You are on page 1of 6

Pemeriksaan Refraksi Subjektif dan Objektif

 i pilih positif yang terbesar yang bisa melihat huruf pada jarak 5/5.
 Lakukan hal yang sama pada mata kiri
 Interpretasikan

1) Pemeriksaan dengan Jackson Cross Cylinder dan Astigmat Dial.


Penentuan koreksi astigmatisma lebih kompleks berbagai jenis
teknik pemeriksaan refraksi subjektif dapat dilakukan. Jackson cross
cylinder adalah alat yang paling sering digunakan dalam menentukan
koreksi astigmatisma. Alat pegangan ini terdiri dari 2 lensa silindris
dengan kekuatan 1 minus dan 1 plus.

Gambar : Jackson Cross Cylinder.

Astigmat dial adalah tes menggunakan chart dengan garis – garis


yang tersusun secara radial yang digunakan untuk menentukan aksis dari
astigmatisma.

Berikut merupakan langkah – langkah yang dilakukan dalam


pemeriksaan dengan menggunakan astigmat dial :

 Ketajaman visus dipertahankan dengan menggunakan sferis.


 Lakukan fogging atau pengaburan pada mata kurang lebih 20/50
dengan menambahkan sferis positif.
 Minta pasien untuk memperhatikan garis pada astigmat dial yang
paling tajam dan hitam.
 Tambahkan silinder minus dengang axis tegak lurus kea rah garis
yang paling hitam dan tajam tersebut hingga garis terlihat sama.

1
 Kurangi sferis positif atau tambahkan minus hingga ketajaman visual
yang terbaik diperoleh pasien dengan menggunakan chart.

a. Pemeriksaan Refraksi Objektif

Dilakukan dengan retinoskopi. Seberkas cahaya yang dikenal sebagai


intercept, diproyeksikan ke mata pasien untuk menghasilkan pantulan
berbentuk sama, yang disebut refleks retinoskopik di pupil. Kesejajaran
antara intercept dan refleks retinoskopik menandakan hanya ada kelainan
sferis, atau terdapat kelainan silindris tambahan dengan intercept yang
bersesuaian dengan salah satu meridian utama.

1) Retinoskopi

Retinoskopi adalah teknik untuk menentukan obyektif kesalahan


bias mata (rabun dekat, rabun jauh, Silindris) dan kebutuhan untuk
kacamata. Tes cepat, mudah, akurat dan membutuhkan kerjasama
minimal dari pasien.
Ketika cahaya tersebut akan dipindahkan secara vertikal dan
horizontal di mata, pemeriksa mengamati gerakan refleks merah dari
retina. Pemeriksa kemudian meletakkan lensa di depan mata sampai
gerakan dinetralkan. Kekuatan lensa yang diperlukan untuk menetralkan
gerakan adalah kesalahan bias mata dan menunjukkan kekuatan lensa
yang diperlukan untuk mengoptimalkan penglihatan dengan kacamata dan
/ atau lensa kontak (practical opth)

Gambar : Retinoskopi menghasilkan pantulan cahaya pada saat pemeriksaan

Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada anak-anak, orang yang tidak


dapat membaca, karena tidak dibutuhkan kerjasama dengan penderita.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan tepat, dilakukan di

2
dalam kamar gelap. Jarak pemeriksa dengan penderita 1 meter. Sumber
cahaya terletak di atas penderita agk kebelakang supaya muka penderita
dalam keadaan gelap. Cahayanya ditujukan pada pemeriksa yang
memegang cermin, oleh cermin ini cahaya dipantulkan kearah pupil
penderita sehingga pemeriksa melalui lubang yang terdapat di tengah-
tengah cermin dapat melihat reflek fundus di pupil penderita. Kemudian
cermin digerak-gerakkan, perhatikan gerakan dari reflek fundus pada
mata penderita.
Arah gerak cermin sama dengan arah gerak reflek fundus
didapatkan pada hipermetrop, emetrop, myopia kurang dari 1 D. Gerak
reflek fundus yang berlawanan dengan arah gerak cermin didapatkan pada
myopia lebihdari 1 D.
Selain geraknya juga perhatikan terangnya, bentuknya, dan
kecepatan gerak dari reflek fundus. Reflek yang terang, pinggirnya yang
tegas dan gerak cepat menunjukkan kelainan reflek yang ringan. Bila
refleknya suram, pinggirnya tidak tegas dan geraknya lamban, didapatkan
pada kelainan refraksi yang tinggi. Bila pinggirnya tegak, tanda ada
astigmatisme. Sedangkan pada hipermetrop, miop, atau emetrop
mempunyai pinggir yang melengkung (crescentie).
Kemudian di depan mata penderita diletakkan lensa koreksinya,
yang dapat menimbulkan gerakan yang sebaliknya, pada jarak 1 meter.
Untuk jarak tak terhingga, perlu ditambahkan lagi -1 D untuk semua hasil
pemeriksaan akhir .Jadi untuk myopia menjadi bertambah kuat 1 D
sedangkan pada hipermetrop berkurang 1 D.
Contoh :

a. Kalau dengan cermin dari retinoskop didapatkan reflex yang bergerak


berlawanan dengan arah gerak cermin, jadi myopia lebihdari 1 D,
dengan -1D, masih berlawanan geraknya, juga dengan -2 D, tetapi
dengan -2,5 D timbul gerak yang berlawanan, dengan gerak yang
pertama, maka koreksinya adalah (-2,5) + (-1) = -3,5 D.

3
b. Dengan cermin retinoskop didapatkan reflek yang bergerak sama
dengan arah gerak cermin. Mata penderita mungkin hipermetrop,
emetrop atau miop kurangdari 1 D.
 Bila diletakkan lensa +0,5 D menyebabkan gerak yang
berlawanan, menunjukkan penderita miop -0,5 D, karena (+0,5 D)
– (-1 D) = -0,5 D.
 Bila pemberian +0,5 D arah gerak tidak berubah, tetapi pada
pemberian +1 D, menyebabakan pupil seluruhnya terang atau
seluruhnya gelap, ini menunjukkan mata penderita emetrop.
 Jika pemberian +1 D tidak menimbulkan perubahan gerak,
menunjukkan matapenderita hipermetrop, maka lensa itu
kekuatannya diperbesar sampai menimbulkan kebalikan gerak,
umpamanya pada pemberian +4 D, maka derajat hipermetropnya
adalah (+4) + (-1) = +3 D.

Pada contoh di atas, hasil yang sama didapatkan bila cermin


digerakkan horizontal ataupun vertikal. Pada astigmatisme, koreksi
pada meridian vertikal tidak sama dengan koreksi pada meridian
horizontal.

Contoh :
Dengan retinoskop didapatkan reflek yang bergerak kearah
yang sama dengan retinoskop, di kedua meridian, tetapi pada meridian
yang satu, bayangannya lebih terang dan geraknya lebih cepat. Ini
menunjukkan adanya astigmatisme. Kemudian ternyata pada meridian
vertical memerlukan koreksi +1 D untuk timbul gerakan yang
berlawanan, sedang pada meridian yang horizontal diperlukan +2 D
untuk gerakan ini. Pada kedua hasil ditambahkan -1 D, maka pada
meridian vertikal didapatkan (+1 D) – (-1 D) = 0, sedang pada
meridian horizontal (+2 D) – (-1 D) = +1 D. Jadi didapatkan
astigmatisma hipermetropikus simpleks yang memerlukan lensa
koreksi silindris +1 D dengan aksisnya vertikal.

Bila untuk timbul arah yang berlawanan, meridian horizontal


memerlukan lensa koreksi -2 D, dan meridian vertical -4 D, maka

4
setelah ditambahkan -1 D, untuk meridian horizontal didapatkan -3 D
sedang pada meridian vertikal didapatkan -5 D, kelainan refraksinya
adalah astigmatisma miopikus kompositus, dengan koreksi S-3D = C-
2D aksis horizontal.

Contoh untuk astigmatisma mikstus :


Disini didapatkan reflek yang bergerak berlawanan pada satu
meridian, sedang pada meridian yang lainnya pergerakannya sama
arahnya dengan arah gerak cermin retinoskop. Bila pada meridian
vertikal gerakannya sama arahnya dengan cermin dan memerlukan
lensa koreksi +2 D untuk timbulkan gerak yang berlawanan, sedang
gerak reflek pada meridian horizontal berlawanan dengan gerak
cermin dan memerlukan lensa koreksi -2 D untuk timbulkan gerak
yang kebalikannya, maka setelah ditambahkan -1 D didapatkan untuk
meridian vertikal +1 D dan untuk horizontal -3 D. Jadi lensa
koreksinya adalah S+1 = C-4 D (aksis vertikal).

2) Refraktor

Refraktor, atau photoroptor, alternatif dari kacamata uji coba,


terdapat lensa-lensa spheris, dan silindris yang dapat langsung di ganti
dengan cepat.

Gambar : Refraktor

3) Distometer

Alat ini digunakan untuk mengukur jarak vertex, jarak antara garis
mata tertutup dan permukaan belakang lensa refraksi.

5
Gambar : Pemeriksaan dengan Distometer

4) Autorefraktometer

Refraktor otomatis yang dapat dengan cepat menentukan refraksi


objektif, tetapi alat ini kurang bermanfaat pada anak atau orang dewasa
dengan penyakit segmen anterior yang cukup berat (vaughan).

Gambar : Pemeriksaan dengan menggunakan autorefraktometer

You might also like