You are on page 1of 31

CASE SULIT

ODS KATARAK KONGENITAL

Disusun Oleh :
Agnes Dua Nurak
11.2016.303

Dosen Pembimbing :
dr. Dewi Prita Dharmastuti, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT MATA DR. YAP YOGYAKARTA
PERIODE 13Agustus 2018 – 15 September 2018

1
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. FR
Umur : 8 tahun (20-04-2010)
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Pungsari prupus rangan,Yogyakarta
Tanggal Pemeriksaan : 03 September 2018
Pemeriksa : Agnes Dua Nurak

II. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF


Alloanamnesis terhadap Ibu pasien.
Tanggal : 03 September 2018
Keluhan Utama : Mata kanan dan kiri sering berkedip terutama saat terkena sinar
sejak berusia kurang lebih 3 tahun
Keluhan Tambahan : Mata kanan tampak berbeda dari mata kiri

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun diantar oleh ibunya ke RS MATA “Dr Yap” dengan
keluhan dari ibu pasien yang mengatakan saat anaknya berumur kurang lebih 3 tahun, mata
kanan dan kiri anaknya sering berkedip terutama saat terkena sinar matahari atau sinar lampu.
Menurut ibu pasien, mata kanan pasien tampak berbeda dengan mata kirinya. Keluhan seperti
nyeri, gatal, mata berair, mata merah, bengkak, pusing dan muntah disangkal.
Riwayat kehamilan cukup bulan dan masa kehamilan tidak terdapat faktor penyulit.
Riwayat kelahiran secara normal dengan berat badan 3700 gram dan panjang badan 48 cm,
imunisasi lengkap sampai sekarang, pertumbuhan dan perkembangan baik tidak ada keluhan
selain keluhan diatas.
Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dimana adik bungsu pasien memiliki
keluhan yang hampir sama dengan pasien .

2
Pasien tidak pernah mengalami penyakit mata sebelumnya dan tidak menggunakan
kacamata. Pasien memiliki riwayat penyakit asma, tetapi sudah kurang lebih 1 tahun ini tidak
kambuh. Riwayat alergi, kejang dan trauma pada kedua mata disangkal oleh ibu pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat Alergi : Tidak ada
- Riwayat Asma : Ada
- Riwayat Kejang : Tidak ada
- Riwayat trauma : Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :


Katarak (ayah)

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis
Tanda Vital : TD: 100/69 mmHg, HR 84 x/menit
Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.
Mulut : Normal
THT : Normal
Thoraks : Tidak dilakukan
Abdomen : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Normal
Tinggi Badan : 110,5 cm
Berat Badan : 18 kg

3
Status Oftalmologis

Keterangan OD OS

1. VISUS

Aksis Visus 1/60 6/24

Koreksi Tidak terkoreksi Tidak terkoreksi

Addisi Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Distansia Pupil Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Kacamata Lama Tidak ada Tidak ada

2. KEDUDUKAN BOLA MATA

Eksofthalmus Tidak ada Tidak ada

Enopthalmus Tidak ada Tidak ada

Deviasi Ada (medial) Tidak ada

Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

3. SUPERSILIA

Warna Hitam Hitam

Simetris Simetris Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR

Edema Tidak ada Tidak ada

Nyeri Tekan Tidak ada T idak ada

Ektropion Tidak ada Tidak ada

4
Entropion Tidak ada Tidak ada

Blepharospasme Tidak ada Tidak ada

Trichiasis Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Punctum Lakrimal Normal Normal

Fissura Palpebra Normal Normal

Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR

Hiperemis Tidak ada Tidak ada

Folikel Tidak ada Tidak ada

Papil Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Hordeolum Tidak ada Tidak ada

Kalazion Tidak ada Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI

Sekret Tidak ada Tidak ada

Injeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak Ada

Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada

Perdarahan Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada

Pterigium Tidak ada Tidak ada

Pinguecula Tidak ada Tidak ada

5
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada

Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada

7. SKLERA

Warna Putih Putih

Ikterik Tidak ada Tidak ada

Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada

8. KORNEA

Kejernihan Jernih Jernih

Permukaan Licin Licin

Ukuran ±10 mm ±10 mm

Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Infiltrat Tidak ada Tidak ada

Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Ulkus Tidak ada Tidak ada

Perforasi Tidak ada Tidak ada

Arcus Senilis Tidak ada Tidak ada

Edema Tidak ada Tidak ada

Tes Placido Konsentris Konsentris

6
9. BILIK MATA DEPAN

Kedalaman Dalam Dalam

Kejernihan Jernih Jernih

Hifema Tidak ada Tidak ada

Hipopion Tidak ada Tidak ada

Efek Tyndal Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10. IRIS

Warna Cokelat kehitaman Cokelat kehitaman

Kripte Normal Normal

Sinekia Tidak ada Tidak ada

Koloboma Tidak ada Tidak ada

11. PUPIL

Letak Di tengah Di tengah

Bentuk Bulat Bulat

Ukuran ±2 mm ±2 mm

Refleks Cahaya Langsung Positif Positif

Refleks Cahaya Tidak Langsung Positif Positif

12. LENSA

Kejernihan Keruh Keruh

Letak Di tengah Di tengah

Shadow Test Positif Positif

7
13. BADAN KACA

Kejernihan Sulit dinilai Sulit dinilai

14. FUNDUS OKULI

Batas Sulit dinilai Suli dinilai

Warna Sulit dinilai Sulit dinilai

Ekskavasio Sulit dinilai Sulit dinilai

Rasio Arteri:Vena Sulit dinilai Sulit dinilai

C/D Rasio Sulit dinilai Sulit dinilai

Makula Lutea Sulit dinilai Sulit dinilai

Eksudat Sulit dinilai Sulit dinilai

Perdarahan Sulit dinilai Sulit dinilai

Sikatriks Sulit dinilai Sulit dinilai

15. PALPASI

Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada

Massa Tumor Tidak ada Tidak ada

Tensi Okuli Normal Normal

Tonometri Schiots 21 mmHg 17 mmHg

16. KAMPUS VISI

Tes Konfrontasi Tidak sama dengan pemeriksa Tidak sama dengan pemeriksa

IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan dengan Slit lamp

8
V.RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dengan keluhan kedua mata sering dikedip sejak
berusia 3 tahun, mata kanan terlihat berbeda dari mata kiri. Riwayat kehamilan cukup bulan dan
keluhan sakit disangkal. Riwayat kelahiran secara normal dengan berat badan 3700 gram dan
panjang badan 48 cm, imunisasi lengkap sampai sekarang, pertumbuhan dan perkembangan baik
tidak ada keluhan lain. Pasien memiliki riwayat asma dan riwayat katarak pada ayah pasien.
Berdasarkan hasil pemeriksaan mata, didapatkan sebagai berikut:
OD KETERANGAN OS
1/60 Visus 6/24
Ada Deviasi Tidak ada
Keruh Kejernihan Lensa Keruh
Positif Shadow Test Positif
Sulit dinilai Funduskopi Sulit dinilai
21 mmHg Tonometri Schiots 17 mmHg

Tidak sama dengan pemeriksa Tes Konfrontasi Tidak sama dengan pemeriksa

VI. PEMERIKSAAN ANJURAN


 Laboratorium
 USG
 X-Ray Foto Thorax

VII. DIAGNOSIS KERJA


 ODS Katarak Kongenital

VII. DIAGNOSIS BANDING


 Katarak Juvenile
 Retinoblastoma

VIII. PENATALAKSANAAN
 Rujuk ke Spesialis Mata untuk dilakukan tatalaksana bedah  Phacoemulsification dan
pemasangan IOL
 Pro OD Cataract + IOL

9
X. PROGNOSIS

OD OS

Ad Vitam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

Ad Functionam Dubi ad bonam Dubia ad bonam

Ad Sanationam Dubi ad bonam Dubia ad bonam

XI.EDUKASI
1. Menjelaskan pada keluarga pasien, terutama kedua orang tua pasien bahwa katarak yang
dialami anaknya adalanya katarak yang berhubungan dengan keturunan atau genetik.
2. Menjelaskan kepada pasien bahwa akan dilakukan tindakan operasi untuk mengganti lensa
pada mata anaknya yang mengalami katarak.
3. Setelah operasi sebaiknya mata yang dioperasi tidak terkena air ataupun dikucek terlebih
dahulu.

10
TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan
Katarak berasal dari bahasa Yunani yaitu Katarrhakies, Inggris yaitu cataract dan Latin
yaitu cataracta yang berarti air terjun. Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih
dan tembus cahaya menjadi keruh. Lensa mata yang normal adalah jernih. Bila terjadi proses
katarak, lensa menjadi buram seperti susu. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat
dengan jelas. Lensa mata penderita menjadi keruh dan tak tembus cahaya sehingga cahaya sulit
mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. 1
Katarak merupakan penyebab kebutan nomor satu di Indonesia. Menurut WHO, di negara
berkembang 1-3% penduduk mengalami kebutaan dan 50% penyebabnya adalah katarak.
Sedangkan untuk negara maju sekitar 1,3% penyebab kebutan adalah katarak..2
Katarak dapat juga menyerang anak – anak. Bahkan bayi yang baru lahir. Katarak
kongenital adalah katarak yang ditemukan pada bayi, pada umumnya ditemukan pada umur 3
bulan atau lebih , dapat timbul pada satu atau kedua mata. Penyebab dari katarak ini pada
umumnya adalah infeksi virus Rubela yang didapat dari ibu saat kehamilan, penyakit sistemik
dan lain – lain.
Mendeteksi dan menangani katarak di usia anak – anak sangatlah penting, sebelum terjadi
amblyopia pada mata. Amblyopia adalah ketidakmampuan retina menerima bayangan benda dan
luar, sehingga bisa menghambat perkembangan retina anak – anak. Akibatnya bukan tak
mungkin anak akan menderita kebutaan. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui tentang katarak
kongenital sehingga kemungkinan untuk terjadinya penanganan yang tidak tepat dan bisa
berakibat fatal dapat dihindari.2

Anatomi dan Fisiologi Lensa


Pembentukan lensa manusia dimulai pada masa sangat awal embryogenesis, kurang lebih
pada umur kehamilan 25 hari. Awalnya terbentuk suatu vesikel optik dari otak depan atau
diensefalon yang kemudian membesar dan merapat ke ektoderm permukaan, yaitu suatu sel-sel
kuboid selapis. Pada umur 27 hari kehamilan, sel-sel kuboid tersebut menebal dan berubah
menjadi sel-sel kolumnar yang disebut lens plate. Setelah itu, pada umur 29 hari kehamilan,
terbentuk fovea lentis (lens pit), cekungan kecil di sebelah inferior center lens plate. Fovea lentis

11
ini semakin cekung karena adanya proses multiplikasi sel. Semakin cekung fovea lentis, akhirnya
sel-sel yang menghubungkan fovea lentis dengan ektoderm permukaan semakin menegang dan
menghilang dan pada umur 33 hari kehamilan terbentuk selapis sel-sel kuboid dibatasi oleh
membrana basemen sebagai kapsula lensa disebut lens vesicle. Pada umur kehamilan 35 hari,
sel-sel posterior vesikel lensa memanjang menjadi lebih kolumner yang selanjutnya disebut
serabut primer lensa dan mendesak lumen vesikel hingga seluruhnya terdesak pada umur 40 hari.
Kemudian nukleus dari serabut primer lensa akan bergesear dari posterior ke anterior dan
akhirnya menghilang. Pada proses ini, sel-sel anterior vesikel lensa tidak mengalami perubahan.
Sel-sel kuboid selapis ini dikenal sebagai epitel lensa.3
Kurang lebih pada umur 7 minggu kehamilan, terbentuk serabut lensa sekunder dari epitel
lensa di area ekuator yang mengalami multiplikasi dan memanjang secara cepat. Bagian anterior
berkembang ke arah kutub anterior lensa dan bagian posterior juga mengalami perkembangan ke
arah posterior kutub lensa, namun masih di dalam kapsula lensa. Pada proses ini, serabut baru
terus menerus terbentuk selapis demi selapis. Serabut lensa sekunder yang terbentuk antara umur
kehamilan 2 hingga 8 bulan membentuk nukleus fetalis.3
Sejalan dengan pembentukan lensa, tunika vaskulosa lentis, suatu bangunan yang bertugas
memberi nutrisi, terbentuk mengelilingi lensa. Pada umur kehamilan 1 bulan, arteri hyaloid
membentuk cabang-cabang kecil yang kemudian menjadi jejaring anastomosis melingkupi
bagian posterior lensa. Kapsul vaskuler posterior ini kemudian bercabang menjadi kapiler-
kapiler kecil yang tumbuh ke arah kutub lensa dan beranastomosis dengan vena-vena koroid
membentuk kapsulopupiler tunika vaskulosa lentis. Cabang dari arteri-arteri siliaris
beranastomosis dengan cabang-cabang kapsulopupiler membentuk kapsul vaskuler anterior,
kadang-kadang disebut membrana pupiler, yang melingkupi bagian anterior lensa. Kapsul
vaskuler anterior sepenuhnya terbentuk pada umur 9 minggu kehamilan dan menghilang sesaat
sebelum bayi lahir.3

12
Gambar 1. Embriologi Lensa3

Lensa merupakan bangunan bikonveks, tersusun oleh epitel yang mengalami diferensiasi
yang tinggi. Lensa terdiri dari 3 bagian yaitu: (a) kapsul, yang bersifat elastis; (b) epitel, yang
merupakan asal serabut lensa; dan (c) substansi lensa yang lentur dan pada orang muda dapat
berubah, tergantung tegangan kapsul lensa.3
Diameter bagian ekuator lensa mata adalah 9 mm. Permukaan posterior memiliki radius
kurvatura lebih besar daripada permukaan anterior. Secara klinis lensa terdiri dari kapsul,
korteks, nukleus embrional, dan nukleus dewasa. Lensa tergantung ke badan silier oleh
ligamentum suspensorium lentis (zonula Zinnii).3
Lensa berfungsi sebagai media refrakta (alat dioptri). Media refrakta yang lain adalah
kornea, humor aquous, dan badan kaca. Lensa mata normal memiliki indeks refraksi sebesar 1,4
di bagian sentral dan 1,36 di bagian tepi. Kekuatan bias lensa kira-kira +20 D. Namun bila lensa
ini diambil (misalnya pada ekstraksi katarak) kemudian diberi kaca mata, maka penggantian
kacamata ini tidak sebesar +20 D, tetapi hanya +10 D, karena adanya perubahan letak atau jarak
lensa ke retina. Pada anak dan orang muda lensa dapat berubah kekuatan dioptrinya saat melihat
dekat agar mampu menempatkan bayangan tepat pada retina. Makin tua seseorang maka makin
berkurang kekuatan penambahan dioptrinya dan kekuatan penambahan dioptri ini akan hilang
setelah usia 60 tahun. Kemampuan lensa untuk menambah kekuatan refraksinya (kekuatan
positifnya) disebut dengan daya akomodasi.3
13
Lensa terus-menerus mengalami perkembangan sejak individu dilahirkan. Panjang lensa
manusia pada saat lahir kira-kira 6,4 mm antar ekuator, 3,5 mm anteroposterior dan memiliki
berat kurang lebih 90 miligram. Saat dewasa, bentuk lensa berubah menjadi lebih kurva,
ketebalan korteks lensa bertambah dan ukuran lensa berubah menjadi 9 mm antar ekuator, 5 mm
anteroposterior dan berat 255 miligram. Oleh karena itu, kekuatan refraksi lensa juga semakin
bertambah seiring dengan bertambahnya usia, namun indeks refraksi justru menurun yang
mungkin disebabkan oleh munculnya partikel protein yang tak terlarut.3
Lensa mengandung 65% air dan 35% protein (jaringan tubuh dengan kadar protein paling
tinggi), serta sejumlah kecil mineral terutama kalium. Komposisi tersebut hampir tidak berubah
dengan pertambahan usia. Aspek yang mungkin memegang peranan terpenting dalam fisiologi
lensa adalah mekanisme kontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, yang juga sangat penting
terhadap kejernihan lensa. Gangguan dalam hidrasi seluler dapat dengan cepat menimbulkan
kekeruhan pada lensa karena kejernihan lensa sangat tergantung pada komponen struktural dan
makromolekul.3

Gambar 2. Gambar Skematis Lensa3

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan
cahaya yang datang dari jauh, otot- otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan
memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa
diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya
dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa

14
yang elastik kemudan mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya
biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi.4

Definisi
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang telah muncul pada saat bayi lahir atau
muncul dalam waktu singkat setelah lahir. Disebutkan dalam referensi lain, katarak kongenital
merupakan kekeruhan lensa yang yang terjadi sebelum perkembangan refleks fiksasi terjadi yaitu
sebelum usia 2-3 bulan.4
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan
bayi berusia kurang 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang
cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Katarak kongenital sering
ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu- ibu yang menderita penyakit rubella,
galaktosemia, homosisteinuri, toksosplasmosis, inklusi sitomegalik dan histoplasmosis, peyakit
lain yang menyertai katarak kongenital, biasnya berupa penyakit – penyakit herediter seperti
mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokroma, lensa ektopik, dysplasia
retina dan megalo kornea.4

Epidemologi
Angka kejadian katarak kongenital di Inggris adalah 2,49 per 10.000 populasi pada bayi
berumur 1 tahun. Insidensi meningkat menjadi 3,46 per 10.000 populasi berumur 15 tahun
karena keterlambatan diagnosis. Setiap tahunnya di Inggris terdapat 200-300 kasus bayi lahir
dengan katarak kongenital. Katarak kongenital bertanggung jawab sekitar 10% dari seluruh
kehilangan penglihatan pada anak, di seluruh dunia diperkirakan 1 dari 250 bayi lahir memiliki
beberapa bentuk katarak.5 Di Indonesia belum ada data yang signifikan tentang angka kejadian
katarak kongenital.

Etiologi
Katarak terbentuk saat protein di dalam lensa menggumpal bersama – sama membentuk
sebuah clouding atau bentuk yang menyerupai permukaan es. Penyebab terbanyak pada kasus
katarak adalah idiopatik, yaitu tidak diketahui penyebabnya. Beberapa hal yang menyebabkan
katarak kongenital, antara lain:6

15
1. Herediter (isolated – tanpa dihubungkan dengan kelainan mata atau sistemik) seperti
autosomal dominant inheritance.
2. Herediter yang di hubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom multi sistem.
- Kromosom seperti Down’s syndrome (trisomy 21), Tuner’s syndrome
- Penyakit otot skelet atau kelainan otot seperti Stickler syndrome, Myotonic
dystrophy.
- Kelainan sistem saraf pusat seperti Norrie’s disease.
- Kelainan ginjal seperti Lowe’s syndrome, Alport’s syndrome.
- Kelainan mandibulo-facial seperti Nance-Horan cataract –dental syndrome.
- Kelainan kulit seperti Congenital icthyosis, Incontinentia pigmenti7
3. Infeksi seperti toxoplasma, rubella (paling banyak ), cytomegalovirus, herpes
simplex, sifilis, poliomyelitis, influenza, Epstein – Barr virus saat hamil.
4. Obat – obat prenatal (intra-uterine) seperti kortikosteroid.
5. Radiasi ion prenatal (intra-uterine) seperti x-ray.
6. Kelainan metabolik seperti diabetes pada kehamilan, hipoparatiroidism, galaktosemia.

Lebih dari 200 anak di Inggris lahir dengan katarak kongenital bentuk yang sama setiap
tahun . Sekitar 1 dari 5 anak tersebut mempunyai riwayat katarak kongenital di dalam keluarga.
Katarak dapat menurun secara dominan, berasal dari satu atau orang tua yang lain kepada anak
karena sebuah kesalahan gen. Orang tua mungkin tahu bahwa mereka memiliki katarak tapi
kadang mereka mungkin hanya memiliki sebuah katarak berukuran kecil yang tidak berefek pada
penglihatan dan mereka tidak menyadarinya. Inilah sebabnya kenapa pergi ke dokter mata dapat
membantu mengevaluasi mata pada orang tua yang mempunyai anak katarak, bahkan meskipun
mereka tidak menyadari mempunyai masalah dengan mata mereka.6

Patofisiologi
Lensa terbentuk pada minggu kelima sampai kedelapan. Karena masa ini belum terbentuk
kapsul pelindung, maka virus bisa langsung masuk ke dalam jaringan lensa. Lensa terbentuk saat
invaginasi permukaan ektoderm mata. Nukleus embrionik berkembang pada bulan ke enam
kehamilan. Sekitar nukleus embrionik terdapat nukleus fetus. Saat kelahiran, nukleus fetal dan
embrionik membentuk hampir sebagian lensa. Setelah kelahiran, serat kortikal lensa terletak
pada peralihan epithelium lensa anterior dengan serat kortikal lensa. Sutura Y merupakan tanda

16
penting karena dapat mengidentifikasi besarnya nukleus fetus. Bagian lensa mulai dari perifer ke
sutura Y merupakan korteks lensa, dimanan bahan lensa yang ada di sutura Y adalah nuklear.
Pada pemeriksaan dengna slit lamp, posisi sutura Y anterior tegak, sedangkan sutura Y posterior
terbalik. Beberapa kelainan seperti infeksi, trauma, kelainan metabolik pada serat nuklear
ataupun serat lentikular dapat menyebabkan kekeruhan media lentikular yang awalnya jernih.
Lokasi dan pola kekeruhan dapat digunakan untuk menentukan waktu terjadiya kelainan serta
etiologi.7
Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa, nukleus fetal atau nukleus
embrional, tergantung pada waktu stimulus karaktogenik atau di kutub anterior atau posterior
lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa.6
Pada katarak developmental, kekeruhan pada lensa timbul pada saat lensa dibentuk. Jadi
lensa belum pernah mencapai keadaan normal. Hal ini merupakan kelainan kongenital.
Kekeruhan lensa, sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Kekeruhan pada katarak kongenital
jarang sekali mengakibatkan keruhnya seluruh lensa. Letak kekeruhannya, tergantung saat
terjadinya gangguan pada kehidupan janin, sesuai dengan perkembangan embriologik lensa.
Bentuk katarak kongenital memberikan kesan tentang perkembangan embriologik lensa, juga
saat terjadiya gangguan pada perkembangan tersebut.7
Mekanisme terjadinya katarak kongenital masih sangat kompleks dan belum sepenuhnya
dipahami. Katarak kongenital terjadi karena infeksi pada waktu kehamilan oleh virus, gangguan
metabolik maupun karena janin mengalami gangguan genetik. Katarak terbentuk karena adanya
kekacauan pada sistem metabolisme lensa yang menyebabkan fungsi protein terganggu. Virus
yang paling sering menyebabkan katarak kongenital ialah rubella. Katarak kongenital juga
terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat pembentukan serat lensa,
gangguan metabolisme jaringan lensa pada saat bayi masih di dalam kandungan dan gangguan
metabolisme oksigen, yang dikarenakan beberapa faktor seperti genetik, infeksi, masalah
metabolisme, diabetes, trauma, inflamasi dan reaksi obat.1,5
Virus rubella dapat mempengaruhi semua organ dan dapat menimbulkan kecacatan pada
janin. Resiko tertinggi janin terinfeksi virus rubella oleh ibu yang terinfeksi yaitu selama
trimester pertama kehamilan. Transmisi virus rubella melalui respirasi. Replikasi virus diduga
terjadi di nasofaring dan kelenjar getah bening. Virus rubella memasuki janin selama fase
viremik maternal melalui plasenta. Fase viremik terjadi 5-7 hari setelah paparan dengan

17
penyebaran virus di seluruh tubuh. Kerusakan pada janin terjadi melalui penghancuran sel yang
cepat (mitotic arrest). Pada kasus katarak kongenital, virus rubella diduga menyebabkan
kerusakan dan kekacauan pada perkembangan struktur lensa dan metabolisme lensa.2,4
Mutasi gen memainkan peran pada pertumbuhan katarak. Percobaan menggunakan tikus
katarak menemukan terjadinya mutasi pada gen yang mengkode enzim galaktokinase, protein
asosiasi membran (connexin43, connexin46, dan connexin 50), protein sitoskeletal (filensin,
phakinin, dan vimentin), protein struktural (gen α-crystallin), protein pemberi sinyal sel (gen
PAX6, gen Pitx3, gen FOXE3, gen FOXC1, gen EFNA5, gen EPHA2). Meskipun beberapa
penelitian menjelaskan keterkaitan mutasi gen dan katarak mekanismenya masih belum dapat
dipahami sepenuhnya.3,6
Mutasi pada gen pengkode enzim galaktokinase (GALK1) di jalur galaktosa telah
dipahami sebagai salah satu penyebab timbulnya katarak pada bayi. Galaktokinase berfungsi
untuk mengkatalisis galaktosa menjadi galaktosa-1-fosfat. Dalam keadaan patologis, galaktosa
terakumulasi dalam lensa dan diubah menjadi galaktikol (gula alkohol) oleh aldosa reduktase.
Akumulasi galaktikol menyebabkan masuknya air ke lensa dan menyebabkan peningkatan
tekanan osmotik yang berujung pada terbentuknya katarak.2,5

Klasifikasi
Klasifikasi katarak kongenital berdasarkan morfologi penting, karena dapat menunjukkan
etiologi kemungkinan, diwariskan dan efek pada penglihatan. Adapun klasifikasi berdasarkan
morfologi adalah sebagai berikut:7
a. Katarak nuclear adalah katarak yang terbatas pada nukleus lensa embrio atau janin. Katarak
bisa padat atau halus dengan kekeruhan berbentuk serbuk/seperti debu (Gambar 3A).
Berhubungan dengan mikrophthalmos.
b. Katarak lamellar, mempengaruhi lamella tertentu dari lensa baik anterior dan posterior
(Gambar 3B) dan dalam beberapa kasus dikaitkan dengan ekstensi radial (Gambar 3C).
Katarak lamellar mungkin terjadi pada bayi dengan gangguan metabolik dan infeksi
intrauterin.
c. Katarak koroner (supranuclear), katarak terletak di korteks dalam dan mengelilingi inti
seperti mahkota (Gambar 3D). Biasanya sporadis dan hanya sesekali yang bersifat herediter.

18
d. Katarak blue dot (cataracta punctata caerulea) (Gambar 3E) yang umum dan tidak berbahaya,
dan dapat bersamaan dengan katarak jenis lain.
e. Katarak sutura, di mana kekeruhan mengikuti sutura Y anterior atau posterior. (Gambar 3F).
f. Katarak polaris anterior (Gambar 4A), bisa flat atau kerucut ke ruang anterior (katarak
piramidal (Gambar 4B). Katarak piramidal sering dikelilingi oleh daerah katarak kortikal
dan dapat mempengaruhi penglihatan. Berhubungan dengan katarak polaris anterior termasuk
membran pupil persisten (Gambar 4C), aniridia, anomali Peters dan lenticonus anterior.
g. Katarak polaris posterior (Gambar 4D) kadang-kadang berhubungan dengan sisa-sisa hyaloid
persisten (Mittendorf dot), lenticonus posterior dan vitreous primer hiperplastik persisten.
h. Katarakcentral oil droplet (Gambar 4E), khas pada galaktosemia.
i. Katarak membranosa, jarang dan mungkin terkait dengan Hallermann-Streiff-François
sindrom. Terjadi ketika bahan lentikular sebagian atau seluruhnya menyerap kembali
meninggalkan sisa kapur putih-materi lensa yang terjepit di antara kapsul anterior dan
posterior (Gambar 4F).

Gambar 3. Morfologi katarak kongenital7

19
Gambar 4. Morfologi katarak kongenital7

Manifestasi Klinis
Gejala yang paling sering dan mudah dikenali adalah leukokoria (bagian tengah mata
berwarna putih). Gejala ini kadang-kadang tidak terlihat jelas pada bayi yang baru lahir karena
pupilmya miosis (mengecil). Gejala ini juga bisa terdapat pada penyakit mata lain misalnya pada
retinoblastoma (tumor retina yang sering terdapat pada anak-anak dibawah usia 5 athun). Bila
katarak terjadi pada kedua mata (binocular), penglihatan kedua mata buruk. Orang tua biasanya
membawa anak dengan keluhan anak kurang melihat, tidak fokus atau kurang bereaksi terhadap
sekitar. Gejala lain yang dapat dijumpai antara lain fotofobia (sangat pekaterhadap cahaya),
strabismus (mata juling), dan nistagmus (gerakan mata yang cepat).7

Diagnosis
Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan oleh orang tua pasien adalah adanya bintik putih pada mata.
Bila katarak binocular, maka penglihatan kedua mata buruk sehingga orang tua biasanya
membawa anaknya dengan keluhan anak kurang mampu melihat, tidak dapat fokus, atau kurang
beraksi terhadap sekitarnya. Anamnesis yang lengkap mengenai onset atau durasi, respon anak

20
terhadap sekitar nya dan performa anak di sekolah perlu digali lebih dalam untuk menegakkan
diagnosis.8
Perlu juga digali mengenai riwayat keluarga dengan katarak kongenital, riwayat kehamilan
ibu (riwayat infeksi maternal, terutama pada trimester pertama), riwayat persalinan (cara
kelahiran, usia kehamilan, BBL, trauma saat persalinan), serta riwayat tumbuh kembang anak.8
Pemeriksaan Fisik
Tanda yang sangat mudah untuk mengenali katarak kongenital adalah bila pupil atau
bulatan hitam pada mata terlihat berwana putih atau abu-abu. Hal ini disebut dengan leukokoria.
Pada setiap leukokoria diperlukan pemeriksaan yang teliti untuk menyingkirkan diagnosis
banding lainnya. Walaupun 60 % pasien dengan leukokoria adalah katarak kongenital.
Leukokoria juga terdapat pada retiboblastoma, ablasio retina, fibroplasti retrolensa dan lain-lain.8
Berikut ini beberapa gambaran leukokoria pada katarak kongenital :

Gambar 5. Leukokoria pada Katarak Kongenital4


Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi adalah makula lutea yang tidak
cukup mendapatkan rangsangan. Proses masuknya sinar pada saraf mata sangat penting bagi
penglihatan bayi pada masa mendatang, karena bila terdapat gangguan masuknya sinar setelah 2
bulan pertama kehidupan, maka saraf mata akan menjadi malas dan berkurang fungsinya.
Makula tidak akan berkembang sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka
biasanya visus tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris. Selain itu katarak
kongenital dapat menimbulkan gejala nistagmus, strabismus dan fotofobia. Apabila katarak
dibiarkan maka bayi akan mencari-cari sinar melalui lubang pupil yang gelap dan akhirnya bola
mata akan bergerak-gerak terus karena sinar tetap tidak ditemukan.4
Katarak kongenital sering terjadi bersamaan dengan kelainan okular atau kelainan
sistemik lainnya. Hal ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan kromosom dan
gangguan metabolik. Kelainan okular yang dapat ditemukan antara lain mikroptalmos,

21
megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi retina, atofi retina dan lain-lain. Sedangkan
kelainan non okular yang didapati antara lain retardasi mental, gagal ginjal, anomali gigi,
penyakit jantung kongenital, facies mongoloid dan sebagainya.
Pemeriksaan mata yang dianjurkan pada seluruh bayi baru lahir untuk skrining katarak
kongenital, yaitu :
a. Pemeriksaan red reflex pada ruang gelap menggunakan oftalmoskop secara simultan pada
kedua mata. Pemeriksaan ini disebut juga illumination test, red reflex test atau rückner
test.
b. Retinoskop melalui pupil yang tidak berdilatasi. Dapat memprediksikan katarak aksial
pada anak-anak preverbal.
Penilaian fungsi visual dapat digunakan untuk menentukan penanganan terhadap katarak.
Kekeruhan kapsul anterior tidak signifikan secara visual. Kekeruhan sentral/posterior yang
cukup densitasnya, diameter >3 mm, biasanya cukup bermakna mempengaruhi visual.4
Pemeriksaan Penunjang
a. Slit lamp (dengan kedua mata sudah didilatasikan terlebih dahulu) dapat membantu
melihat morfologi katarak, posisi lensa dan melihat abnormalitas pada kornea, iris dan
bilik mata depan.
b. Funduskopi untuk menilai segmen posterior baik diskus, retina, dan macula.
c. USG untuk menilai segmen posterior bila tidak dapat dinilai dengan funduskopi.
d. Laboratorium
- Katarak unilateral biasanya tidak berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik
atau metabolik sehingga tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium.
- Katarak bilateral berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik atau metabolik.
Jika diketahui adanya riwayat keluarga aau pemeriksaan lensa orang tua anak
menunjukkan katarak secara kongenital maka dilakukan evaluasi laboratorium
meliputi pemeriksaan urine, TORCH titer, Level kalsium, fosfor, red cell
galaktokinase dalam darah, serum ferritin.

Penatalaksanaan
Manajemen katarak kongenital sangat berbeda. Pada orang dewasa, pembedahan yang
tertunda selama bertahun-tahun tidak mempengaruhi hasil visus. Pada bayi, jika katarak tidak

22
dihilangkan selama bertahun-tahun pertama kehidupan, visus tidak akan pernah sepenuhnya
kembali setelah operasi. Pada orang dewasa, jika aphakia tidak segera diperbaiki, dapat dikoreksi
kemudia hari. Pada anak-anak, jika aphakia tidak terkoreksi, visus tidak akan pernah
berkembang normal.8
Korteks dan nukleus lensa mata bayi mempunyai konsistensi yang cair, bila kekeruhan
lensa sudah demikian berat sehingga fundus bayi sudah tidak dapat dilihat pada funduskopi maka
untuk mencegah ambliopia dilakukan pembedahan secepatnya. Katarak kongenital sudah dapat
dilakukan pembedahan pada usia 2 bulan pada satu mata. Paling lambat mata yang lainnya sudah
dilakukan pembedahan bila bayi berusia 2 tahun.9
Pengobatan katarak kongenital bergantung pada :
1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya, segera
setelah terlihat.
2. Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 2 bulan sesudah terlihat atau segera
sebelum terjadi juling, bila perlu perawatan untuk ambliopia sebaiknya dilakukan
sebaik-baiknya.
3. Katarak bilateral partial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga sementara
dapat dicoba dengan kacamata atau midriatika. Bila terjadi kekeruhan yang progresif
disertai dengan mulainya tanda-tanda juling dan ambliopia maka dilakukan
pembedahan biasanya mempunyai prognosis lebih baik.

Tindakan operasi yang sering digunakan pada katarak kongenital adalah lensectomy.
Lensectomy adalah prosedur bedah yang umum digunakan untuk mengobati pasien dengan
katarak. Lencsectomy adalah prosedur bedah mikro dimana instrument dan teknik khusus
digunakan untuk menghapus baik sebagian atau seluruh lensa kristal dari mata. Lagkah awal
dalam prosedur ini biasanya penghapusan lensa atau lensa fragmen melalui sayatan “sangat kecil
mikro” di dinding mata. Memberikan terpi kapsul utuh memungkinkan untuk memasukkan IOL
pada saat operasi atau sebagai prosedur sekunder.10 Lensectomy dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Lensectomy without intraocular lens (EKIK)
Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK), operasi katarak dengan membuang lensa dan
kapsul secara keseluruhan, merupakan metode operasi katarak paling populer sebelum
penyempurnaan operasi katarak ekstrakapsuler. Operasi EKIK dilakukan di tempat dimana
tidak dijumpai fasilitas operasi katarak yang lengkap seperti mikroskop operasi. EKIK juga

23
cenderung dipilih pada kondisi katarak yang tidak stabil, menggembung, hipermatur dan
terluksasi. Kontraindikasi mutlak untuk EKIK adalah katarak pada anak-anak dan ruptur
kapsul karena trauma, sedangkan kontraindikasi relative EKIK adalah jika pasien
merupakan penderita miopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni dan vitreus masuk
ke kamera okuli anterior.4
Beberapa keuntungan EKIK jika dibandingkan dengan Ektraksi Katarak Ekstra
Kapsuler (EKEK) adalah pada EKIK tidak diperlukan operasi tambahan karena membuang
seluruh lensa dan kapsul tanpa meinggalkan sisa, memerlukan peralatan yang relatif
sederhana daripada EKEK, sehingga lebih mudah dilakukan dan pemulihan penglihatan
segera setelah operasi dengan menggunakan kacamata +10 dioptri. Namun demikian,
EKIK juga memiliki beberapa kerugian yaitu penyembuhan luka yang lama karena
besarnya irisan yang dilakukan, pemulihan penglihatan yang lama, merupakan pencetus
astigmatisma dan dapat menimbulkan iris dan vitreus inkarserata.4
2. Lensectomy with intraocular lens (EKEK)
Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK) adalah teknik operasi katarak dengan
membuang nukleus dan korteks lensa melalui kapsula anterior. Pada operasi EKEK,
kantong kapsul (capsular bag) ditinggal sebagai tempat untuk menempatkan lensa tanam
(intra ocular lens atau IOL). Tehnik ini merupakan suatu gebrakan dalam operasi katarak
modern yang memiliki banyak keuntungan karena dilakukan dengan irisan kecil sehingga
menyebabkan trauma yang lebih kecil pada endotel kornea, menimbulkan astigmatisma
lebih kecil dibanding EKIK dan menimbulkan luka yang lebih stabil dan aman.5
Operasi EKEK tidak boleh dilakukan apabila kekuatan zonula lemah atau tidak cukup
kuat untuk membuang nukleus dan korteks lensa, sehingga harus dipilih teknik operasi
katarak yang lain.4
3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
SICS merupakan suatu teknik operasi katarak yang cukup populer saat ini. Perbedaan
yang nyata dengan EKEK adalah pada irisan operasi dilakukan dengan irisan yang kecil
sehingga terkadang hampir tidak membutuhkan jahitan pada luka insisi. Di samping itu,
SICS juga memungkinkan dilakukan dengan anestesi topikal. Penyembuhan yang relatif
lebih cepat dan risiko astigmatisma yang lebih kecil juga merupakan keunggulan SICS
dibanding EKEK. Keuntungan manual SICS dibandingkan dengan fakoemulsifikasi antara

24
lain adalah kurve pembelajaran lebih pendek, dimungkinkan dengan kapsulotomi can
opener, instrumentasi lebih sederhana, merupakan alternatif utama.4
Bila operasi fakoemulsifikasi gagal, risiko komplikasi lebih rendah, waktu pembedahan
lebih singkat, dan secara ekonomis lebih murah. Bagi operator pemula, indikasi manual
SICS apabila dijumpai sklerosis nukleus derajat II dan III, katarak subkapsularis posterior,
awal katarak kortikalis. Bagi operator yang berpengalaman, beberapa katarak jenis lain
dapat ditangani secara mudah. Beberapa kriteria ideal untuk dilakukan manual SICS
adalah pada kondisi kornea dengan kejernihan baik, ketebalan normal, endotelium sehat,
kedalaman bilik mata edepan cukup, dilatasi pupil yang cukup, zonula yang utuh, tipe
katarak kortikal , atau sklerosis nuklear derajat II dan III.4
4. Implant lensa intraocular
Pada bayi sangat penting untuk mengoreksi aphakia sesegera mungkin setelah operasi.
Salah satu pilihan adalah untuk menanamkan sebuah IOL ketika katarak akan dihapus. Saat
kelahiran lensa bayi lebih cembung dari pada orang dewasa. Ini memiliki daya sekitar 30D,
yang mengkompensasi panjang aksial mata bayi. Ini menurun menjadi sekitar 20-22D pada
usia lima tahun. Ini berarti bahwa IOL yang memberika visus normal untuk bayi akan
menyebabkan miopia signifikan jika ia lebih tua. Hal ini lebih rumit oleh perubahan
kekuatan kornea dan perpanjangan aksial. Perubahan ini paling cepat selama beberapa
tahun pertama kehidupan dan ini membuat hampir mustahil untuk memprediksi kekuatan
lensa yang tepat untuk setiap bayi. Impalntasi IOL telah menjadi cukup rutin untuk anak-
anak yang lebih tua, tetapi masih sangat kontroversial pada anak-anak muda, terutama
mereka yang di bawah dua tahun.10,11
Pada anak-anak sangatlah penting untuk mengkoreksi aphakia sesegera mungkin setelah
pembedahan. Salah satu pilihan adalah untuk menanam sebuah IOL ketika katarak di
ekstraksi. Tetapi hal tersebut bukanlah hal yang sederhana. Saat lahir lensa manusia lebih
sferis dibanding orang dewasa. Lensa tersebut mempunyai kekuatan sekitar 30D, dimana
mengkompensasi untuk jarak axial lebih dekat dari mata bayi. Hal ini turun sekitar 20-22D
setiap 5 tahun. Artinya bahwa sebuah IOL yang memberikan penglihatan normal pada
seorang bayi akan membuat miopia yang signifikan saat dia lebih tua. Hal tersebut
merupakan komplikasi lanjut karena perubahan kekuatan kornea dan perpanjangan axial
dari bola mata. Perubahan-perubahan ini paling cepat terjadi bebrapa tahun pertama

25
kehidupan dan hal ini hampir tidak mungkin untuk memprediksi kekuatan lensa untuk
bayi.11,12

Pasca Operasi
Pada dewasa, perawatan setelah operasi dibutuhkan, berupa tetes mata dan kacamata jika
dibutuhkan. Pada anak-anak, pembedahan hanyalah awal dari pengobatan karena bisa rekuren
dan hal ini harus dijelaskan sejak awal. Kacamata harus segera disesuaikan ketika anak sudah
bisa memakainya. Setelah operasi, mata mungkin akan terasa tidak nyaman dan gatal. Mata akan
ditutup untuk beberapa hari untuk membantu proses penyembuhan dan melindunginya. Rumah
sakit akan memberikan tetes mata yang mencegah inflamasi dan infeksi, yang biasanya dipakai
selama satu atau dua bulan untuk membantu proses penyembuhan. Tetes mata segera dipakai
setelah penutup mata dilepas, biasanya sehari setelah operasi. Jika mata masih terasa tidak
nyaman, pertimbangkan pemberian analgetik.11
Monitor penyembuhan post-operasi dan lihat perkembangannya. Ajarkan cara menetes
mata kepada orang tua atau keluarga terdekat cara meneteskan tetes mata. Ajarkan beberapa
tehnik perawatan post-operasi seperti memandikan anak, memakaikan plastik pelindung mata
(pakaikan selalu kepada anak, kecuali malam hari untuk mencegah anak mengucek mata setelah
operasi), tetap menjaga kebersihan mata tanpa menguceknya dan mencucinya hingga bersih,
beritahu berapa lama pelindung mata tersebut digunakan. Semua ini dilakukan agar mendapatkan
penyembuhan terbaik dan meminimalisasi risiko infeksi.10

Refraksi
Prioritas utama adalah mengkoreksi aphakia dan hal ini harus ditangani sesegera mungkin.
Di negara maju lensa kontak digunakan secara luas. Mereka dapat diganti dengan mudah dan
kekuatan dapat dimodifikasi. Meskipun, penggunaan lensa kontak membutuhkan kebersihan
water solution dan sanitasi. Alternatif lain menggunakan kacamata atau IOL. Bahkan meskipun
IOL digunakan akan tetap ada error refraksi yang residual, kacamata tetap menjadi pilihan untuk
kemungkinan mendapatkan penglihatan yang terbaik. Kacamata harus disesuaikan sesegera
mungkin saat anak sudah bisa menggunakannya. Refraksi harus di periksa secara reguler,
setidaknya setiap 4 bulan sampai berumur 2 tahun, dan menjadi setahun sekali setelah berumur 5
tahun.11

26
Ambliopia
Kebanyakan anak-anak dengan katarak kongenital akan menjadi ambliopia. Karena
gambaran retina menjadi buram oleh katarak, penglihatan tidak berkembang sebagaimana
mestinya, dan otak tidak dapat menangkap sensitivitas informasi dari mata. Ekstraksi katarak dan
koreksi aphakia, akan mengembalikan kejernihan gambar tetapi otak masih butuh pembelajaran
untuk melihat, dan hal ini membutuhkan waktu. Jika mata tidak pernah memiliki penglihatan
yang jernih, mereka tidak akan pernah melihat atau memandang secara benar dan dapat
menyebabkan nistagmus. Jika penglihatan diperbaiki, nistagmus sering berubah, jadi nistagmus
pada anak-anak bukanlah kontraindikasi untuk pembedahan.11
Seringkali satu mata akan menjadi lebih baik dari yang lain dan hal ini akan menjadi mata
yang dominan, yang membuat mata lainnya menjadi ambliopia. Satu-satunya cara untuk
mendeteksi hal ini adalah pengukuran visus secara reguler pada setiap mata. Jika satu mata
memiliki satu atau dua derajat lebih buruk dari mata yang lain tanpa penjelasan yang jelas, hal
tersebut mungkin merupakan ambliopia dan anak tersebut membutuhkan pengobatan untuk mata
yang dominan. Risiko ambliopia merupakan risiko terbesar selama tahun pertama kehidupan dan
menurun secara signifikan setelah tahun kelima.11

Komplikasi
Pada anak-anak komplikasi setelah pengangkatan lensa berbeda dengan dewasa. Retinal
detachment, macula edema dan abnormalitas kornea jarang pada anak-anak. Insidensi infeksi
setelah operasi dan perdarahan, sama pada dewasa. Glaucoma berhubungan dengan pediatric
afakia berkembang setiap tahun setelah pengangkatan lensa dilaporkan terjadi sampai 25% dari
pasien.7
Setiap anak yang tidak dilakukan kapsulektomi posterior, kapsul tersebut akan berkembang
menjadi keruh. Hal ini dapat diobati dengan membuat sebuah bukaan didalam kapsul dengan
lasera atau jarum. Alternatif lain , kapsul posterior dan vitreous anterior dapat di ekstraksi
dengan sebuah vitrektor. Jika kapsul dibuka tanpa mengeluarkan vitreus, kekeruhan mungkin
akan rekuren pada anterior hyaloid face. Kehilangan penglihatan satu mata dari peningkatan
kekeruhan kapsul akan menjadi asimptomatis dan bisa dideteksi hanya dengan pemeriksaan yang
reguler .Komplikasi lanjut seperti glaukoma, infeksi mata, ablasio retina mungkin terjadi setelah
bedah sekita 2 % dari kasus.12

27
Glaukoma mungkin timbul setelah lensektomi, sebagian jika di ekstraksi pada minggu
pertama kehidupan. Glaukoma ini sangat susah untuk diobati dan frekuensinya mengarah
kekebutaan. Menunda operasi sampai bayi berumur 3-4 bulan membuat visus mata tidak sampai
6/6 namun dapat menurunkan risiko glaucoma.10
Ablasio retina lebih sering terjadi pada bedah katarak kongenital. Sering timbul sangat
lambat, sekitar 35 tahun setelah operasi. Jika bebrapa pasien mengeluh tiba-tiba kehilangan
penglihatan, bahkan meskipun bertahun-tahun setelah operasi katarak kongenital, hal tersebut
dianggap sebagai akibat dari ablasio retina sampai dibuktikan terdapat penyebab yang lain.
Komplikasi lebih biasa terjadi pada anak dibawah umur satu tahun yang melakukan operasi
katarak kongenital, seperti bengak, perdarahan, a lot of stickiness, nyeri atau kemerahan didalam
atau disekitar mata yang dioperasi. Masalah ini dapat ditangani dengan sempurna bila orang tua
segera membawa anak tersebut ke rumah sakit.10,12

Prognosis
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan pembedahan
tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang
anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian penglihatan pada kelompok
pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi paling buruk pada
katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang
progresif lambat.1
Prognosis visual untuk pasien katarak anak yang membutuhkan operasi tidak sebagus pada
pasien dengan katarak senilis. Terjadinya ambliopia dan anomali nervus optik atau retina
membatasi tingkat visus yang cukup bermakna. Prognosis untuk perbaikan ketajaman visus
pasca operasi lebih buruk pada katarak kongenital unilateral dan lebih baik pada katarak
kongenital lengkap bilateral progresif lambat.4

28
PEMBAHASAN KASUS

Seorang anak laki-laki, berumur 8 tahun dibawa dengan keluhan sering mengkedip-
kedipkan ke dua mata terutama saat terkena sinar. Kedudukan ke dua bola mata pun tidak sama.
Persalinan secara spontan pada usia cukup bulan,tidak ada penyulit selama kehamilan dan
kelahiran, pertumbuhan dan perkembangannya baik. Ayah pasien memiliki riwayat katarak dan
sudah dioperasi 12 tahun yang lalu.
Dari hasil anamnesis, dapat kita duga bahwa pasien mengalami katarak kongenital. Seperti
kita ketahui, etiologi dari terjadinya katarak kongenital salah satunya adalah adanya herediter
atau pengaruh genetik. Katarak kongenital merupakan suatu kelainan mata yang dapat
diturunkan secara autosomal dominan. Dalam kasus ini, ayah pasien menderita katarak sehingga
kemungkinan besar anak menurunkan penyakit tersebut dari ayahnya.
Dari keluhan ibunya, anaknya sering mengkedipkan kedua matanya terutama saat terkena
sinar dan posisi kedua bola mata tampak berbeda. Hal ini merupakan gejala yang dapat dijumpai
pada katarak kongenital yaitu fotofobia (sangat peka terhadap cahaya), strabismus (mata juling).
Diagnosis banding katarak kongenital antara lain adalah katarak juvenil, retinoblastoma.
Pada katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan dari katarak kongenital atau didapat saat
berumur kurang lebih 9 tahun. Pada gejala retinoblastoma berupa pupil berwarna putih, mata
juling (strabismus). Mata merah dan nyeri gangguan penglihatan iris pada kedua mata memiliki
warna yang berlainan, dapat terjadi kebutaan. Pada kasus didapatkan adanya strabismus, namun
tidak didapatkan perbedaan warna iris pada mata kanan dan kiri, sehingga dapat disingkirkan
diagnosis retinoblastoma.
Manajemen katarak kongenital sangat berbeda. Pada orang dewasa, pembedahan yang
tertunda selama bertahun-tahun tidak mempengaruhi hasil visus. Pada bayi, jika katarak tidak
dihilangkan selama tahun pertama kehidupan, visus tidak akan sepenuhnya kembali setelah
operasi. Seringkali satu mata akan menjadi lebih baik dari yang lain dan hal ini akan menjadi
mata yang dominan, yang membuat mata lainnya menjadi ambliopia. Satu-satunya cara untuk
mendeteksi hal ini adalah pengukuran visus secara reguler pada setiap mata. Jika satu mata
memiliki satu atau dua derajat lebih buruk dari mata yang lain tanpa penjelasan yang jelas, hal
tersebut mungkin merupakan ambliopia dan anak tersebut membutuhkan pengobatan untuk mata
yang dominan.

29
Kesimpulan
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan
bayi berusia kurang dari satu tahun, katarak kerap disebut-sebut sebagai penyebab kebutaan
nomor satu di Indonesia.
Penyebab katarak kongenital bisa bermacam-macam. Sebagian katarak bersifat idiopatik
atau herediter. Katarak kongenital dapat berdiri sendiri atau berhubungan dengan beberapa
kondisi, seperti abnormalitas kromosom, sindrom atau penyakit sistemik tertentu, infeksi
kongenital, trauma, atau radiasi.
Diagnosis katarak kongenital ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan ophthalmologi, dan
pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan katarak kongenital meliputi tindakan pembedahan baik dengan atau tanpa
pemasangan lensa intraokular, dilakukan untuk mendukung fungsi penglihatan yang berkembang
secara normal. Jika penyebabnya diketahui, maka dilakukan pengobatan terhadap penyebab
terjadinya katarak kongenital.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Whitcher JP, Eva PR. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, Edisi 17, Jakarta: EGC;
2015.h.11-2, 169-77.
2. Wijana, Nana S.d, Ilmu Penyakit mata, Cetakan ke – 6, Penerbit Abadi Tegal, Jakarta,
1993: 190-6.
3. Suhardjo dan Angela NA. 2017. Buku Ilmu Kesehatan Mata edisi ke 3 .FK UGM.
Yogyakarta.hal.140-45.
4. Hejtmancik, J. Fielding. 2008. Congenital Cataracts and their Molecular Genetics. Semin
Cell Dev Biol, vol. 19, no. 2, page 134–49.
5. Paul Riordan-Eva dan John P. Whitcher. 2007. Childhood Cataract. Lens. Vaughan dan
Asbury’s General Ophthalmology 17th Edition. chapter 8. The McGraw-Hill
Companies.
6. Gunawan. W. Oftalmologi Pediatri dalam ilmu kesehatan mata cd: Suharjo. SU, Hartono,
2007; Yogyakarta. Bagian ilmu penyakit fakultas kedokteran universitas gajah mada;
173-276.
7. James. B. Chew. C, Bron. A, Lecture Notes Ophtalmolgi. (terjemah: Rahmawati D.A);
2006, Jakarta. Erlangga; 79-82.
8. American Academy of Ophtalmology. Pediatric Opthalmology and Strabismus. Basic
and Clinical Science Course, Section 6. The Foundation of AAO. San Francisco. 2009.
288-92.
9. Hallwich. F, Oftalmologi. 1993, Jakarta; Binarupa Aksara: 144-45.
10. Yorston D, Wood M, Foster A. Results of cataract surgery in young children in East
Africa. Br J phthalmol. 2001; 85(3): 267-71.
11. Elizabeth, Joseph. 2006. Management of Congenital Cataract. Kerala Journal of
Ophthalmology, vol. XVIII, no. 3, page 224-30.
12. Ilyas. S. Malingkay. I-I, Taim . H. dkk. Ilmu penyakit nata untuk dokter umum dan
mahasiswa kedokteran , ed. 2.2002. Jakarta. CV. Sagung Seto: 146-47.

31

You might also like