You are on page 1of 12

FARMAKOLOGI TRAMADOL

Imai Indra

Abstrak. Untuk mengurangi rasa sakit, banyak digunakan obat analgetik narkotik dan
nonnarkotik. Obat golongan narkotik salah satunya tramadol. Narkotik adalah bahan atau
zat yang punya efek mirip morfin yang menimbulkan efek narkotik. Secara
farmakodinamik, tramadol bekerja secara senergis yaitu agonis opinoit yang lemah dan
penghambat pengambilan kembali neuro transmiter monoamin. Secara farmakokinetik,
onset tramadol 15-45 menit setelah pemberian oral. Biovailabilitas oral 68-90%.
(JKS 2013; 1: 50-54)

Kata kunci : Analgetik, narkotik, farmakodinamik, agonis, farmakokinetik, bioavalabilitas

Abstrack. For purpuse for reducing pain, commonly useing of analgetic narcotic and non narcotic.
Tramadol is a put is narcotic. Narcotic is material or moeity that has efect like morfin that can doing
narcotic efects. As lik farmakodinamic, tramadol working sinergic as weak agonis opioid and prevent
re uptake monoamine neurotransmitter. Though farmakokinetic, onset of tramadol 15-45 second after
given orally. Oral bioavailibility about 68-90%. (JKS 2013; 1: 50-54)

Key words : analgetic, narcotic, farmakodinamic, agonist, farmakokinetic, bioavailibility

Pendahuluan Obat analgesik bekerja dengan


Banyak obat-obat yang beredar di pasar meningkatkan ambang nyeri,
Indonesia untuk mengurangi atau mempengaruhi emosi (sehingga
menghilangkan rasa nyeri tersebut yang mempengaruhi persepsi nyeri),
lazim kita sebut dengan analgesik. Obat Menimbulkan sedasi atau sopor (sehingga
analgesik beragam macamnya diantaranya nilai ambang nyeri naik) atau mengubah
obat analgesic narkotok (opioid) dan obat persepsi modalitas nyeri. Pada dasarnya
analgesik non narkotik (non-opioid). Obat obat analgesik dapat digolongkan kedalam
analgesik narkotik contohnya morfin analgetik golongan narkotik dan analgesik
sedangkan contoh obat analgesik non- non-narkotik.2
narkotik adalah parasetamol, aspirin, dan Narkotik adalah bahan atau zat yang punya
masih banyak yang lain. Dalam efek mirip morfin yang menimbulkan efek
penggunaan obat analgesik narkotik harus narkosis (keadaan seperti tidur).1
mempertimbangkan banyak hal, karena
Analgesik opiat adalah obat yang
obat analgesik narkotik memiliki banyak
mempunyai efek analgesic kuat tetapi tidak
efek samping yang tidak diinginkan,
menimbulkan efek narcosis dan adiksi
misalnya depresi pernafasan, dan adiksi
sebagaimana morfin, maka nama analgesic
(ketagihan). Akan tetapi obat analgesik
narkotik kurang tepat. Analgesik opiate
golongan narkotik memiliki kemampuan meliputi obat analgesik yang berasal dari
analgesik yang cukup kuat untuk opium, senyawa semisintetik mirip morfin,
mengurangi atau menghilangkan nyeri dan senyawa sintetik dengan efek mirip
derajat sedang ke atas.1 morfin. Morfin diperoleh dari pemurnian
Obat analgesik adalah obat yang opium (candu) yaitu getah kering yang
mempunyai efek menghilangkan atau diperoleh dari kulit buah muda tanaman
mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya Papaver somniferum. Selain morfin (9-
kesadaran atau fungsi sensorik lainnya.1 17%), dari getah opium juga dapat
diperoleh kodein (0,3-4%), tebain (0,2%),
papaverin (1%), dan noskapin (2-8%).
Imai Indra adalah Dosen Bagian Anestesiologi Morfin merupakan analgetika kuat yang
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh bekerja secara sentral (di otak) dengan

50
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 1 April 2013

meninggikan nilai ambang nyeri, pengambilan kembali monoamine


mempengaruhi emosi (sehingga dapat 5
neurotransmitter. Tramadol mempunyai
merubah respon pada nyeri) dan bioavailabilitas 70% sampai 90% pada
menimbulkan keadaan seperti tidur pemberian peroral, serta dengan pemberian
(sehingga tidak mudah terangsang nyeri).3 dua kali sehari dapat mengendalikan nyeri
Dalam hal ini perkembangan dalam bidang secara efektif.6 Tramadol mempunyai efek
farmasi terutama untuk mendapatkan obat merugikan yang paling lazim dalam
analgesik yang ideal masih terus berlanjut, penggunaan pada waktu yang singkat dan
dikatakan ideal apabila mempunyai efek biasanya hanya pada awal penggunaannya
samping yang sedikit, dalam jumlah dosis saja yaitu pusing, mual, sedasi, mulut
yang sedikit mempunyai kemampuan kering, berkeringat dengan insidensi
analgesik yang cukup kuat dan aman serta berkisar antara 2,5 sampai 6,5%. Tidak
harganya murah. dilaporkan adanya depresi pernafasan yang
Salah satu analgesik yang banyak beredar secara kllinis relevan setelah dosis obat
dan dipergunakan untuk mengurangi atau yang di rekomendasikan. Depresi
menghilangkan nyeri derajat sedang ke pernafasan telah ditunjukkan hanya pada
atas adalah tramadol. Tramadol merupakan beberapa pasien yang diberikan tramadol
obat analgesik yang bekerja secara sentral, sebagai kombinasi dengan anastesi,
bersifat agonis opioid (memiliki sifat sehingga membutuhkan nalokson pada
seperti opium/morfin), dapat diberikan sedikit pasien. Pada pemberian tramadol
peroral, parenteral, intravena, pada nyeri waktu proses kelahiran,
intramuscular, dalam beberapa penelitian tramadol intravena tidak menyebabkan
menunjukkan efek samping yang depresi pernafasan pada neonates.7
ditimbulkan oleh karena pemberian
tramadol secara bolus intravena Sifat Farmakokinetik
diantaranya adalah mual, muntah, pusing, Setelah pemakaian secara oral seperti
gatal, sesak nafas, mulut kering dan dalam bentuk kapsul atau tablet, tramadol
berkeringat, selain itu tramadol akan muncul di dalam plasma selama 15
menunjukkan penggunaannya lebih aman sampai 45 menit, mempunyai onset setelah
bila dibandingkan dengan obat analgesik 1 jam yang mencapai konsentrasi plasma
jenis morfin yang lain.1 pada mean selama 2 jam. Absolute oral
Dalam perkembangan untuk untuk bioavailability tramadol kira-kira sebesar
mendapatkan analgesik yang ideal, 68% setelah satu dosis dan kemudian
tramadol menjadi drug of choice sebagai meningkat menjadi 90 hingga 100% pada
analgesik, tramadol adalah campuran banyak pemakaian (multiple
rasemik dari dua isomer, salah satu obat 8
administration).
analgesic opiate (mirip morfin), termasuk Tramadol mengalami metabolisme hepatik,
golongan aminocyclohexanol, yang secara cepat dapat diserap pada traktus
bekerja secara sentral pada penghambat gastrointestinal, 20% mengalami first-pass
pengambilan kembali noradrenergic dan metabolism di dalam hati dengan hampir
serotonin neurotransmission, dapat 85% dosis oral yang metabolisir pada
diberikan peroral, parenteral, intravena, relawan muda yang sehat. Hanya 1
intramuscular.4 metabolit, O-demethyl tramadol, yang
secara farmakologis aktif. Mean
Sifat Farmakodinamik elimination half-life dari tramadol setelah
Tramadol mempunyai 2 mekanisme yang pemakaian secara oral atau pemakaian
berbeda pada manajemen nyeri yang secara intravena yakni 5 hingga 6 jam.
keduanya bekerja secara sinergis yaitu : Hampir 90% dari suatu dosis oral
agonis opioid yang lemah dan penghambat diekskresi melalui ginjal. Elimination half-

51
Imai Indra, Farmakologi Tramadol

life meningkat sekitar dua kali lipat pada efektif sepuluh kali bila dibandingkan
pasien yang mengalami gangguan fungsi dengan petidin,(10) 1-5% sama dengan
hepatic atau renal. Pada co-administration nalbuphine, intravena tramadol 50-150 mg
(pemakaian bersam-sama) dengan pada pasien dengan nyeri pasca operasi
carbamazepine untuk mempengaruhi mempunyai potensi analgesik sama dengan
enzim hepatic, elimination half-life dari morfin 5-15 mg, tetapi apabila tramadol
tramadol merosot.8 diberikan pada epidural, 1-13% sama
Pada wanita hamil dan menyusui, tramadol kemampuannya dengan morfin, dalam
dapat melintasi plasenta dan tidak beberapa studi tramadol telah
merugikan janin bila digunakan jauh menunjukkan efikasinya pada waktu yang
sebelum partus, hanya 0,1% yang masuk singkat pada nyeri kronis yang beragam
dalam air susu ibu, meskipun demikian macamnya. Dosis harian tramadol 250 mg
tramadol tidak dianjurkan selama masa sampai 600 mg yang diberikan secara oral
kehamilan dan laktasi. Walau memiliki ternyata merupakan analgesic efektif pada
sifat adiksi ringan, namun dalam praktek langkah kedua menurut panduan World
ternyata resikonya praktis nihil, sehingga Health Organization untuk pengobatan
tidak termasuk dalam daftar narkotika pasien yang mengalami nyeri kanker.9
dikebanyakan negara termasuk Indonesia.8
Dosis
Efikasi Terapi Tramadol tersedia untuk pemakaian oral.
Sebuah studi melaporkan bahwa pada Parenteral, intramuscular, rectal dan
manajemen nyeri akibat melahirkan subkutan. Dosis tramadol hendaknya
tramadol 100 mg intramuscular sama dititrasi menurut intensitas rasa nyeri dan
efektifnya dengan 75 mg petidin respon masing-masing pasien dengan 50
intramuscular, 50 mg tramadol tidak sampai 100 mg 4 kali sehari biasanya
efektif untuk nyeri karena melahirkan, untuk memberikan penghilangan rasa nyeri
meskipun demikian keamanan penggunaan yang memadai. Total dosis harian
tramadol lebih aman disbanding dengan 75 sebanyak 4000 mg biasanya cukup.
mg petidin, lebih dari 2/3 pasien yang Suntikan intravena harus diberikan secara
mendapatkan terapi tramadol tidak perlahan-lahan guna mengurangi potensi
mendapatkan efek yang tidak diinginkan, kejadian yang merugikan, terutama rasa
sebaliknya lebih dari 1/3 pasien yang mual. Berdasarkan data farmakokinetik,
mendapatkan terapi petidin mendapatkan perlu hati-hati pada pasien dengan
efek yang tidak diinginkan. Tramadol disfungsi ginjal atau hepatik karena
dapat dikombinasikan dengan NSAIDs, potensi tertundanya eliminasi dan
karena mekanisme kerjanya tidak saling akumulasi obat yang ada. Pada sejumalah
tumpang tindih, dosis yang dianjurkan pasien ini, interval dosis harus
untuk dewasa adalah 50-100 mg setiap 4-6 diperpanjang. Tramadol dapat digunakan
jam dan maksimal 400 mg/hari, efek pada anak-anak dengan dosis sebesar 1
samping dapat dikurangi dengan hingga 2 mg/kgBB.9
pengurangan dosisnya serta dengan
pemberian yang perlahan pada Penyerapan dan Distribusi
9
intravascular atau intramuscular. Setelah pemakaian secara oral dosis
Pada pasien dengan nyeri derajat sedang tunggal tramadol sebanyak 100 mg dalam
sampai berat pasca operasi, tramadol yang kapsul atau tablet pada relawan muda yeng
diberikan intravena atau intravascular sehat, konsentrasi plasma dapat dideteksi
mempunyai kemampuan sama dengan dalam waktu sekitar 15 sampai 45 menit,
petidin (meperidine), namun secara klinis dan puncak konsentrasi plasma obat
dengan dosis yang sama tramadol lebih (Cmax) sebesar 280 sampai 308 ug/L

52
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 1 April 2013

tercapai pada 1,6 hingga 2 jam pasca dosis 85% dosis mengalami metabolisasi.
(tmax). Mean Bioavailabilitas tramadol Ekskresi ginjal secara kumulatif pada
oral setelah pemakaian morfin, petidin dan relawan sehat yang muda sekitar 7,5%.
pentazocine, yang semuanya ini cenderung Hanya 0,1% dosis tramadol didapati
memiliki biovailabilitas rendah dan terekskresi pada ASI wanita, suatu jumlah
variable/berubah-ubah. Setelah beberapa yang tidak mungkin menghasilkan efek
pemakaian secara oral tramadol 100 mg 4 signifikan pada bayi.1
kali sehari selama 7 hari, Cmax 16% lebih
tinggi dan di bawah kurva waktu Kesimpulan
konsentrasi plasma (AUC) 36% lebih Anti nyeri atau analgetik terdiri atas
tinggi setelah satu dosis tunggal sebanyak golongan nonnarkotik dan golongan
100 mg. yang menunjukkan bahwa narkotik. Tramadol merupakan salah satu
biovailabilitas oral meningkat sekitar 90 analgetik golongan narkotik. Tramadol
hingga 100% terhadap beberapa kali bekerja sebagai agonis opioid yang lemah
pemakaian (multiple application) secara dan penghambat pengambilan kembali
ola yang kemungkinan karena hepatic neurotransmitter monoamine.
metabolism jenuh first-pass. Mean Absorbsi oral tramadol antara 15-40 menit
bioavalibilitas mutlak setelah pemakaian dengan bioavailabilitas oral untuk
intramuscular yaitu sebesar 100% dan pemberian pertama sekitar 68% dan untuk
setelah pemakain rectal sebesar 78%.1 pemberian berulang bioavailibilitas
Tramadol terdistribusi dengan cepat mencapai 100%. Kadar puncak plasma
setelah pemakaian intravena dengan dapt dicapai dalam waktu 1,6-2 jam.
distribusi waktu paruh (half-life) pada fase Efektifitas tramadol 100mg intramuskular
awal selama 6 menit setelah fase distribusi (IM) sebagai anagetik hampir sama
yang lebih lambat dengan waktu paruh efektifnya dengna pethidin 75mg IM.
selama 1,7 jam. Volume distribusi (Vd)
menyusul pemakaian secara oral dan Daftar Pustaka
intravena pada relawan muda yang sehat 1. Anonymus. Tramadol. 2006.
sebesar 306 dan 203 L, secara berturut- 2. Harris. Tramadol. 2007.
turut, yang menunjukkan bahwa tramadol 3. Driessen B, Reimann W, Giertz H. Effects
memiliki high tissue afinitas jaringan yang Of The Central Analgesik Tramadol On
tinggi. Pengikatan protein plasma sebanyak The Uptake And Release Of
Noradrenaline And Dopamine In Vitro.
20% tramadol memasuki plasenta dengan
Br. J. Pharmacol. 2005. 108 : 806-811.
konsesntrasi serum pada umbilical vein 4. Duggan A.W, Hall J.G., Headley P.M..
(pusar) yang menjadi 80% pada maternal Suppression Of Tranmission Of
vein.1 Nociceptive Impulses By Morfine :
Selective Effect Of Morfine Administerer
Metabolisme dan Pengurangan In The Region Of The Substantia
(Eliminasi) Gelatinosa. Br. J. Pharmacol. 2004. 61 :
Pada hakikatnya, tramadol dimetabolisasi 65-76.
oleh liver dan diekskesi melalui ginjal. 5. Faull R.L.M, Villiger J.W. Opiate
Setelah pemakaian secara oral tramadol Receptors In The Human Sppinal Cord :
A Detailed Anatomical Study Comparing
pada manusia, sekitar 90% tramadol
The Autoradiographic Localization Of
dieksresi melalui ginjal dengan 10% yang Diprenorphine Binding Sites With The
muncul pada feses. Ekskresi tramadol yang Laminar Pattern Of Substance P, Myelin
tidak berubah pada relawan sehat yakni And Nissl Staining. Neuroscience. 1998.
sebesar 16% setelah pemakain intravena 20: 395-407.
dan sebesar 13% setelah pemakaian secara 6. Akiko Koga, et al. Tramadol produces
oral, yang menunjukkan bahwa sekitar outward currents by activating µ-opioid

53
Imai Indra, Farmakologi Tramadol

receptors in adult rat substantia gelatinosa Clinical Pharmacokinetics. 2004. 43(13) :


neurons. British Journal of 879-923.
Pharmacology. 2005. 145. 602-607. 9. Anonymous. Parmacology of Tramadol.
7. Raffa. Basic pharmacology relevant to 2004.
drug abuse assessment : tramadol as 10. Dayer P, Desmeules J, Collart L.
example. Journal of Clinical Pharmacy Pharmacology of tramadol. Dalam Drugs.
and Therapeutics. 2008. 33. 101-108. 1997 : 53 Suppl. 2 : 18-24.
8. Grond, Stefan, Sablotzki, armin Cllinical
Pharmacology of Tramadol. Dalam

54
Syok kardiogenik
Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan
dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung,
rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau
sekat jantung.
Syok kardiogenik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (kurang dari 90 mmHg),
diikuti menurunnya aliran darah ke organ vital :
1. Produksi urin kurang dari 20 ml/jam
2. Gangguan mental, gelisah, sopourus
3. Akral dingin
4. Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner, meningkatnya laktat kardial.
5. Meningkatnya adrenalin, glukosa, free fatty acid cortisol, rennin, angiotensin plasma serta
menurunnya kadar insulin plasma.
Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi karena
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis metabolik. Hipovolemia
merupakan komplikasi yang sering terjadi pada syok kardiogenik, disebabkan oleh
meningkatnya redistribusi cairan dari intravaskular ke interstitiel, stres akut, ataupun
penggunaan diuretika.
Kriteria hemodiamik syok kardiogenik adalah hipotensi terus menerus (tekanan darah
sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2)
dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg).

Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut:


1. Tensi turun : sistolik < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari semula,
sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg.
2. Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2.
3. Tekanan di atrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal, rendah
sampai meninggi.
4. Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi.
5. Resistensi sistemis.
6. Asidosis.
Tatalaksana dimulai dengan manajemen ABC. Pada pasien yang sangat sesak dapat
dipertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik. Pemberian vasopresor intravena baik untuk
meningkatkan inortropik dan memaksimalkan perfusi ke miokardium yang iskemik. Yang
perlu diperhatikan, pemberian vasopresor itu sendiri dapat berakibat peningkatan denyut
jantung yang pada akhirnya akan memperluas infark yang telah terjadi. Sehingga penggunaan
vasopresor di sini harus digunakan secara hati-hati. Beberapa vasopresor yang dapat diberikan
seperti:
- Dopamin, dengan dosis tinggi mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen
miokard, dosis yang digunakan 5-10 mcg/kg/min
- Dobutamin selain memiliki sifat inortropik tetapi juga memiliki efek
vasodilatasi sehingga dapat mengurangi preload dan afterload
- Norepinefrin per infus dapat diberikan pada syok kardiogenik yang refrakter,
obat ini dapat mengakibatkan peningkatan afterload, dosis yang dapat
digunakan 0.5 mcg/kg/min
Syok neurogenik
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter
prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat
tersebut.
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan
masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan
endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk
menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang
berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan
menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus
secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah,
akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :
· Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan
norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
· Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya
hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan
tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi
sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh
vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi).
Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian
obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
· Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat
dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung
Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok
hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik
· Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output.
Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
Resistensi
Cardiac Tekanan Pembuluh
Obat Dosis
Output Darah Darah
Sistemik
2,5-20
Dopamin + + +
mcg/kg/menit
0,05-2
Norepinefrin + ++ ++
mcg/kg/menit
0,05-2
Epinefrin ++ ++ +
mcg/kg/menit
2-10
Fenilefrin - ++ ++
mcg/kg/menit
2,5-10
Dobutamin + +/- -
mcg/kg/menit
Syok anafilaktik
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada
pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia
obat-obat emerjensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin.
Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian
atau cacat organ tubuh menetap.
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik
peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari
kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah
jantung dan menaikkan tekanan darah.
2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A. Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan
leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu
dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada
tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada
syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya
obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan
jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan
bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus
segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi,
atau trakeotomi.
C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis,
atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar
yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
3. Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau
0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang
tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian
infus kontinyu adrenalin 2--4 ug/menit.
4. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi
respons, dapat ditambahkan aminofilin 5--6 mg/kgBB intravena dosis awal yang
diteruskan 0.4--0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
5. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5--
10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok
anafilaktik atau syok yang membandel.
6. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi
hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama
dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah
dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan
kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan
kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada
dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari
perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20--40% dari volume plasma. Sedangkan bila
diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan
kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma
protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim
ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan,
maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin
sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh
dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih
tinggi dari jantung.
8. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus
diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah
mendapat terapi adrenalin lebih dari 2--3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit
semalam untuk observasi.
Komplikasi syok anafilaktik: Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang
menurunkan ventilasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005. 119-24.
2. Udeani J. Shock, Hemorrhagic. 2008 [cited November 26 th 2011].
http://emedicine.medscape.com/article/432650-overview
3. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency
Surgery. 2006. 1-14
4. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life Support
Untuk Dokter. 1997. 89-115
5. Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid 1,
edisi 4.1995. Jakarta: EGC.
6. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock: Helpful
or harmful? Curr Opin Crit Care 7:422, 2001
7. Japardi, Iskandar. 2002. Manifestasi Neurologik Shock Sepsis.
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi20.pdf
8. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku:
Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical
Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.
9. Schwarz A, Hilfiker ML.Shock. update October 2004
http:/www/emedicine.com/ped/topic3047
10. Patrick D. At a Glance Medicine, Norththampon : Blackwell Science Ltd, 2003
11. Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413
12. Kolecki P, author. Hypovolemic shock [monograph on the Internet].
Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/760145-treatment
13. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life Support
Untuk Dokter. 1997. 89-115
14. Rifki. Syok dan penanggulangannya. FKUA. Padang.1999
15. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency
Surgery. 2006. 1-14
16. Martel MJ. Hemorrhagic shock. J Obstet Gynaecol Can. Vol 24 (6). 2002. 504-11
17. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock: Helpful
or harmful? Curr Opin Crit Care 7:422, 2001
18. Bozeman P W. Shock, Hemorrhagic. 2007 [cited Mei 10th 2011].
http://www.emedicine.com
19. Demling RH, Wilson RF. Decision making in surgical care. B.C. Decker Inc. 1988.64
20. Brandler ES, editor. Cardiogenic shock in emergency medicine [monograph on the
Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/759992-treatment
21. Lenneman A, Ooi HH, editors. Cardiogenic shock. [monograph on the Internet].
Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/152191-treatment
22. Suryono B. Diagnosis dan pengelolaan syok pada dewasa. [Clinical updates
emergency case]. FK UGM: RSUP dr. Sadjito, 2008

You might also like