You are on page 1of 51

Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan global utama. Hal ini menyebabkan
gangguan kesehatan antara jutaan orang setiap tahun dan peringkat sebagai penyebab utama
kedua kematian dari penyakit menular di seluruh dunia, setelah human imunodefiesiensy virus
(HIV). Perkiraan terbaru termasuk di laporan ini adalah bahwa ada hampir 9 juta kasus baru
pada tahun 2011 dan 1,4 juta kematian akibat TB (990.000 antara HIV negatif orang dan
430.000 kematian TB terkait HIV). Ini terjadi walaupun adanya ketersediaan pengobatan yang
dapat menyembuhkan sebagian besar kasus TB. Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan
dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1% berarti 10 orang antara 1000 penduduk
terinfeksi setiap tahun. Menurut WHO ARTI Indonesia bervariasi antara 1-3%. Pencapaian
proporsi pasien baru TB paru BTA positif diantara seluruh kasus dari tahun 2010-2011, pada
tahun 2011 capaian yang tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Tenggara (94%) dan terendah
Provinsi DKI Jakarta (33%). Provinsi yang memiliki pencapaian di bawah target (< 65%) adalah
Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Banten, Kepulauan Riau,Jawa Barat, Jawa
Tengah, Bali, D.I. Yogyakarta, Papua, dan Papua Barat.
Secara umum, proporsi yang relatif kecil orang yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis
akan mengembangkan penyakit TB, namun, kemungkinan mengembangkan TB jauh lebih tinggi
di antara orang yang terinfeksi dengan manusia virus immunodefisiensi (HIV). Angka MDR-TB
diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat
regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat
sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya.
Pada tahun 2011, diperkirakan ada 8,7 juta insiden kasus TB (kisaran, 8,3 juta-9,0 juta)
secara global, setara dengan 125 kasus per 100.000 penduduk. Sebagian besar dari perkiraan
jumlah kasus pada tahun 2011 terjadi di Asia (59%) dan Afrika (26%); 1 proporsi yang lebih
kecil kasus terjadi di Mediterania Timur Daerah (7,7%), wilayah Eropa (4,3%) dan Daerah
Amerika (3%). Lima negara dengan jumlah terbesar dari insiden kasus pada tahun 2011 adalah
India (2,0 juta-2,5 juta), China (0,9 juta-1,1juta), Afrika Selatan (0,4 juta-0,6 juta), Indonesia (0,4
juta-0,5 juta) dan Pakistan (0.3 juta-0.5 juta). India dan Cina sendiri menyumbang 26% dan 12%
dari kasus global, masing-masing.

1
Data WHO Global Report yang dicantumkan pada Laporan Triwulan Sub Direktorat
Penyakit TB dari Direktorat Jenderal P2 & PL tahun 2010 menyebutkan estimasi kasus baru TB
di Indonesia tahun 2006 adalah 275 kasus/100.000 penduduk/tahun dan pada tahun 2010 turun
menjadi 244 kasus/100.000 penduduk/tahun. Periode Prevalence Tuberkulosis (D), Nasional
adalah = 725/100.000 penduduk.
Menurut Data Evaluasi Kabupaten Karawang Tahun 2012 yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Karawang, perkiraan suspek yang menderita TB adalah 23.840 orang dan
jumlah pencapaian suspek yang ditemukan adalah 10.202 orang.
Materi yang dievaluasi dalam program ini diperoleh dari Laporan tahunan Program
Penanggulangan Tuberkulosis Paru (P2TB) di Puskesmas Jatisari periode Januari sampai
Desember 2013 yang meliputi penemuan tersangka penderita TB paru, penentuan diagnosis TB
paru, pengobatan penderita Tuberkulosis dengan menggunakan strategi DOTS, pengendalian
pengobatan dibawah pengawasan PMO, Follow Up penderita TB, penyuluhan TB paru serta
pencatatan dan pelaporan.
Metode evaluasi ini dilaksanakan dengan cara membandingkan cakupan program P2TB
di Puskesmas Jatisari periode Januari sampai Desember 2013 terhadap tolak ukur yang telah
ditetapkan dengan menggunakan pendekatan sistem.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, didapatkan permasalahan sebagai berikut :
1. Perkiraan terbaru termasuk di laporan Global Tuberculosis Report 2012 dari World
Health Organization (WHO) adalah bahwa ada hampir 9 juta kasus baru pada tahun
2011 dan 1,4 juta kematian akibat TB (990 000 jumlah kematian diantaranya dengan
HIV negatif dan 430 000 jumlah kematian TB dengan HIV positif).
2. Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu
tahun. ARTI sebesar 1% berarti 10 orang antara 1000 penduduk terinfeksi setiap
tahun. Menurut WHO ARTI Indonesia bervariasi antara 1-3% 2
3. Sebagian besar dari perkiraan jumlah kasus pada tahun 2011 terjadi di Asia (59%).
4. Lima negara dengan jumlah terbesar dari insiden kasus pada tahun 2011 adalah India
(2,0 juta-2,5 juta), China (0,9 juta-1,1juta), Afrika Selatan (0,4 juta-0,6 juta),
Indonesia (0,4 juta-0,5 juta ) dan Pakistan (0.3 juta-0.5 juta).

2
5. Data WHO Global Report yang dicantumkan pada Laporan Triwulan Sub Direktorat
Penyakit TB dari Direktorat Jenderal P2&PL tahun 2010 menyebutkan estimasi kasus
baru TB di Indonesia tahun 2010 adalah 244 kasus/100.000
6. Berdasarkan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) capaian proporsi pasien
baru TB paru BTA positif diantara seluruh kasus dari tahun 2010-2011, pada tahun
2011 capaian yang tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Tenggara (94%) dan terendah
Provinsi DKI Jakarta (33%). Provinsi yang memiliki pencapaian di bawah target (<
65%) adalah Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Banten,
Kepulauan Riau,Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, D.I. Yogyakarta, Papua, dan Papua
Barat.
7. Untuk penjaringan suspek di Kabupaten Karawang yang menderita TB adalah 23840
orang namun jumlah pencapaian suspek yang ditemukan adalah 10202 orang.
8. Angka penjaringan suspek bagi Puskesmas Jatisari adalah 646 orang sedangkan
pencapaian suspek berjumlah 320 orang.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menghasilkan sistem informasi program
TB yang dapat digunakan untuk mendukung evaluasi program penanggulangan
penyakit TB di Puskesmas Kecamatan Jatisari, Kabupaten Karawang periode
Januari sampai Desember 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya besar cakupan penemuan suspek yang diperiksa dahak SPS di


Puskesmas Kecamatan Jatisari periode Januari sampai Desember 2013.
2. Diketahuinya besar cakupan penderita Tuberkulosis paru dengan BTA positif
diantara semua suspek yang dilakukan pemeriksaan dahak SPS di Puskesmas
Kecamatan Jatisari periode Januari sampai Desember 2013.
3. Diketahuinya besar proporsi penderita Tuberkulosis paru dengan BTA positif
diantara semua penderita Tuberkulosis yang tercatat di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Jatisari periode Januari sampai Desember 2013.
4. Diketahuinya angka penemuan penderita / Case Detection Rate (CDR) di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Jatisari periode Januari sampai Desember 2013.

3
5. Diketahuinya besar cakupan angka kesembuhan / Cure Rate di wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Jatisari periode Januari sampai Desember 2013.
6. Diketahuinya jumlah seluruh penderita Tuberkulosis paru yang pengobatannya di
bawah pengawasan Pengawas Menelan Obat (PMO) di Puskesmas Kecamatan
Jatisari periode Januari sampai Desember 2013.
7. Diketahuinya besar proporsi penemuan penderita TB paru yang Drop Out di
Puskesmas Kecamatan Jatisari periode Januari sampai Desember 2013.
8. Diketahuinya besar cakupan angka konversi / Conversion Rate di wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Jatisari periode Januari sampai Desember 2013.
9. Diketahui ada tidaknya pemberian penyuluhan mengenai Tuberkulosis paru di
Puskesmas Kecamatan Jatisari periode Januari sampai Desember 2013.
10. Diketahuinya cakupan pencatatan dan pelaporan Tuberkulosis paru di wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Jatisari periode Januari sampai Desember 2013.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Evaluator
1. Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan saat kuliah.
2. Melatih serta mempersiapkan diri dalam mengatur suatu program khususnya
program P2TB.
3. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam mengambil langkah yang
harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, antara lain
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.

1.4.2. Manfaat Bagi Perguruan Tinggi


1. Mewujudkan kampus sebagai masyarakat ilmiah dalam peran sertanya di
bidang kesehatan.
2. Mengamalkan Tri darma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan, Penelitian dan
Pengabdian kepada masyarakat.

1.4.3. Manfaat Bagi Puskesmas yang Dievaluasi


1. Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam program penanggulangan
TB di wilayah kerjanya (Puskesmas Jatisari).
2. Memperoleh masukan dari saran-saran yang diberikan, sebagai umpan balik
yang positif, agar mencapai keberhasilan program di masa mendatang.

4
1.4.4. Manfaat Bagi Masyarakat
1. Terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu, khususnya bagi penderita TB
di wilayah kerja Puskesmas Jatisari periode Januari sampai Desember 2013
2. Dengan tercapainya keberhasilan program, diharapkan dapat memutuskan
rantai penularan TB di Puskesmas Jatisari.
3. Tuberkulosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas Jatisari.

1.5 Sasaran
Seluruh penduduk yang ada di wilayah kerja Puskesmas Jatisari periode Januari sampai
Desember 2013

5
Bab II

Materi dan Metode

2.1 Materi

Materi yang dievaluasi dalam Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru didapat dari laporan
bulanan Program Penmberantasan Tuberkulosis di Puskesmas Jatisari periode Januari sampai
Desember 2013, yang berisi :

1. Pengobatan penderita TB (TB 01)


2. Identitas penderita (TB 02)
3. Register laboratorium puskesmas (TB 04)
4. Permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB 05)
5. Penemuan suspek TB (TB 06)
6. Rujukan/Pindahan penderita (TB 09)
7. Hasil akhir pengobatan penderita TB pindahan (TB 10)

2.2 Metode

Evaluasi dilakukan dengan pengumpulan data, analisis data dan pengolahan data
sehingga dapat digunakan untuk menjawab permasalahan pelaksanaan program yang terjadi,
baik pada awal, ditengah maupun akhir program dengan cara membandingkan cakupan
program pemberantasan tuberkulosis di Puskesmas Kecamatan Jatisari, Kabupaten
Karawang periode Januari sampai Desember 2013 terhadap tolok ukur yang ditetapkan dan
menemukan penyebab masalah dengan pendekatan sistem.

6
BAB III

Kerangka Teoritis dan Tolok Ukur Keberhasilan

3.1 Kerangka Teoritis

Lingkungan

Masukan Proses Keluaran Dampak

Umpan Balik

Gambar di atas menerangkan sistem menurut Ryan. Sistem adalah gabungan dari elemen-
elemen yang saling dihubungkan dengan suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu
kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan.10

Bagian atau elemen tersebut dapat dikelompokkan dalam lima unsur, yaitu :

1. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan terdiri
dari unsur tenaga (man), dana (money), sarana (material) dan metode (method), yang
dibutuhkan untuk dapat berfungsinya sistem.
2. Proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan terdiri
dari unsur perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating),
dan pemantauan (controlling), yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran
yang direncanakan.
3. Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya
proses dalam sistem.
4. Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi
mempunyai pengaruh besar terhadap sistem. Terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik.
5. Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari
sistem yang diolah dahulu dan sekaligus sebagai masukan dalam bentuk RTL (Rencana
tindak lanjut) dalam sistem tersebut.
6. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran dari suatu sistem.

7
3.2. Tolak Ukur Keberhasilan

Tolak ukur keberhasilan terdiri dari variabel masukan, proses, keluaran, lingkungan,
umpan balik, dan dampak. Digunakan sebagai pembanding atau target yang harus dicapai
dalam Program Penanggulangan Tuberkulosis paru (P2TB).

(Data tabel tolak ukur secara lengkap terlampir dalam lampiran I).

8
Bab IV
Penyajian Data

4.1. Sumber Data


Sumber data dalam evaluasi ini berupa data sekunder yang berasal dari data
Kependudukan Kecamatan Jatisari dan Laporan bulanan Puskesmas Kecamatan Jatisari
Periode Januari sampai Desember 2013.

4.2. Jenis Data


Data umum
4.2.1 Data geografi
4.2.1.1 Lokasi
Gedung Puskesmas Kecamatan Jatisari terletak di pinggir Jalan Raya
Pantura No.2 Desa Mekarsari Kecamatan Jatisari Kabupaten Karawang.
Jalan Raya Pantura merupakan jalur penghubung Jakarta-Cikampek-
Kudus-Banyuwangi.
4.2.1.2 Wilayah Kerja
Wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Jatisari seluas 519.475 Ha yang
meliputi 10 Desa, 30 Dusun, 69 RW, 188 RT.
Batas wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Jatisari yaitu sebelah utara :
Puskesmas Cicinde, sebelah selatan : Puskesmas Kotabaru, sebelah barat:
Puskesmas Pacing, sebelah timur : Puskesmas Patok Beusi kabupaten
Subang.
4.2.2 Data demografi
Data Demografi bersumber dari Kecamatan Jatisari dengan data sebagai berikut:
4.2.2.1 Jumlah penduduk Kecamatan Jatisari 54.233 orang, terdiri dari laki-laki
sebanyak 27.325 orang dan perempuan sebanyak 26.908 orang.
4.2.2.2 Sebagian besar penduduk berpendidikan rendah sebanyak 3795 orang
(37,3%).
4.2.2.3 Sebagian besar penduduk memiliki mata pencaharian sebagai buruh tani,
yaitu sebanyak 24.145 orang (66,8%)
4.2.2.4 Jenis sarana kesehatan yang berada di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Jatisari antara lain Pustu, Pusling, Ambulan Pusling, Pos

9
Bindu, Posyandu, Klinik Rawat Inap, Balai Pengobatan 24 jam, Klinik
Bersalin, BP sore, Pengobatan tradisional, Toko Obat dan Apotek.

Data khusus
4.2.1 Masukan
4.2.1.1 Tenaga
Dokter umum : 3 orang.
Perawat : 4 orang.
Petugas P2TB : 1 orang.
Petugas P2M : 1 orang.
Petugas PMO Puskesmas : 1 orang.
Petugas laboratorium / fiksasi : 2 orang.
Petugas pencatatan dan pelaporan : 1 orang.
4.2.1.2 Dana
APBN : Cukup.
APBD tingkat II : Cukup.
4.2.1.3 Sarana
Sarana Medis
4.2.1.3.1 Stetoskop : 2 buah.
4.2.1.3.2 Termometer : 1 buah.
4.2.1.3.3 Tensimeter : 1 buah.
4.2.1.3.4 Timbangan berat badan : 1 buah.
4.2.1.3.5 Alat laboratorium
Rak sputum : Ada.
Pot sputum : Ada.
Object glass : Ada.
Bambu / lidi : Ada.
Alkohol : Ada.
Lampu spiritus : Ada.
Pewarnaan Ziehl Nielseen : Ada.
Mikroskop : Ada.
4.2.1.3.6 Persediaan obat TB paru per kategori
Kategori 1 : 2RHZE / 4H3R3.
Kategori 2 : 2RHZES / RHZE / 5H3R3E3.

10
Kategori 3 : 2RHZ / 4H3R3.
4.2.1.3.7 Spuit : Ada.
Sarana Non Medis
4.2.1.3.1 Ruang tunggu pasien yang terbuka : 1 ruang.
4.2.1.3.2 Ruang pemeriksaan pasien : 1 ruang.
4.2.1.3.3 Ruang laboratorium : 1 ruang.
4.2.1.3.4 Ruang suntik : 1 ruang.
4.2.1.3.5 Ruang obat : 1 ruang.
4.2.1.3.6 Tempat tidur untuk memeriksa pasien : Tidak ada.
4.2.1.3.7 Lemari penyimpanan obat : 1 buah.
4.2.1.3.8 Bangku untuk ruang tunggu : Ada.
4.2.1.3.9 Rak obat : Ada.
4.2.1.3.10 Alat administrasi
Buku registrasi kunjungan pasien : Ada.
Alat tulis : Ada.
4.2.1.3.11 Alat – alat penyuluhan
Papan tulis : 1 buah.
Spidol : Ada.
Radio tape recorder : Ada.
Brosur TB : Tidak ada.
Poster TB : Tidak ada.
Komputer : Ada.
Buku Pedoman Nasional P2TB : Ada.
4.2.1.3.12 Persediaan formulir pencatatan
Formulir pendaftaran : Ada.
Kartu pengobatan TB (TB 01) : Ada.
Kartu identitas penderita TB (TB 02) : Ada.
Register lab TBC (TB 04) : Ada.
Formulir lab pemeriksaan dahak (TB 05): Ada.
Formulir TB 06 : Ada.
Formulir permohonan OAT : Ada.
Formulir rujukan / pindah penderita (TB 09): Ada.
Formulir TB 10 : Ada.
4.2.1.3.13 Persediaan formlir pelaporan

11
Daftar suspek yang diperiksa dahak SPS : Ada.
Register kohort pengobatan pasien TB : Ada.

4.2.1.4 Metode
4.2.1.4.1 Penemuan tersangka TB
Menggunakan cara passive case finding, yaitu penemuan
tersangka penderita TB paru yang datang ke Puskesmas
Jatisari, yang menunjukkan gejala-gejala yang mendukung
diagnosis TB paru, seperti :

Gejala utama: batuk selama 2-3 minggu atau lebih, berdahak.


Gejala tambahan :
 Batuk berdarah.
 Nyeri dada.
 Sesak nafas.
 Nafsu makan menurun.
 Berat badan menurun.
 Malaise.
 Berkeringat malam hari tanpa kegiatan.
 Demam ringan > 1 bulan (subfebris).
 Ada kontak serumah dengan penderita TB paru.

Setiap orang dengan gejala-gejala di atas harus dianggap


tersangka (suspek) TB paru dan perlu dilakukan pemeriksaan
sputum (dahak) SPS (sewaktu-pagi-sewaktu) secara
mikroskopis langsung. Selain itu, semua orang yang kontak
serumah dengan penderita TB paru dengan BTA positif dengan
gejala yang sama harus diperiksa dahaknya.

4.2.1.4.2 Penentuan diagnosis TB paru


Dewasa
i. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan
dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang

12
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
o S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB
datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang,
suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
o P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari
kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan
diserahkan sendiri kepada petugas.
o S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari
kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Daripada hasil pemeriksaan mikroskopis sputum :


o TB paru BTA positif
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS
hasilnya BTA positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto
toraks dada menunjukkan gambaran TB.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan
biakan kuman TB positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT selama 2 minggu.
o TB paru BTA negatif
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
negatif.
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika
non OAT
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk
diberi pengobatan.
ii. Pemeriksaan rontgen dada menunjang pemeriksaan sputum
SPS.

13
Pemeriksaan rontgen dada dirujuk ke rumah sakit lain.
Setelah itu hasilnya di bawah ke Puskesmas Jatisari untuk
pertimbangan pengobatan.

Anak
Di Puskesmas Jatisari, diagnosa TB untuk anak dilakukan
dengan teknik skoring karena pasien anak sering kali sukar
untuk berdahak. Untuk uji tuberkulin dan rontgen dada dirujuk
ke rumah sakit lain. Setelah itu, hasilnya di bawah ke Puskesmas
Jatisari untuk pertimbangan pengobatan.

Tabel 1. Sistem Skor Gejala dan Pemeriksaan Penunjang TB


Parameter 0 1 2 3 Jumlah

Kontak TB Tidak jelas Laporan


keluarga, BTA
(-) atau tidak
tahu, BTA
tidak jelas
Uji tuberkulin Negatif Positif (> 10
mm, atau> 5
mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat Bawah garis Klinis gizi buruk
badan/keadaan merah (KMS) (BB/U < 60%)
gizi atau BB/U <
80%
Demam tanpa > 2 minggu
sebab yang jelas
Batuk > 3 minggu

14
Parameter 0 1 2 3 Jumlah

Pembesaran > 1cm, jumlah


kelenjar limfer > 1, tidak
koli, aksila, nyeri
inguinal
Pembengkakan Ada
tulang/sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang
Foto thoraks Normal/ Kesan TB
tidak jelas

4.2.1.4.3 Pengobatan penderita


Pengobatan TB dilakukan dalam 2 tahap, yaitu:
Tahap awal / intensif
o Pada tahap intensif, pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
o Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu.
o Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
Tahap lanjutan
o Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
o Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
Pengobatan kategori akan disesuaikan dengan berat badan (FDC) Fix
Dose Combination / (KDT) Kombinasi Dosis Tetap :

o FDC 2 : 30-37 kg
o FDC 3 : 38-54 kg

15
o FDC 4 : 55-70 kg
o FDC 5 : > 71 kg

Menggunakan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse)


dari WHO sesuai dengan kategori pengobatan TB paru :

Kategori 1 yaitu 2 (HRZE) / 4 (HR)3


Diberikan untuk : Pasien baru TB paru BTA (+), Pasien TB paru BTA (-)
dengan foto thoraks positif, Pasien TB ekstra paru.
o Tahap intensif
 Terdiri dari pemberian Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),
dan Ethambutol (E).
 Diberikan setiap hari selama 2 bulan.
o Tahap lanjutan
 Terdiri dari pemberian Isoniazid (H), Rifampisin (R).
 Diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.

Tabel 2. Dosis Kategori 1 Berdasarkan Berat Badan


Berat Dosis 1 x Jumlah Blister/Tab dalam Paket
Badan (kg) minum
Tahap awal (4KDT) Tahap lanjutan (2KDT)

30 – 37 2 tab 4 Blister 3 Blister 12 Tab

38 – 54 3 tab 6 Blister 5 Blister + 4 Tab

55 – 70 4 tab 8 Blister 6 Blister + 24 Tab

> 71 5 tab 10 Blister 8 Blister + 16 Tab

Berhubung Paket OAT Kategori 1 yang disediakan oleh program untuk


pasien dengan berat badan 38 – 54 kg, maka paket tersebut sebelum
diberikan kepada pasien perlu dikemas kemabali sesuai dengan berat
badan, yang cara pengemasannya seperti berikut :
o Pasien dengan BB > 71 kg memerlukan 5 kaplet/hari sehingga perlu
ditambahkan OAT pada kotak tahap awal sebanyak 4 blister 4KDT

16
dan pada kotak tahap lanjutn sebanyak 2 blister dan 16 tablet 2KDT.
Penambahan ini diambil dari kotak caadangan atau buka paket baru.
Kotak cadangan dapat dibuat dari sisa paket pasien yang tidak
menyelesaikan pengobatan. Tulis pada kotak tersebut “KOTAK
CADANGAN”.
o Pasien dengan BB 55 – 70 kg, tambahkan OAT pada kotak tahap awal
sebanyak 2 blister 4KD dan pada kota tahap lanjutan sebanyak 24
tablet 2KDT. Penambahan ini diambil dari kotak cadangan.
o Pasien dengan BB 38 – 54 kg, kurangi OAT pada tahap lanjutan
2KDT sebanyak 24 tablet, dan masukkan ke dalam kotak cadangan.
o Pasien dengan BB 30 – 37 kg, kurangi OAT pada tahap awal
sebanyak 2 blister 4KDT, dan kurangi OAT pada tahap lanjutan
sebanyak 2 blister dan 16 tablet 2KDT, lalu masukkan ke dalam kotak
cadangan.

Kategori 2 : 2 (HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3


Diberikan untuk : Pasien kambuh, Pasien gagal, Pasien dengan
pengobatan setelah default (terputus).
o Tahap intensif
 Selama 3 bulan
 Terdiri dari pemberian Isoniazid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid. (Z), dan Ethambutol (E), dan suntikan Streptomisin
(S) yang diberikan setiap hari selama 2 bulan.
 Dilanjutkan dengan pemberian Isoniazid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), dan Ethambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.
o Tahap lanjutan
 Pemberian Isoniazid (H), Rifampisin (R), Ethambutol (E)
 Diberikan tiga kali dalam seminggu selama 5 bulan.

17
Tabel 3. Dosis Kategori 2 Berdasarkkan Berat Badan
Berat Dosis Jumlah Blister / Tab & Vial dalam Paket
badan (tab/mg)
Fase Awal Fase Lanjutan
(kg)
4 KDT S 2KDT E

30 – 37 2 / 500 6 Blister 56 Vial 4 Blister + 8 4 Blister + 8


Tab Tab

38 – 54 3 / 750 9 Blister 56 Vial 6 Blister + 12 6 Blister + 12


Tab Tab

55 – 70 4 / 1000 12 Blister 56 Vial 8 Blister + 16 8 Blister + 16


Tab Tab

> 71 5 / 1000 15 Blister 56 Vial 10 Blister + 10 Blister + 20


20 Tab Tab

Pengemasan paket kategori 2 sama dengan kategori 1 tersebut sebelumnya.

OAT sisipan (HRZE)

o Sama seperti panduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan
selama sebulan (28 hari).
o Obat ini diberikan untuk pasien TB paru BTA Positif yang tidak
mengalami konversi setelah pengobatan tahap awal, baik yang
menggunakan kategori 1 atau kategori 2.
Kategori Anak
Prinsip dasar pengobatan TB anak adalah minimal 3 macam obat dan
diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik
intensif mau pun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat
badan anak. Di Puskesmas Jatisari, pengobatan untuk anak menggunakan
dosis OAT Kombipak (2RHZ/4RH) yaitu :
o Tahap intensif : terdiri dari pemberian Isoniazid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), setiap hari selama 2 bulan.

18
o Dilanjutkan dengan pemberian Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), setiap
hari selama 4 bulan.

Tabel 4. Dosis Kategori Anak KDT Berdasarkan Berat Badan


Berat Badan Dosis 1 x Jumlah Blister/Tab dalam Paket
(kg) minum
Tahap awal (3KDT) Tahap lanjutan (2KDT)

5–9 1 tab 2 Blister 4 Blister

10 – 14 2 tab 4 Blister 8 Blister

15 – 19 3 tab 6 Blister 12 Blister

20 – 32 4 tab 8 Blister 16 Blister

Catatan : anak dengan BB >33 kg, dirujuk ke rumah sakit

Pengemasan paket kategori anak sama dengan kategori 1 dan 2 sebelumnya.

Tabel 5. Dosis Obat Kombipak pada Anak sesuai berat badan


JENIS OBAT BB <10 KG BB 10-20 KG BB 20-32 KG

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Pengendalian pengobatan dibawah pengawasan PMO (Pengawas Menelan Obat)


Dilakukan oleh petugas Puskesmas Jatisari, anggota keluarga pasien atau kader
yang telah dilantik setiap RW masing-masing. PMO bertugas :
o Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
o Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
o Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.

19
o Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai
gejala-gejala yang mencurigakan TB untuk segera memeriksa diri ke
Fasilitan Pelayanan Kesehatan.

Pemeriksaan Ulang Sputum (Follow up) penderita TB paru


Pemeriksaan secara mikroskopis langsung, dilakukan sesuai jadwal per kategori
pengobatan, yaitu :

o Kategori 1 : akhir fase intensif, sebulan sebelum akhir pengobatan, dan akhir
pengobatan.
o Kategori 2 : akhir fase intensif, sebulan sebelum akhir pengobatan, dan akhir
pengobatan.

Penyuluhan
o Perorangan
Menggunakan metode penyuluhan langsung dengan cara tanya jawab. Lokasi
di Puskesmas Jatisari. Materi penyuluhan adalah semua informasi tentang TB
paru. (dijelaskan bahwa TB dapat disembuhkan dengan pengobatan teratur
dan cara pencegahan penularan TB). Penyuluhan akan diberikan pada awal
pengobatan dan setiap pasien datang kembali untuk mengambil obat ke
puskesmas.
o Kelompok
Menggunakan metode penyuluhan langsung dengan cara ceramah mengenai
TB paru kepada masyarakat Jatisari. Materi penyuluhan adalah semua
informasi tentang TB paru.

Pencatatan dan pelaporan


o Pencatatan :
Ada dan tertulis secara rinci, setiap hari kerja di Puskesmas Kecamatan
Jatisari, dengan formulir TB 03 yang ada di puskesmas, dilakukan oleh
petugas P2M.
o Pelaporan :
Dilaporkan 1 kali sebulan ke Dinas Kesehatan Karawang yang dilakukan
setiap awal bulan sebelum tanggal 5, dilakukan petugas P2M. Pelaporan yang

20
diberikan adalah buku laporan TB 03 (Buku Register UPK). Pasien yang
dicatat di dalam laporan TB 03 adalah pasien baru dan lama yang diobati.
Sistem pencatatan bersifat triwulan.

4.2.2 Proses

4.2.2.1 Perencanaan

Di Puskesmas Jatisari tidak ditemukan adanya perencanaan tertulis, yang ada


hanya perencanaan yang dikatakan secara lisan. Perencanaan secara lisan
kurang bisa dipertanggung jawabkan.

4.2.2.2 Pengorganisasian
Tidak ada lampiran secara tertulis tentang pengorganisasian program P2TB di
Puskesmas Jatisari, hanya ada secara lisan. Pengorganisasian secara lisan
kurang bisa dipertanggung jawabkan. Secara lisan dikatakan, penanggung
jawab program P2TB adalah Kepala Puskesmas Kecamatan Jatisari, yaitu Hj.
Een Nuraeni, SKM. Ibu Hj. Een melakukan pengawasan langsung di lapangan
setiap 1 bulan sekali. Petugas program penanggulangan tuberkulosis adalah
Wiwi Widiani, SKM yang bekerja di ruangan khusus bagi pasien suspek TB,
sekaligus bekerja sebagai Kepala bagian P2M, petugas pencatatan dan
pelaporan program dan petugas PMO. Petugas laboratorium adalah Jesi Giana
dan Ana Supriyatna, yang bekerja di ruangan laboratorium untuk melakukan
pemeriksaan sputum.

4.2.2.3 Pelaksanaan

Penemuan Tersangka Penderita TB Paru


Dilakukan setiap hari kerja pukul 08.00 – 14.00 oleh petugas Puskesmas
Jatisari. Setiap pasien yang datang dengan gejala TB seperti batuk berdahak
selama 2 – 3 minggu atau lebih, batuk darah, dahak bercampur darah, sesak
nafas, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan berkurang, rasa kurang
enak badan, keringat malam hari walaupun tanpa kegiatan, demam meriang
selama 1 bulan atau lebih, serta kontak serumah dengan penderita TB paru
BTA positif dianggap sebagai suspek. Mereka disuruh ke laboratorium untuk
melakukan pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu – Pagi – Sewaktu) secara

21
mikroskopis langsung oleh petugas laboratorium. Pemeriksaan menggunakan
pewarnaa Ziehl-Nielseen. Serta semua orang yang kontak serumah dengan
penderita TB yang menunjukkan gejala yang sama juga disarankan untuk
melakukan pemeriksaan dahak. Penemuan pasien tersangka penderita TB Paru
hanya dilakukan secara pasif dan tidak secara aktif.

Penentuan Diagnosis Penderita TB Paru


Penentuan diagnosis TB paru dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan
dahak SPS. Di Puskesmas Jatisari, pemeriksaan dahak dilakukan setiap hari
senin sampai Kamis dari jam 08.00 hingga 14.00 dimana pengambilan hasil
dilakukan pada hari Kamis, Jumat, Sabtu yang disesuaian dengan hari
dibukanya Klinik TB yaitu Kamis, Jumat, Sabtu dari jam 08.00 hingga 14.00.
Untuk pemeriksaan rontgen, harus dilakukan di rumah sakit lain karena tidak
tersediannya fasilitas rontgen di Puskesmas Jatisari. Setelah itu pasien
membawa hasil untuk dievaluasi.

Pengobatan Penderita TB Paru dengan DOTS


Walaupun klinik TB bukanya hari Kamis, Jumat, dan Sabtu. Namun setiap
pasien yang datang selain hari tersebut untuk mengambil obat akan tetap
dilayani karena petugas P2TB dan PMO tetap ada di Puskesmas untuk
melayani mereka. Pemberian pengobatan dilakukan bukan setiap satu bulan
tetapi untuk setiap 2 minggu supaya pemantauan terhadap pasien lebih baik,
risiko untuk putus obat lebih kurang dan pada saat yang sama, petugas P2TB
dan PMO dapat mengingat pasien yang berobat. Pengobatan penderita TB paru
dengan DOTS dilakukan setiap hari kerja dari hari Senin hingga Sabtu dari jam
08.00 hingga 14.00.

Pengendalian Pengobatan dibawah Pengawasan PMO


Pengendalian pengobatan dibawah pengawasan PMO dilakukan setiap hari
kerja dari jam 08.00 hingga 14.00.

22
Follow Up Penderita TB Paru
Untuk follow up, pemeriksaan dahak dilakukan setiap hari senin sampai kamis
dari jam 08.00 hingga 14.00 dimana pengambilan hasil dilakukan pada hari
Kamis, Jumat, Sabtu disesuaikan dengan hari dibukanya Klinik TB yaitu
Kamis, Jumat, Sabtu dari jam 08.00 hingga 14.00. Follow up yang dilakukan
adalah :

o Kategori 1 : akhir fase intensif, sebulan sebelum akhir pengobatan, dan


akhir pengobatan.
o Kategori 2 : akhir fase intensif, sebulan sebelum akhir pengobatan, dan
akhir pengobatan.

Penyuluhan :
o Perorangan :
Saat pasien dengan pengobatan TB datang kepuskesmas untuk mengambil
atau menyuntik obat akan dijelaskan bahwa TB dapat disembuhkan dengan
pengobatan teratur dan cara pencegahan penularannya. Dengan ini
penyuluhan perorangan dilakukan setiap hari kerja pukul 08.00 – 14.00 di
Puskesmas Jatisari.
o Kelompok :
Belum ada data yang tercatat adanya penyuluhan kelompok.

4.2.2.3 Pengawasan

Internal
Pengawasan dari Kepala Puskesmas 1 kali per bulan secara langsung ke
lapangan.

Eksternal
Pengawasan dari Dinkes Kabupaten Karawang sebanyak 4 kali per tahun oleh
bagian P2M, dan pengawasan dari Dinkes Propinsi Jawa Barat sebanyak 2
kali per tahun oleh bagian P2M.

23
4.2.3 Keluaran

4.2.3.1 Angka penjaringan suspek

Jumlah suspek yang diperiksa dahaknya dalam 1 kurun waktu dibandingkan


dengan jumlah penduduk pada sarana pelayanan kesehatan dalam tahun yang
sama.

Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu
wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecendeerungannya dari waktu ke
waktu (triwulan/tahunan). Angka penjaringan suspek ini bisa diinterpretasikan
bila ada hasil perhitungan indikator ini minimal 3 tahun berturut-turut.

 Target (80% per tahun)


= Jumlah suspek yang diperiksa x 100.000
Jumlah penduduk
= 320 x 100.000
54223
= 590
= Angka ini menyatakan bahwa dalam 100.000 penduduk pada wilayah Jatisari
didapatkan suspek sejumlah 590

Perkiraan Suspek TB dan Pencapaian Suspek TB di Puskesmas Jatisari 2013


Perkiraan suspek = 646, Pencapaian = 320, Proporsi suspek = 59,5 %, Kesenjangan =
20,5%
*Sumber Data Evaluasi Kabupaten Karawang 2013, Dinkes Kesehatan Kabupaten Karawang.

Perhitungan :

Perkiraan suspek : 107/100.000 x Jumlah penduduk x 10

= 107/100.000 x 54.223 x 10
= 646 orang
* Data yang didapatkan dari Profil Puskesmas Jatisari mengatakan bahwa jumlah penduduk Jatisari
adalah 54223 orang dan dari DINKES adalah 54223 orang.

Proporsi suspek =320 x 100 = 59,5%


646

24
4.2.3.2 Angka penemuan kasus (Case Detection Rate)
Jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah pasien
baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. CDR menggambarkan
cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut.
 Target 80%
= Jumlah pasien baru TB BTA positif yang dilaporkan x 100
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif

Target BTA Positif dan Pencapaian BTA positif di Puskesmas Jatisari 2013
Target BTA (+) = 65, pencapaian BTA (+) = 51, CDR = 78,46%
*Sumber Data Evaluasi Kabupaten Karawang 2013, Dinkes Kesehatan Kabupaten Karawang.

Perhitungan :
Target BTA (+) = 10% dari perkiraan suspek
= 10/100 x 646
= 64,6  65 orang
CDR = 51 x100
65
= 78,46 %

4.2.3.3 Proporsi pasien TB BTA positif diantara suspek


Jumlah pasien TB paru BTA positif yang ditemukan dalam 1 kurun tertentu
dibandingkan dengan jumlah seluruh suspek yang diperiksa dahaknya dalam kurun waktu
yang sama.
 Target 5 – 15 %
= Jumlah pasien TB paru BTA positif yang ditemukan x 100
Jumlah seluruh suspek TB yang diperiksa

Pencapaian Suspek dan Pencapaian BTA Positif di Puskesmas Jatisari 2013


Pencapaian BTA (+) : TW 1 = 15, TW 2 = 11, TW 3 = 13, TW 4 = 12
*Sumber Data Evaluasi Kabupaten Karawang 2013, Dinkes Kesehatan Kabupaten Karawang.

Perhitungan : 51 x 100 %
360
= 14,17%

25
4.2.3.4 Proporsi pasien TB paru baru BTA positif diantara semua pasien TB paru
tercatat/diobati.

Jumlah pasien TB paru BTA positif (pasien baru + kambuh ) yang ditentukan dalam 1
kurun waktu dibandingkan dengan jumlah seluruh pasien TB paru dalam kurun waktu
yang sama.
 Target > 65%
= jumlah pasien TB paru BTA positif (baru + kambuh) x 100
Jumlah seluruh pasien TB paru
Perhitungan : 51 + 5 x 100
51 + 15 + 5
= 78,87 %

4.2.3.5 Angka konversi (conversion rate)


Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yang mengalami konversi dalam 1 kurun waktu
dibandingkan dengan jumlah pasien baru TB paru BTA positif yang diobati dalam 1
kurun waktu yang sama.
 Target 80%
= jumlah pasien baru TB paru BTA positif yang konversi x 100
jumlah pasien baru TB paru BTA positif yang diobati

Penderita TB paru dengan BTA (+) yang konversi di Puskesmas Jatisari 2013
BTA (+) = 51, konversi = 47
*Sumber Data Evaluasi Kabupaten Karawang 2013, Dinkes Kesehatan Kabupaten Karawang.

Perhitungan : 47 x 100%
51
= 92,15 %

4.2.3.6 Angka kesembuhan (Cure Rate)


Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yang sembuh dalam 1 kurun waktu
dibandingkan dengan jumlah pasien baru TB paru BTA positif yang diobati dalam 1
kurun waktu yang sama.

26
 Target 85%
= jumlah pasien baru TB paru BTA positif yang sembuh x 100
jumlah pasien baru TB paru BTA positif yang diobati

Penderita BTA positif yang diobati dan sembuh di Puskesmas Jatisari pada tahun 2013
BTA (+) diobati = 51, BTA (+) sembuh = 32
*Sumber Data Evaluasi Kabupaten Karawang 2013, Dinkes Kesehatan Kabupaten Karawang.

Perhitungan : 32 x 100 %
51
= 62,74%

4.2.3.7 Penyuluhan
o Penyuluhan perorangan = 100% (Tolak ukur: 100%)
o Penyuluhan kelompok = 0% (Tolak ukur: 100%)

4.2.3.8 Pencatatan dan pelaporan


o Pencatatan kegiatan Program Penanggulangan Tuberkulosis paru (P2TB) = 100%
(Tolak ukur: 100%)
o Pelaporan kegiatan Program Penanggulangan Tuberkulosis paru (P2TB) = 100%
(Tolak ukur: 100%

27
4.2.4 Lingkungan

4.2.4.1 Fisik

1. Lokasi
Berdasarkan lokasi, Puskesmas tergolong mudah dijangkau oleh
masyarakat di wilayah kerja maupun diluar wilayah kerja Puskesmas
Jatisari.
2. Transportasi
Transportasi yang tersedia mencakup transportasi umum yang dapat
digunakan untuk mencapai Puskesmas, seperti angkot dan ojek motor.
3. Fasilitas lain
Tersedia fasilitas kesehatan lain seperti klinik dokter umum dan rumah
sakit yang dapat bekerja sama dengan baik.
4. Kondisi lingkungan
Dari kondisi lingkungan perumahan tampak sebagian besar lingkungan
tempat tinggal warga di Jatisari cukup padat penduduk ditinjau dari
jumlah penghuni rumah dengan jarak antar rumah yang cukup jauh
namun ventilasi dan pencahayaan kurang baik. Sanitasi lingkungan juga
tergolong kurang baik. Hal ini dapat mempermudah penyebaran penyakit
tuberkulosis diantara warga.

4.2.4.2 Non fisik

1. Pendidikan
Rata – rata pendidikan penduduk masyarakat Jatisari masih termasuk
rendah (Persentase masyarakat Jatisari yang tamat SD sebesar 37.3%,
tidak Tamat SD 35.1 %, tamat SLTP sebesar 12.9 %, tamat SMU sebesar
13.1 %, tamat D3 sebesar 0.8 %, dan tamat S1 sebesar 0,9 %. Ini menjadi
faktor hambatan terhadap dalam pelaksanaan P2TB.

2. Sosio ekonomi
Sebagian besar penduduk masyarakat Jatisari mempunyai penghasilan
rendah. Mata pencaharian sebagian besar penduduk Jatisari yaitu Buruh
tani sebanyak 66,8%. Masyarakat yang bekerja sebagai pegawai swasta

28
15,7%, petani 9,7%, pedagang 3,3%, peternak 1,4%, PNS 1,4%,
pembantu rumah tangga 0,9%, wiraswasta 0,7%. Tetapi jumlah
penghasilan tidak mempengaruhi pengobatan, karena pengobatan TB
tidak dipungut biaya di puskesmas Jatisari.

4.2.5 Umpan Balik


o Pencatatan kegiatan program dilakukan, setiap hari kerja pukul 08.00 – 14.00.
o Pelaporan kegiatan program dilakukan per triwulan.
o Mini lokakarya kegiatan program bulanan dilakukan setiap bulan.

4.2.6 Dampak

4.2.6.1 Langsung
o Menurunnya angka morbiditas & mortalitas TB : belum dapat dinilai.
o Terputusnya rantai penularan penyakit TB : belum dapat dinilai
4.2.6.2 Tidak langsung
o TB tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat : belum dapat
dinilai.
o Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat secara optimal : belum
dapat di nilai.

29
Bab V

Pembahasan

Tabel 6. Masalah Menurut Variabel Keluaran

Variabel Tolok ukur Pencapaian Masalah

1. Angka penjaringan 80 59,50 25,62 (+)


suspek
2. Case detection rate 80 78,46 1,92 (+)
(CDR)
3. Proporsi pasien TB BTA 5 – 15 14,17 (-)
positif diantara suspek
4. Proporsi pasien TB paru ≥ 65 78,87 (-)
baru BTA positif
diantara semua pasien
TB paru
5. Angka konversi 80 92,15 (-)
(conversion rate)
6. Angka kesembuhan 85 62,74 26,19 (+)
(Cure rate)

Tabel 7 . Masalah Menurut Variabel Data Umum

Variabel Tolok Ukur Pencapaian Masalah

1. Jumlah penduduk Dari Sumber Data Riil Dari Sumber Data (-)
Puskesmas Jatisari yang didapatkan oleh
2013 jumlah Dinas Kesehatan
penduduk adalah Kabupaten jumlah
54.223 orang penduduk Jatisari
untuk tahun 2013
adalah 54.223 orang

30
Tabel 8. Masalah Menurut Masukan

Variabel Tolok Ukur Pencapaian Masalah

A) Tenaga Puskesmas Jatisari Mempunyai seorang (+)


 Petugas P2TB mempunyai 1 orang petugas P2TB tetapi selain
petugas P2TB itu petugas yang sama turut
memegang jawatan sebagai
petugas P2M, petugas PMO,
petugas pencatatan dan
pelaporan. Petugas bertugas
di Klinik TB (Kamis, Jumat,
Sabtu).

 Petugas PMO Puskesmas Jatisari Mempunyai seorang (+)


mempunyai 1 orang petugas PMO tetapi selain
petugas PMO itu petugas yang sama turut
memegang jawatan sebagai
petugas P2M, petugas
P2TB, petugas pencatatan
dan pelaporan. Petugas
bertugas di Klinik TB
(Kamis, Jumat, Sabtu).

31
Tabel 9. Masalah Menurut Variabel Proses

Variabel Tolok ukur Pencapaian Masalah

A) Pelaksanaan
 Penemuan Penemuan penderita Penemuan tersangka (+)
tersangka penderita dilakukan secara penderita TB hanya
TB paru pasif dengan cara dilakukan secara
pasien datang untuk pasif dengan cara
berobat di Puskesmas pasien datang berobat
serta penemuan ke Puskesmas
secara aktif dengan Jatisari.
melakukan kerjasama
lintas sektoral atau
lintas program lain.
 Penyuluhan Perencanaan Tidak ada data yang (+)
kelompok penyuluhan tertulis tentang
kelompok ada. dilakukannya
Memandangkan penyuluhan
tenaga kerja untuk kelompok
bagian P2M adalah
terbatas. Dilakukan
perencanaan untuk
melakukan
penyuluhan
kelompok sekurang-
kurangnya sebulan
sekali di UKS atau di
UKM dengan cara
lintas sektoral atau
lintas program.

Keterangan: Data lengkap terlampir pada lampiran IV.

32
Bab VI

Perumusan masalah

Berikut adalah masalah – masalah yang ditemukan dalam Evaluasi Program Pemberantasan
Penyakit Tuberkulosis paru di Puskesmas Jatisari periode Januari - Desember 2013.

Masalah Menurut Keluaran


A. Besar angka penjaringan suspek adalah 56.2% dari target 80%. Besar masalah adalah
23.8%.
B. Besar angka case detection rate (CDR) adalah 78,46 % dari target 80. Besar masalah
adalah 1,92%.
C. Besar angka kesembuhan adalah 62,74% dari target 85%. Besar masalah adalah 26,19%.

Masalah Menurut Sistem Lainnya


1. Masukan
a. Dari segi tenaga kerja, kurangnya tenaga di Puskesmas dalam melaksanakan program
ini, yang terlihat dari tugas seorang sebagai petugas P2M sekaligus sebagai petugas
P2TB, petugas PMO Puskesmas, dan petugas pencatatan dan pelaporan program.
b. Dari segi sarana non medis, tidak ada brosur sebagai sarana penyuluhan untuk
memberi informasi mengenai penyakit TB.

2. Proses
a. Untuk pelaksanaan penemuan tersangka penderita TB paru hanya dilakukan secara
Passive Case Finding dan ini merupakan salah satu sebab penemuan tersangka
penderita TB paru menjadi tidak optimal.
b. Untuk pelaksanaan penyuluhan kelompok tidak dilaksanakan sehingga informasi
mengenai penyakit TB tidak dapat diberikan kepada masyarakat.

33
BAB VII

PRIORITAS MASALAH

Yang menjadi masalah adalah :

A. Besar angka penjaringan suspek adalah 56.2% dari target 80%. Besar masalah adalah
23.8%.
B. Besar angka case detection rate (CDR) adalah 78,46 % dari target 80. Besar masalah
adalah 1,92%.
C. Besar angka kesembuhan adalah 62,74% dari target 85%. Besar masalah adalah 26,19%.

Tabel 15. Hasil Perbandingan Masalah – Masalah yang Ada


No Parameter A B C

1 Besarnya masalah 5 3 5
2 Akibat yang ditimbulkan 5 5 5
3 Sumber daya yang tersedia untuk menyelesaikan masalah 5 5 4
4 Teknologi yang tersedia 4 3 3
5 Keuntungan sosial karena selesainya masalah 5 5 5

Total 24 21 22
Keterangan derajat masalah:
5: Sangat penting
4: Penting
3: Cukup penting
2: Kurang penting
1: Tidak penting

Prioritas masalah di Puskesmas Kecamatan Jatisari adalah:


1) Besar angka penjaringan suspek adalah 56.2% dari target 80%. Besar masalah adalah
23.8%.
2) Besar angka kesembuhan adalah 62,74% dari target 85%. Besar masalah adalah 26,19%.

34
Bab VIII

Penyelesaian Masalah

A. Besar angka penjaringan suspek adalah 59,5% dari target 80%. Besar masalah
adalah 23,8%.

Penyebab masalah :
i. Kurangnya pelacakan aktif dengan bantuan lintas program dan sektoral.
ii. Masalah dari segi pencatatan suspek TB yang datang. Buku pencatatan suspek TB
terdapat di laboratorium yaitu untuk pasien yang datang untuk melakukan
pemeriksaan dahak. Pasien suspek TB yang diperiksa di Balai Pengobatan Umum
tidak dicatat di buku tersebut. Karena itu diragukan apakah benar pasien suspek
TB yang disuruh melakukan pemeriksaan dahak itu benar-benar pergi ke
laboratorium untuk melakukan pemeriksaan dahak.
iii. Masalah dari segi mutu diagnosis awal pasien. Sebagai contoh, pasien datang
berobat dengan keluhan batuk sudah 2 minggu tetapi petugas kesehatan masih
belum mengarahkan pasien untuk melakukan pemeriksaan dahak.
iv. Dari segi laboratorium, sebagai contoh pasien sudah disuruh memeriksa dahak
tetapi saat akan memeriksa tidak ada jadwal pemeriksaan sputum pada saat itu,
hal tersebut dapat menyebabkan akhirnya pasien tidak datang kembali untuk
diperiksa.
v. Tidak adanya penyuluhan kelompok atau brosur dapat juga menyebabkan
pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB itu menjadi tidak optimal.
Sehingga masyarakat dapat meyepelekan penyakitnya atau takut untuk datang
berobat dikarenakan malu jika nanti ketahuan oleh tetangga/ orang disekitar
rumahnya dan kemudian di jauhi oleh masyarakat karena penyakitnya.

35
Penyelesaian masalah :
i. Melakukan pelacakan secara aktif dengan bantuan lintas sektoral atau lintas
program yang lain seperti Puskesmas Keliling.
ii. Meningkatkan kunjungan ke rumah-rumah penduduk, untuk dapat mencari lebih
banyak suspek yang tidak datang berobat dengan alasan tidak tahu tentang
penyakitnya atau tidak mau karena takut dijahui oleh masyarakat.
iii. Mutu diagnosis awal harus dipertingkatkan dengan mengikut syarat untuk
mendeteksi TB dengan melihat gejala pasien. Jika ada pasien mengatakan sudah
batuk lebih dari 2 minggu, dapat disarankan langsung untuk dilakukan
pemeriksaan dahak.
iv. Disarankan agar pemeriksaan dahak pasien dapat dilakukan untuk setiap hari
kerja yaitu hari Senin sampai Sabtu dari jam 08.00 hingga 14.00.
v. Melakukan penyuluhan secara kelompok mengenai penyakit TB dengan cara
memanggil bekas pasien TB yang sudah sembuh untuk memberikan penyuluhan
dan secara tidak langsung memberikan motivasi kepada pasien TB yang masih
dalam pengobatan bahwa mereka masih ada peluang untuk sembuh.
vi. Menjalin kerja sama dengan fasilitas dan tenaga kesehatan lain yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Jatisari, terutama dalam hal pencatatan dan
pelaporan mengenai penderita TB yang ada, karena puskesmas bukan satu-
satunya tempat untuk deteksi tuberkulosis. Dengan adanya tambahan laporan dan
pencatatan yang baik dari fasilitas atau tenaga kesehatan tersebut, diharapkan
angka penjaringan suspek kasus TB akan meningkat.

36
B. Besar angka kesembuhan adalah 62,74% dari target 85%. Besar masalah adalah
26,19%.

Penyebab masalah :
i. Kurangnya kerjasama antar lintas program, sektor serta mitra terkait dalam
Pengendalian TB serta kurangnya akses dan informasi masyarakat tentang TB.
ii. Tidak adanya penyuluhan kelompok, dari segi pelaksanaan dan sarana untuk
penyuluhan (brosur dan poster TB), sehingga masih ditemukan banyaknya
Penderita TB yang sudah berobat dan minum obat tapi tidak sesuai pedoman
dimana berisiko penyakitnya makin parah dan menulari orang di sekitarnya.
Akibatnya jumlah penderita TB makin banyak dan program pemberantasan TB
jadi semakin berat.
iii. Masih banyaknya rumah-rumah pasien TB di Jatisari yang tidak memiliki sistem
ventilasi rumah yang baik dan pencahayaan yang buruk, bahkan banyak yang
tidak ada pencahayaan sama sekali. Dimana hal ini memudahkan berkembangnya
bakteri penyebab penyakit TB.
iv. Suhu dan kelembaban rumah penderita TB di Jatisari biasanya tidak
memenuhinya persyaratan untuk disebut sebagai rumah sehat. Perlu diketahui,
salah satu ciri rumah sehat adalah memiliki suhu rata-rata 30,84 derajat Celsius
dan kelembaban rata-rata 70,38%.

37
Penyelesaian masalah :
i. Mengadakan penyuluhan kelompok yang dilaksanakan di desa atau puskesmas,
untuk menambah pengetahuan masyarakat mengenai penyakit tuberkulosis dan
cara minum obat yang benar.
ii. Menjalin kerja sama dengan LSM, tokoh agama, kelompok ibu-ibu PKK untuk
turut mensosialisasikan tentang penyakit TB di masyarakat melalui kegiatan
ceramah, diskusi kelompok atau arisan, untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat mengenai penyakit TB dan untuk mau menjadi sukarelawan pemantau
minum obat.
iii. Membina kerjasama lintas program yang lebih baik, terutama bagian promosi
kesehatan (promkes) dan kesehatan lingkungan (kesling) setempat.
iv. Melakukan kerjasama lintas sektoral, misal dengan Rumah Sakit, Balai
Pengobatan Penyakit Paru – Paru (BP4).
v. Mulai melakukan penyuluhan kelompok dengan lingkup yang kecil secara teratur
dan berkala (misalnya sebulan sekali), yang disesuaikan dengan tingkat
pengetahuan masyarakat setempat.

38
Bab IX

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Dari hasil evaluasi program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis (P2TB) yang
dilakukan dengan pendekatan sistem di Puskesmas Jatisari periode Januari sampai Desember
2013 didapatkan bahwa program penanggulangan penyakit Tuberkulosis kurang berhasil karena
masih ditemukan beberapa masalah yang mempengaruhi keberhasilan program. Adapun dari
hasil evaluasi ini didapatkan:
A. Besar angka penjaringan suspek di wilayah Kecamatan Jatisari periode januari sampai
Desember 2013 adalah 56.2% dari target 80%. Besar masalah adalah 23.8%.
B. Besar angka case detection rate (CDR) penderita TB di wilayah Kecamatan Jatisari periode
januari sampai Desember 2013 adalah 78,46 % dari target 80. Besar masalah adalah 1,92%.
C. Besar angka kesembuhan penderita TB di wilayah Kecamatan Jatisari periode januari
sampai Desember 2013 adalah 62,74% dari target 85%. Besar masalah adalah 26,19%.

Didapatkan bahwa Program Pemberantasan Tuberkulosis Paru (P2TB) di Puskesmas


Cilamaya untuk periode Januari 2013 hingga September 20123 kurang berhasil karena masih
ditemukan beberapa masalah yang mempengaruhi keberhasilan programini. Kedua permasalahan
yang didapatkan berdasarkan prioritas adalah:
1) Besar angka penjaringan suspek adalah 56.2% dari target 80%. Besar masalah adalah
23.8%.
2) Besar angka kesembuhan adalah 62,74% dari target 85%. Besar masalah adalah 26,19%.

Saran
Kepada kepala Puskesmas setempat agar dapat:
 Membuat perencanaan tertulis terkait jadwal waktu, tempat, dan pembagian tugas tentang
kegiatan penyuluhan kelompok.
 Melatih kader atau PMO setempat untuk membantu melakukan penyuluhan kelompok.
 Membangun kerjasama lintas program dan atau lintas sektoral.

39
Daftar Pustaka

1. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Republik Indonesi


Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2011.
2. Tuberculosis. World Health Organization. Diunduh dari :
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/ pada tanggal 4 Mei 2014.
3. Tatalaksana tuberkulosis. Diunduh dari : http://www.ichrc.org/482-tuberkulosis-tatalaksana
pada tanggal 4 Mei 2014.
4. Global Tuberculosis Report 2012. World Health Organization. Diunduh dari
http://www.who.inttbpublicationsglobal_reportgtbr12_main.pdf pada tanggal 4 Mei 2014.
5. Laporan Situasi Terkini Perkembangan Tuberkulosis di Indonesia Januari – Disember 2012.
DITJEN PP & PL Kementerian Kesehatan R.I. 2012. Diunduh dari
http://www.tbindonesia.or.idpdf2012profil-tb_th2011.pdf pada tanggal 4 Mei 2014.
6. Rencana Aksi Nasional Programmatic Management of Drug Resistance Tuberculosis
Pengendalian Tuberkulosis Indonesia : 2011-2014. Kementerian Kesehatan RI. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesi Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan 2011 : 3.
7. Daman U. Profil Tuberkulosis Regional Jawa Barat. Diunduh dari :
http://www.tbindonesia.or.id/tbnew.Pada tanggal 4 Mei 2014.
8. Tuberkulosis. Diunduh dari : http://www.timorexpress.com/kesehatan/tuberculosis pada
tanggal 5 mei 2014.

40
LAMPIRAN

41
Lampiran I. Variabel, Tolak Ukur Keberhasilan

No. Variabel Tolak Ukur


1 Masukan
Tenaga (Man)
Dokter umum 3 orang
Perawat 1 orang
Petugas P2TB 1 orang
Petugas PMO Puskesmas 1 orang
Petugas lab / fiksasi sputum 2 orang
Petugas pencatatan dan pelaporan 1 orang

Dana (Money)
APBN Cukup
APBD tingkat II Cukup

Sarana (Material)
a. Sarana Medis
 Stetoskop 2 buah
 Termometer 2 buah
 Tensimeter 2 buah
 Timbangan berat badan 1 buah
 Alat laboratorium
Rak sputum
Ada
Pot sputum
Object glass Ada
Bambu / lidi Ada
Persediaan obat TB paru per kategori Ada
Spuit Cukup
Mikroskop Ada
Lampu spiritus
Ada
Pewarna BTA Ziehl Nielseen
b. Sarana Non Medis Ada
 Ruang tunggu pasien yang terbuka Ada
 Ruang pemeriksaan pasien
 Ruang administrasi Ada
 Ruang suntik 1 ruang
 Ruang obat 1 ruang
 Ruang laboratorium 1 ruang
 Tempat tidur untuk memeriksa pasien 1 ruang
 Lemari penyimpanan obat 1 ruang
 Meja dan kursi Puskesmas 1 buah
 Rak obat 1 buah
 Alat administrasi Ada
Buku register kunjungan pasien Ada
Alat tulis
Komputer Ada

42
 Alat penyuluhan Ada
Papan tulis Ada
Spidol
Brosur 1 buah
Poster Ada
 Formulir pendaftaran
Kartu pengobatan (TB 01) Ada
Kartu identitas penderita (TB 02) Ada
Form. permohonan lab TB (TB 05) Ada
Daftar suspek yang diperiksa dahak (TB 06) Ada
Form. permohonan OAT Ada
Form. rujukan / pindah penderita (TB 09) Ada
Form. hasil akhir pengobatan TB pindahan (TB 10) Ada
 Formulir pelaporan
Daftar suspek yang diperiksa dahak (TB 06) Ada
Register kohort pengobatan pasien TB Ada
Metode (Method)
a. Penemuan tersangka TB paru Passive case finding, yaitu
penemuan tersangka penderita
TB paru yang datang ke UPK,
menunjukkan gejala – gejala
yang mendukung TB, yaitu:
- Gejala utama: batuk terus
menerus selama 2-3 minggu
atau lebih.
- Gejala tambahan: batuk
berdarah, dahak bercampur
darah, keringat malam tanpa
kegiatan fisik, sesak nafas,
berat badan turun, malaise,
nafsu makan turun, demam
subfebril 1 bulan / lebih, serta
kontak serumah dengan
penderita TB.

b. Penentuan diagnosis penderita TB paru 1. Pemeriksaan dahak SPS


secara mikroskopis langsung
dengan pewarnaan Ziehl
Nielseen (+/+/+) atau (+/+/-)
2. Pemeriksaan rontgen dada
untuk menunjang
pemeriksaan sputum SPS
yang positif 1.

c. Pengobatan penderita TB paru Menggunakan strategi DOTS


(Directly Observed Treatment
Short Course) dari WHO sesuai
kategori pengobatan TB paru

43
yang disesuaikan dengan berat
badan (FDC):

Kategori I:
2(RHZE)/4(RH)3
Bila penderita baru BTA positif
dan penderita TB paru BTA
negatif roentgen positif yang
sakit berat diberi selama 6
bulan.
1. Tahap awal (Intensif) berisi
RHZE untuk setiap hari
selama 2 bulan
2. Tahap lanjutan berisi RH
untuk 3 kali seminggu selama
4 bulan.
Kategori II:
2(RHZE)S / RHZE / 5(RH)3E3
Untuk penderita kambuh, gagal
dan penderita dengan
pengobatan setelah lalai
dengan BTA positif diberi
selama 8 bulan.
1. Tahap awal (intensif) berisi
RHZE (3 bulan) + S (2
bulan) untuk setiap hari.
2. Tahap lanjutan berisi RH + E
untuk 3 kali seminggu
selama 5 bulan.
FDC 2: 30-37 Kg
FDC 3: 38-54 Kg
FDC 4: 55-70 Kg
FDC 5: ≥ 71 Kg

d. Pengawasan pengobatan PMO berasal dari keluarga /


orang yang disegani pasien,
petugas kesehatan / Puskesmas
setempat. Tugas PMO:
- PMO mengawasi pasien
dalam minum obat.
- PMO memberi dorongan pada
pasien agar berobat teratur.
- PMO harus mengingatkan
pasien untuk memeriksa
dahaknya sesuai jadwal yang
ditentukan.

44
e. Follow up penderita TB paru Dengan pemeriksaan ulang
dahak SPS secara mikroskopis,
dengan jadwal:
- Kategori I: Pemeriksaan
sputum ulang saat akhir fase
intensif, sebulan sebelum
akhir pengobatan dan pada
akhir pengobatan (AP).
- Kategori II: Pemeriksaan ulang
sputum saat akhir fase
intensif, sebulan sebelum
akhir pengobatan dan saat
akhir pengobatan.

f. Penyuluhan
 Perorangan
 Penyuluhan langsung berupa
tanya jawab atau konsultasi di
Puskesmas maupun
Posyandu. Materi yang
dijelaskan adalah semua
informasi mengenai TB.
 Kelompok
 Penyuluhan langsung melalui
ceramah, seminar dll. Materi
yang diberikan semua
informasi tentang TB.
g. Pencatatan dan pelaporan
1. Pencatatan
Menggunakan formulir
program P2TB yang ada di UPK.
 Formulir TB 06.
 Formulir TB 05.
 Kartu identitas penderita Tb
(TB 02).
 Kartu pengobatan TB 01.
 Register Kohort pengobatan
penderita TB.
 Formulir TB 09.
2. Pelaporan  Formulir TB 10.
 Formulir TB 06, dilaporkan
tiap bulan ke puskesmas yang
lebih tinggi stratanya.
 Register kohort pengobatan
penderita TB, dilaporkan tiap
bulan ke puskesmas yang
lebih tinggi.
2 Proses

45
Perencanaan
a. Penemuan tersangka penderita TB paru  Setiap hari kerja, jam 08.00 –
14.00 di UPK setempat.
 Passive case finding.
 Setiap hari kerja, jam 08.00 –
b. Penentuan diagnosis penderita TB paru 14.00 di UPK setempat.
 Pemeriksaan dahak SPS
mikroskopis, rontgen dada.

c. Pengobatan penderita TB paru Setiap hari kerja, jam 08.00 –


14.00 di UPK (Unit Pelayanan
Kesehatan) setempat.
d. Pengendalian pengobatan dibawah pengawasan PMO Setiap hari kerja, jam 08.00 –
14.00 menggunakan PMO yang
sudah ditentukan.

e. Follow up penderita TB paru  Setiap hari kerja, jam 08.00 –


14.00 di UPK setempat.
 Dengan pemeriksaan ulang
dahak SPS sesuai jadwal per
kategori.

f. Penyuluhan
 Perorangan Setiap hari kerja, jam 08.00 –
14.00 di UPK setempat.

 Kelompok 1 x/bulan, di UPK/ pos unit PKM.

g. Pencatatan dan pelaporan Setiap hari kerja, jam 08.00-14.00


1. Pencatatan di UPK setempat dengan
menggunakan formulir TB yang
ada di UPK setempat, dilakukan
oleh perawat.

1 x/bulan, ke Dinas Kesehatan


2. Pelaporan Karawang, dilakukan perawat.

Pengorganisasian
Ada
a. Pembagian tugas dalam melaksanakan tiap kegiatan
Program Penanggulangan TB paru. Ada
b. Struktur organisasi tertulis dalam program

Pelaksanaan Setiap hari pada jam kerja, pukul


08.00 – 14.00 WIB dengan
a. Penemuan penderita TB paru secara pasif
anamnesis dan pemeriksaan fisik

46
tersangka penderita TB paru.

Setiap hari pada jam kerja pukul


08.00 – 14.00 WIB sesuai hasil
lab sputum (minimal 2 kali
positif) dan atau satu positif BTA
b. Penentuan diagnosis TB paru dengan foto rontgen positif.

Setiap hari sesuai dengan kategori


obat yang diberikan :

c. Pengobatan TB paru dengan metode DOTS  Untuk kategori I: diberikan


selama 6 bulan.
 Untuk kategori II: diberikan
selama 7 bulan.

Dilakukan setiap hari oleh


keluarga atau orang yang disegani
pasien.
d. Pengendalian pengobatan
Setiap hari kerja pukul 08.00 –
14.00 WIB, sesuai jadwal
pemeriksaan dahak:
e. Pelayanan pemeriksaan dahak ulang (follow up)
 Untuk kategori I: pengobatan
bulan ke-2, sebulan sebelum
akhir (bulan ke-5) dan akhir
pengobatan.
 Untuk kategori II: pengobatan
bulan ke-3, sebulan sebelum
akhir, bulan ke-7 dan akhir
bulan pengobatan.

Dilakukan setiap hari kerja, pukul


08.00-14.00 WIB di UPK
f. Penyuluhan setempat.
 Perorangan Dilakukan 1x/bulan di UPK
setempat.

 Kelompok
Setiap hari kerja, pukul pukul
08.00 – 14.00 WIB di UPK
g. Pencatatan dan pelaporan setempat.
1. Pencatatan
1x/bulan, dilaporkan hasil
pencatatan ke Dinas Kesehatan
Karawang.
2. Pelaporan

47
Pengawasan
 Dari Kabupaten Karawang 4 x/tahun.
 Dari provinsi Jawa Barat 2 x/tahun.
 Dari Global Fund 2 x/tahun.
 Dari Kepala Puskesmas 1 x/bulan.
3 Keluaran
a. Penemuan tersangka penderita TB paru
 Proporsi tersangka (suspek) yang diperiksa dahak 100%
 Proporsi penderita BTA (+) diantara suspek 5 – 15%
b. Penentuan diagnosis penderita TB paru
 Proporsi penderita TB paru BTA (+) diantara  65%
semua penderita TB paru yang tercatat
 70%
 Case Detection Rate
c. Pengobatan penderita TB paru
 85%
 Angka kesembuhan (Cure Rate)
100%
 Penderita TB paru yang mendapatkan pengobatan
100%
d. Pengendalian pengobatan dibawah PMO

e. Follow up penderita TB paru


> 80%
 Angka konversi (Conversion Rate)
< 5%
 Drop Out

f. Penyuluhan
 Perorangan
100%
 Kelompok
100%
g. Pencatatan dan pelaporan
 Pencatatan
100%
 Pelaporan
100%
4 Umpan balik
a. Pencatatan kegiatan umpan balik Setiap hari kerja
b. Pelaporan kegiatan program 1 x/bulan
c. Mini lokakarya untuk monitoring dan evaluasi program 1 x/ 3 bulan
yang telah dijalankan
5 Dampak
a. Langsung
 Menurunnya angka morbiditas dan mortalitas TB Belum dapat dinilai.
paru
 Terputusnya rantai penularan penyakit TB Belum dapat dinilai.

48
b. Tidak langsung
 TB paru tidak lagi menjadi masalah kesehatan
masyarakat Belum dapat dinilai.
 Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat secara
optimal Belum dapat dinilai.
6 Lingkungan
a. Fisik
 Perumahan  Daerah pemukiman tidak
padat dan kumuh.
 Ventilasi rumah dan
pencahayaan baik.
 Sanitasi baik.
 Fasilitas kesehatan lainnya Ada dan dapat dijalin kerjasama.

b. Non fisik
 Pendidikan Tidak merupakan penghambat
 Sosial ekonomi program.

Lampiran II. Data Monografi Kecamatan Jatisari tahun 2013

Tabel 1.1. Klasifikasi Jumlah Penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kecamatan Jatisari
Tahun 2013.

No Mata pencaharian Jumlah (orang)

1 Buruh tani 24.145

2 Pegawai swasta 5.670

3 Petani 3.520

4 Pedagang 1.204

5 Peternak 522

6 PNS 520

7 Pembantu rumah tangga 325

8 Wiraswasta 257

Total 36.163

Sumber : Kecamatan Jatisari


Tabel 1.1 menunjukkan bahwa mata pencaharian sebagian besar penduduk Jatisari yaitu buruh
tani sebanyak 24.145 orang (66,8%)

49
Tabel 1.2. Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Kecamatan Jatisari Tahun 2013.

No Pendidikan Jumlah (orang)

1 Tidak tamat SD 3.568

2 Tamat SD 3.795

3 Tamat SLTP 1.311

6 Tamat SMU 1.330

8 Tamat D3 78

9 Tamat S1 94

Total 10.176

Sumber : Kecamatan Jatisari

Tabel 1.2 menunjukan bahwa:

Tingkat pendidikan:

- Tinggi : Tamat D3 dan S1 sebanyak 172 orang (1,7%)


- Sedang : Tamat SMU sebanyak 1.330 orang (13,1%)
- Rendah : SD sampai SLTA, dan lain – lain (belum atau tidak mengenyam pendidikan)
sebanyak 8.674 orang (85,3%)
Sebagian besar penduduk Kecamatan Jatisari berpendidikan rendah (85,3%)

Tabel 1.4. Jenis Sarana Kesehatan di Kecamatan Jatisari Tahun 2013.

No Sarana Kesehatan Jumlah (buah)

1 Puskesmas 1

2 Pustu 1

3 Polindes -

4 Pusling 1

5 Ambulan Pusling 3

6 Pos Bindu 10

7 Posyandu 66

8 Klinik Rawat Inap 3

50
9 Balai Pengobatan 24 jam 2

10 Klinik Bersalin 3

11 BP Sore 17

12 Pengobatan Tradisional 56

13 Toko Obat 1

14 Apotek 4

Sumber : Kecamatan Jatisari

Lampiran III. Peta Kecamatan Jatisari, Kabupaten karawang

Puskesmas Kecamatan Jatisari

Kantor Kecamatan

51

You might also like