suatu
tindakan. Seorang bidan dikatakan professional bila ia mempunya i kekhususan
sesuai dengan peran dan fungsinya yang bertanggung jawab menolong persalinan.
Dengan demikina penyimpangan etik mungkin saja akan terjadi dalam praktik
kebidanan misalnya dalam praktek mandiri, bidan yang bekerja di RS, RB atau
institusi kesehatan lainnya. Dalam hal ini bidan yang praktek mandiri menjadi
pekerja yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali
pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan etik.
Isu moral juga berhubungan dengan kejadian yang luar biasa dalam
kehidupan sehari-hari seperti menyangkut konflik malpraktik perang dan
sebagainya. Dilema moral menurut Campbell adalah suatu keadaan dimana
dihadapkan pada dua alternative pilihan, yang kelihatannya sama atau hampir
sama dan membutuhkan pemecahan masalah.
TES FORMATIF
1. Memilih atau mengambil keputusan dalam persalinan adalah salah satu contoh
dari :
a. Persetujuan dalam tindakan
b. Masalah etik yang berhungan dengan profesi
c. Masalah etik yang berhubungan dengan teknologi
d. Isue etik
e. Dilema moral
2. Transpalasi organ merupakan salah satu contoh dari :
a. Persetujuan dalam tindakan
b. Masalah etik yang berhubungan dengan profesi
c. Masalah etik yang berhubungan dengan teknologi
d. Isue etik
e. Dilema moral
3. Otonomi bidan dan kode etik professional adalah salah satu contoh dari
a. Persetujuan dalam tindakan
b. Masalah etik yang berhubungan dengan profesi
90
JAWABAN
1. A
2. C
3. B
4. D
5. E
91
92
KEGIATAN PEMBELAJARAN 11
UNDANG-UNDANG TENTANG
KESEHATAN
4. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
8. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk
manusia.
9. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
10. Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan/atau metode yang
ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosa, pencegahan, dan
penanganan permasalahan kesehatan manusia.
18. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
19. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang kesehatan.
Pasal 2
Pasal 3
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 4
Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas
sumber daya di bidang kesehatan.
(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan
sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
Pasal 6
96
Pasal 7
Pasal 8
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
(1) Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan
sosial.
(2) Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
(2) Pelaksanaan sistem jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesatu
Tenaga Kesehatan
99
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
(5) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dalam Peraturan Menteri.
Pasal 24
100
(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
Pasal 25
Pasal 26
(4) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan tetap memperhatikan hak tenaga kesehatan dan hak masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang merata.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan tenaga kesehatan diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 29
Bagian Kedua
102
Pasal 30
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Pasal 31
Pasal 32
103
Pasal 33
Pasal 34
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 35
(1) Pemerintah daerah dapat menentukan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan
kesehatan serta pemberian izin beroperasi di daerahnya.
a. luas wilayah;
b. kebutuhan kesehatan;
d. pola penyakit;
e. pemanfaatannya;
(3) Ketentuan mengenai jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan serta
pemberian izin beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga
untuk fasilitas pelayanan kesehatan asing.
Bagian Ketiga
Perbekalan Kesehatan
Pasal 36
Pasal 37
105
(2) Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa obat esensial dan alat
kesehatan dasar tertentu dilaksanakan dengan memperhatikan kemanfaatan,
harga, dan factor yang berkaitan dengan pemerataan.
Pasal 38
Pasal 39
Pasal 40
(1) Pemerintah menyusun daftar dan jenis obat yang secara esensial harus tersedia
bagi kepentingan masyarakat.
(2) Daftar dan jenis obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau dan
disempurnakan paling lama setiap 2 (dua) tahun sesuai dengan perkembangan
kebutuhan dan teknologi.
(3) Pemerintah menjamin agar obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersedia
secara merata dan terjangkau oleh masyarakat.
(4) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan kebijakan khusus untuk
pengadaan dan pemanfaatan perbekalan kesehatan.
106
(5) Ketentuan mengenai keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan dengan mengadakan pengecualian terhadap ketentuan paten sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur paten.
(6) Perbekalan kesehatan berupa obat generik yang termasuk dalam daftar obat
esensial nasional harus dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya, sehingga
penetapan harganya dikendalikan oleh Pemerintah.
Pasal 41
Bagian Keempat
Pasal 42
(2) Teknologi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup segala
metode dan alat yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit,
mendeteksi adanya penyakit, meringankan penderitaan akibat penyakit,
menyembuhkan, memperkecil komplikasi, dan memulihkan kesehatan setelah
sakit.
Pasal 43
(2) Pembentukan lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 44
(2) Uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan jaminan tidak
merugikan manusia yang dijadikan uji coba.
(3) Uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh orang yang
berwenang dan dengan persetujuan orang yang dijadikan uji coba.
(4) Penelitian terhadap hewan harus dijamin untuk melindungi kelestarian hewan
tersebut serta mencegah dampak buruk yang tidak langsung bagi kesehatan
manusia.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji coba terhadap manusia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 45
108
F. UPAYA KESEHATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 46
Pasal 47
Pasal 48
a. pelayanan kesehatan;
e. kesehatan reproduksi;
109
f. keluarga berencana;
g. kesehatan sekolah;
h. kesehatan olahraga;
j. pelayanan darah;
m. kesehatan matra;
q. bedah mayat.
Pasal 49
Pasal 50
Pasal 51
atau masyarakat.
Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan
Paragraf Kesatu
Pemberian Pelayanan
Pasal 52
(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan
dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Pasal 53
(3) Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien disbanding kepentingan
lainnya.
Pasal 54
Pasal 55
(2) Standar mutu pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf Kedua
112
Perlindungan Pasien
Pasal 56
(1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan
pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami
informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.
(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku pada:
(3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 57
(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah
dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:
a. perintah undang-undang;
b. perintah pengadilan;
Pasal 58
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat
kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pasal 59
(2) Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibina
dan diawasi oleh Pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan
keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan jeni pelayanan kesehatan
tradisional sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 60
114
(2) Penggunaan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak
bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat.
Pasal 61
Bagian Keempat
Pasal 62
(1) Peningkatan kesehatan merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat untuk mengoptimalkan
kesehatan melalui kegiatan penyuluhan, penyebarluasan informasi, atau
kegiatan lain untuk menunjang tercapainya hidup sehat.
(2) Pencegahan penyakit merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat untuk menghindari atau
mengurangi risiko, masalah, dan dampak buruk akibat penyakit.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin dan menyediakan fasilitas untuk
kelangsungan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
115
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Pasal 63
Pasal 64
116
(2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk
dikomersialkan.
(3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.
Pasal 65
(1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus
memperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat
persetujuan pendonor dan/atau ahli waris atau keluarganya.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ
dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 66
Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari hewan, hanya dapat
dilakukan apabila telah terbukti keamanan dan kemanfaatannya.
Pasal 67
(1) Pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengiriman
spesimen atau bagian organ tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
117
Pasal 68
(1) Pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia
hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan pemasangan implan
obat dan/atau alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 69
(1) Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
(2) Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastic dan rekonstruksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 70
(1) Penggunaan sel punca hanya dapat dilakukan untuk tujuan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan, serta dilarang digunakan untuk tujuan
reproduksi.
(2) Sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berasal dari sel
punca embrionik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sel punca sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keenam
Kesehatan Reproduksi
118
Pasal 71
(1) Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang
berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada lakilaki dan
perempuan.
Pasal 72
c. menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat secara
medis serta tidak bertentangan dengan norma agama.
Pasal 73
Pasal 74
Pasal 75
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah
melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang.
120
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 76
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
Pasal 77
Bagian Ketujuh
Keluarga Berencana
Pasal 78
121
Bagian Kedelapan
Kesehatan Sekolah
Pasal 79
(3) Ketentuan mengenai kesehatan sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Kesehatan Olahraga
Pasal 80
122
(3) Upaya kesehatan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui aktifitas fisik, latihan fisik, dan/atau olahraga.
Pasal 81
Bagian Kesepuluh
Pasal 82
(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan
kesehatan pada tanggap darurat dan pascabencana.
(5) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja Negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD), atau bantuan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 83
(1) Setiap orang yang memberikan pelayanan kesehatan pada bencana harus
ditujukan untuk penyelamatan nyawa, pencegahan kecacatan lebih lanjut, dan
kepentingan terbaik bagi pasien.
Pasal 84
Pasal 85
Bagian Kesebelas
Pelayanan Darah
Pasal 86
124
(2) Darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari pendonor darah
sukarela yang sehat dan memenuhi kriteria seleksi pendonor dengan
mengutamakan kesehatan pendonor.
(3) Darah yang diperoleh dari pendonor darah sukarela sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sebelum digunakan untuk pelayanan darah harus dilakukan
pemeriksaan laboratorium guna mencegah penularan penyakit.
Pasal 87
(1) Penyelenggaraan donor darah dan pengolahan darah dilakukan oleh Unit
Transfusi Darah.
(2) Unit Transfusi Darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau organisasi
sosial yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kepalangmerahan.
Pasal 88
Pasal 89
Pasal 90
(1) Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan pelayanan darah yang aman,
mudah diakses, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Pasal 91
(1) Komponen darah dapat digunakan untuk tujuan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan melalui proses pengolahan dan produksi.
(2) Hasil proses pengolahan dan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikendalikan oleh Pemerintah.
Pasal 92
Pasal 93
(1) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan
kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, dan
pemulihan kesehatan gigi oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan.
(2) Kesehatan gigi dan mulut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan kesehatan gigi
masyarakat, usaha kesehatan gigi sekolah.
126
Pasal 94
Pasal 95
Pasal 96
Kesehatan Matra
Pasal 97
127
(2) Kesehatan matra meliputi kesehatan lapangan, kesehatan kelautan dan bawah
air, serta kesehatan kedirgantaraan.
(4) Ketentuan mengenai kesehatan matra sebagaimana dimaksud dalam pasal ini
diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 98
(2) Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang
mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat
dan bahan yang berkhasiat obat.
Pasal 99
(1) Sumber sediaan farmasi yang berasal dari alam semesta dan sudah terbukti
berkhasiat dan aman digunakan dalam pencegahan, pengobatan, dan/atau
perawatan, serta pemeliharaan kesehatan tetap harus dijaga kelestariannya.
Pasal 100
(1) Sumber obat tradisional yang sudah terbukti berkhasiat dan aman digunakan
dalam pencegahan, pengobatan, perawatan, dan/atau pemeliharaan kesehatan
tetap dijaga kelestariannya.
Pasal 101
Pasal 102
129
(1) Penggunaan sediaan farmasi yang berupa narkotika dan psikotropika hanya
dapat dilakukan berdasarkan resep dokter atau dokter gigi dan dilarang untuk
disalahgunakan.
Pasal 103
Pasal 104
(2) Penggunaan obat dan obat tradisional harus dilakukan secara rasional.
Pasal 105
(1) Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat
farmakope Indonesia atau buku standar lainnya.
(2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat
kesehatan harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditentukan.
Pasal 106
130
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat
izin edar.
(2) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi
persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.
(3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari
peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin
edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau
keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 107
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 108
Pasal 109
Pasal 110
Pasal 111
(2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label
yang berisi:
a. Nama produk;
d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan
minuman kedalam wilayah Indonesia; dan
(4) Pemberian tanda atau label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan secara benar dan akurat.
132
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
(6) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan
kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan
disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 112
Pasal 113
(1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar
tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga,
masyarakat, dan lingkungan.
(2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk
yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang
penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau
masyarakat sekelilingnya.
(3) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif
harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan.
133
Pasal 114
Pasal 115
d. tempat ibadah;
e. angkutan umum;
Pasal 116
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bedah Mayat
Pasal 117
Pasal 118
(2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas upaya
identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 119
(2) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk
menegakkan diagnosis dan/atau menyimpulkan penyebab kematian.
(3) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas
persetujuan tertulis pasien semasa hidupnya atau persetujuan tertulis keluarga
terdekat pasien.
(4) Dalam hal pasien diduga meninggal akibat penyakit yang membahayakan
masyarakat dan bedah mayat klinis mutlak diperlukan untuk menegakkan
diagnosis dan/atau penyebab kematiannya, tidak diperlukan persetujuan.
Pasal 120
(1) Untuk kepentingan pendidikan di bidang ilmu kedokteran dan biomedik dapat
dilakukan bedah mayat anatomis di rumah sakit pendidikan atau di institusi
pendidikan kedokteran.
(2) Bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan terhadap mayat yang tidak dikenal atau mayat yang tidak diurus
oleh keluarganya, atas persetujuan tertulis orang tersebut semasa hidupnya
atau persetujuan tertulis keluarganya.
135
(3) Mayat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah diawetkan,
dipublikasikan untuk dicarikan keluarganya, dan disimpan sekurang-
kurangnya 1 (satu) bulan sejak kematiannya.
Pasal 121
(1) Bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan oleh
dokter sesuai dengan keahlian dan kewenangannya.
(2) Dalam hal pada saat melakukan bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis
ditemukan adanya dugaan tindak pidana, tenaga kesehatan wajib melaporkan
kepada penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 122
(1) Untuk kepentingan penegakan hukum dapat dilakukan bedah mayat forensik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Bedah mayat forensik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
dokter ahli forensik, atau oleh dokter lain apabila tidak ada dokter ahli
forensik dan perujukan ke tempat yang ada dokter ahli forensiknya tidak
dimungkinkan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bedah mayat forensik diatur
dengan Peraturan Menteri.
136
Pasal 123
(1) Pada tubuh yang telah terbukti mati batang otak dapat dilakukan tindakan
pemanfaatan organ sebagai donor untuk kepentingan transplantasi organ.
(2) Tindakan pemanfaatan organ donor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan kematian dan pemanfaatan organ
donor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 124
Tindakan bedah mayat oleh tenaga kesehatan harus dilakukan sesuai dengan
norma agama, norma kesusilaan, dan etika profesi.
Pasal 125
Bagian Kesatu
Pasal 126
(1) Upaya kesehatan ibu harus ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga
mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi
angka kematian ibu.
137
(2) Upaya kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
(3) Pemerintah menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas, alat dan obat dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu secara aman, bermutu, dan
terjangkau.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan ibu diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 127
(1) Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan
suami istri yang sah dengan ketentuan:
a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
Pasal 128
(1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama
6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
(2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan
penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
(3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di
tempat kerja dan tempat sarana umum.
138
Pasal 129
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 130
Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak.
Pasal 131
(1) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk
mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas
serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak.
(2) Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak anak masih dalam
kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan
belas) tahun.
(3) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama bagi
orang tua, keluarga, masyarakat, dan Pemerintah, dan pemerintah daerah.
Pasal 132
(1) Anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh secara bertanggung jawab
sehingga memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan
optimal.
(2) Ketentuan mengenai anak yang dilahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan yang
berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui
imunisasi.
139
Pasal 133
(1) Setiap bayi dan anak berhak terlindungi dan terhindar dari segala bentuk
diskriminasi dan tindak kekerasan yang dapat mengganggu kesehatannya.
Pasal 134
(2) Standar dan/atau kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
diselenggarakan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, dan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 135
(2) Tempat bermain dan sarana lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dilengkapi sarana perlindungan terhadap risiko kesehatan agar
tidak membahayakan kesehatan anak.
140
Bagian Kedua
Kesehatan Remaja
Pasal 136
(2) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk untuk reproduksi remaja dilakukan agar terbebas dari berbagai
gangguan kesehatan yang dapat menghambat kemampuan menjalani
kehidupan reproduksi secara sehat.
(3) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Pasal 137
Bagian Ketiga
Pasal 138
(1) Upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga
agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis sesuai
dengan martabat kemanusiaan.
141
Pasal 139
Pasal 140
dan/atau masyarakat.
H. GIZI
Pasal 141
(1) Upaya perbaikan gizi masyarakat ditujukan untuk peningkatan mutu gizi
perseorangan dan masyarakat.
(2) Peningkatan mutu gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
:
c. peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan
ilmu dan teknologi; dan
(5) Penyediaan bahan makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara lintas sektor dan antarprovinsi, antarkabupaten atau antarkota.
Pasal 142
(1) Upaya perbaikan gizi dilakukan pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam
kandungan sampai dengan lanjut usia dengan prioritas kepada kelompok
rawan:
(3) Pemerintah bertanggung jawab atas pemenuhan kecukupan gizi pada keluarga
miskin dan dalam situasi darurat.
(4) Pemerintah bertanggung jawab terhadap pendidikan dan informasi yang benar
tentang gizi kepada masyarakat.
143
Pasal 143
I. KESEHATAN JIWA
Pasal 144
(1) Upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat
menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan
gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.
(2) Upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif pasien gangguan jiwa dan masalah
psikososial.
(3) Upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung
jawab bersama Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Pasal 145
Pasal 146
(1) Masyarakat berhak mendapatkan informasi dan edukasi yang benar mengenai
kesehatan jiwa.
(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menghindari
pelanggaran hak asasi seseorang yang dianggap mengalami gangguan
kesehatan jiwa.
Pasal 147
(2) Upaya penyembuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang berwenang dan di tempat yang tepat dengan tetap
menghormati hak asasi penderita.
Pasal 148
(1) Penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga negara.
(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persamaan perlakuan
dalam setiap aspek kehidupan, kecuali peraturan perundang-undangan
menyatakan lain.
145
Pasal 149
Pasal 150
Pasal 151
Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya kesehatan jiwa diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
146
Bagian Kesatu
Penyakit Menular
Pasal 152
(4) Pengendalian sumber penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan terhadap lingkungan dan/atau orang dan sumber penularan lainnya.
(5) Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan harus
berbasis wilayah.
(6) Pelaksanaan upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui
lintas sektor.
(7) Dalam melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
dapat melakukan kerja sama dengan negara lain.
Pasal 153
Pasal 154
Pasal 155
(1) Pemerintah daerah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan
persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu
yang singkat, serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber
penularan.
Pasal 156
(2) Penentuan wilayah dalam keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa
(KLB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan berdasarkan hasil
penelitian yang diakui keakuratannya.
(4) Penentuan wilayah dalam keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa dan
upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3),
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 157
Bagian Kedua
Pasal 158
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 159
(3) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kerja sama
lintas sektor dan dengan membentukjejaring, baik nasional maupun
internasional.
150
Pasal 160
(2) Faktor risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi diet
tidak seimbang, kurang aktivitas fisik, merokok, mengkonsumsi alkohol, dan
perilaku berlalu lintas yang tidak benar.
Pasal 161
(2) Manajemen pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola secara
profesional sehingga pelayanan kesehatan penyakit tidak menular tersedia,
dapat diterima, mudah dicapai, berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.
K. KESEHATAN LINGKUNGAN
Pasal 162
Pasal 163
(2) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup lingkungan
permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.
(3) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bebas dari unsur-unsur
yang menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain:
a. limbah cair;
b. limbah padat;
c. limbah gas;
(4) Ketentuan mengenai standar baku mutu kesehatan lingkungan dan proses
pengolahan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3),
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
L. KESEHATAN KERJA
Pasal 164
(1) Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat
dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan
oleh pekerjaan.
152
(2) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pekerja
di sektor formal dan informal.
(3) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi
setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja.
(4) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
berlaku juga bagi kesehatan pada lingkungan tentara nasional Indonesia baik
darat, laut, maupun udara serta kepolisian Republik Indonesia.
(6) Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta
bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja.
(7) Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang
terjadi di lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 165
(1) Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan
melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi
tenaga kerja.
(2) Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat
dan menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
153
Pasal 166
(1) Majikan atau pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya
pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib menanggung
seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja.
(2) Majikan atau pengusaha menanggung biaya atas gangguan kesehatan akibat
kerja yang diderita oleh pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
M. PENGELOLAAN KESEHATAN
Pasal 167
(3) Pengelolaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam
suatu sistem kesehatan nasional.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Presiden.
154
N. INFORMASI KESEHATAN
Pasal 168
(1) Untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan
informasi kesehatan.
(2) Informasi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
sistem informasi dan melalui lintas sektor.
Pasal 169
O. PEMBIAYAAN KESEHATAN
Pasal 170
Pasal 171
(3) Besaran anggaran kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang besarannya sekurang-
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran kesehatan dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 172
(1) Alokasi pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat
(3) ditujukan untuk pelayanan kesehatan di bidang pelayanan publik, terutama
bagi penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak terlantar.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara alokasi pembiayaan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 173
(2) Ketentuan mengenai tata cara penyelenggaraan system jaminan sosial nasional
dan/atau asuransi kesehatan komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
156
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup keikutsertaan
secara aktif dan kreatif.
Bagian Kesatu
Pasal 175
Pasal 176
(4) Kedudukan BPKN dan BPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) berada sampai pada tingkat kecamatan.
157
Bagian Kedua
Pasal 177
(1) BPKN dan BPKD berperan membantu pemerintah dan masyarakat dalam
bidang kesehatan sesuai dengan lingkup tugas masing-masing.
(2) BPKN dan BPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan
wewenang antara lain:
(3) BPKN dan BPKD berperan membantu pemerintah dan masyarakat dalam
bidang kesehatan.
158
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 178
Pasal 179
c. pembiayaan.
Pasal 180
Pasal 181
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 182
(2) Menteri dalam melakukan pengawasan dapat memberikan izin terhadap setiap
penyelengaraan upaya kesehatan.
Pasal 183
Menteri atau kepala dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 dalam
melaksanakan tugasnya dapat mengangkat tenaga pengawas dengan tugas pokok
untuk melakukan pengawasan terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan
sumber daya di bidang kesehatan dan upaya kesehatan.
Pasal 184
Pasal 185
Setiap orang yang bertanggung jawab atas tempat dilakukannya pemeriksaan oleh
tenaga pengawas mempunyai hak untuk menolak pemeriksaan apabila tenaga
pengawas yang bersangkutan tidak dilengkapi dengan tanda pengenal dan surat
perintah pemeriksaan.
Pasal 186
Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya dugaan atau patut diduga adanya
pelanggaran hukum di bidang kesehatan, tenaga pengawas wajib melaporkan
kepada penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 187
Pasal 188
(3) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan tindakan administratif
sebagaimana dimaksud pasal ini diatur oleh Menteri.
S. PENYIDIKAN
Pasal 189
(1) Selain penyidik polisi negara Republik Indonesia, kepada pejabat pegawai
negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintahan yang menyelenggarakan
urusan di bidang kesehatan juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
kesehatan.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan;
(3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh penyidik
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
T. KETENTUAN PIDANA
Pasal 190
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
163
Pasal 191
Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional
yang menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat
(1) sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling
banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 192
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh
dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 193
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastic dan rekonstruksi
untuk tujuan mengubah identitas seseorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
69 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 195
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih apapun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
164
Pasal 196
Pasal 197
Pasal 198
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan
praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 199
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tidak
mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 114 dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
dendan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
(2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa rokok
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana denda paling banyak
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
165
Pasal 200
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu
eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta
rupiah)
Pasal 201
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1),
Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal
200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap
pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana
denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal
197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa:
Tes Formatif
1. Pada UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 14 ayat (2) Pemerintah memiliki
tanggung jawab dikhususkan pada
a. Pelayanan mandiri
b. Pelayanan public
c. Pelayanan Rumah Sakit
d. Pelayanan terpadu
2. Sumber daya kesehatan dalam UU No. 36 tahun 2009 dibagi menjadi 4, yaitu
a. Tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, perbekalan kesehatan,
teknologi dan produk teknologi
b. Tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, transportasi, jasa
persalinan
c. Tenaga kesehatan, jaminan kesehatan, perbekalan kesehatan, teknologi
informasi
d. Jaminan kesehatan, perbekalan kesehatan, teknologi dan informasi, petugas
kesehatan
3. Apakah yang dimaksud dengan keluarga berencana pada pasal 78 tentang
pelayanan kesehatan?
a. Mengurangi jumlah anak semau ibu
b. Memberikan peluang memiliki banyak anak
c. Pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk
generasi penerus yang sehat dan cerdas
d. Salah satu program pemerintah yang harus dijalankan
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinan diatur dengan
a. Peraturan Menteri
b. MPR RI
c. Perpu
d. Presiden
5. Apabila terdapat orang yang dengan sengaja menghalangi ibu dalam pemberian
ASI eksklusif maka akan diberi hukuman berupa
a. Paling lama 10 tahun penjara dan denda 10.000.000
b. Paling lama 5 tahun penjara dan denda 20.000.000
c. Paling lama 3 tahun penjara dan denda 100.000.000
d. Paling lama 1 tahun penjara dan denda 100.000.000
167
KEGIATAN BELAJAR 12
2. Bayi Tabung
Teknik bayi tabung In Vitro Fertilisation (IVF) adalah sebuah
teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita.
Teknik in merupakan suatu teknologi reproduksi berupa teknik
menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil
dipraktekkan pada tahun 1970. Teknologi ini juga tealh berhasil
dilakukan di Indonesia sejak tahun 1988.5
Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara
hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel
sperma dalam sebuah tabung menggunakan medium cair. Jika sudah
terjadi fertilisasi atau pembuahan, maka embrio akan dipindahkan ke
dalam rahim isteri. Proses ini tidak menimbulkan masalah jika sperm
dan ovum berasal dari pasutri yang bersangkutan. Namun sebaliknya
akan menjadi masalah jika sperma berasal dari donor, atau jika sel telur
yang dibuahi bukan dari sang isteri, atau adalah embrio yang akan
ditanam bukan pada rahim isterinya, namun pada ibu pengganti
(surrogate mother) karena rahim isteri mengalami masalah.5
170
4. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor, ovum dari isteri
dan embrionya di transplantasikan ke rahim isterinya.
5. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor, ovum dari donor,
dan embrionya di transplantasikan ke rahim isterinya.
6. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami, ovum dari donor
dan embrionya di transplantasikan ke rahim surrogate mother.
7. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor, ovum dari isteri
dan embrionya di transplantasikan ke rahim surrogate mother.
8. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor, ovum dari donor
dan embrionya di transplantasikan ke rahim surrogate mother.
SOAL:
1. Menurut PP no. 32 tahun 1996 Selain perlindungan hukum, hal-hal lain
yang diatur didalam nya antara lain:
a. Ikatan Profesi
b. Aspek Aborsi
c. Aspek Pengangkatan Anak
d. Aspek Adopsi
e. Aspek Bayi Tabung
2. Dibawah ini undang-undang yang mengatur aborsi dan bayi tabung adalah…
a. UU Tahun 1992 pasal 84 tentang Kesehatan
b. UU Tahun 1992 pasal 86 tentang Kesehatan
c. UU No. 36 Tahun 2009 Pasal 75 tentang Kesehatan
d. UU No. 32 Tahun 1996 Pasal 24
3. Dibawah ini yang merupakan Syarat anak yang akan diangkat menurut PP
no 54 tahun 2007 Pasal 12 ayat (1) adalah…
a. Sehat jasmani dan rohani
b. Berkelakuan baik tidak pernah dihukum
c. Keadaan mampu ekonomi dan sosial
d. Memerlukan perlindungan khusus
e. Beragama sama dengan calon anak angkat
4. Yang merupakan Syarat-syarat dilakukan IVF antara lain…
a. Umur tidak lebih dari 40 tahun, diutamakan bagi yang berumur
35 tahun
179
KEGIATAN BELAJAR 13
c. Administrative Malpractice
Bidan dikatakan telah melakukan administrative malpractice
manakala bidan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu
diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah
mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang
186
Dari syarat pertama yaitu adanya kesepakatan antara kedua pihak ( antara
petugas kesehatan dan pasien ), maka berarti harus ada informasi keluhan
pasien yang cukup dari kedua belah pihak tersebut. Dari pihak petugas harus
mendapat informasi keluhan pasien sejujurnya, demikian pula dari pihak
pasien harus memperoleh diagnosis dan terapi yang akan dilakukan.
Ada beberapa kaidah yang harus diperhatikan dalam menyusun dan
memberikan Informed Consent agar hukum perikatan ini tidak cacat hukum,
diantaranya adalah:
1. Tidak bersifat memperdaya ( Fraud ).
2. Tidak berupaya menekan ( Force ).
3. Tidak menciptakan ketakutan ( Fear ).
Rangkuman
pembelaan Anggota (MPA). Tujuan dibentuknya Majelis Etika Bidan adalah untuk
memberikan perlindungan yang seimbang dan objektif kepada Bidan dan
penerima pelayanan. Lingkup Majelis Etika
Tes Formatif
KEGIATAN BELAJAR 14
dalam suatu organisasi profesi. Hal ini menjadi lebih tegas dengan pengertian
bahwa apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi maka secara
otomatis dia tergabung dalam suatu organisasi atau ikatan profesi. Apabila hal
ini dapat dilaksanakan dengan baik maka barulah ada suatu jaminan bahwa
profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota
profesi yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik dapat dikenakan
sangsi dalam menjalankan tugasnya.
Sehubung dengan pelaksanaan Kode Etik Profesi, bisan di bantu oleh
suatu lembaga yang disebut Majelis Pertimbangan Kode Etik Bidan Indonesia
dan Majelis Pertimbangan Etika Profesi Bidan Indonesia. Dalam organisasi
IBI terdapat Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis
Pembelaan Anggota (MPA).
D. Dasar Penyusunan Majelis Pertimbangan Etika Profesi
Dasar penyusunan Majelis Pertimbangan Etika Profesi adalah Majelis
Pembinaan dan Pengawasan Etik Pelayanan Medis (MP2EPM), yang
meliputi:
1. Kepmenkes RI no. 1464/Menkes/X/2010
Memberikan pertimbangan, pembinaan, pengawasan, dan mengikut
sertakan terhadap semuaprofesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan
medis.
2. Peraturan Pemerintah no. 1464 Tahun 2010 BAB V Pasal 21
Pembinaan dan pengawasan terhadap dokter, dokter gigi dan tenaga
kesehatan dalam menjalankan profesinya untuk meningkatkan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap
segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan
3. Surat keputusan Menteri Kesehatan no. 640/Menkes/Per/X/1991, tentang
pembentukan MP2EPM
Dasar Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan atau MDTK adalah sebagai berikut:
1. Pasal 14 Ayat 1 UUD 1945
2. UU no. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
3. KEPRES tahun 1995 Tentang Pembentukan MDTK
Tugas Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) adalah meneliti dan
menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan
standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan
Dasar penyusunan Majelis pertimbangan etik profesi adalah majelis
pembinaan danpengawasan etik pelayanan medis (MP2EPM) yang meliputi:
a. Kepmenkes RI No. 554/Menkes/Per/XII/1982
Memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan
terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis.
b. Peraturan pemerintah No. 1Tahun 1988 Bab V Pasal 11
207
4. Keputusan tingkat propinsi bersifat final dan bisa konsul ke majelis etik
kebidanan pada tingkat pusat.
5. Sidang majelis etik kebidanan paling lambat 7 hari, setelah diterima
pengaduan. Pelaksanaan sidang menghadirkan dan minta keterangan dari
bidan dan saksi-saksi.
6. Keputusan paling lambat 60 hari dan kemudian disampaikan secara tertulis
kepada pejabat yang berwenang.
7. Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah
IBI di tingkat propinsi.
Dalam peaksanaannya di lapangan sekarang ini bahwa organisasi
profesi bidan IBI, telah melantik MPEB (majelis pertimbangan etika bidan)
dan MPA (majelis peradilan profesi, namun dalam pelaksanaannya belum
terealisasi dengan baik.
F. Badan Konsil Kebidananan
Dalam organisasi profesi bidan Indonesia hingga saat ini belum
terbentuk badan konsil kebidanan.Secara konseptual badan konsil merupakan
badan yang terbentukn daalm rangka melindungi masyarakat penerima jasa
pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.Konsil kebidanan
Indonesia merupakan lembanga otonom dan independen bertanggung jawab
kepada presiden sebagai kepala Negara.
1. Tugas badan konsil kebidanan
a. Melakukan registrasi tenaga bidan.
b. Menetapkan standart pendidikan bidan.
c. Menapis dan merumuskan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
d. Melakukan pembinaan terhadap pelanggaran praktik kebidanan.
Konsil kebidanan Indonesia berfungsi mengatur,menetapkan serta
membina tenaga bidan yang menjalakan prktik kebidanan dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
2. Wewenang badan konsil kebidanan meliputi :
a. Menetapkan standart kompetensi bidan.
b. Menguji persyaratan registrasi bidan.
c. Menyetujui dan menolak permohonan registarsi.
d. Menerbitkan dan mencabut sertifikat registrasi.
e. Menetapkan tehniologi kebidanan yang dapat diterapkan di Indonesia.
f. Melakukan pembinaan bidan mengenai pelaksanaan etika profesi
yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
g. Melakukan pencatatan bidan yang dikenakan sanksi yang dikenakan
oleh organisasi profesi.
3. Keanggotaan konsil kebidanan:
a. Dari unsure departemen dua orang.
b. Lembaga konsumen 1 orang.
210
c. Bidan 10 orang.
d. Organisasi profesi terkait 4 orang.
e. Ahli hukum 1 orang.
4. Persyaratan anggota konsil:
a. Warga Negara Indonesia.
b. Sehat jasmani dan rohani.
c. Berkelakuan baik.
d. Usia sekurangnya 40 tahun.
e. Pernah praktik kebidanan minimal 10 tahun.
f. Memiliki moral etika tinggi.
5. Keanggotaan konsil berhenti karena:
a. Berakhir masa jabatan sebagai anggota.
b. Meninggal dunia.
c. Mengundurkan diri.
d. Bertempat tinggal diluar wilayah republic Indonesia.
e. Gangguan kesehatan.
f. Diberhentikan karena melanggar aturan konsil.
6. Mekanisme Tata Kerja Konsil:
a. Memelihara dan menjaga registrasi bidan.
b. Mengadakan rapat pleno, dikatakan sah apabila dihadiri separuh
ditambah 1 unsur pimpinan harian.
c. Rapat pleno memutuskan:
1) Menolak permohonan registrasi.
2) Membentuk sub-sub komite dan anggota.
3) Menetapkan aturan dan kebijakan.
d. Konsil kebidanan melakukan rapat pleno sekurang-kurangnya empat
kali dalam setahun.
e. Konsil kebidanan daerah hanya mengambil keputusan yang berkaitan
dengan persoalan etik profesi.
f. Ketua konsil, wakil ketua konsil, ketua komite registrasi dan ketua
komite peradilan profesi merupakan unsur pimpinan harian konsil.
RANGKUMAN
Majelis etika profesi bidan adalah badan perlindungan hukum terhadap
para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang
diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hukum. Realisasi majelis
etika bidan (MPEB) dan majelis pembelaan anggota (MPA).Pelaksanaan tugas
bidan dibatasi oleh norma, etika, dan agama. Tetapi apabila ada kesalahan dan
menimbulkan konflik etik, maka diperlukan wadah untuk menentukan standar
profesi, prosedur yang baku dan kode etik yang disepakati, maka perlu dibentuk
majelis etik bidan, yaitu MPEB dan MPA.Tujuan dibentuknya majelis etika bidan
211
adalah untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan objektif kepada bidan
dan penerima pelayanan.Dalam peaksanaannya di lapangan sekarang ini bahwa
organisasi profesi bidan IBI, telah melantik MPEB (majelis pertimbangan etika
bidan) dan MPA (majelis peradilan profesi, namun dalam pelaksanaannya belum
terealisasi dengan baik.
Dalam organisasi profesi bidan Indonesia hingga saat ini belum terbentuk
badan konsil kebidanan. Secara konseptual badan konsil merupakan badan yang
terbentuk dalam rangka melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Konsil kebidanan Indonesia merupakan
lembanga otonom dan independen bertanggungjawab kepada presiden sebagai
kepala Negara.
TES FORMATIF
1. Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah Pusat adalah....
a. Menerima dan memberi pertimbangan, mengawasi persoalan kode etik,
dan mengadakan konsultasi dengan instansi terkait dengan persoalan
kode etik.
b. Memberi pertimbangan dan saran kepada instansi terkait.
c. Membina, mengembangkan, dan mengawasi secara aktif
pelaksanaan kode etik kedokteran gigi, perawat, bidan, sarjana
farmasi, dan rumah sakit.
d. MP2EPM propinsi atas nama Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kesehatan Propinsi berwenang memanggil mereka yang bersangkutan
dalam suatu etik profesi.
e. Memberi nasihat, membina dan mengembangkan serta mengawasi
secara aktif etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya
bekerjasama dengan organisasi profesi seperti IDI, PDGI, PPNI, IBI,
ISFI, PRS21.
2. Di bawah ini yang merupakan susunan organisasi majelis etik kebidanan,
kecuali...
a. Ketua
b. Wakil ketua
c. Sekretaris
d. Sekretaris merangkap anggota
e. Anggota
3. Keanggotaan konsil berhentia pabila….
KEGIATAN BELAJAR 15
Etika dan hokum berkait dengan ruang lingkup masing –masing, dengan
jalur yang berbeda.Adapun gambaran jalur etik dan hokum
dapat dideskripsikan :
Ada beberapa hal yang menjadi sumber ketidak puasan pasien atau
masyarakat yaitu:
1. Pelayanan yang aman
2. Sikap petugas kurang baik
3. Komunikasi yang kurang
4. Kesalahan prosedur
5. Saran kurang baik
6. Tidak adanya penjelasan atau bimbingan atau informasi atau pendidikan
kesehatan
Legislasi adalah proses pembuatan UU atau penyempurnaan perangkat
hukum yang sudah ada melalui serangkaian sertifikasi
(pengaturan kompetensi), registrasi (pengaturan kemenangan) dan lisensi
(pengaturan penyelenggaraan kewenangan),
Tujuan legislasi adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat
terhadap pelayanan yang telah diberikan. Bentuk perlindungan tersebut
antara lain:
1. Mempertahankan kualitas pelayanan
2. Memberikan kewenangan
3. Menjamin perlindungan hokum
4. Meningkatkan profesionalisme
Rangkuman
Tes Formatif
f. Ketua konsil, wakil ketua konsil, ketua komite registrasi dan ketua
komite peradilan profesi merupakan unsur pimpinan harian konsil.
Tes Formatif
5.
1) Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standar profesi
pelayanan bidan (Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/TAHUN
2002
2) Melakukan supervise lapangan, termasuk tentang tehnis, dan
pelaksanaan praktik, termasuk penyimpangan yang terjadi. Apakah
pelaksanaan praktik bidan sesuai dengan Standar Praktik Bidan,
Standar Profesi dan Standar Pelayanan Kebidanan, juga batas-batas
kewenangan bidan
3) Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik
kebidanan
4) Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang hukum kesehatan,
khususnya yang berkaitan atau melandasi praktik bidan
Dari uraian diatas itu merupakan macam-macam dari :
a. Pengertian dari Majelis Etika Bidan
b. Tujuan dibentuknya Majelis Etika Bidan
c. Lingkup Majelis Etika Kebidanan
d. Cirri-ciri Majelis Etika Bidan
Jawaban : C
DAFTAR PUSTAKA
http://bidankita.com.
http://binfar.depkes.go.id/dat/lama/1303887905_UU%2036-
2009%20Kesehatan.pdf Diakses 12 Juli 2018.
229
http://dinopawesambon.blogspot.com/2011/07/hukum-kesehatan-dalam-
kebidanan.html. Diakses 12 Juli 2018.
http://maphiablack.blogspot.com/2011/01/peran-dan-fungsi-majelis-
pertimbangan.html Diakses 12 Juli 2018.
Marimba, Hanum. 2008. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan. Mitra Cendikia
Press: Yogyakarta.