Professional Documents
Culture Documents
3 SERUMEN OBSTURAN
2.3.1 Definisi
Secara alamiah serumen merupakan substansi yang bersifat membersihkan dan
melindungi kanalis akustikus eksternal. Serumen terbentuk ketika hasil sekresi
kelenjar sebasea pada sepertiga luar kanalis akustikus bercampur dengan sel epitel
skuamos yang mengalami eksfoliasi. Pada kondisi normal, serumen dibuang melalui
mekanisme pembersihan diri, dimana terjadi migrasi ke arah luar dari kanalis
akustikus akibat pergerakan alamiah sel epitel, dengan dibantu oleh pergerakan
rahang. Konsistensi serumen biasanya lunak, tetapi dapat pula kering. Kondisi ini
dipengaruhi oleh sejumlah faktor, di antaranya faktor keturunan, iklim, usia, dan
keadaan lingkungan.6,8
2.3.2 Epidemiologi
Sejumlah studi yang mempelajari tentang epidemiologi serumen obsturan
menunjukkan bahwa kondisi ini umum ditemui. Sekitar 2-6% dari seluruh populasi
pada suatu daerah dapat mengalami serumen obsturan. Namun, tidak semua penderita
serumen obsturan mencari pertolongan medis, hanya sekitar 39 dari 1000 pasien
dalam satu populasi mencari pertolongan medis ke dokter terkait serumen obsturan.3,6
1
Di Inggris, sebanyak 1,2- 3,5 juta orang bermasalah dengan serumen obsturan.
Sementara di Amerika Serikat, terjadi pada 6-18 juta orang dan 150.000 tindakan
ekstraksi serumen dilakukan. Namun, data mengenai insiden serumen obsturan di
Indonesia belum tersedia dengan akurat, dan studi yang mempelajari tentang hal ini
masih sangat terbatas.3
Berdasarkan fenotipnya, serumen dapat bersifat lunak maupun kering. Serumen lunak
berciri-ciri warna kecokelatan dan lengket, sering didapatkan pada ras Kaukasia dan
Afrika-Amerika. Sementara serumen kering berciri-ciri warna coklat atau abu-abu
dan keras, sering didapatkan pada ras Asia dan Indian-Amerika. Serumen tipe kering
juga cukup banyak ditemui di daerah Eropa Utara, Timur Tengah, kepulauan Pasifik,
dan Afrika Selatan. Meski demikian, pada ras Asia yang bertempat di Amerika atau
Eropa, cenderung ditemui serumen tipe lunak daripada tipe kering.7
2
Serumen obsturan dapat terjadi akibat kegagalan keratinosit untuk saling memisah
pada proses turnover kulit. Teori ini diperkuat dengan data bahwa serumen keras
yang sering menjadi obsturan terdiri dari lebih banyak lembaran-lembaran keratin
dibanding serumen tipe lunak.7
Terdapat hipotesis lain yang diusulkan menjadi salah satu patogenesis pembentukan
serumen obsturan, yaitu berkaitan dengan zat karotenoid. Pemberian retinoid pada
sebuah eksperimen memperlihatkan terjadinya peningkatan hiperplasia epidermal dan
aktivitas kelenjar sebacea penghasil serumen. Perubahan-perubahan ini
meningkatkan produksi serumen dan juga kecenderungan terjadi obsturan.7
Penggunaan cotton bud untuk membersihkan liang telinga sering dianggap dapat
mengakibatkan serumen obsturan, yaitu ketika pemakaian yang keliru mendorong
serumen semakin ke dalam liang telinga menuju membran timpani dan
mengakibatkan akumulasi serumen sehingga menjadi obsturan. Hal serupa berlaku
pula pada pasien yang sering menggunakan instrumen telinga, seperti alat bantu
dengar. Meski demikian, sejumlah penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara pemakaian cotton bud dengan kejadian serumen obsturan. 7
3
2.3.5 Pendekatan Diagnostik
Pasien membutuhkan pemeriksaan telinga jika terdapat gejala yang mengganggu
aktivitas keseharian atau mengakibatkan penurunan produktivitas kerja. Menurut
Roland dkk, diagnosis serumen obsturan ditegakkan bila akumulasi serumen pada
liang telinga: (1) berkaitan dengan gejala-gejala tertentu atau (2) memerlukan
intervensi medis.3
Anamnesis dimulai dengan melengkapi data mengenai riwayat gejala yang dirasakan
oleh pasien. Pasien dapat mengeluhkan sejumlah keluhan ataupun hanya satu keluhan
saja. Keluhan penurunan pendengaran terkadang tidak disadari hingga terjadi
penurunan yang signifikan. Keluhan pusing atau telinga berdengung dapat terjadi
ketika liang telinga telah mengalami obstruksi parsial.8
4
2.3.6 Tatalaksana
Mekanisme menghilangkan tumpukan serumen pada liang telinga dapat dilakukan
menggunakan metode mekanis, kimiawi, ataupun kombinasi dari kedua metode
tersebut.11 Target yang ingin dicapai dari tatalaksana serumen obsturan adalah
memberikan visualisasi liang telinga yang lapang dan membrane telinga yang jelas.
Metode-metode pengeluaran serumen perlu mempertimbangkan sejumlah kondisi, di
antaranya: (1) sumber daya yang tersedia, (2) pengalaman dan keahlian klinisi, (3)
kemudahan dalam membersihkan liang telinga itu sendiri. Roland dkk menyebutkan,
tata laksana serumen obsturan dapat bervariasi, tergantung tingkat keparahan serumen
obsturan dan kenyamanan pasien, yaitu:3
1. observasi (watchful waiting)
2. KIE
3. Administrasi agen serumenolitik
4. Irigasi liang telinga
5. Ekstraksi manual (kuret, forsep, suction)
6. Apusan lidi-kapas
7. Ear candling
Observasi dijadikan pilihan apabila serumen ditemukan pada pemeriksaan fisik rutin,
dimana pasien tidak mengeluhkan gejala yang bermakna. Tidak jarang klinisi perlu
memberikan KIE yang tepat pada pasien agar tidak selalu meminta serumen
diekstraksi atau dikeluarkan karena serumen merupakan produk fisiologis telinga.3
Tiga metode yang paling umum dilakukan adalah: (1) administrasi agen
serumenolitik, (2) irigasi, (3) ekstraksi manual. Kombinasi dari metode-metode ini
pada satu hari yang sama atau dengan interval waktu tertentu umum ditemui pada
praktek sehari-hari. Serumen yang lembek, dibersihkan dengan kapas yang dililitkan
pada pelilit kapas. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
Apabila dengan cara tersebut serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen harus
dilunakkan lebih dahulu dengan tetes karbogliserin 10% selama 3 hari. Namun, jika
5
serumen sudah terlalu jauh terdorong ke dalam liang telinga sehingga dikhawatirkan
menimbulkan trauma pada membran timpani sewaktu mengeluarkannya, maka
dikeluarkan dengan mengalirkan (irigasi) air hangat yang suhuya sesuai suhu tubuh.
Sebelum melakukan irigasi telinga, harus dipastikan tidak ada riwayat perforasi pada
membran timpani. Teknik irigasi dilakukan dengan mengalirkan air hangat
menggunakan syringe ke dalam liang telinga secara postero-superior untuk
memastikan semburan air tidak langsung mengenai gendang telinga. Diharapkan
dengan teknik ini serumen dapat keluar mengikuti aliran semburan air. Obat-obatan
serumenolitik digunakan untuk melunakkan serumen terlebih dahulu sehingga
memudahkan ekstraksi serumen. Dengan menggunakan serumenolitik, tindakan
irigasi dan ekstraksi menjadi lebih mudah.2,6,7,8,9,10
Pada pasien lanjut usia dengan serumen obsturan yang tidak ditangani, gangguan
pendengaran yang diderita dapat mengakibatkan kesulitan dalam berkomunikasi,
isolasi sosial, depresi, bahkan imobilitas. Apalagi berkurangnya pendengaran
dianggap sudah menjadi proses yang lazim seiring dengan bertambahnya usia
sehingga baik pasien maupun perawat pasien tidak memilih memeriksakan kondisi
tersebut ke dokter. Dengan kata lain, pasien lanjut usia dengan ketulian non-
6
permanen, seperti akibat serumen obsturan, bisa saja tidak mendapat intervensi untuk
waktu yang lama.11
7
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus, berdasarkan heteroanamnesis, pasien mengeluh adanya nyeri pada telinga
kanan. Disertai gangguan pendengaran seperti bunyi krebek-krebek dan ada rasa
penuh di telinga kanannya. Dari awal muncul keluhan, pasien belum pernah
memeriksakan dirinya ke dokter. Orang tua pasien berusaha mengorek-ngorek telinga
anaknya dengan menggunakan cotton bud, namun keluhannya tidak juga menghilang.
Keluhan lainnya berupa pilek. Pasien tidak memiliki riwayat pernah keluar cairan
dari telinga kanannya. Orang tua pasien menyangkal pernah keluar cairan dari telinga
kanannya. Riwayat panas dalam disangkal. Orang tua pasien mengatakan bahwa
pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu sebelum keluhan utama
muncul, serta pada keluarga tidak pernah terjadi keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat pernah menderita penyakit sistemik seperti kencing manis, tekanan darah
tinggi, kelainan metabolik juga disangkal. Berdasarkan teori, jenis gangguan
pendengaran yang dialami pasien adalah serumen obsturan. Pada gangguan
pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat mencapai telinga dalam
secara efektif. Hal ini disebabkan oleh banyak serumen yang mengisi liang telinga.
Adanya keluhan telinga yang terasa sakit dan terasa penuh serta riwayat penggunaan
cotton bud yang terlalu sering mengarahkan ke diagnosis serumen obsturan dextra.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini meliputi pemeriksaan status tanda
vital, general dan THT. Pada pemeriksaan fisik tidak terdapat keabnormalan pada
status tanda vital dan general pasien. Pada status THT, pemeriksaan telinga
didapatkan membran timpani kanan tidak dapat dievaluasi dan pada liang telinga
kanan tampak penumpukan serumen. Pada pemeriksaan hidung dan tenggorok
8
didapatkan kesan tenang. Hasil pemeriksaan fisik yang memperkuat diagnosis
serumen obsturan dextra.
Pada kasus ini, dilakukan pengaliran/irigasi air hangat (spooling) ke dalam liang
telinga karena posisi serumen yang sudah terdorong jauh ke dalam liang telinga.
Kemudian dilakukan evaluasi pada membran timpani apakah intak atau tidak. Selain
itu pasien diberikan obat Vestein syr 3 x cth ½ untuk mengatasi batuk yang diderita.
Pemberian KIE untuk mengendalikan serumen obsturan adalah pencegahan. Bentuk-
9
bentuk pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian serumen
obsturan atau kambuhnya serumen obsturan antara lain dengan KIE mengenai
kebersihan diri dan lingkungan, serta pemberian agen serumenolitik.
10
BAB V
SIMPULAN
Serumen adalah produk fisiologis telinga yang memiliki sejumlah fungsi dan
merupakan gabungan dari sekret kelenjar sebacea dengan sel epitel yang terlepas.
Serumen ikut mengumpulkan debu dan partikel asing dan dapat keluar sendiri
mengikuti proses turnover kulit. Serumen dapat tertahan di dalam liang telinga akibat
proses mekanis dari luar, mengakibatkan akumulasi serumen yang berlebihan di liang
telinga dan mempersempit liang telinga. Serumen yang menumpuk hingga
memberikan gejala klinis yang mengganggu disebut serumen obsturan.
Serumen obsturan dapat menutup liang telinga hingga 80%, dimana keluhan yang
sering dirasakan pasien adalah penurunan fungsi pendengaran, tinnitus, nyeri, rasa
penuh pada telinga, dan gatal. Serumen obsturan dapat pula menimbulkan rasa
tertekan di telinga saat berenang, dan meningkatkan risiko infeksi. Diagnosis serumen
obsturan dilakukan melalui dari anamnesis yang tepat agar mendapat gejala-gejala
yang mengarah ke serumen obsturan. Kemudian dilakukan pemeriksaan pada telinga,
secara visual dan menggunakan otoskop. Evaluasi membran timpani adalah hal yang
sangat penting. Kondisi umum dari liang telinga harus dievaluasi sebelum
menetapkan bentuk tatalaksana yang sesuai.
Serumen dapat dikeluarkan dari liang telinga dengan cara manual (ekstraksi) atau
irigasi. Serumen yang keras dapat dilunakkan terlebih dahulu dengan obat
serumenolitik untuk mempermudah proses pengeluaran serumen. Apabila serumen
tidak terlalu menutupi liang telinga, cukup dilakukan observasi. Komunikasi,
informasi, dan edukasi adalah kunci dalam pencegahan terjadinya serumen obsturan.
Bentuk KIE yang paling sederhana adalah tidak memasukkan benda asing
sembarangan ke dalam liang telinga, termasuk membersihkan liang telinga
menggunakan cotton bud sembarangan.
11
DAFTAR PUSTAKA
12
10. Hafil, A.F., Helmi, S. Kelainan Telinga Luar. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. Hal: 57-60
11. College of Audiologists and Speech-Language Pathologists of Ontario. Preferred
Practice Guideline for Cerumen Management. 2005. Tersedia di:
http://www.caslpo.com/Portals/0/ppg/ppg_cerumenmanagement.pdf (Akses: 16
Maret 2012)
12. Subha, S.T., Raman, R. Role of Impacted Cerumen in Hearing Loss. ENT-Ear,
Nose & Throat Journal. 2006. Vol 85(10): 650-53.
13. Oron, Y., dkk. Cerumen Removal: Comparison of Cerumenolytic Agents and
Effect on Cognition Among the Elderly. Arch. Gerontol. Geriatr. (2010), doi:
10.1016/j.archger.2010.03.025
13