You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah
sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya
Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah
kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan
menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena
tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa
disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara
lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan
tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina,
cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui
hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum
suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan,
bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan
tubuh tersebut.
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia.
Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah
membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981,
dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling
menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan
antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS
diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada
tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak.
Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada
tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3
juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan
jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai
dengan 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL,
Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS
sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan
106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430
kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an
kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di
Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia
menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan
kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi AIDS?
2. Apa etimologi/penyebab AIDS ?
3. Bagaimana cara mengetahui penularan AIDS ?
4. Bagaimana mengetahui patofisiologi AIDS ?
5. Bagaimana tanda dan gejala penderita AIDS?
6. Bagaimana mengetahui manifestasi klinis pada klien AIDS ?
7. Bagaimana mengetahui komplikasi klien dengan AIDS
8. Bagaimana mengetahui pemeriksaan diagnostik pada klien AIDS ?
9. Bagaimana pencegahan dari AIDS ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui definisi AIDS.
1. Untuk mengetahui etiologi/penyebab AIDS.
2. Untuk mengetahui cara penularan AIDS.
3. Untuk mengetahui patofisiologi AIDS.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada klien AIDS.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada klien AIDS
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada klien AIDS
7. Untuk mengetahui pencegahan dari AIDS
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi AIDS
Acquired : berarti didapat, bukan keturunan

Immune : terkait dengan system kekebalan tubuh kita.


Deficiency : berarti kekurangan
Syndrome : berarti penyakit dengan kumpulan gejala, bukan gejala tertentu.
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala
dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh
manusia akibat infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli
antara lain:
1. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang
dimana mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T
berjumlah 200 atau kurang ) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV.
(Doenges, 1999).
2. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang
merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. (Sylvia, 2005).
3. Menurut H. JH. Wartono, Abu Chanif, dkk : AIDS adalah
“singkatan dari Acquired Immune Definsiency Syndreome, yaitu penyakit
yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh
manusia. Sehingga manusia dapat meninggal bukan semata-mata oleh
virus HIV nya oleh penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak seandainya
daya tubuh tidak rusak, sedangkan HIV adalah nama Virus menyebab
AIDS atau disebut Human Immunodeficiency Virus.
B. Etiologi AIDS

HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-
III) atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik
dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA)
menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu.
HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi
penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek
siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki
perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus,
tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan
infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain,
Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama
kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga senegal)
pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang
patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005)
AIDS dapat menyerang semua golongan umu, termasuk bayi, pria
maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah:
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
C. Cara penularan
Penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat ditularkan
melalui:
a. Hubungan seksual (resiko 0,1 – 1%)
b. Darah :
1) Transfuse darah yang mengandung HIV (resiko 90 – 98)
2) Transfuse jarum yang mengandung HIV (resiko 0,3)
3) Terpapar mukosa yang mengandung HIV (resiko 0,09)
c. Transmisi dari ibu ke anak:
1) Selama kehamilan
2) Saat persalinan
3) Air susu ibu
Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :
a. Hubungan seksual
Seksual yaitu hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan,
baik yang homoseksual, bikesual dan heteroseksual. Dengan demikian,
penularan ini dapat terjadi WTS, PTS dan promoksuit. , dengan risiko
penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual.
b. Parenteral
Parenteral yaitu melalui luka yang dicemari darah pengidap HIV,
seperti dapat terjadi pada pengguna narkotika suntik yang menggunakan
alat suntiknya ini secara bergantian tanpa memperdulikan aspek
kesuciannya, atau dalam penggunaan alat-alat yang membuat luka seperti
tatto, pisau cukur penggosok gigi secara bergantian. Resiko penularan
melalui darah, yaitu:
 Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%
 Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%
 Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan
0,0051%
c. Perinatal
Perinatal yaitu penularan oleh ibu yang menyidap HIV kejanin
yang dikandungnya. Di Amerika Serikat 78% dai AIDS pada anak
penulannya melalui cara ini. Resiko penularan dari ibu ke anak yaitu:
 Selama kehamilan
 Saat persalinan, risiko penularan 50%
 Melalui air susu ibu(ASI)14 %
D. Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS
diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar
50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5
tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat
AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu
singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama.
Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel
darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke
dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan
pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang
baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan
menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor
protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4
adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel
darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki
reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong.
Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel
lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan
limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-
sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya
limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam
melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T
penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang
yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada
beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun
sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan
HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di
dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak
mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus
di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap
penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain
terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+
yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang
beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS,
jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai
200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B
(limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan
produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk
melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak
banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada
AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh
virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh
dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu
selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini
disebut “periode jendela” (window period). Setelah itu penyakit seakan
berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila
diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase
laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang
lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit
infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26
bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif.
Perjalanan HIV / AIDS di bagi dalam 2 fase :
a. Fase infeksi awal Pada fase awal proses infeksi (
immunokompeten ) akan terjadi respon imun berupa peningkatan
aktivitas imun, yaitu pada tingkat selular ( KLA-DR; sel T; IL-2R );
serum atau humoral ( beta-2 mikroglobulin, neopterin, CD8, IL-R ); dan
antibodi upregulation (gp 120, anti p24;IgA ). Induksi sel T helper dan
sel-sel lain diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel-sel faktor sistem
imun agar tetap berfungsi dengan baik. Infeksi HIV akan menghancurkan
sel-sel T, sehingga T-helper tidak dapat memberikan induksi kepada sel-
sel efektor sistem imun. Dengan tidak adanya Thelper , sel-sel efektor
sisitem imun seperti T8 sitotoksi, sel NK, monosit dan sel B tidak dapat
berfungsi dengan baik. Daya tahan tubuh menurun sehingga pasien jatuh
ke dalam stadium lebih lanjut.
b. Fase infeksi lanjut
Fase ini disebut dengan imunodefesien, karena dalam serum
pasien yang terinfeksi HIV ditemukan adanya faktor supresif berupa
antibodi terhadap poliferase sel T. Adanya supresif pada poliferase sel T
tersebut dapat menekan sintesis dan sekresi limfokin, sehingga sel T tidak
mampu memberikan respons terhadap mitogen dan terjadi disfungsi imun
yang ditandai dengan penurunan kadar CD4+, sitokin, antibodi down
regulation, TNF a, dan anti nef.
E. Tanda dan gejala
Menurut H. JH. Wartono, Abu Chanif, dkk, (1999. 43) :
Gejala AIDS timbul setelah 5 – 10 tahun setelah teinfeksi HIV
yang sering terlihat gejalanya antara lain :
1. Gejala awal seperi orang terserang flu biasa

2. Nampak sehat, tetapi dapat menularkan Virus HIV ke siapa saja

3. Muncul gejala ARC (AIDS Related Domplex) seperti :

a. Rasa lelah yang bekepanjangan

b. Sering demam (lebih dari 38 derajad C)

c. Sesak nafas dan batuk berkepnjangan

d. Berat badan menurun secara menolok dengan cepat.

e. Bercak merah kebiruan pada kulit/mulut

f. Diare lebih dari satu bulan tanpa sebab yang jelas

g. Bercak putih atau luka alam mulut

Gejala – gejala tersebut juga bisa dijumpai pada penykit lain, sebab itu

untuk memastikannya perlu pemeriksaan darah.

4. AIDS dengan tanda-tanda yang spesifik :

a. Sarhana kapossi

b. Pnemocystus cemiri

Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena


dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia,
misalnya gejala panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis
paru. Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia
mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS,
maka dianjurkan ia tes darah HIV. Pasien AIDS secara khas punya
riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu
pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun
simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam
hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit,
limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat fase
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi
1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala
infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carini
(PCC). Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi
lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial,
atipikal
F. Manifestasi Klinik
Menurut WHO:

a. Gejala mayor

 Penurunan BB ≥ 10%

 Demam memanjang atau lebih dari 1 bulan

 Diare kronis

 Tuberkulosis

b. Gejala minor

 Koordinasi orofaringeal

 Batuk menetap lebih dari 1 bulan

 Kelemahan tubuh

 Berkeringat malam

 Hilang nafsu makan

 Infeksi kulit generalisata

 Limfodenopati

 Herpes zoster

 Infeksi herpes simplek kronis

 Pneumonia

 Sarkoma Kaposi

Manifestasi Klinik

Stadium Skala Aktivitas Gambaran Klinis

I Asimptomatic, aktivitas normal


a. Asimptomatic

b. Limfodenopati generalisata

II Simptomatic, aktivitas normal

a. BB menurun < 10%

b. Kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti: dermatitis, pruigo, ulkus oral,

seboroik, onikomikosis yang rekuren dan kheilitis angularis

c. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir

d. Infeksi saluran afas bagian atas seperti: sinusitis bakteriaslis

III Pada umumnya lemah, aktivitas di tempat tidur kurang dari 50%

a. BB > 10%

b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

d. Kandidiasi orofaringeal

e. Oral hairy leukoplakia

f. TB Paru dalam tahun terakhir

g. Infeksi bacterial yang berat seperti: pneumonia dan piomiositish

IV Pada umumnya sangat lemah, aktivitas di tempat tidur lebih dari 50%

a. HIV wasting syndrome seperti: yang didefenisikan oleh CDC

b. Pneumonia pneumocytis carinii

c. Toksoplasmosis otak

d. Diare kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan

e. Retinitis virus sitomegalo

f. Kriptokokosis extra pulmonal

g. Herpes simplex mukokutan > 1 bulan

h. Leukoensepalopati multifokal progresif

i. Mikosis disminata seperti histoplasmosis

j. Kandidiasis disofags, trakea, bronkus dan paru

k. Mikobakteriasis atipikal diseminata

l. Septisemia salmonelosis nontifoid


m. Tuberkulosis di luar paru

n. Limfoma

o. Sarkoma Kaposi

G. Komplikasi
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000 ) antara
lain:
a. Pneumonia pneumocystis (PCP)
b.Tuberculosis (TBC)
c. Esofagitis
d. Diare
e. Toksoplasmositis
f. Leukoensefalopati multifocal prigesif
g. Sarcoma Kaposi
h. Kanker getah bening
i. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)
H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000)

adalah

1. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang


terkait dengan AIDS
2. Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan
kanker terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut,
kulit, dan funduskopi.
4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi
HIV, dan pemeriksaan Rontgen.
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan

jumlah CD4, protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma,

serologi sitomegalovirus, serologi PMS, hepatitis, dan pap smear.

Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4.

Bila >500 maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila

jumlahnya 200-500 maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan

profilaksi pneumonia pneumocystis carinii. Pemberian profilaksi INH tidak

tergantung pada jumlah CD4.


Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui

awal pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan. Bila

tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi atau

flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x

jumlah limfosit total)-8.

I. Pencegahan

Ada bebrapa cara yang bisa ditempuh untuk mengurangi penularan penyakit
ini yaitu:
1. Kontak seksual harus dihindari dengan orang yang diketahui AIDS dan
oarang yang sering menggunakan obat bius secara intra vena.
2. Hubungan seksual dengan orang yang mempunyai teman kencan AIDS,
memberikan kemungkinan lebih besar mendapat AIDS.
3. Orang yang menggunakan intar vena dapat dikurangi dengan cara
memberantas kebiasaan buruk untuk dan melarang penggunaan jarum
suntikbersama.
4. Lingkungan merubah perilaku/megadakan penyuluhan kesehatan.
5. Ibu mengidap HIV dianjurkan tidak menyusui bayinya.
6. Untuk jangka pendek, meningkatkan kewaspadaan sendiri,
mungkin dengan deteksi AIDS dan kondomisasi kelompok resiko tinggi.
7. Tingkatkan keimana dan ketaqwaan kepada tuhan Yang Maha Esa.
8. Jangan menggunakan pisau cukur, gunting kuku, atau sikat gigi milik
orang lain karena alat-alat tersebut mungkin mengandung butir-butir
darah penyidat HIV.
 Prinsip Penularan HIV
Dikenal dengan ESSE :
1. EXIT: keluar.
2. SUFFICIENT: cukup
3. SURVIVE: virusnya hidup
4. ENTER: masuk.
5. HIV keluar dari tubuh dalam jumlah cukup dan dalam keadaan hidup
masuk ke dalam tubuh lain.
 HIV tidak menular melalui:
1. Gigitan nyamuk
2. Bersalaman, Bersentuhan
3. Pelukan, Ciuman
4. Menggunakan Alat makan bersama
5. Tinggal Serumah
6. Menggunakan Jamban yang sama
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan: AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan
kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor
luar (bukan dibawa sejak lahir)dan sebagai bentuk paling hebat dari
infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa dan
gejala yang nyata hingga keadaan ini imunosuprsi dan berkaitan dengan
berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelianan
malignitas yang jarang terjadi
Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah
lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS
diseluruh dunia. Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual,
melalui darah ( transfuse darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar
mukosa yang mengandung AIDS), transmisi dari ibu ke anak yang
mengidap AIDS.
B. Saran
Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian AIDS dan
menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada klien AIDS
DAFTAR PUSTAKA
Anderson Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit. Volume 1. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius
Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC

You might also like