You are on page 1of 64

PELAYANANSEDASI

StandarPAB.3

Kebijakandanprosedurmengarahkanpelayananpasienuntuksedasimoderatdandalam

Maksuddn
tujuanPAB
.3

Sedasi,secarakhusus,sedasiyangmoderatmaupundalam,menghadapkanrisikokepadapasien,karenanyaperludilengkapidengandefinisi,kebijakansertapros
edur yangjelas.
Derajatsedasiterjadidalamsuatukontinuum,seorangpasiendapatbergerakdarisatuderajattertentumenujuderajatyanglain,berdasarkanmedikasiyangdiber
ikan,rutedan dosisnya.Pertimbanganpentingmencakupkemampuanpasienuntukmempertahankanrefleksprotektif;saluran pernafasanyangpaten-
independen-berkesinambungan;dan mampuberesponterhadapstimulasifisikatauinstruksilisan.

Kebijakandanprosedurs
edasimemuat:

a)
penyusunanrencanatermasukidentifikasiperbedaanantarapopulasidewasadananakataupertimbangank
hususlainnya;

b)
dokumentasiyangdiperlukantimpelayananuntukdapatbekerjadanberkomunikasis
ecaraefektif;

c)
persyaratanpersetujuan(consent)khusus,bil
adiperlukan;
d)
frekuensidanjenismonitoringpasienyang
diperlukan;

e)
kualifikasiatauketrampilankhususparastafyangterlibatdalamprose
ssedasi;dan f) ketersediaandanpenggunaanperalatanspesialistik.

Hallainyangjugapentingadalahkualifikasiparadokter,doktergigiatausemuaindividuyangkompetenyangbertanggungjawabataspasienyangmenerimasedas
imoderat maupundalam.Setiappetugasharuskompetendalam:

a)
teknikberbagaimod
ussedasi;

b)
monitoringy
angtepat;

c)
responsterhadapk
omplikasi;

d) penggunaanzat-
zatreversal;dan

e) sekurang-
kurangnyabantuanhidupdasar.

Petugasyangkompetenyangbertanggungjawabmenjalankansuatuasesmenprasedasiterhadappasienuntukmemastikanbahwaperencanaansedasidanting
katannyaadalah tepatbagipasien.Kebijakanrumahsakitmenjabarkanruanglingkupdanisidariasesmenini.
Sebagaitambahanbagiparadokterataudoktergigi,seorangpetugasyangkompeten danbertanggung
jawabataspelaksanaanmonitoringberkesinambungan(tidakterinterupsi)
atasparameterfisiologispasien,danmembantutindakansuportifatauresusitasi.Kualifikasipetugasyangmelaksanakanmonitoring,danmonitoringperalatans
ertasuplainya adalahsamasepertipadapemberiansedasi di unit/tempatyanglain dirumahsakit,misalnyadalamkamaroperasi dan
dalamklinikrawatjalangigi. Sehinggaterpeliharatingkatan

mutupelayananyangsama(lihatjugaPP.1,EP3,danT
KP.3.2.1,EP3).
TELUSUR
ElemenPenilaianPAB.3. SASARA MATERI SKOR DOKUMEN
1. Kebijakan dan prosedur yang tepat, PPKsedasi N Implementasiterhadapregulasiyan 0 Regulasi
menyebutkan sedikitnyaelemena)sampai g memuatsedikitnyaa)sampaif)
denganf)tersebut diatas,mengarahkan Pasien 5 Panduan pelayanan
pelayanan pasienuntukmenjalani sedasi anestesi (termasuk
10
sedasimoderat/dalam)
2. moderatdan dalam(lihat juga AP.2, EP
Petugasyangkompetenyangdiidentifikasi Implementasi ketuatimanestesi 0
3; PP.1,EP3;danMPO.4,EP1).
di PAB.2berpartisipasi dalampengembangan regulasi
dalampengembangan pelayanananestesi 5
3. Harus ada asesmen prasedasi, Implementasi asesmen 0 Dokumen:
kebijakandanprosedur. 10
sesuai kebijakan prasedasi sesuairegulasipelayanan
rumahsakit,untukmengevaluasi 5 KeterlibatanPPKdlm
4. risikodanketepatan
Petugas yang kompeten, dan yang Persyaratantimanestesi 0
10 penyusunan
sedasibagipasien(lihat
bertanggung jugaAP.1.1,EP1).
jawabuntuksedasi,harus kebijakan, prosedur
memenuhi kualifikasisekurang-kurangnya 5
DaftarPPKsedasi
untukelemeng)sampaidengank)tersebut 10
5. diMaksuddanTujuan Implementasi dari tim tersebut 0 Surat
Seorangpetugasyangkompetenmemonito dalammemonitor pasienselama kompetensi/kewenan
5 ga n paraPPKterkait
r pasienselamasedasidanmencatat semua sedasi
6. pemantauan.
Dibuat dandidokumentasi kriteria untuk Pendokumentasian kriteria 10
0 Asesmen prasedasi
pemulihandan dischargedarisedasi. pemulihan danpemulangan dari dalam rekammedis
5
sedasi pasien
7. Sedasimoderatdan dalamdiberikansesuai Implementasi sedasi moderat 10
0
kebijakanrumahsakit dan dalam Hasil pemantauan
5
pasienselamasedasi
10
Kriteria untuk
pemulihandarisedasi
LAYANAN PEMBERIAN SEDASI

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :

08.6/RS.HTV/DOK.PAB/II/2017 1/2
RS. HATIVE

PASSO

Ditetapkan
STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit :
Direktur RS. Hative
OPERASIONAL

(SPO)
20 Februari 2017 dr. Hans Liesay.M.Kes

1. Sedasi adalah kegiatan anestesi dimana obat diberikan untuk


menenangkan pasien dalam suatu periode yang dapat membuat pasien
cemas, tidak nyaman atau gelisah. Sedasi diberikan kepada pasien
segera sebelum pembedahan atau selama prosedur medis tidak
nyaman. Sedasi menggunakan obat-obatan sedatif.
PENGERTIAN
2. Layanan pemberian sedasi adalah pemberian layanan oleh petugas
medis atau tenaga kesehatan kepada pasien untuk sedasi moderat dan
dalam, yang meliputi penerimaan, perencanaan, persiapan, pemantauan
sedasi dan perawatan pasca sedasi.

TUJUAN Mengoptimalkan keadaan pasien mulai dari pra, intra dan pasca sedasi.
Keputusan Direktur Nomor :107.2/KEP.DIR/RSHTV/II/2017 tentang
Prosedur Sedasi di RSHTV
KEBIJAKAN Pasal 1 : Rumah sakit harus menyediakan pelayan anestesi baik terencana
maupun dalam keadaan darurat di luar jam kerja yang dilakukan oleh
dokter spesialis anestesi dan atau oleh penata anestesi (termasuk pelayanan
sedasi moderat dan dalam)

A. Tahap Pra Sedasi


1. Keputusan jenis tindakan sedasi yang akan dilakukan berdasarkan
dari temuan asesmen pra anestesi oleh dokter anestesi dan atau
penata anestesi.
2. Persiapan sedasi dilakukan berdasarkan instruksi saat asesmen pra
PROSEDUR anestesi.
3. Sebelum tindakan sedasi moderat atau dalam dimulai, petugas
anestesi memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien atau
keluarga pasien.
4. Bila pasien anak, petugas anestesi melakukan konsultasi kepada
dokter anak. Untuk pasien ≥ 35 tahun, petugas anestesi melakukan
konsultasi kepada dokter penyakit dalam / dokter ahli jantung atau
sesuai dengan kondisi pasien.
LAYANAN PEMBERIAN SEDASI

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :

RS. HATIVE 08.6/RS.HTV/DOK.PAB/II/2017 2/2

PASSO

5. Keputusan jenis tindakan sedasi yang akan dilakukan berdasarkan


dari temuan asesmen pra anestesi oleh dokter anestesi dan atau
penata anestesi.
6. Persiapan sedasi dilakukan berdasarkan instruksi saat asesmen pra
anestesi.
7. Sebelum tindakan sedasi moderat atau dalam dimulai, petugas
anestesi memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien atau
keluarga pasien.
8. Bila pasien anak, petugas anestesi melakukan konsultasi kepada
dokter anak. Untuk pasien ≥ 35 tahun, petugas anestesi melakukan
konsultasi kepada dokter penyakit dalam / dokter ahli jantung atau
sesuai dengan kondisi pasien.

B. Tahap Intra Sedasi


1. Petugas anestesi melakukan verifikasi kelengkapan status pasien,
obat – obatan, peralatan anestesi dan peralatan resusitasi
2. Dilakukan pemasangan infus, oksigen dan alat monitoringbila
diperlukan.
3. Pasien anak, orang tua / wali pasien dapat masuk ke dalam ruang
PROSEDUR operasi pada saat tindakan sedasi akan dimulai.
4. Dilakukan pemantauan persiapan serta manajemen tata laksana
jalan nafas oleh petugas anestesi pada pemberian sedasi moderat
dan dalam yang memiliki resiko terkait patensi jalan nafas.
5. Dokter anestesi bersama penata anestesi melakukan prosessign in.
6. Dokter anestesi melakukan asesmen pra induksi.
7. Seluruh tim yang terlibat melakukan proses time out.
8. Petugas anestesi melakukan monitoring secara terus – menerus
selama proses sedasi berlangsung dan dicatat dalam formulir
pemantauan anestesi.

C. Tahap Pasca Sedasi


1. Petugas anestesi melakukan proses sign out.
2. Sebelum masuk ke ruang pulih sadar, dokter anestesi dan penata
anestesi menilai tanda vital pasien.
3. Setibanya di ruang pulih sadar dilakukan serah terima pasien dari
penata anestesi ke petugas ruang pulih sadar.
4. Selama pasien di ruang pulih dilakukan pemantauan mengacu pada
Aldrete Score.
5. Semua proses pasca sedasi harus terdokumentasi
UNIT TERKAIT Bagian Pelayanan Medis, Rekam Medic
SEDASI MODERAT DAN DALAM ( DEWASA )

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


RS. HATIVE
PASSO 08.7/RS.HTV/DOK.PAB/II/2017 1/2

Tanggal terbit Ditetapkan


STANDAR PROSEDUR Direktur RS. Hative
OPERASIONAL
20 Februari 2017
dr. Hans Liesay.M.Kes
PENGERTIAN Suatu tindakan untuk mengordinasikan tingkat kesadaran terhadap suatu
stimulus sentuhan
TUJUAN 1. Mengurangi ketidaknyamanan serta kecemasan yang dialami oleh pasien
ketika akan dilakukan tindakan medic
2. Mengurangi resiko kejadian efek samping penggunaan sediaan obat
KEBIJAKAN Keputusan Direktur Nomor :107.2/KEP.DIR/RSHTV/II/2017 tentang
Prosedur Sedasi di RSHTV.
PROSEDUR A. PRA SEDASI
1. Tinjauan Ulang Rekam Medis meliputi
a. Identitas pasien
b. Identifikasi prosedur yang akan dilakukan
c. Verifikasi status masuk pasien (rawat jalan, poliknik, rawat inap,
dll)
d. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan tindakan yang akan
dilakukan
e. Riwayat anestesi yang pernah dialami serta evaluasi efek
samping yang pernah ada
f. Abnormalitas system organ utama
g. Obat yang dikonsumsi saat ini serta kemungkinan alergi yang
akan terjadi
h. Asupan makan terakhir

2. Lakukan Pemeriksaan Fisik


a. Pemeriksaan tanda vital
b. Avaluasi jalan napas
c. Periksa auskultasi jantung paru
SEDASI MODERAT DAN DALAM ( DEWASA )

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


RS. HATIVE
PASSO 08.7/RS.HTV/DOK.PAB/II/2017 2/2

PRSEDUR d. Lakukan pemeriksaan penunjang (foto rontgen, pemeriksaan


laboratorium, EKG)
e. Laporkan temuan hasil klinis yang mungkin terjadi pada
pemeriksaan yang telah dilakukan
f. Susun rencana tindakan anestesi dan tindakan medic
g. Lakukan pemberian premedikasi serta antibiotic profilaksis
h. Berikan dukungan psikologis terhadap pasien maupun terhadap
keluarga

Unit Terkait 1. Kamar Operasi


2. Ranap
SEDASI MODERAT DAN DALAM (ANAK)

RS. HATIVE No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


PASSO

08.7/RS.HTV/DOK.PAB/II/2017 1/2
Ditetapkan
STANDAR Tanggal terbit Direktur RS. Hative
PROSEDUR
OPERASIONAL
20 Februari 2017 dr. Hans Liesay.M.Kes

PENGERTIAN Pemberian suatu obat yang menyebabkan penurunan depresi tingkat


kesadaran pasien serta di harapkan masih berespon dengan cepat / berkurang
untuk tujuan tertentu terhadap perintah verbal (stimulus auditory) yang keras
atau rangsang pada ketuk dahi.
TUJUAN Memberikan suatu obat untuk menurunkan tingkat kesadaran yang diberikan
pada tenaga / prosedur yang membutuhkan sedasi sedang pada anak
KEBIJAKAN Keputusan Direktur Nomor :107.2/KEP.DIR/RSHTV/II/2017 tentang
Prosedur Sedasi di RSHTV.
PROSEDUR 1. Persiapan Alat dan Obat-obatan
a. Alat-alat :
 Orofaringeal airway sesuai ukuran
 Statescope
 Monitor tekanan darah non invasive, saturasi O₂, HR
 Canul O₂, simple max
 Syringe 3cc, 5cc, 10cc, 20cc, 50cc
b. Obat-obatan
 Sedakum
 Propofol
 Obat narkotik (Morfin, Pethidin, Fentanyl)
2. Prosedur
a. Perawat mengucapkan salam dan memperkenalkan diri pada keluarga
pasien.
SEDASI MODERAT DAN DALAM ( ANAK )

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


RS. HATIVE
PASSO 08.7/RS.HTV/DOK.PAB/II/2017 2/2

PROSEDUR b. Identifikasi pasien (Nama dan tanggal Lahir) serta mencocokan


dengan Gelang Nama Pasien.
c. Mengevaluasi kondisi klinis pasien sebelum pemberian sedasi.
d. Mengikutsertakan orang tua (salah satu keluarga inti), pasien anak
untuk mendampingi selama proses pembiusan, hanya sampai anak
tertidur.
e. Memasang monitor tanda-tanda vital (ECG, Pulse Oksimetri, Tensi
k/p)
f. Memasang IV Line (apabila belum terpasang).
g. Memberikan obat sedasi, dosis disesuaikan dengan berat badan
pasien anak dan rencana tindakan yang akan dilakukan
h. Untuk sedasi sedang dimana ventilasinya spontan dapat di berikan
oksigen dengan bantuan nasal kanal/simple max.
Semua tindakan ini di pantau dan didokumentasikan di form catatan
anesthesi

Unit Terkait Kamar Operasi


PANDUAN ASESMEN

I. DEFINISI
 Asesmen pasien adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja, sistematis
dan terencana untuk mendapatkan informasi, menganalisis, mengidentifikasi dan
menatalaksana keadaan yang membawa seorang pasien datang untuk berobat ke
rumah sakit. Proses ini berlangsung sejak dari fase pre-rumah sakit hingga
manajemen pasien di rumah sakit.
 Asesmen pasien gawat darurat adalah suatu proses yang dilakukan secara
sengaja, sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang
individu yang datang ke rumah sakit sesegera mungkin untuk mengidentifikasi
kondisi yang mengancam nyawa, melakukan intervensi secepat mungkin dan
menatalaksana cedera yang tidak mengancam nyawa serta manajemen transfer di
Instalasi Gawat Darurat
 Asesmen pasien rawat jalan adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja,
sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang individu
yang datang ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan medis dengan tujuan
untuk memperoleh pengamatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan
pelayanan kesehatan lainnya tanpa mengharuskan individu tersebut untuk
dirawat inap.
 Asesmen pasien rawat inap adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja,
sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang individu
yang datang ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan medis dengan tujuan
untuk memperoleh pengamatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan
pelayanan kesehatan lainnya dimana keseluruhan proses ini membutuhkan
waktu yang lebih lama sehingga pasien harus tinggal untuk jangka waktu
tertentu di ruangan dalam rumah sakit.
 Asesmen tempat kejadian adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh paramedis
saat tiba di tempat kejadian.
 Asesmen awal adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan menangani
kondisi yang mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran pasien,
stabilisasi leher dan tulang belakang, menjaga patensi jalan napas, pernapasan,
dan sirkulasi.
 Asesmen segera-kasus trauma : dilakukan terhadap pasien yang mengalami
cedera signifikan untuk mengidentifikasi cedera yang berpotensi mengancam
nyawa. Perkirakan juga derajat keparahan cedera, tentukan metode transfer dan
pertimbangkan Bantuan Hidup Lanjut.
 Yang dimaksud dengan cedera signifikan adalah tabrakan motor; tabrakan
mobil-pejalan kaki; penetrasi pada kepala, dada, atau perut; terjatuh melebihi
jarak 6 meter (dewasa) dan 3 meter (anak).
 Asesemen segera-kasus medis : dilakukan terhadap pasien yang tidak sadar,
delirium, atau disorientasi; berupa identifikasi segera kondisi yang berpotensi
mengancam nyawa.
 Asesmen terfokus-kasus trauma : dilakukan terhadap pasien yang tidak
mengalami cedera signifikan, dan telah dipastikan tidak memiliki cedera yang
dapat mengancam nyawa. Berfokus pada keluhan utama pasien.
 Asesmen terfokus-kasus medis : dilakukan pada pasien yang sadar, memiliki
orientasi baik, dan tidak mempunyai kondisi yang mengancam nyawa. Berfokus
pada keluhan utama pasien.
 Asesmen secara menyeluruh : hanya dilakukan jika terdapat jeda waktu di
tempat kejadian saat menunggu ambulans tiba atau pada saat transfer ke rumah
sakit / ruang rawat inap. Pemeriksaan dilakukan dari kepala-kaki untuk
mengidentifikasi masalah yang tidak mengancam nyawa yang dimiliki oleh
pasien.
 Asesmen berkelanjutan : dilakukan selama transfer atau perawatan terhadap
semua pasien, untuk mengidentifikasi adanya perubahan pada kondisi pasien,
berupa perburukan/perbaikan kondisi.
 Asesmen pediatrik adalah pengkajian yang dilakukan terhadap pasien anak-anak.
 Asesmen neurologis adalah pengkajian yang dilakukan untuk kasus cedera
kepala atau gangguan neurologis dengan berfokus kepada pemeriksaan status
kesadaran.
 Asesmen gizi adalah pengkajian yang dilakukan untuk mengetahui status gizi
pasien.
 Asesmen nyeri adalah pengkajian yang dilakukan untuk mengetahui dan
mengukur rasa nyeri yang dialami oleh pasien.
 Asesmen fungsional, termasuk di dalamnya asesmen resiko jatuh adalah
pengkajian terhadap kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-sehari
dan mengidentifikasi resiko kemungkinan jatuh pasien.
 Asesmen psikologis dan sosial ekonomi awal adalah pengkajian terhadap status
psikologis pasien (apakah pasien cemas, depresi, ketakutan atau berpotensial
agresif, menyakiti diri sendiri atau orang lain) dan pengkajian terhadap status
sosial ekonomi yang bisa mempengaruhi keadaan pasien.

II. RUANG LINGKUP


Ruang lingkup Pedoman Asesmen Rumah Sakit Hative meliputi
a. Asesmen pasien Gawat Darurat
Asesmen pasien gawat darurat adalah suatu proses yang dilakukan secara
sengaja, sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang
individu yang datang ke rumah sakit sesegera mungkin untuk mengidentifikasi
kondisi yang mengancam nyawa, melakukan intervensi secepat mungkin dan
menatalaksana cedera yang tidak mengancam nyawa serta manajemen transfer di
Instalasi Gawat Darurat.
b. Asemen pasien Rawat Jalan
Asesmen pasien rawat jalan adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja,
sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang individu
yang datang ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan medis dengan tujuan
untuk memperoleh pengamatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan
pelayanan kesehatan lainnya tanpa mengharuskan individu tersebut untuk
dirawat inap.
c. Asesmen pasien Rawat Inap
Asesmen pasien rawat inap adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja,
sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang individu
yang datang ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan medis dengan tujuan
untuk memperoleh pengamatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan
pelayanan kesehatan lainnya dimana keseluruhan proses ini membutuhkan
waktu yang lebih lama sehingga pasien harus tinggal untuk jangka waktu
tertentu di ruangan dalam rumah sakit.
III. TATALAKSANA
A. JENIS-JENIS ASESMEN

1. ASESMEN TEMPAT KEJADIAN

Asesmen tempat kejadian adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh


paramedis saat tiba di tempat kejadian.
Salah satu jenis pelayanan yang diberikan rumah sakit mencakup pelayanan
evakuasi atau penjemputan pasien dari luar rumah sakit. Lingkungan di luar
rumah sakit bisa merupakan suatu lingkungan yang dinamis sehingga paramedis
diharapkan dapat memberikan respons sesuai dengan keadaan yang bisa
berubah-ubah sewaktu-waktu. Terkadang keadaan pasien bisa dipersulit oleh
posisi dan lokasi pasien; dan seringkali pelayanan medis sulit dilakukan pada
keadaan yang tidak terkontrol.
Banyak faktor-faktor eksternal seperti iklim, cuaca, bahan-bahan berbahaya
dan lain-lainnya yang bisa mempengaruhi tindakan yang dilakukan. Informasi
dan pengetahuan yang cukup sangat diperlukan dalam kondisi ini. Informasi
yang berguna harus bisa diperoleh saat menerima permintaan pelayanan dari luar
rumah sakit. Informasi mengenai keadaan pasien, keadaan lingkungan sekitar,
lokasi dan posisi pasien bisa sangat membantu perencanaan tindakan yang akan
dilakukan.
Untuk itu, disusun suatu asesmen dalam memberikan pelayanan evakuasi
atau penjemputan pasien dari luar rumah sakit.
a) Amankan area
Saat tiba di tempat kejadian, segera amankan area sekitar lokasi pasien atau
korban. Pastikan paramedis mendapatkan area yang cukup luas untuk
melakukan tindakan dan hanya pihak-pihak yang dapat memberikan
informasi dan bantuan yang berguna yang diizinkan untuk berada di area
tempat kejadian.
b) Gunakan alat pelindung diri
Alat pelindung diri yang lengkap harus digunakan sebelum memberikan
bantuan kepada pasien atau korban. Alat pelindung diri digunakan harus
nyaman, ringan, aman dan dapat memberikan proteksi yang optimal. Alat
pelindung diri yang digunakan disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi.
Banyak paramedis yang mengalami cedera atau bahkan terbunuh karena
kurangnya perlindungan diri.
c) Kenali bahaya dan hindari cedera lebih lanjut
Amati lingkungan sekeliling. Berjalan dan bertindak dengan hati-hati. Kenali
kemungkinan-kemungkinan yang berbahaya, yang bisa mengancam
keselamatan penolong maupun yang bisa mencederai korban lebih lanjut.
Misalnya keadaan jalan (apakah bergelombang, mendaki atau menuru, ada
genangan air atau tidak), keadaan tangga, apakah ada gangguan listrik (kabel
listrik yang lepas), apakah ada lampu atau jendela atau bagian-bagian lain
yang bisa jatuh, apakah ada bahan-bahan beracun atau berbahaya dan
sebagainya.
d) Panggil bantuan (ambulans, polisi, pemadam kebakaran)
Paramedis tidak bisa bekerja sendiri. Terkadang ada kondisi-kondisi tertentu
yang memerlukan pertolongan atau bantuan dari orang lain seperti polisi atau
petugas pemadam kebakaran.
e) Observasi posisi pasien
Paramedis harus dapat menentukan apakah posisi pasien atau korban saat
ditemukan dapat dirubah atau tidak. Keputusan merubah posisi pasien harus
dilakukan setelah menganalisa keadaan pasien. Tempatkan pasien pada posisi
yang tepat sesuai dengan keadaan pasien.
f) Identifikasi mekanisme cedera
Paramedis harus memperhatikan cedera-cedera yang dialami oleh pasien dan
sebisa mungkin mencari tahu penyebab cedera-cedera tersebut. Mekanisme
cedera bisa memberikan gambaran yang lebih jelas dalam penanganan
selanjutnya.
g) Pertimbangkan stabilisasi leher dan tulang belakang
Pada pasien atau korban terutama trauma kepala atau korban jatuh dari
ketinggian selalu pertimbangkan tindakan untuk melindungi leher dan tulang
belakang.
h) Rencanakan strategi untuk melindungi barang bukti dari tempat kejadian
Barang bukti, bisa berupa apa saja, terkadang sangat penting dalam suatu
kejadian. Paramedis harus mengusahakan intervensi yang minimal terhadap
lingkungan sekitar pasien atau korban. Paramedis diharapkan dapat
mengidentifikasi hal-hal di sekeliling tempat kejadian yang berhubungan
dengan keadaan pasien.

2. ASESMEN AWAL

Asesmen awal adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan menangani


kondisi yang mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran pasien,
stabilisasi leher dan tulang belakang, menjaga patensi jalan napas, pernapasan,
dan sirkulasi.

Asesmen awal harus dilakukan pada saat kontak pertama dengan


pasien.Asesmen awal hendaknya dilakukan dengan cepat dan hanya memerlukan
waktu beberapa detik hingga satu menit. Asesmen awal yang cepat dan tepat
akan menghasilkan diagnosa awal yang dapat digunakan untuk menentukan
penanganan yang diperlukan oleh pasien.

Asesmen awal dan diagnosa awal menentukan apakah pasien membutuhkan


pelayanan segera-gawat darurat (label merah), sedang-gawat tidak darurat (label
kuning), ringan–darurat tidak gawat atau tidak gawat tidak darurat (label
hijau).Selain itu, asesmen awal dapat membantu menentukan apakah kondisi
pasien kritis, tidak stabil, berpotensi tidak stabil atau stabil.

Asesmen awal dapat membantu menentukan apakah pasien membutuhkan


pelayanan kesehatan gawat darurat, rawat jalan ataupun rawat inap.Sehingga
dengan adanya asesmen awal ini, pelayanan kesehatan terhadap pasien dapat
dilakukan secara optimal.

Panduan pelaksanaan asesmen awal adalah sebagai berikut :


a) Keadaan umum:
i. Identifikasi keluhan utama / mekanisme cedera
ii. Tentukan status kesadaran (dengan Glasgow Coma Scale-GCS) dan
orientasi
iii. Temukan dan atasi kondisi yang mengancam nyawa
Untuk pasien geriatri : Dementia pada geriatri dapat mempersulit
pengkajian status kesadarannya. Untuk informasi yang lebih akurat
dapat ditanyakan kepada keluarga atau pengasuh sehari-hari.
b) Jalan napas:
i. Pastikan patensi jalan napas (head tilt dan chin-lift pada pasien kasus
medik, dan jaw thrust pada pasien trauma).
ii. Fiksasi leher dan tulang belakang pada pasien dengan risiko cedera spinal
iii. Identifikasi adanya tanda sumbatan jalan napas (muntah, perdarahan, gigi
patah/hilang, trauma wajah)
iv. Gunakan oropharyngeal airway (OPA) / nasopharyngeal airway (NPA)
jika perlu.
c) Pernapasan:
i. Nilai ventilasi dan oksigenasi
ii. Buka baju dan observasi pergerakan dinding dada; nilai kecepatan dan
kedalaman napas
iii. Nilai ulang status kesadaran
iv. Berikan intervensi jika ventilasi dan atau oksigenasi tidak adekuat
(pernapasan < 12x/menit), berupa: oksigen tambahan, kantung
pernapasan (bag-valve mask), intubasi setelah ventilasi inisial (jika
perlu). Jangan menunda defibrilasi (jika diperlukan).
v. Identifikasi dan atasi masalah pernapasan lainnya yang mengancam
nyawa
d) Sirkulasi:
i. Nilai nadi dan mulai Resusitasi Jantung-Paru (RJP) jika diperlukan
1. Jika pasien tidak sadar, nilai arteri karotis
2. Jika pasien sadar, nilai arteri radialis dan bandingkan dengan arteri
karotis
3. Untuk pasien usia ≤ 1 tahun, nilai arteri brakialis3
ii. Atasi perdarahan yang mengancam nyawa dengan memberi tekanan
langsung (direct pressure) dengan kassa bersih.
iii. Palpasi arteri radialis : nilai kualitas (lemah/kuat), kecepatan denyut
(lambat, normal, cepat), teratur atau tidak.
iv. Identifikasi tanda hipoperfusi / hipoksia (capillary refill, warna kulit,
nilai ulang status kesadaran). Atasi hipoperfusi yang terjadi.
Untuk pasien geriatri : Pada pasien geriatri seringkali dijumpai denyut nadi
yang irreguler. Hal ini jarang sekali berbahaya. Akan tetapi frekuensi nadi,
baik itu takikardi (terlalu cepat) maupun bradikardi (terlalu lambat) dapat
mengancam nyawa.
e) Identifikasi prioritas pasien: Segera - Gawat Darurat (label merah),
Sedang - Gawat Tidak Darurat (label kuning), Ringan – Darurat Tidak
Gawat, Tidak Gawat Tidak Darurat (label hijau)
i. Pada pasien trauma yang mempunyai mekanisme cedera signifikan,
lakukan asesmen segera dan terfokus kasus trauma dan imobilisasi
spinal.
ii. Pada pasien medis yang tidak sadar, lakukan asesmen segera dan terfokus
kasus medis

3. ASESMEN SEGERA DAN TERFOKUS


Asesmen segera dan terfokus dilakukan setelah prioritas pasien ditentukan
saat asesmen awal. Pasien yang mengalami cedera signifikan atau pasien medis
yang tidak sadar memerlukan asesmen segera dan hendaknya dilakukan di
Instalasi Gawat darurat. Pasien medis yang sadar atau pasien trauma yang tidak
mengalami cedera signifikan dilakukan asesmen terfokus di Instalasi Gawat
Darurat atau di Instalasi Rawat Jalan, bila memungkinkan.
a) Asesmen segera : dilakukan pada pasien yang mengalami mekanisme cedera
signifikan atau pasien medis yang tidak sadar sambil mempersiapkan transfer
pasien.
i. Kasus Medis – Tidak Sadar
1. Pertahankan patensi jalan napas
2. Periksa kepala, leher, dada, abdomen, pelvis, anggota gerak, dan
tubuh bagian belakang
3. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna
4. Nilai SAMPLE:
a. S = sign& symptoms - tanda dan gejala, keluhan utama
b. A = alergi
c. M = medikasi / obat-obatan
d. P = penelusuran riwayat penyakit terkait
e. L = last oral intake / menstrual period – asupan makanan terkini /
periode mestruasi terakhir
f. E = etiologi penyakit
5. Inisiasi intervensi yang sesuai
6. Transfer sesegera mungkin
7. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
8. Lakukan asesmen berkelanjutan

ii. Kasus trauma : dilakukan pada pasien, baik sadar maupun tidak sadar,
yang mengalami mekanisme cedera signifikan untuk mengidentifikasi
cedera yang mengancam nyawa.
1. Imobilisasi spinal dengan collar-neck
2. Nilai status kesadaran dengan GCS
3. Nilai ventilasi dan oksigenasi
4. Periksa kepala, leher, dada, abdomen, pelvis, anggota gerak, dan
punggung belakang; menggunakan DCAP-BTLS:
a. D = deformitas
b. C = contusions – kontusio / krepitasi
c. A = abrasi
d. P = penetrasi / gerakan paradoks
e. B = burns – luka bakar
f. T = tenderness – nyeri
g. L = laserasi
h. S = swelling – bengkak
5. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna.
6. Nilai SAMPLE
7. Inisiasi intervensi yang sesuai
8. Transfer sesegera mungkin
9. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
10. Lakukan asesmen berkelanjutan

b. Asesmen terfokus : dilakukan pada pasien medis yang sadar atau pasien
yang tidak mengalami mekanisme cedera signifikan, dengan fokus pada
keluhan utama pasien dan pemeriksaan fisik terkait.
i. Kasus Medis
1. Asesmen berfokus pada keluhan utama
2. Telusuri riwayat penyakit sekarang (onset, pemicu, kualitas, penjalaran
nyeri, derajat keparahan, durasi)
3. Nilai SAMPLE
4. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna.
5. Inisiasi intervensi yang sesuai
6. Transfer sesegera mungkin
7. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
8. Lakukan asesmen berkelanjutan
ii. Trauma
1. Pemeriksaan berfokus pada area/ bagian tubuh yang mengalami cedera
dengan menggunakan DCAP-BTLS
2. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna.
3. Nilai SAMPLE
4. Inisiasi intervensi yang sesuai
5. Transfer sesegera mungkin
6. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
7. Lakukan asesmen berkelanjutan

4. ASESMEN SECARA MENYELURUH

Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh dan sistematis untuk

mengidentifikasi masalah yang tidak mengancam nyawa pada pasien tetapi dapat

meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

a) Nilai tanda vital


b) Kepala dan wajah:
i. Inspeksi: deformitas, asimetris, perdarahan
ii. Palpasi: deformitas, nyeri, krepitasi
iii. Nilai ulang potensi sumbatan jalan napas: gigi palsu, perdarahan, gigi
patah, muntah, tidak adanya refleks batuk
iv. Mata: isokoritas dan refleks cahaya pupil, benda asing, lensa kontak
v. Hidung: deformitas, perdarahan, sekret
vi. Telinga: perdarahan, sekret, hematoma di belakang telinga (Battle’s
sign)
c) Leher:
i. Nilai ulang deformitas dan nyeri, jika pasien tidak diimobilisasi
ii. Inspeksi adanya luka, distensi vena jugularis, penggunaan otot bantu
napas, perubahan suara.
iii. Palpasi adanya krepitasi, pergeseran posisi trakea
d) Dada:
i. Inspeksi adanya luka, pergerakan dinding dada, penggunaaan otot
bantu napas
ii. Palpasi adanya nyeri, luka, fraktur, krepitasi, ekspansi paru
iii. Perintahkan pasien untuk menarik napas dalam; inspeksi adanya nyeri,
kesimetrisan, keluarnya udara dari luka.
iv. Auskultasi: ronki, mengi (wheezing), penurunan suara napas pokok.
e) Abdomen:
i. Inspeksi: luka, hematoma, distensi
ii. Palpasi semua kuadran: nyeri, defans muscular
f) Pelvis dan genitourinarius:
i. Palpasi dan tekan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS) secara
bersamaan untuk menilai adanya nyeri, instabilitas, atau krepitasi
ii. Inspeksi dan palpasi: inkontinensia, priapismus, darah di meatus uretra
iii. Palpasi denyut arteri femoralis
g) Anggota gerak:
i. Inspeksi: angulasi, penonjolan tulang abnormal (protrusion), simetris
ii. Palpasi: nyeri, krepitasi
iii. Nilai nadi distal : intensitas (kuat/lemah), teratur, kecepatan (lambat,
normal, cepat)
iv. Nilai sensasi (saraf sensorik)
v. Nilai adanya kelemahan / parese (jika tidak ada kecurigaan fraktur):
perintahkan pasien untuk meremas tangan pemeriksa
vi. Nilai pergerakan anggota gerak (jika tidak ada kecurigaan fraktur)
h) Punggung:
i. Imobilisasi jika ada kecurigaan cedera tulang belakang.
ii. Palpasi: luka, fraktur, nyeri
iii. Nilai ulang fungsi motorik dan sensorik pasien
5. ASESMEN BERKELANJUTAN
Merupakan bagian dari asesmen ulang. Dilakukan pada semua pasien saat
transfer ke rumah sakit atau selama dirawat di rumah sakit.

 Tujuan:
i. Menilai adanya perubahan pada kondisi pasien yang mungkin
membutuhkan intervensi tambahan
ii. Mengevaluasi efektifitas intervensi sebelumnya
iii. Menilai ulang temuan klinis sebelumnya
 Pada pasien stabil: ulangi dan catat asesmen awal setiap 15 menit
 Pada pasien tidak stabil: ulangi dan catat asesmen awal setiap 5 menit
i. Nilai ulang status kesadaran
ii. Pertahankan patensi jalan napas
iii. Pantau kecepatan dan kualitas pernapasan
iv. Nilai ulang kecepatan dan kualitas denyut nadi
v. Pantau warna dan suhu kulit
vi. Nilai ulang dan catat tanda vital
 Ulangi asesmen terfokus sesuai dengan keluhan pasien
 Periksa intervensi:
i. Pastikan pemberian oksigen adekuat
ii. Manajemen perdarahan
iii. Pastikan intervensi lainnya adekuat

6. ASESMEN PEDIATRIK

 Penting untuk melakukan pemeriksaan sistematis karena anak sering tidak


dapat mengungkapkan keluhannya secara verbal.
 Amati adanya pergerakan spontan pasien terhadap area tertentu yang
dilindungi.

Tahapan asesmen berupa:


A. Asesmen pediatrik dengan tanda kegawatdaruratan, konsep ABCD
- Airway (Jalan napas) : Apakah jalan napas bebas? Sumbatan jalan napas
(stridor)
a) Bila terjadi aspirasi benda asing : lakukan back blows, chest thrusts atau
perasat Heimlich. Evaluasi mulut anak apakah ada bahan obstruksi yang
bias dikeluarkan.
b) Bila tidak ada aspirasi benda asing
i. Tidak ada dugaan trauma leher
Bayi/Anak sadar
 Lakukan Head tilt dan Chin lift
 Lihat rongga mulut dan keluarkan benda asing bila ada dan
bersihkan sekret dari rongga mulut
 Biarkan bayi/anak dalam posisi yang nyaman
Bayi/Anak tidak sadar

 Lakukan Head tilt dan Chin Lift


 Lihat rongga mulut dan keluarkan benda asing bila ada dan
bersihkan sekret dari rongga mulut
 Evaluasi jalan napas dengan melihat pergerakan dinding dada
ii. Ada dugaan trauma leher dan tulang belakang
 Stabilisasi leher dan gunakan Jaw thrust tanpa Head tilt
 Lihat rongga mulut dan keluarkan benda asing bila ada dan
bersihkan sekret dari rongga mulut
 Evaluasi jalan napas dengan melihat pergerakan dinding dada
Untuk pasien anak-anak : Pembukaan jalan napas pada pasien anak-anak
berbeda dengan dewasa. Kepala anak diletakkan dalam posisi normal,
tidak diekstensikan seperti pada pasien dewasa. Anak-anak hanya
membutuhkan sedikit ekstensi saja untuk membuka jalan napasnya.

- Breathing (Pernapasan) : Apakah ada kesulitan bernapas? Sesak napas


berat (retraksi dinding dada, merintih, sianosis)
 Berikan oksigen dengan menggunakan nasal cannule, kateter nasal atau
masker
 Bila anak masih tetap tidak bernapas atau bernapas tetapi tidak adekuat
setelah penatalaksaan jalan napas diatas, berikan napas bantuan dengan
menggunakan balon dan sungkup (bag and mask) dengan tetap
mempertahankan jalan napas bebas
Untuk pasien anak-anak : Harus diingat bahwa frekuensi pernapasan pada
pasien anak-anak normalnya lebih cepat bila dibandingkan dengan pasien
dewasa.

- Circulation (Sirkulasi) : Tanda syok (akral dingin, capillary refill> 2 detik,


nadi cepat dan lemah.
 Hentikan perdarahan
 Berikan oksigen
 Jaga anak tetap hangat
Bila tidak gizi buruk : Pasang infus dan berikan cairan secepatnya. Bila
akses iv perifer tidak berhasil, pasang intraoseus atau jugularis eksterna

Bila gizi buruk : Bila lemah atau tidak sadar, berikan glukosa iv dan
pasang infus serta berikan cairan. Bila tidak lemah atau tidak sadar (tidak
yakin syok), berikan glukosa oral atau per NGT.Lanjutkan segera untuk
pemeriksaan dan terapi selanjutnya.

Consciousness : Apakah anak dalam keadaan tidak sadar (Coma)?


Apakah kejang (Convulsion) atau gelisah (Confusion)?
 Bila kejang, berikan diazepam rectal.
 Posisikan anak tidak sadar
 Berikan glukosa iv
Untuk pasien anak-anak :
 Frekuensi nadi pada pasien anak-anak normalnya lebih cepat
dibandingkan dengan pasien dewasa.
 Pada pasien anak-anak, harus dilakukan pemeriksaan capillary
refilling time. Biasanya kurang dari 2 detik. Pada bayi dan anak-anak,
mekanisme kompensasi saat kehilangan cairan masih bisa berjalan
dengan sangat baik sehingga terkadang bayi dan anak-anak bisa saja
menunjukkan tanda-tanda dan gejala yang masih stabil. Akan tetapi,
shock bisa terjadi dengan cepat secara tiba-tiba. Oleh karena itu,
pemeriksaan capillary refilling time bisa sangat membantu untuk
mengkaji lebih cepat keadaan sirkulasi bayi dan anak-anak.
- Dehydration (Dehidrasi) : Tanda dehidrasi berat pada anak dengan diare
(lemah, mata cekung, turgor menurun)
Bila tidak gizi buruk : pasang infus dan berikan cairan secepatnya. Terapi
diarenya.
Bila gizi buruk : jangan pasang infus (bila tanpa syok /tidak yakin syok).
Lanjutkan segera untuk pemeriksaan dan terapi definitif

B. Asesmen pediatrik dengan tanda proritas


Anak ini perlu segera mendapatkan pemeriksaan dan penanganan
(konsep 4T3PR MOB)
Tiny baby (bayi kecil < 2 bulan Respiratory distress (distress
pernapasan)

Temperature : anak sangat panas Restless, irritable, or lethargic


(gelisah, mudah marah, lemah)

Trauma (trauma atau kondisi Referral (rujukan segera)


yang perlu tindakan bedah
segera)
Trismus Malnutrition (gizi buruk)

Pallor (sangat pucat) Oedema (edema kedua punggung


kaki)

Poisoning (keracunan) Burns (luka bakar luas)

Pain (nyeri hebat)

Anak dengan tanda prioritas harus didahulukan untuk mendapatkan


pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut dengan segera. Bila ada trauma atau
masalah bedah lain, segera cari pertolongan bedah.

C. Asesmen pediatrik tidak gawat


Lanjutkan dengan pemeriksaan dan penatalaksanaan sesuai prioritas anak
a) Keadaan umum:
i. tingkat kesadaran, kontak mata, perhatian terhadap lingkungan sekitar
ii. tonus otot: normal, meningkat, menurun / flaksid
iii. respons kepada orang tua / pengasuh: gelisah, menyenangkan
b) Kepala:
i. tanda trauma
ii. ubun-ubun besar (jika masih terbuka): cekung atau menonjol
c) Wajah:
i. pupil: ukuran, kesimetrisan, refleks cahaya
ii. hidrasi: air mata, kelembaban mukosa mulut
d) Leher: kaku kuduk
e) Dada:
i. stridor, retraksi sela iga, peningkatan usaha napas
ii. auskultasi: suara napas meningkat/menurun, simetris kiri dan kanan,
ronki, mengi (wheezing); bunyi jantung: regular, kecepatan, murmur
f) Abdomen: distensi, kaku, nyeri, hematoma
g) Anggota gerak:
i.nadi brakialis
ii.tanda trauma
iii.tonus otot, pergerakan simetris
iv.suhu dan warna kulit, capillary refill
v.nyeri, gerakan terbatas akibat nyeri
h) Pemeriksaan neurologis

7. ASESMEN NEUROLOGIS

 Dilakukan pada pasien dengan cedera kepala atau gangguan neurologis.


 Pemeriksaaan status neurologi awal digunakan sebagai dasar untuk memantau
kondisi pasien selanjutnya
 Tahapan asesmen berupa:
a) Tanda vital: nilai keadekuatan ventilasi (kedalaman, kecepatan,
keteraturan, usaha napas)
b) Mata: ukuran dan refleks cahaya pupil
c) Pergerakan: apakah keempat ekstremitas bergerak simetris
d) Sensasi: nilai adanya sensasi abnormal (curiga cedera spinal)
e) Status kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS): secara akurat
menggambarkan fungsi serebri.
Pada anak kecil, GCS sulit dilakukan. Anak yang kesadarannya baik dapat
memfokuskan pandangan mata dan mengikuti gerakan tangan pemeriksa,
merespons terhadap stimulus yang diberikan, memiliki tonus otot normal dan
tangisan normal.

Glasgow Coma Scale Dewasa


Mata Terbuka spontan 4

Terbuka saat dipanggil/diperintahkan 3

Terbuka terhadap rangsang nyeri 2

Tidak merespons 1

Verbal Orientasi baik 5

Disorientasi / bingung 4

Jawaban tidak sesuai 3

Suara yang tidak dapat dimengerti (erangan, teriakan) 2

Tidak merespons 1

Pergerakan Mengikuti perintah 6

Melokalisasi nyeri 5

Menarik diri (withdraw) dari rangsang nyeri 4

Fleksi abnormal anggota gerak terhadap rangsang nyeri 3

Ekstensi abnormal anggota gerak terhadap rangsang 2


nyeri
Tidak merespons 1

Total skor: mata + verbal + pergerakan = 3-15


 Skor 13 – 15 = ringan
 Skor 9 – 12 = sedang
 Skor 3 – 8 = berat
Glasgow Coma Scale Anak
> usia 2 tahun < usia 2 tahun skor

Mata Terbuka spontan Terbuka spontan 4

Terbuka terhadap suara Terbuka saat dipanggil 3

Terbuka terhadap rangsang nyeri Terbuka terhadap rangsang 2


nyeri
Tidak merespons Tidak merespons 1

Verbal Orientasi baik Berceloteh 5

Disorientasi / bingung Menangis, gelisah 4

Jawaban tidak sesuai Menangis terhadap rangsang 3


nyeri
Suara yang tidak dapat dimengerti Merintih, mengerang 2
(erangan, teriakan)
Tidak merespons Tidak merespons 1

Pergerakan Mengikuti perintah Pergerakan normal 6

Melokalisasi nyeri Menarik diri (withdraw) 5


terhadap sentuhan
Menarik diri (withdraw) dari Menarik diri (withdraw) dari 4
rangsang nyeri rangsang nyeri
Fleksi abnormal anggota gerak Fleksi abnormal anggota gerak 3
terhadap rangsang nyeri terhadap rangsang nyeri
Ekstensi abnormal anggota gerak Ekstensi abnormal anggota 2
terhadap rangsang nyeri gerak terhadap rangsang nyeri
Tidak merespons Tidak merespons 1

Total skor: mata + verbal + pergerakan = 3-15


 Skor 13 – 15 = ringan
 Skor 9 – 12 = sedang
 Skor 3 – 8 = berat
8. ASESMEN NUTRISI

A. Kaji status gizi pasien dengan metode skrining, sebagai berikut :


1. Menanyakan identitas pasien ( nama, umur, jenis kelamin )
2. Menanyakan riwayat penyakit pasien :
a. Penyakit sekarang, penyakit yang pernah di derita
b. Hamil ; berat badan menyimpang dari normal
c. Anorexia
d. Mual, muntah
e. Keadaan yang memerlukan penambahan/pengurangan zat gizi
tertentu, seperti ; kanker, mal absorbs, diare
3. Menanyakan riwayat gizi pasien :
a. Gangguan mengunyah /menelan, nafsu makan
b. Sering jajan/makan di luar rumah
c. Intake makanan
d. Berdiet yang memungkinkan terjadinya defisiensi gizi, seperti ;
makan cair lebih dari 3 hari, berdiet ketat
4. Tanyakan riwayat sosial pasien ( pendidikan, pekerjaan, penghasilan )
5. Antropometri :
a. Status nutrisi pada dewasa dapat dinilai dengan cara :
 Ukur tinggi badan dengan alat pengukur tinggi badan
 Timbang berat badan dengan timbangan berat badan
 Hitung berat badan ideal
- BB Ideal ( Kg ) = ( Tinggi Badan dalam cm – 100 – 10 % )
atau
- BB Relatif ( % ) = BB x 100 %
( TB-100 )
- IMT = Berat Badan ( kg )
Tinggi Badan ( m² )
 Nilai status gizi
- BB Ideal
> 20 %, Obesitas
> 11 %, Over Weight
9 – 11 %, Ideal
7 – 9 %, Under Weight
< 7 %, Severe Under Weight
- BB Relatif
>120 %, Obesitas
>110 %, Over Weight
90 – 110, Normal
<90, Under Weight
- IMT
>27, Obesitas
>25 – 27, Over Weight
>18,5 – 25, Normal
17 – 18,5, Under Weight
<17, Severe Under Weight

Pengukuran alternative

Jika tinggi badan dan berat badan tidak diketahui, untuk memperkirakan IMT,
dapat menggunakan pengukuran lingkar lengan atas ( LLA )
 Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90o terhadap siku, dengan
lengan atas paralel di sisi tubuh. Ukur jarak antara tonjolan tulang bahu
(akromion) dengan siku (olekranon). Tandai titik tengahnya.
 Perintahkan pasien untuk merelaksasikan lengan atasnya, ukur lingkar
lengan atas di titik tengah, pastikan pita pengukur tidak terlalu menempel
terlalu ketat

LLA < 23,5 cm = perkiraan IMT < 20 kg/m2


LLA > 32 cm = perkiraan IMT > 30 kg/m2
b. Pada anak – anak : pertumbuhan di bawah atau di atas
normal di lihat dari standar PB/BB/umur dan BB/umur
6. Menanyakan riwayat obat yang sering digunakan :
- Penurun tekanan darah
- Vitamin dan mineral
7. Menayakan data laboratorium ( Hb, GDS, SGOT, SGPT )

B. Bila telah diidentifikasi adanya masalah gizi, dan memerlukan assesmen


lebih mendalam/lanjut untuk mengidentifikasikan pasien yang
membutuhkan intervensi nutrisional maka perlu dikonsulkan atau di
rujuk ke ahli gizi.
C. Ahli gizi malakukan terapi gizi/ asuhan gizi

9. ASESMEN NYERI

Nyeri Merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang


tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata
atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan. Dan bersifat
subyektif dimana individu mempelajari apa itu nyeri, melalui pengalaman
yang langsung berhubungan dengan luka, yang dimulai dari awal masa
kehidupannya.

Asesmen nyeri dilakukan kepada setiap pasien baik di Instalasi Gawat


Darurat, Instalasi Rawat Jalan maupun Instalasi Rawat Inap.

Tatalaksana asesmen nyeri :

 Perawat atau dokter melakukan asesmen awal mengenai nyeri terhadap


semua pasien yang datang kebagian IGD, poliklinik, ataupun pasien
rawat inap.
 Asesmen nyeri menggunakan NRS (Numerical Rating Scale)
1. Indikasi : digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia >7 tahun
yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri
yang dirasakannya.
2. Instruksi : pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang
dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
0. Tidak ada nyeri.

1. Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan

2. Nyeri seperti melilit atau terpukul.

3. Nyeri seperti perih atau mules.

4. Nyeri seperti kram atau kaku

5. Nyeri seperti tertekan atau bergerak.


6. Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk

7,8,9. Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien dengan
aktifitas yang bisa dilakukan.
10. Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh pasien.

 Asesmen nyeri menggunakan VAS(Visual Analog Scale)


1. Indikasi: Digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 7 tahun
yang dapat menilai intensitas nyerinya sendiri dengan melihat mistar
nyeri yang diberikan petugas.
2. Instruksi: Perawat meminta pasien menentukan intensitas nyeri yang
dirasakannya dengan mistar nyeri gambar wajah yang bisa
dilambangkan dengan angka antara 0 -10.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
 Metode NRS dan VAS tidak dapat digunakan untuk semua pasien karena
skala tersebut tidak efektif pada pasien yang memiliki gangguan kognitif
atau motorik, pasien yang tidak responsif, anak usia muda, pasien umur
tua. Untuk pasien-pasien tersebut bisa digunakan skala nyeri Wong
Baker Faces Pain Scale.

 Asesmen nyeri menggunakan WONG BAKER FACES PAIN SCALE


(gambar wajah tersenyum – cemberut – menangis)
1. Indikasi: Digunakan pada pasien 3-7 tahun , pasien dewasa yang tidak
kooperatif , pasien manula, pasien lemah , pasien dengan gangguan
konsentrasi, pasien nyeri hebat, pasien kritis .
2. Instruksi: Perawat menilai intensitas nyeri pasien dengan cara melihat
mimik wajah dan diberi score antara 0-10.

0 2 4 6 8 10
0 : Tidak ada nyeri
2 : Nyeri dirasakan sedikit saja
4 : Nyeri dirasakan hilang timbul
6 : Nyeri dirasakan lebih banyak
8 : Nyeri dirasakan secara keseluruhan
10 : Nyeri sekali dan menangis

 Asesmen nyeri menggunakan FLACC (Face, Legs, Activity, Cry,


Consolability)
1. Indikasi: Digunakan pada pasien anak berusia 6 bulan – 3 tahun.
2. Instruksi: Perawat menilai intensitas nyeri dengan cara melihat mimik
wajah, gerakan kaki, aktivitas, menangis dan berbicara atau bersuara.
SCORE
KATEGORI
0 1 2
Ekspresi wajah normal Ekspresi wajah, kadang Sering meringis, menggertakkan
WAJAH meringis menahan sakit gigi menahan sakit
Posisi anggota gerak Anggota gerak bawah (lower Anggota gerak bawah (lower
ANGGOTA GERAK
bawah (lower ekstremitas) kaku, gelisah ekstremitas) menendang -
BAWAH (LOWER
ekstremits) normal atau nendang
EXTREMITAS)
rileks
Berbaring tenang, posisi Gelisah, berguling-guling Kaku, gerakan abnormal (posisi
AKTIVITAS normal, gerakan normal tubuh melengkung atau gerakan
menyentak)
Tidak menangis Mengerang atau merengek, Menangis terus-menerus,
(tenang) kadang-kadang mengeluh menjerit, sering kali mengeluh
MENANGIS

Bicara atau bersuara Tenang setelah dipegang, Sulit ditenangkan dengan kata-
BICARA ATAU normal,sesuai usia dipeluk, digendong atau kata atau pelukan
BERSUARA diajak bicara

0 : Rileks dan nyaman


1-3 : Kurang nyaman
4-6 : Nyeri sedang
7-10 : Nyeri berat/tidak nyaman atau kedua-duanya

 Asesmen nyeri menggunakan Skala Nyeri Menangis (Cries Pain Scale)


1. Indikasi : digunakan untuk menilai skala nyeri pada usia 0-6 bulan
2. Instruksi : Perawat menilai intensitas nyeri dengan mengobservasi
neonatus terhadap reaksi menangis, kebutuhan O2, peningkatan tanda
vital, ekspresi wajah dan tidur.
Menangis
0 : Tidak menangis atau menangis dengan nada tinggi (melengking)
1 : Menangis dengan nada tinggi namun bayi mudah ditenangkan
2 : Menangis dengan nada tinggi tetapi bayi tidak dapat ditenangkan
Kebutuhan O2 untuk SaO2 < 95%
0 : Tidak memerlukan oksigen
1 : Oksigen yang diperlukan < 30%
2 : Oksigen yang diperlukan > 30%
Peningkatan tanda-tanda vital (TD dan HR)
0 : Nadi atau tekanan darah tidak berubah atau dibawah nilai normal
1 : Nadi atau tekanan darah meningkat tetapi masih dibawah < 20% nilai dasar
2 : Nadi atau tekanan darah meningkat diatas > 20% nilai dasar
Ekspresi Wajah
0 : Tidak ada ekspresi wajah meringis
1 : Wajah meringis
2 : Wajah meringis, menangis tanpa bersuara
Tidur
0 : Bayi tidur nyenyak
1 : Bayi kadang terbangun
2 : Bayi seringkali terbangun
TOTAL SCORE

 Setelah selesai menentukan score intensitas nyeri, lanjutkan dengan


menentukan tipe nyeri apakah termasuk nyeri ringan, sedang, berat atau
sangat berat.
 Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri kepada pasien.
 Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri :
a. Lokasi nyeri.
b. Kualitas dan atau penjalaran/penyebaran.
c. Onset, durasi, dan faktor pemicu.
d. Riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya.
e. Efek nyeri terhadap aktivitas sehari – hari.
f. Obat- obatan yang dikonsumsi pasien.
 Pada pasien dalam pengaruh obat anastesi atau dalam kondisi sedasi
sedang, asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien
menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.
 Asesmen ulang nyeri : dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari
beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut :
a. Lakukan asesmen nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien.
b. Dilakukan pada : pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah
tatalaksana nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/bangun),
pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien,
dan sebelum pulang dari rumah sakit.
c. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan
asesmen ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat – obat
intravena.
d. Pada nyeri akut lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah
pemberian obat.

Manajemen nyeri :

 Perawat di rawat inap harus melapor ke dokter yang merawat bila ada pasien
rawat inap yang mengeluh nyeri setelah melakukan asesmen nyeri. Berikan
analgesik sesuai dengan anjuran dokter.
 Pada pasien yang kesakitan (nyeri hebat) segera laporkan ke dokter yang
merawat atau dokter jaga ruangan untuk segera mendapatkan terapi dan asesmen
lebih lanjut oleh dokter .
 Perawat secara rutin (setiap 4 jam) mengevaluasi tatalaksana nyeri kepada
pasien yang sadar/bangun.
 Tatalaksana nyeri diberikan pada intensitas nyeri ≥4. Pada nyeri akut asesmen
dilakukan tiap 30 menit -1 jam setelah tatalaksana sampai intensitas nyeri ≤ 3.
Bila nyeri tidak berkurang laporkan kembali ke dokter yang merawat.
 Sebisa mungkin, berikan analgesik melalui jalur yang paling tidak menimbulkan
nyeri.
 Nilai ulang efektivitas pengobatan.
 Tatalaksana non – farmakologi :
a. Berikan heat/cold pack
b. Lakukan reposisi, mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien
c. Lakukan relaksasi, seperti tarik napas dalam, bernapas dengan irama/pola
teratur, dan atau meditasi pernapasan yang menenangkan
d. Distraksi/pengalih perhatian.
 Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai :
a) Penyakitnya dan perawatan penyakit dirumah.
b) Faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab nyeri.
c) Dalam hal posisi tubuh sebagai penyebab nyeri.
d) Dalam hal diet kalau ada
e) Menenangkan ketakutan pasien
f) Tatalaksana nyeri
g) Anjurkan untuk segera melaporkan kepada petugas jika merasa nyeri
sebelum rasa nyeri tersebut bertambah parah.

10. ASESMEN RESIKO JATUH

a. Asesmen Awal / Skrining


- Perawat akan melakukan penilaian dengan Asesmen Resiko Jatuh
Skala Morse dalam waktu 4 jam dari pasien masuk Rumah Sakit dan
mencatat hasil asesmen.
- Menentukan kategori resiko jatuh ( rendah : 0-24, sedang : 25-44,
tinggi : >45 )
- Rencana tindakan akan segera disusun, diimplementasikan, dan
dicatat didalam Rencana Keperawatan dalam waktu 2 jam setelah
skrining.
- Skrining farmasi dan fisioterpi dilakukan jika terdapat adanya resiko
jatuh pada pasien.
ASESMEN RESIKO JATUH MENGGUNAKAN ‘SKALA MORSE’

Nama Pasien : Tanggal :

RM : Pukul :

Faktor Risiko Skala Poin skor pasien

Riwayat jatuh (dalam waktu Ya 25


dekat atau 12 bulan terakhir)
Tidak 0

Diagnosis sekunder (≥ 2 Ya 15
diagnosis medis)
Tidak 0

Alat bantu Berpegangan pada perabot 30

Tongkat/alat penopang 15

Tidak ada/kursi roda/perawat/tirah


0
baring

Terpasang infus Ya 20

Tidak 0

Gaya berjalan Terganggu 20

Lemah 10

Normal/tirah baring/imobilisasi 0

Status mental Sering lupa akan keterbatasan yang


15
dimiliki

Sadar akan kemampuan diri sendiri 0

Total

Kategori:

Resiko tinggi = ≥ 45

Resiko sedang = 25 – 44

Resiko rendah = 0 – 24

Nama Perawat :…….. Tanda Tangan :……….


PETUNJUK PENGGUNAAN ASESMEN RESIKO JATUH MORSE

Riwayat jatuh :

Jika pasien mengalami kejadian jatuh saat masuk rumah sakit atau terdapat riwayat
kejadian jatuh fisiologis dalam 12 bulan terakhir ini seperti pingsan atau gangguan gaya
berjalan, berikan skor 25. Jika pasien tidak mengalami jatuh, berikan skor 0.

Diagnosis sekunder :

Jika pasien memiliki lebih dari satu diagnosis medis, berikan skor 15; jika tidak, berikan
skor 0.

Alat bantu :

Jika pasien berpegangan pada perabot untuk berjalan, berikan skor 30.Jika pasien
menggunakan tongkat / alat penopang, berikan skor 15. Jik pasien dapat berjalan tanpa
alat bantu, berikan skor 0.

Terapi intravena (terpasang infus) :

Jika pasien terpasang infus, berikan skor 20; jika tidak, berikan skor 0.

Gaya berjalan :

 Jika pasien mengalami gangguan gaya berjalan; mengalami kesulitan untuk


bangun dari kursi, menggunakan bantalan tangan kursi untuk mendorong
tubuhnya, kepala menunduk, pandangan mata terfokus pada lantai, memerlukan
bantuan sedang–total untuk menjaga keseimbangan dengan berpegangan pada
perabot, orang, atau alat bantu berjalan, dan langkah-langkahnya pendek; berikan
skor 20.
 Jika pasien memiliki gaya berjalan yang lemah; pasien membungkuk; tidak dapat
mengangkat kepala tanpa kehilangan keseimbangan, atau memerlukan bantuan
ringan untuk berjalan; dan langkah-langkahnya pendek; berikan skor 10.
 Jika pasien memiliki gaya berjalan normal, berikan skor 0
Status mental :

Identifikasi asesmen pasien terhadap dirinya sendiri mengenai kemampuannya untuk


berjalan.Jika pasien mempunyai over-estimasi terhadap kemampuan fisiknya, berikan
skor 15.Jika asesmen pasien sesuai dengan kemampuan sebenarnya, berikan skor 0.

b. Asesmen Ulang
- Setiap pasien akan dilakukan asesmen ulang Resiko Jatuh setiap 2 kali
sehari, saat transfer ke unit lain, adanya perubahan kondisi pasien,
adanya kejadian jatuh pada pasien.
- Penilaian resiko jatuh akan diperbaharui sesuai dengan hasil asesmen
ulang.
- Untuk mengubah kategori dari resiko tinggi ke resiko rendah,
diperlukan skor < 25 dalam 2 kali pemeriksaan berturut – turut

c. Tatalaksana
1. Tindakan pencegahan umum (untuk semua kategori):
a. Pastikan posisi pagar pengaman tempat tidur terpasang dengan baik
pada pasien yang ditransfer dengan brancard/tempat tidur
b. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
c. Posisikan tempat tidur serendah mungkin, roda terkunci, kedua sisi
pegangan tempat tidur tepasang dengan baik
d. Pastikan ruangan rapi, jalur ke kamar kecil bebas hambatan dan
terang
e. Pastikan bel tempat tidur berfungsi dan dalam jangkauan pasien.
Memanggil petugas dengan bel.
f. Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (telepon genggam,
air minum, kacamata)
g. Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan pasien)
h. Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
i. Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar (pastikan
bersih dan berfungsi)
j. Pantau efek obat-obatan
k. Anjurkan kepada pasien memakai alas kaki anti selip.
l. Amati lingkungan yang berpotensi tidak aman dan segera laporkan
untuk perbaikan.
m. Sediakan dukungan emosional dan psikologis
n. Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keluarga
2. Kategori risiko tinggi : lakukan tindakan pencegahan umum dan
hal-hal berikut ini.

a. Beri tulisan di depan kamar pasien ‘Pencegahan Jatuh’


b. Beri penanda berupa gelang berwarna kuning yang dipakaikan di
pergelangan tangan pasien
c. Tawarkan bantuan ke kamar mandi / penggunaan pispot setiap 2
jam (saat pasien bangun), dan secara periodik (saat malam hari)
d. Kunjungi dan amati pasien setiap 2 jam oleh petugas medis
e. Pasang aling-aling di kedua sisi pagar pengaman tempat tidur
f. Lakukan restrain (untuk pasien dengan kondisi gelisah dan tidak
koperatif)
g. Nilai kebutuhan akan:
i. Fisioterapi dan terapi okupasi
ii. Alarm tempat tidur
iii. Tempat tidur rendah (khusus)
iv. Lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawat (nurse
station)

11. ASESMEN FUNGSIONAL

Informasi yang di dapat pada asesmen awal melalui penerapan kriteria


skrining/penyaringan dapat memberi indikasi bahwa pasien membutuhkan
asesmen lebih lanjut atau lebih mendalam tentang status fungsional.
Asesmen lebih mendalam ini mungkin penting untuk mengidentifikasi
pasien yang membutuhkan pelayanan rehabilitasi medis atau pelayanan lain
terkait dengan kemampuan fungsi yang independen atau pada kondisi
potensial yang terbaik.
Untuk itu dikembangkan suatu instrumen skrining untuk status
fungsional pasien.Status fungsional adalah pengkajian terhadap kemampuan
pasien untuk melakukan aktifitas sehari-sehari.

Panduan dalam melakukan asesmen untuk skrining status fungsional


adalah sebagai berikut :

1. Perawat menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien (atau orang


yang dapat mewakili pasien).
2. Perawat memberitahu bahwa akan menanyakan beberapa hal berkaitan
dengan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari. Perawat ingin
mengetahui apakah pasien mampu untuk melakukan kegiatan-kegiatan
itu secara mandiri tanpa bantuan, dengan bantuan atau bahkan sama
sekali tidak bisa melakukan kegiatan-kegiatan tersebut sama sekali
sesuai dengan kondisi pasien saat ini.
3. Perawat akan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan melakukan
penilaian sesuai dengan yang ditetapkan di bawah ini
N Pertanyaan Skor Penilaian
o
1 Dapatkah anda melakukan pekerjaan rumah tangga..
Tanpa bantuan (dapat membersihkan lantai, dan lain-lain)? 2
Dengan bantuan (dapat melakukan pekerjaan ringan tetapi 1
membutuhkan bantuan untuk pekerjaan berat)?
Atau tidak mampu melakukan sama sekali? 0
2 Dapatkah anda melakukan perjalanan jauh..
Tanpa bantuan (dapat mengemudi sendiri, bepergian 2
sendiri dengan bus atau taksi
Dengan bantuan (membutuhkan bantuan seseorang atau 1
ditemani saat bepergian)
Atau tidak mampu melakukan sama sekali kecuali dalam 0
keadaan emergensi dengan pengaturan khusus seperti
menggunakan ambulans
3 Dapatkah anda pergi berbelanja kebutuhan rumah tangga
atau pakaian..
Tanpa bantuan (dapat berbelanja seluruh keperluan sendiri) 2
Dengan bantuan (membutuhkan seseorang untuk 1
menemani berbelanja)
Atau tidak mampu berbelanja sama sekali 0
4 Dapatkan anda minum obat sendiri..
Tanpa bantuan (dengan dosis yang tepat dan waktu yang 2
tepat)
Dengan bantuan (mampu minum obat sendiri jika ada 1
seseorang yang menyiapkan dan/atau mengingatkan anda
untuk minum obat)
Atau tidak mampu minum obat sendiri sama sekali 0
5 Dapatkah anda mengelola keuangan anda sendiri..
Tanpa bantuan (bayar tagihan, menghitung uang, dan lain- 2
lain)
Dengan bantuan (mampu mengurus keuangan sehari-hari 1
tetapi membutuhkan seseorang untuk membayar tagihan
dan urusan keuangan yang lebih berat)
Tidak mampu mengurus keuangan sama sekali 0
Tidak perlu menanyakan 2 pertanyaan berikut ini jika pasien mendapat skor 2 pada semua
pertanyaan diatas (dapat melakukan semua aktifitas diatas tanpa bantuan). Pada pasien
yang mendapatkan skor 2 untuk semua hal diatas maka berikan penilaian angka 9 untuk
menunjukkan bahwa anda tidak menanyakan 2 pertanyaan dibawah ini.
6 Dapatkah anda berjalan..
Tanpa bantuan (atau dengan tongkat dan sejenisnya) 2
Dengan bantuan dari seseorang atau dengan penggunaan 1
walker, atau crutchesdan lainnya
Atau tidak mampu berjalan sama sekali 0
7 Dapatkan anda mandi..
Tanpa bantuan 2
Dengan bantuan (membutuhkan bantuan seseorang untuk 1
pergi ke kamar mandi)
Atau tidak mampu mandi sendiri sama sekali 0

Catatan :

 Jika tidak dapat dijawab, skor X


 Beri penilaian berdasarkan apa yang mereka mampu lakukan sekarang. Dalam
mengkaji kemampuan, perhitungkan bukan hanya fungsi secara fisik saja tetapi
juga fungsi kognitif (seperti masalah yang ditimbulkan karena dementia atau
ketidakmampuan intelektual) dan perilaku (seperti perilaku agresif yang tidak
dapat diprediksi). Pada pasien yang hanya bisa menyelesaikan suatu pekerjaan
secara verbal saja tidak bole dianggap mandiri (hanya diberikan skor 1). Dalam
memberikan penilaian terhadap hal yang irrelevant (sebagai contoh tidak ada
toko yang dekat atau tidak sedang mengkonsumsi obat), berikan penilaian sesuai
kemampuan mereka jika hal-hal tersebut terjadi pada mereka.
 Nomor 6 (berjalan). Pasien yang menggunakan kursi roda diberi skor 1 jika
mereka bisa menggunakannya secara mandiri atau skor 0 jika tidak mampu
mandiri.

4. Perawat kemudian akan melengkapi pertanyaan-pertanyaan berikut


ini berdasarkan informasi-informasi yang ada, bisa berupa hasil dari
pengkajian atau pengamatan terhadap pasien, dari surat rujukan,
catatan pasien atau dari informasi yang diberikan oleh teman,
keluarga atau sumber rujukan. Perlu diperhatikan bahwa pertanyaan-
pertanyaan berikut ini tidak ditanyakan kepada pasien.
No Pertanyaan Penilaian
skor
8 Apakah pasien mempunyai masalah dengan daya ingat atau
kebingungan?
Tidak – skor 2
Ya – skor 0
9 Apakah pasien mempunyai masalah dengan prilaku seperti
agresif, melamun atau gelisah?
Tidak – skor 2
Ya – skor 0

5. Sesuai dengan hasil penilaian maka pasien akan dirujuk ke


Rehabilitasi Medis untuk mendapatkan asesmen lanjutan terhadap
fungsi :
a. Domestik
Jika pasien hanya dapat melakukan kurang dari 3 aktifitas
tanpa bantuan dari orang lain (Lihat terutama pada
pertanyaan no. 1 sampai no. 5. Hitung jumlah pertanyaan
yang mendapat skor 2 yaitu jumlah aktifitas yang dapat
dilakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.

b. Self care
Jika pasien mendapat skor < 2 pada pertanyaan no. 6
(mobilitas) atau no.7 (mandi)
c. Kognitif
Jika :
 Pasien mendapat skor < 2 pada pertanyaan no. 4 (minum
obat) atau no. 5 (pengaturan keuangan) dan telah
dipastikan bahwa pasien tidak mempunyai cacat fisik atau
masalah dengan bahasa yang bisa mempengaruhi jawaban
atas pertanyaan ini.
 Pasien mendapat skor 0 pada pertanyaan no. 8

d. Perilaku
Jika :
 Pasien mendapat skor < 2 pada pertanyaan no. 4 (minum
obat) atau no. 5 (pengaturan keuangan) dan telah
dipastikan bahwa pasien tidak mempunyai cacat fisik atau
masalah dengan bahasa yang bisa mempengaruhi jawaban
atas pertanyaan ini.
 Pasien mendapatkan skor 0 pada pertanyaan no. 9

12. ASESMEN PSIKOLOGIS DAN SOSIAL DAN EKONOMIS AWAL

Asesmen psikologis menetapkan status emosional (contoh : pasien


depresi, ketakutan atau agresif dan potensial menyakiti diri sendiri atau orang
lain). Pengumpulan informasi sosial tidak dimaksud untuk mengelompokkan
pasien. Tetapi, keadaan sosial pasien, budaya, keluarga dan ekonomi
merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
penyakit dan pengobatannya. Keluarga dapat sangat menolong dalam asesmen
untuk perihal tersebut dan untuk memahami keinginan dan preferensi pasien
dalam proses asesmen ini. Setiap pasien wajib dikaji status emosionalnya.

Faktor ekonomis dinilai sebagai bagian dari asesmen sosial atau secara
terpisah bila pasien atau keluarganya yang bertanggung jawab terhadap seluruh
biaya atau sebagian dari biaya selama dirawat atau waktu keluar dari rumah
sakit. Berbagai staf yang berkualifikasi memadai dapat terlibat dalam proses
asesmen ini. Faktor terpenting adalah bahwa asesmen lengkap dan tersedia
bagi mereka yang merawat pasien. Asesmen ekonomis dapat dikaji melalui
data sosial pasien yang mencakup pekerjaan dan status pembiayaan (pribadi
atau asuransi/perusahaan)

Asesmen psikososial ini dikaji terhadap pasien rawat jalan dan rawat inap
dalam asesmen awal keperawatan.

13. ASESMEN POPULASI TERTENTU

Anak-anak Wanita dalam proses


melahirkan

Dewasa muda Wanita dalam proses terminasi


kehamilan

Orang tua Pasien dengan kelainan


emosional atau gangguan jiwa

Sakit terminal Pasien dengan ketergantungan


obat

Pasien kesakitan dan sakit Pasien terlantar atau disakiti


kronis dan intens

Pasien dengan infeksi atau Pasien yang mendapatkan


penyakit menular kemoterapi atau radiasi

Pasien yang daya imunnya


direndahkan

Asesmen populasi khusus dapat dilihat dalam pedoman tersendiri

14. ASESMEN KEPERAWATAN

Untuk asesmen keperawatan, dapat dilihat dalam panduan


asuhan keperawatan tersendiri

15. ASESMEN ULANG

Perjalanan suatu penyakit merupakan suatu proses yang seringkali tidak


dapat diprediksi. Perbedaan antar individu dan antar penyakit menjadi hal-hal
yang menyebabkan suatu penyakit sulit untuk diprediksi
perkembangannya.Perjalanan penyakit kearah perbaikan dan kesembuhan
merupakan harapan yang ingin diwujudkan oleh pasien, keluarga dan petugas
medis yang memberikan pelayanan kesehatan.

Pemantauan terhadap proses ini hendaknya harus dilakukan seoptimal


mungkin sesuai dengan situasi dan kondisi pasien. Pemantauan ini dijalankan
dengan melakukan asesmen ulang.

Asesmen ulang oleh para pemberi pelayanan kesehatan adalah kunci


untuk memahami apakah keputusan pelayanan sudah tepat dan efektif. Pasien
dilakukan asesmen ulang selama proses pelayanan pada interval tertentu sesuai
dengan kebutuhan dan rencana pelayanan atau sesuai dengan kebijakan dan
prosedur.

Asesmen ulang oleh dokter adalah terintegrasi dalam proses pelayanan


pasien. Dokter melakukan asesmen ulang setiap hari, termasuk akhir minggu
dan bila ada perubahan signifikan pada kondisi pasien.

Beberapa hal yang hendaknya dijadikan panduan umum dalam


melakukan asesmen ulang adalah sebagai berikut :

1. Dilakukan dalam interval yang regular selama pelayanan sesuai dengan


kebijakan dan prosedur yang ada.
- Dokter melakukan asesmen ulang dengan visite rutin setiap hari pada
seluruh kasus baik akut maupun tidak.
- Perawat mencatat perkembangan pasien secara periodik sesuai kebutuhan
dan keadaan pasien.
2. Dilakukan sebagai respons apabila terjadi perubahan kondisi pasien yang
signifikan.
3. Dilakukan bila diagnosa pasien berubah dan kebutuhan asuhan
memerlukan perubahan rencana.
4. Dilakukan untuk menetapkan keberhasilan obat dan hasil pengobatan
sehingga pasien dapat dipindahkan atau keluar rumah sakit.
5. Temuan dari semua asesmen di luar rumah sakit harus dinilai ulang dan
diverifikasi pada saat pasien diterima sebagai pasien rawat inap.
6. Asesmen ulang harus didokumentasikan di dalam rekam medis.
16. ASESMEN KHUSUS

Pada proses asesmen awal selain mengidentifikasi kebutuhan utama


seringkali ditemukan kondisi-kondisi lain yang membutuhkan pengkajian
khusus bidang lain lebih lanjut seperti gigi, pendengaran, mata dan lainnya.
Untuk menfasilitasi kebutuhan asesmen lebih lanjut kondisi-kondisi khusus ini
dikembangkan sistem rujukan dengan mengacu kepada panduan sistem rujukan
rumah sakit yang sudah ada.

B. ASESMEN PASIEN GAWAT DARURAT


Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang dapat memberikan
tindakan yang cepat dan tepat pada seorang atau kelompok orang agar dapat
meminimalkan angka kematian dan mencegah terjadinya kecacatan yang tidak
perlu. Upaya peningkatan gawat darurat ditujukan untuk menunjang pelayanan
dasar, sehingga dapat menanggulangi pasien gawat darurat baik dalam keadaan
sehari-hari maupun dalam keadaaan bencana.

Dengan semakin meningkatnya jumlah penderita gawat darurat, maka


diperlukan peningkatan pelayanan gawat darurat baik yang diselenggarakan
ditempat kejadian, selama perjalanan ke rumah sakit, maupaun di rumah sakit.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka di Instalasi Gawat Darurat perlu


dibuat standar pengkajian pasien atau asesmen yang merupakan pedoman bagi
semua pihak dalam tata cara pelaksanaan pelayanan yang diberikan ke pasien
pada umumnya dan pasien IGD RS Santa Maria khususnya.

Prosedur dan pedoman asesmen pasien Gawat Darurat Rumah Sakit


Santa Maria adalah sebagai berikut :
1. Pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat harus mendapatkan
pelayanan yang cepat dan tepat. Pada pasien-pasien dilakukan asesmen
berikut secara berurutan :
a. Asesmen tempat kejadian. Asesmen ini dilakukan oleh petugas medis
saat tiba di tempat kejadian yaitu pada saat evakuasi atau adanya
permintaan penjemputan pasien dari luar rumah sakit.
b. Asesmen awal. Asesmen ini dilakukan sesuai dengan fungsi triage untuk
memberikan respons yang sesuai dengan keadaan pasien yang
bersangkutan.
c. Asesmen segera dan terfokus, untuk pasien medis (non trauma) maupun
trauma.
d. Asesmen menyeluruh
e. Asesmen berkelanjutan
2. Intervensi medis dilakukan sesuai dengan hasil asesmen yang diperoleh.
Intervensi medis harus dilakukan secara cepat dan tepat.
3. Setelah keadaan gawat daruratnya diatasi, pasien ditentukan apakah bisa
menjalani perawatan rawat jalan atau harus mendapatkan pelayanan rawat
inap

C. ASESMEN PASIEN RAWAT JALAN


Rumah Sakit Santa Maria dengan berdasarkan peraturan perundang-
undangan menyusun dan menetapkan suatu kebijakan asesmen dan prosedur
yang menegaskan asesmen informasi yang harus diperoleh dari pasien rawat
jalan serta menyusun suatu pedoman yang diharapkan dapat mengarahkan pihak-
pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Santa Maria
secara lebih tepat dan akurat.
Pedoman asesmen untuk rawat jalan dilakukan pada pasien medis yang
sadar atau pasien trauma yang tidak mengalami mekanisme cedera signifikan,
dengan fokus pada keluhan utama pasien dan pemeriksaan fisik terkait

Prosedur dan pedoman asesmen pasien rawat jalan Rumah Sakit Santa
Maria adalah sebagai berikut :
1. Identitas pasien rawat jalan harus selalu dikonfirmasi pada awal pemberian
pelayanan kesehatan.
2. Dokter melakukan asesmen awal dan menentukan apakah pasien bisa
dilayani di Instalasi Rawat Jalan atau seharusnya mendapatkan pelayanan
segera di Instalasi Gawat Darurat. Pasien yang harus mendapatkan
pelayanan segera ditransfer ke Instalasi Gawat Darurat.
3. Dokter melakukan asesmen terfokus kasus medis atau trauma sesuai dengan
kondisi pasien.
4. Dokter melakukan anamnesa dengan menanyakan atau meminta pasien
untuk menceritakan keluhan yang dirasakan sehingga membuat pasien
datang untuk berobat. Dokter menambahkan atau memberikan pertanyaan-
pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan pasien sehingga keluhan
pasien menjadi lebih lengkap dan terperinci.
5. Dokter menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita dan riwayat
alergi atau pemakaian obat sebelumnya.
6. Perawat melakukan pengukuran tanda-tanda vital : kesadaran, tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan dan suhu badan serta berat
badan, terutama untuk pasien anak-anak. Apabila perawat atau dokter
meragukan hasil pemeriksaan yang dilakukan maka dokter akan melakukan
sendiri pemeriksaannya.
7. Dokter melakukan asesmen menyeluruh dan terarah sesuai dengan keluhan
pasien.
8. Perawat mengkaji status nyeri dan status psikologis pada setiap pasien rawat
jalan. Pengkajian status nyeri dilakukan berdasarkan asesmen status nyeri
yang telah ditetapkan.
9. Apabila diperlukan, dokter menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan
penunjang baik laboratorium atau radiologi dan pemeriksaan penunjang
lainnya seperti patalogi anatomi dan lain-lain untuk membantu menegakkan
diagnosa penyakit pasien secara lebih pasti.
10. Dokter membuat kesimpulan dari semua informasi yang diperoleh selama
proses rawat jalan berupa diagnosa sementara dan differensial diagnosa.
11. Dokter memberikan pengobatan dan/atau rencana pelayananan selanjutnya
seperti rawat inap, konsultasi spesialisasi lain atau tindakan lainnya. Untuk
rawat inap, pasien dan keluarga diarahkan ke prosedur pasien rawat inap.
Konsultasi spesialisasi harus dilakukan secara tertulis melalui lembaran
konsultasi dan hasil konsultasi dicatat dalam rekam medis.
12. Tindakan dilakukan setelah adanya persetujuan tindakan medis (informed
consent) dari pasien atau keluarga pasien.
13. Semua informasi diatas wajib diperoleh dari pasien dan/atau keluarga pasien
dan harus dicatat secara lengkap dan terperinci dalam status rawat jalan dan
didokumentasikan dalam buku rekam medis.
14. Untuk pelayanan kesehatan gigi di Poliklinik Gigi ditambahkan odontogram
dalam rekam medisnya.

ISI MINIMAL ASESMEN PASIEN RAWAT JALAN

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis bahwa isi rekam medis
untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya
memuat :
a) Identitas pasien
b) Tanggal dan waktu
c) Hasil anamnesa, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit
d) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e) Diagnosis
f) Rencana penatalaksanaan
g) Pengobatan dan/atau tindakan
h) Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik; dan
j) Persetujuan tindakan bila diperlukan
Isi minimal asesmen pasien rawat jalan adalah informasi atau data minimal
yang harus dikaji dari pasien rawat jalan

Isi minimal asesmen pasien rawat jalan Rumah Sakit Santa Maria
Pekanbaru mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 dan pedoman dari Komite Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) adalah sebagai berikut :

a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesa, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit, status psikologis dan ekonomi serta riwayat pemakaian atau alergi
obat sebelumnya
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik serta skala nyeri
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan/atau tindakan
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik, dan
j. Persetujuan tindakan bila diperlukan

D. ASESMEN PASIEN RAWAT INAP


Rawat inap merupakan kelanjutan dari pelayanan kesehatan rawat jalan
atau pelayanan gawat darurat.Pelayanan rawat inap bertujuan untuk melakukan
pemantauan lebih lanjut terhadap kondisi pasien terutama pasien yang
memerlukan perawatan intensif atau pasien yang kondisinya masih belum stabil
sehingga masih memerlukan tindakan-tindakan yang paling baik dilakukan di
dalam rumah sakit.
Rawat inap bertujuan agar segala pelayanan medis yang diperlukan dapat
diberikan secara komprehensif dan optimal agar pasien memperoleh
kesembuhan dalam waktu yang lebih cepat.Untuk itu, diperlukan pengkajian dan
pengamatan yang lebih menyeluruh dan terperinci serta berulang-ulang terhadap
setiap perubahan kondisi pasien yang mungkin saja terjadi selama perawatan.
Prosedur dan pedoman asesmen pasien rawat inap Rumah Sakit Santa
Maria adalah sebagai berikut:
1. Identitas pasien rawat inap harus selalu dikonfirmasi pada awal pemberian
pelayanan kesehatan.
2. DPJP melakukan asesmen sesuai dengan kondisi pasien saat diperiksa. Bisa
berupa asesmen awal kembali, asesmen segera dan terfokus, asesmen
menyeluruh maupun asesmen berkelanjutan.
3. Berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan, DPJP memberikan pengobatan
dan merencanakan pelayanan selanjutnya atau tindakan yang dibutuhkan
oleh pasien. DPJP dapat melakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang
lainnya bila diperlukan.
4. DPJP memberikan penjelasan mengenai semua hal yang berkaitan dengan
kondisi pasien meliputi keadaan penyakit, pengobatan yang diberikan,
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang dilakukan, rencana pelayanan
dan tindakan selanjutnya, perkiraan lama rawatan dan rencana pemulangan
(discharge plan) kepada pasien dan keluarganya. DPJP juga memberikan
penjelasan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pasien
dan/atau keluarga.
5. DPJP dapat melakukan konsultasi ataupun perawatan bersama dengan
dokter bidang spesialisasi lainnya bila diperlukan dengan mengisi lembaran
konsultasi yang telah ada.
6. DPJP melakukan asesmen dan asesmen ulang setiap hari dengan melakukan
visite dan menjelaskan perkembangan keadaan penyakit pasien dan rencana
pengobatan kepada pasien dan keluarga atau penanggung jawab pasien.
7. Perawat menjalankan pelayanan sesuai dengan rencana pengobatan yang
diistruksikan oleh DPJP.
8. Perawat melakukan asesmen keperawatan sesuai dengan pedoman dan
panduan yang telah ditetapkan.
9. Perawat melakukan asesmen nyeri dan asesmen jatuh pada setiap pasien
rawat inap sesuai dengan pedoman dan panduan yang ada.
10. Pengkajian ulang pasien dilakukan sesuai dengan perubahan kondisi pasien
yang bisa terjadi secara tiba-tiba. Setiap perubahan dan perkembangan dari
kondisi pasien harus diketahui dan dilaporkan kepada DPJP.
11. Setiap tindakan yang dilakukan kepada pasien harus mendapat persetujuan
dari pasien atau keluarga/penanggung jawab. Tindakan dilakukan setelah
adanya persetujuan (informed consent).
12. Seluruh informasi yang diperoleh dan tindakan pengobatan serta pelayanan
yang diberikan kepada pasien harus didokumentasikan secara terintegrasi
dalam rekam medis dan dapat diakses sewaktu-waktu apabila diperlukan.
13. DPJP membuat resume medis berupa ringkasan dari seluruh pelayanan
kesehatan yang telah diberikan selama perawatan saat pemulangan pasien.
14. Untuk pelayanan kesehatan gigi ditambahkan odontogram dalam rekam
medisnya.
ISI MINIMAL ASESMEN PASIEN RAWAT INAP

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis bahwa isi rekam medis
untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari pada sarana pelayanan
kesehatan sekurang-kurangnya memuat :
a) Identitas pasien
b) Tanggal dan waktu
c) Hasil anamnesa, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit
d) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik serta
e) Diagnosis
f) Rencana penatalaksanaan
g) Pengobatan dan/atau tindakan
h) Persetujuan tindakan bila diperlukan
i) Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
j) Ringkasan pulang (Discharge summary)
k) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan
l) Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu, dan
m) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.

Isi minimal asesmen pasien rawat inap Rumah Sakit Santa Maria
Pekanbaru mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 dan pedoman dari Komite Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) adalah sebagai berikut :

a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesa, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit, status psikologis dan ekonomi serta riwayat pemakaian atau aleri
obat sebelumnya
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik serta
e. Penilaian skala nyeri dan manajemennya
f. Penilaian resiko jatuh dan manajemennya
g. Diagnosis
h. Rencana penatalaksanaan dan rencana pulang (discharge plan)
i. Pengobatan dan/atau tindakan
j. Catatan observasi klinis yang terintegrasi dan hasil pengobatan
k. Ringkasan pulang (discharge summary)
l. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (informasi mengenai
penyakit, edukasi kepada pasien dan keluarga)
m. Persetujuan tindakan bila diperlukan
n. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan
o. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik

E. DOKUMENTASI HASIL ASESMEN

Seluruh hasil asesmen dan pengobatan serta tindakan yang dilakukan dan
diberikan kepada pasien selama proses pelayanan medis di Instalasi mana pun
dalam Rumah Sakit Santa Maria harus dicatat secara jelas, benar dan teratur
serta didokumentasikan di rekam medis dalam tempat yang sama, aman dan
mudah diakses oleh pihak-pihak yang membutuhkan sewaktu-waktu.

F. KUALIFIKASI PELAKSANA ASESMEN


 Asesmen awal dan asesmen ulangan dilakukan oleh tenaga medis di dalam
lingkungan RS Santa Maria di Pekanbaru yang telah mempunyai
kemampuan sesuai dengan keilmuannya dan mendapatkan surat penugasan.
 Asesmen medis dilakukan oleh dokter umum dan dokter spesialis.
 Asesmen keperawatan dilakukan oleh perawat.
 Asesmen nyeri dilakukan oleh perawat dan / atau petugas rehabilitasi medis.
 Asesmen resiko jatuh dilakukan oleh perawat.
 Asesmen nutrisi dilakukan oleh petugas gizi medis.

G. KERANGKA WAKTU PELAKSANAAN ASESMEN


Waktu pelaksanaan asesmen harus diperhatikan sehingga pelayanan
kesehatan kepada pasien dapat berlangsung dengan cepat, tepat dan
bermanfaat.Kecepatan pelayanan dan kualitas pelayanan harus sejalan.

Asesmen medis dan keperawatan harus selesai dalam waktu 24 jam


sesudah pasien diterima di rumah sakit dan tersedia untuk digunakan dalam
seluruh pelayanan untuk pasien. Apabila kondisi pasien mengharuskan maka
asesmen medis dan keperawatan dilaksanakan dan tersedia lebih dini / cepat.Jadi
untuk pasien gawat darurat, asesmen harus segera dilakukan dan untuk
kelompok pasien tertentu harus dinilai lebih cepat dari 24 jam.

Apabila asesmen medis awal dilaksanakan di luar rumah sakit sebelum


dirawat, maka hal ini harus terjadi sebelum 30 hari.Apabila telah lebih dari 30
hari maka riwayat kesehatan harus diperbaharui dan dilakukan pemeriksaan fisik
ulang.Untuk asesmen medis yang dilakukan dalam waktu 30 hari sebelum rawat
inap, maka setiap perubahan kondisi pasien harus dicatat pada waktu mulai
dirawat.

IV. DOKUMENTASI
Untuk mempermudah dan sebagai bukti dokumentasi, proses-proses asesmen
diatas dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen asesmen yang telah
disediakan dan pencatatan dilakukan juga di dalam catatan terintegrasi. Instrumen-
instrumen yang ada yang digunakan dalam proses asesmen terhadap pasien terlampir
dalam buku panduan ini.

Direktur Rumah Sakit Hative Passo

Dr. Hans Liesay, M.Kes


ASESMEN PRA ANESTESI

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


RS. HATIVE
PASSO 0
1/4
08.9/RS.HTV/DOK.PAB/II/2017
Tanggal terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur RS. Hative
PROSEDUR
OPERASIONAL 20 Februari 2017
dr. Hans Liesay.M.Kes
PENGERTIAN Asesmen atau penilaian sebelum tindakan anestesi ini merupakan rangkaian
kegiatan yang mengawali suatu operasi yang akan dilaksanakan. Penilaian
dilakukan terhadap fungsi vital pasien.
TUJUAN Sebagai acuan penerapan langkah-langkah penilaian sebelum anastesi dengan
tujuan :
1. Melakukan penilaian terhadap fungsi nafas, fungsi kardiovaskuler, fungsi
kesadaran, fungsi ginjal, fungsi gastrointestinal.
2. Mengetahui status fisik pasien pra operatif
3. Mengetahui dan menganalisis jenis operasi
4. Memilih jenis atau teknik anestesi yang sesuai
5. Meramalkan penyulit yang mungkin terjadi selama operasi dan atau
pasca bedah.
6. Mempersiapkan obat atau alat guna menanggulangi penyulit yang
mungkin terjadi.
KEBIJAKAN 1. Surat Keputusan Direktur No. 107.4/KEP.DIR/RSHTV/II/2017 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSH
2. Asesmen ulang di lakukan oleh praktisi pelayanan kesehatan secara
terintregasi dalam proses asuhan pasien
3. Bekerjasama dengan staf medis lain untuk menganalisa dan
mengintregasikan kondisi pasien yang membutuhkan penanganan lebih
lanjut atau penting.
ASESMEN PRA ANESTESI

RS HATIVE
No. Dokumen No. Revisi No. Halaman
PASSO
0
08.9/RS.HTV/DOK.PAB/II/2017 2/4
Asesmen atau penilaian pra anastesi meliputi:
1. Jalan nafas dan fungsi pernafasan
 Nilai paten jalan nafasnya, apakah jalan nafas bebas
 Lihat adakah sumbatan jalan nafas oleh benda asing, muntahan, darah
dll
 Lihat adakah tanda-tanda retraksi dinding dada, pernafasan cuping
hidung
 Lihat apakah gerakan dada kiri dan kanan simetris waktu inspirasi dan
ekspirasi. Bila asimetris manakah yang tertinggal.
 Lihat adakah gerakan dada see saw seperti gergaji
 Dengarkan adakah suara nafas tambahan :
PROSEDUR - Snoring (mengorok)
- Gurgling
- Stridor
- Tidak ada suara nafas
 Bila terjadi sumbatan jalan nafas segera bebaskan baik tanpa alat atau
menggunakan alat pembebas jalan nafas.
 Rasakan dengan punggung tangan adakah hembusan udara dari hidung
atau mulut.
 Lakukan perkusi untuk membedakan antara kemungkinan berisi darah
atau udara
 Dengarkan menggunakan stetoskop apakah kiri sama dengan yang
kanan, ataukah terdapat suara nafas yang lebih lemah pada salah satu
sisi.
 Nilai adakah prediksi intubasi sulit dengan ¾ mallapati score, jarak
mentohyoid, gerak leher, massa di leher.
ASESMEN PRA ANESTESI

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


RS. HATIVE
PASSO 0
¾
08.9/RS.HTV/DOK.PAB/II/2017
2. Fungsi cardiovaskuler
 Lihat apakah pasien tampak pucat atau cyanosis
 Lihat adakah sumber perdarahan yang terlihat
 Cek apakah perkusi pada ujung jari apakah hangat, kering, merah
(normal)
 Cek nadi apakah frekuensinya normal, iramanya teratur, kuat
 Cek tensi menggunakan tensimeter
 Bila perlu periksa tensi pada lengan kiri dan kanan
 Dengarkan menggunakan stetoskop apakah terdapat bising jantung
PROSEDUR
3. Fungsi kesadaran
Nilai kesadaran bisa dengan mengajak pasien berbicara bila dia
sadar, atau dengan penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) bila terdapat
penurunan kesadaran.
4. Fungsi perkemihan
 Lakukan evaluasi fungsi ginjal, dapat dilakukan dengan
menggunakan urine tampung atau kalau perlu dengan pemasangan
kateter.
 Nilai produksi urinenya meliputi warna dan jumlahnya
5. Fungsi pencernaan
 Lihat apakah ada abdomen distended.
 Lakukan perkusi untuk membedakan adanya udara atau cairan,
palpasi untuk mencari adanya massa.
ASESMEN PRA ANESTESI

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


RS. HATIVE
PASSO 0
4\4
08.9/RS.HTV/DOK.PAB/II/2017
6. Tulang muskulusskeletal
 Adakah patah tulang pada femur, 4/4 patah tulang multiple, patah
tulang iga yang multiple.
 Adakah perlukaan kulit

7. Laboratorium
Evaluasi hasil laboratorium, apabila terdapat nilai yang abnormal
segera diambil tindakan dan evaluasi ulang.
PROSEDUR
8. Radiologi
Evaluasi dari hasil pemeriksaan radiologi, apabila terdapat hal yang
tidak normal segera ambil tindakan.

9. Pemeriksaan penunjang lain : ECG, dll


Dari hasil pemeriksaan, disimpulkan bahwa pasien tersebut
termasuk dalam kategori ASA 1/2/3

Unit Terkait Kamar Operasi


MONITORING PASIEN SELAMA ANESTHESI

RS. HATIVE
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PASSO

0
1/2
08.9/RS.HTV/DOK.PAB/II/2017
Tanggal terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur RS. Hative
PROSEDUR
OPERASIONAL 20 Februari 2017
dr. Hans Liesay.M.Kes
PENGERTIAN Memperhatikan, mengawasi / memeriksa pasien selama Anesthesi

TUJUAN a. Untuk menjaga keselamatan pasien


b. Mendiagnosis adanya permasalahan
c. Perkiraan kemungkinan terjadi kegawatan
d. Evaluasi hasil suatu tindakan, termasuk efektivitas tindakan dan adanya
efek tambahan
KEBIJAKAN Sesuai Surat Keputusan Direktur No. 107.4/KEP.DIR/RSHTV/II/2017
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSH
PROSEDUR a. Mempersiapkan alat-alat :
1. Tensimeter
2. Oxymetri
3. Mesin EKG dan DC syok
4. Mesin anestesi yang disiap pakai
5. Suction Pump & Cateter Suction
6. Satu set alat intubasi
7. Capnogram
8. Cairan kolid dan kristaliod
9. Kertas monitoring
10. Obat emergensi (SA, ephedrine & aderenalin)
11. Cateter urine dan urine bag pada operasi besar
b. Beritahu pasien akan dipasang alat-alat untuk memonitor tanda-tanda
vital pasien
c. Pasang Monitoring tanda-tanda vital pasien :
MONITORING PASIEN SELAMA ANESTHESI

RS. HATIVE
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
PASSO

0
2/2
08.9/RS.HTV/DOK.PAB/II/2017
1. Pasang tensimeter pada lengan atas/pergelangan kaki yang tidak ada
infus/jauh dari area operasi. Dan monitoringTekanan Darah pasien
selama operasi.
2. Pasang oxymetri pada jari yang bebas dari tekanan/stuing (tensimeter)
dan monitoring SP selama operasi.
3. Pasang EKG, monitoring gambaran EKG dan nadi pasien
4. Monitoring pernafasan pasien
5. Penuhi kebutuhan cairan maintenance dan cairan replacementpasien
6. Hitung jumlah perdarahan
7. Hitung jumlah urine pasien
8. Hitung balance cairan pasien
9. Observasi setting mesin anesthesi (Flow gas, volume inhalasi dll)
10. Beri therapy sesuai dengan kebutuhan
11. Ukur suhu pasien & pasang alat penghangat
12. Dokumentasikan hasil monitoring setiap 15menit atau kurang bila ada
kegawatan

UNIT TERKAIT Kamar Operasi


MONITORING PASIEN DI RUANG PULIH SADAR

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman


RS. HATIVE
PASSO
0
1/1
08.11/RS.HTV/DOK.PAB/II/2017
Tanggal terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur RS. Hative
PROSEDUR
OPERASIONAL 20 Februari 2017
dr. Hans Liesay.M.Kes
PENGERTIAN Suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat anestesi untuk melakukan
observasi kondisi pasien dan tanda-tanda vital selesai pembedahan.
TUJUAN Agar keadaa umum pasien dapat terkontrol dengan baik dan
meminimalkan adanya resiko dan komplikasi pasien setelah
pembedahan.
KEBIJAKAN Surat Keputusan Direktur Nomor: 107.5/KEP.DIR/RSHTV/II/2017
tentang Monitoring selama pemulihan pasca pembiusan dan anesesi
PROSEDUR 1. Perawat anestesi melakukan serah terima kepada perawat ruang
pulih
2. Perawat ruang pulih memasang manset untuk pengukuran tekanan
darah da saturasi O₂
3. Monitoring tingkar kesadaran GCS
4. Monitoring cairan infus, perdarahan , drain
5. Perawat ruang pulih melakukan pemantauan terhadap tanda-tanda
vital pasien tiap 5 menit sampai pasien kembali keruangan
6. Perawat ruang pulih melakukan pencatatan keadaan umum pasien
dicatatan asuhan keperawatan pasca operasi
7. Pemantauan dilakukan selam 30-60 menit diruang pulihatau setelah
dokter anestesi menyatakan pasien layak untuk kembali ke ruangan
sesuai dengan kriteria aldrete score
UNIT TERKAIT Kamar Operasi

You might also like