You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta. Kala III
disebut juga kala uri atau kala pengeluaran plasenta dan selaput ketuban
setelah bayi lahir. Lama kala III < 10 menit pada sebagian besar pelahiran dan
< 15 menit pada 95% pelahiran (Sinclair C., 2003). Perlu diingat bahwa
30% penyebab kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan pasca
persalinan. Dua pertiga dari perdarahan pasca persalinan disebabkan oleh
atonia uteri. Perubahan fisiologis dan psiologi pada kala III persalinan juga
terjadi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud kala III dalam persalinan ?
2. Bagaimana perubahan fisiologi pada kala III persalinan?
3. Bagaimana perubahan psikologi pada kala III pesalinan?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi kala III dalam persalinan.
2. Mengetahui dan mengidentifikasi apa saja perubahan fisiologi pada
persalinan kala III.
3. Mengetahui dan mengidentifikasi apa saja perubahan psikologi pada
persalinan kala III.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kala III dalam Persalinan


Kala III dalam persalinan adalah dimulai setelah lahirnya bayi dan
berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Kala III dimulai sejak
bayi lahir sampai lahirnya placenta / uri. Rata-rata lama kala III berkisar 15-
30 menit, baik primipara maupun multipara. Tempat implantasi placenta
sering pada dinding depan dan belakang korpus uteri atau dinding lateral
(Sumarah, 2008).

B. Fisiologi Kala III


Fisiologi kala III terbagi atas 2 fase, yaitu :
a. Fase Pelepasan Plasenta
1) Segera setelah bayi dan air ketuban sedah tidak berada dalam uterus
2) Kontraksi akan terus berlangsung
3) Ukuran rongga uterus akan mengecil
4) Pengurangan ukuran tempat melekatnya plasenta
5) Plasenta menjadi tebal atau mengkerut dan memisahkan diri dari
dinding uterus
6) Sebagian pembuluh darah yang kecil akan robek saat plasenta lepas
7) Tempat melekatnya plasenta akan berdarah sehingga uterus
berkontraksi
8) Uterus berkontraksi akan menekan semua pembuluh darah yang akan
rnenghentikan perdarahan
9) Sebelum uterus berkontraksi wanita tsb bisa kehilangan darah 350 -
560 cc/rant

2
b. Fase Pengeluaran Plasenta
1) Uterus tidak bisa sepenuhnya berkontraksi hingga plasenta lahir
dahulu seluruhnya
2) Setelah lepas, plasenta akan turun kebagian bawah uterus/dalam
vagina.
3) Kelahiran yang cepat dari plasenta segera setelah Iepas dari dinding
uterus merupakan tujuan dart manajemen kebidanan Kala III

1. Perubahan Uterus
Penyebabnya plasenta terpisah dari dinding uterus adalah kontraksi
uterus (spontan atau dengan stimulus) setelah kala II selesai. Tempat
perlekatan plasenta menentukan kecepatan pemisahan dan metode ekspulsi
plasenta. Selama kala III, kavum uteri secara progesif semakin mengecil
sehingga memungkinkan proses retraksi semakin meningkat. Dengan
demikian sisi plasenta akan jauh lebih kecil. Plasenta menjadi tertekan dan
darah yang ada pada vili-vili plasenta akan mengalir ke dalam lapisan
spongiosum desidua. Terjadinya retraksi dari otot-otot uterus yang menyilang
menekan pembuluh-pembuluh darah sehingga darah tidak masuk kembali ke
dalam sistem maternal. Pembuluh darah selanjutnya menjadi tegang dan
padat.
Pada kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti
penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran
ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena
tempat perlekatan plasenta menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta
tidak berubah, plasenta terlipat, menebal, kemudian terlepas dari dinding
uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun kebagian bawah uterus atau ke
dalam vagina (Depkes, 2008:96). Setelah jalan lahir, uterus mengadakan
kontraksi yang mengakibatkkan penciutan permukaan, kavum uteri, tempat
implantasi plasenta. Akibatnya plasenta akan lepas dari tempat
implasntasinya.

3
2. Perubahan Serviks
Segera setelah selesainya kala III persalinan serviks dan segmen bawah
uteri dan menjadi struktur yang tipis kolaps dan kendur. Mulut serviks
mengecil perlahan-lahan. Selama beberapa hari, segera setelah persalinan,
mulutnya dengan mudah dapat di masuki dua jari, tetapi pada akhir minggu
pertama telah terjadi demikian sempit sehingga sulit untuk memasukkan satu
jari. Setelah minggu pertama serviks mendapatkan kembali tonusnya pada
saat saluran kembali terbentuk dan tulang internal tertutup.
Tulang eksternal dianggap sebagai penangkapan yang menyerupai
celah. Setelah kelahiran, miometrium segmen bawah uterus yang sangat
menipis berkontraksi dan bertraksi tetapi tidak sekuat korpus uteri. Dalam
perjalanan beberapa minggu, segmen bawah di ubah dari struktur yang jelas-
jelas cukup besar untuk membuat kebanyakan kepala jani cukup bulan
menjadi istamus uteri hampir tidak dapat dilihat yang terletak diantara korpus
diatas dan os interna servik dibawah. Segera setelah melahirkan, serviks
menjadi lembek, kendor, terpulai, dan berbentuk seperti corong. Hal ini
disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi,
sehingga pembatasan antara korpus dan servik uteri berbentuk cincin. Warna
servik merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Segera setelah
bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan dua sampai tiga
jari dan setelah 1 mingguhanya 1 saja yang dapat masuk. Oleh karena
hiperpalpasi dan retraksi servik, robekan servik dapat sembuh. Namun
demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak sama sebelum hamil. Pada
umumnya ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak dan robekan-
robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya.

1. Tanda-Tanda Lepasnya Plasenta


a. Perubahan Bentuk dan Tinggi Fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus
membentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya dibawah pusat.

4
Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong kebawah, uterus
berbentuk segi tiga, atau seperti buah pir atau alpukat dan fundus
berada diatas pusat (seringkali mengarah kesisi kanan).
b. Tali Pusat Memanjang
Tali puat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda ahfeld).
c. Semburan Darah Mendadak dan Singkat
Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu
mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila
kumpulan darah (retroplacetal pooling) dalam ruang diantara dinding
uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya,
darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas. (Febri, 2008).
Tanda ini kadang-kadang terlihat dalam waktu satu menit setelah bayi
lahir dan biasanya dalam 5 menit.

2. Cara-Cara Pelepasan Plasenta


a. Metode Ekspulsi Schultze
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral). Ditandai oleh makin
panjang keluarnya tali pusat dari vagina (tanda ini dikemukakan oleh
ahfled) tanpa adanya perdarahan pervaginam. Lebih besar
kemungkinannya pada plasenta yang melekat di fundus. (Damayanti,
Ika Putri, Liva Maita, Ani Triana dan Rita Aafni. 2015. Buku Ajar :
Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada Ibu Bersalin dan Bayi Baru
Lahir. Yogyakarta : Deepublish)
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah plasenta, disini terjadi
hematoma retro placentair yang selanjutnya mengangkat placenta dari
dasarnya. Plasenta dengan hematom diatasnya sekarang jatuh kebawah
dan menarik lepas selaput janin. Bagian plasenta yang nampak dalam
vulva adalah permukaan fetal, sedangkan hematoma terdapat dalam
kantong yang terputar balik. Oleh karena itu pada pelepasan schultze
tidak ada perdarahan sebelum plasenta lahir atau sekurang-kurangnya
terlepas seluruhnya. Baru setelah plasenta seluruhnya lahir, darah akan

5
mengalir. Pelepasan shultze ini adalah cara pelepasan plasenta yang
sering dijumpai. (Badriah, Dewi Laelatul, Ai Nurasiah dan Ani
Rukmawati. 2014. Asuhan Persalinan Normal Bagi Bidan. Bandung :
Refika Aditama).
b. Metode Ekspulsi Matthew-Duncan
Ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai
terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih hal
ini patologik. Lebih besar kemungkinan pada implantasi lateral.
Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontaksi,
pembuluh-pembuluh darah akan terjepit, dan perdarahan segera
berhenti. Pada keadaan normal akan lahir spontan dalam waktu lebih
kurang 6 menit setelah anak lahir lengkap. (Damayanti, Ika Putri, Liva
Maita, Ani Triana dan Rita Aafni. 2015. Buku Ajar : Asuhan
Kebidanan Komprehensif Pada Ibu Bersalin dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta : Deepublish)
Pelepasan plasenta secara Duncan dimulai dari pinggir plasenta. Darah
mengalir keluar antara selaput janin dan dinding rahim, jadi
perdarahan sudah ada sejak plasenta sebagian lahir atau terlepas
sehingga tidak terjadi bekuan retroplasenta. Plasenta keluar menelusuri
jalan lahir, permukaan maternal lahir terlebih dahulu. Pelepasan
Duncan terjadi terutama pada plasenta letak rendah. Proses ini
memerlukan waktu lama dan darah yang keluar lebih banyak, serta
memungkinkan plasenta dan membran tidak keluar secara komplit.
Ketika pelepasan plasenta terjadi, kontraksi uterus menjadi kuat
kemudian plasenta dan membrannya jatuh dalam segmen bawah
rahim, kedalam vagina, kemudian ekspulsi. (Badriah, Dewi Laelatul,
Ai Nurasiah dan Ani Rukmawati. 2014. Asuhan Persalinan Normal
Bagi Bidan. Bandung : Refika Aditama).

6
3. Beberapa Prasat untuk Mengetahui apakah Plasenta Lepas dari
Tempat Implantasinya
a. Prasat Kustner/Brand-Andrews
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan
kiri menekan daerah diatas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali
kedalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila
tetap atau tidak masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta lepas
dari dinding uterus. Prasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati.
Apabila hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan
dapat terjadi. (Damayanti, Ika Putri, Liva Maita, Ani Triana dan Rita
Aafni. 2015. Buku Ajar : Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada Ibu
Bersalin dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta : Deepublish).
a. Tali pusat ditegangkan
b. Tangan ditekankan diatas simfisis, bila tali pusat masuk kembali,
berarti plasenta belum lepas (tali pusat memendek). Jika panjang
tali pusat masih sama, berarti plasenta sudah lepas. (Badriah,
Dewi Laelatul, Ai Nurasiah dan Ani Rukmawati. 2014. Asuhan
Persalinan Normal Bagi Bidan. Bandung : Refika Aditama).

b. Prasat Strassman
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan
kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali pusat
yang diregangkan ini berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
c. Prasat Klein
Partruien (ibu yang melahirkan) disuruh mengejan sehingga tali pusat
tampak turun kebawah. Bila mengejan dihentikan dapat terjadi :
a. Tali pusat tertarik kembali, berarti plasenta belum lepas dari
dinding uterus.
b. Tali pusat tetap ditempat, berarti plasenta sudah lepas.

7
d. Prasat Manuaba
Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim, sedangkan
tangan kanan memegang serta mengencangkan tali pusat. Kedua
tangan ditarik berlawanan, dapat menjadi:
1. Tarikan terasa berat dan tali pusat tidak memanjang, berarti
plasenta belum lepas.
2. Tarikan terasa ringan dan tali pusat memanjang, berarti plasenta
telah lepas.

e. Crede
1. Keempat jari-jari pada dinding rahim beakang, ibu jari difundus
depan tengah.
2. Lalu pijat rahim dan sedikit dorong kebawah, tapi jangan terlalu
kuat, seperti memeras jeruk.
3. Lakukan sewaktu ada his.
4. Jangan tarik tali pusat, karena bisa terjadi innversio uteri.

4. Pengeluaran Plasenta
Plasenta yang sudah terlepas oleh kontaksi rahim akan didorong ke
SBR, ke dalam bagian atas vagina. Dari tempat ini plasenta didorong
keluar oleh tenaga mengejan, 20% secara spontan dan selebihnya
memerlukan pertolongan. Plasenta dikeluarkan dengan melakukan
tindakan manual bila :
a. Perdarahan lebih dari 400-500 cc
b. Terjadi retensio plasenta
c. Bersamaan dengan tindakan yang disertai narkosa
d. Dari anamnesa terdapat perdarahan habitualis

Lahirnya plasenta lebih baik dengan bantuan penolong dengan sedikit


tekanan pada fundus uteri setelah plasenta lepas. Tetapi pengeluaran

8
plasenta jangan dipaksakan sebelum terjadi pelepasan karena
dikhawatirkan menyebabkan inversio uteri. Traksi pada tali pusat tidak
boleh digunakan untuk menarik plasenta keluar dari uterus. Pada saat
korpus ditekan, tali pusat tetap ditegangkan. Manuver ini diulangi sampai
plasenta mencapai introius. Setelah di introitus penekanan dilepaskan.
Tindakan hati-hati diperlukan untuk mencegah membran tidak terputus
dan tertinggal, jika membran robek, pegang robekan tersebut dengan klem
dan tarik perlahan. Dan periksa plasenta secara hati-hati untuk memastikan
tidak ada bagian plasenta yang tertinggal.

5. Pemeriksaan Plasenta
Setelah plasenta lahir bersama selaputnya, selanjutnya dilakukan
pemeriksaan yang cermat terhadap:
a. Kotiledon, yang berjumlah 20 buah
b. Permukaan plasenta janin
c. Kemungkinan terdapat plasenta suksenturiata

Tertinggalnya sebagian jaringan plasenta dapat menyebabkan :

a. Perdarahan perineum yang berkepanjangan


b. Bahaya infeksi
c. Terjadi polip plasenta
d. Degenarasi ganas menjadi kariokarsinoma

9
C. Psikologi Kala III
1. Bahagia
Karena saat – saat yang telah lama di tunggu akhirnya datang juga yaitu
kelahiran bayinya dan ia merasa bahagia karena merasa sudah menjadi
wanita yang sempurna (bisa melahirkan, memberikanan aku ntuk suami
dan memberikan anggota keluarga yang baru), bahagia karena bisa
melihat anaknya.

2. Cemas dan Takut


a. Cemas dan takut kalau terjadi bahaya atas dirinya saat persalinan
karena persalinan di anggap sebagai suatu keadaan antara hidup dan
mati.
b. Cemas dan takut karena pengalaman yang lalu.
c. Takut tidak dapat memenuhi kebutuhan anaknya
3. Ibu ingin melihat, menyentuh dan memeluk bayinya
4. Merasa gembira, lega dan bangga akan dirinya, juga merasa sangat lelah
5. Memusatkan diri dan kerap bertanya apakah vaginanya perlu dijahit
6. Menaruh perhatian terhadap plasenta

10
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Kala III dalam persalinan adalah dimulai setelah lahirnya bayi dan
berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Kala III dimulai sejak
bayi lahir sampai lahirnya placenta / uri. Sejumlah perubahan fisiologis dan
psikologis yang normal akan terjadi selama persalinan, hal ini bertujuan
untuk mengetahui perubahan-perubahan yang dapat dilihat secara klinis
bertujuan untuk dapat secara tepat dan cepat mengintreprestasikan tanda-
tanda,gejala tertentu dan penemuan perubahan fisik dan laboratorium apakah
normal apa tidak pada setiap kala.
Adapun perubahan fisiologis yang terjadi pada kala III meliputi
perubahan rahim dan perubahan pada serviks.. Perubahan psikologi ibu pada
kala III juga berupa rasa cemas dan bahagia ibu karena pada tahap ini hal
yang ditunggu-tunggu tiba, yaitu bayi sudah keluar seakaligus plasenta.
Sangat penting bagi bidan untuk memahami perubahan-perubahan ini
agar dapat mengartikan tanda-tanda dan gejala persalinan nnormal dan
abnormal.

B. Saran
Semoga pembaca khususnya mahasiswi kebidanan dapat menerapkan
dan memahami tentang perubahan fisiologi dan psikologi persalinan kala III
untuk menambah wawasan serta pengetahuan.
Dalam penyusunan makalah ini, mungkin masih banyak terdapat
kesalahan. Untuk itu, diperlukan kritik dan saran yang konstruktif dari para
pembaca.

11
GLOSARIUM

1. Ekspulsi : Pengeluaran sendiri alat kontrasepsi tersebut dari tempat


insersinya.
2. Hematoma retro placentair : perdarahan terperangkap dalam cavum uteri.
3. Hiperpalpasi : peningkatan abnormal dalam jumlah sel dalam suatu organ
atau jaringan.
4. His : istilah lain untuk kontraksi yang terkait dengan persalinan (partus)
5. Implantasi : pelekatan dan penanaman embrio pada dinding rahim.
6. Innversio uteri : keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk kedalam kavum uteri.
7. Introius : Jalan masuk vagina
8. Kariokarsinoma : sebuah tumor ganas yang terdiri dari lapisan trofoblasma
seluler dan sinsital.
9. Multipara : wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari satu kali
(Prawirohardjo, 2009).
10. Narkosa : obat pembius
11. Plasenta suksenturiata : adalah suatu kelainan dimana disamping terdapat
plasenta yang normal, juga terdapat uri tambahan dan ada hubungan
pembuluh darah dengan plasenta yang normal.
12. Primipara : seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk
pertama kalinya.
13. Retraksi : kontraksi yang terjadi pada otot perut dan iga yang tertarik ke
dalam pada saat kita menarik nafas.
14. Retensio plasenta : bertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau
melebih waktu 30 menit setelah bayi lahir.
15. Tonus Otot : kontraksi otot yang selalu dipertahankan keberadaannya oleh
otot itu sendiri.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Badriah, Dewi Laelatul, Ai Nurasiah dan Ani Rukmawati. 2014. Asuhan


Persalinan Normal Bagi Bidan. Bandung : Refika Aditama
2. Damayanti, Ika Putri, Liva Maita, Ani Triana dan Rita Aafni. 2015. Buku
Ajar : Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada Ibu Bersalin dan Bayi Baru
Lahir. Yogyakarta : Deepublish
3. Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : Buke Kedokteran
EGC

13

You might also like