You are on page 1of 4

TEORI AKUNTANSI: THE

ECONOMIC DEVELOPMENT OF
FINANCIAL
REPORTING REGUL ATION
November 14, 2010

Pemerintah pusat telah membentuk Securities Exchange


Committee (SEC) untuk mengatur dan mengawasi privat sector. Namun timbul
pertanyaan cost-benefit dalam pembuatan peraturan serta konsekuensi
ekonomi apa yang ditimbulkan dari pengaturan praktik akuntansi. berikut ini
merupakan argument bagi yang pro dan kontra terhadap regulasi akuntansi:
1. Kasus untuk Pasar tanpa Regulasi Informasi Akuntansi
Beberapa argument yang mendukung pasar yang tidak diregulasi
berkaitan dengan insentif bagi sebuah perusahaan untuk melaporkan informasi
perusahaan tersebut kepada pemilik dan pasar modal pada umumnya. Teori
keagenan menjelaskan bahwa agen yaitu orang yang bekerja untuk mewakili
kepentingan orang lain (principal) memiliki tujuan yang tidak sempurna sama
dengan principal. Misalnya saja manajer dengan pemilik. Pemilik tertarik untuk
memaksimalkan return on inevestment dan menaikkan nilai perusahaan yang
dicerminkan melalui harga saham. Sedangkan manajer lebih tertarik untuk
memaksimalkan kepentingan ekonomi (misal: kompensasi) dan kebutuhan
psikisnya (misal: kebanggaan). Hal ini mendorong pemilik untuk mengontrak
manajer sedemikian rupa sehingga terjadi keselarasan antara tujuan keduanya.
Dibutuhkan biaya pengawasan terhadap manajemen yang berarti akan
mengurangi kompensasi yang diterima oleh manajer. Apabila manajer dapat
menghindari konflik dengan pemilik dan memperlihatkan kinerja yang baik
melalui laporan keuangannya, maka biaya pengawasan lebih rendah sehingga
kompensasi yang diterima manajer pun menjadi lebih banyak.
Teori lain yang mendukung pasar tanpa regulasi adalah signaling
theory yang menjelaskan alasan perusahaan memiliki insentif untuk
melaporkan secara sukarela kepada pasar modal bahkan tanpa diminta. Hal ini
dikarenakan iklim kompetitif untuk memperoleh sumber pendanaan
dengan cost of capital yang lebih rendah. Adanya asimetri infomasi, investor
berusaha melindungi diri dari ketidakpastian dengan menawarkan harga yang
rendah pada perusahaan. Pelaporan keuangan dengan mengungkapkan
seluruh informasi akan mengurangi ketidakpastian yang dialami oleh investor
sehingga harganya pun naik seiring dengan penurunan tingkat risiko
ketidakpastian. Perusahaan yang kinerjanya baik dengan sukarela menyajikan
laporan keuangannya yang menunjukkan tingkat likuiditas dan solvabilitas
perusahaan. Kegagalan suatu perusahaan untuk menyajikan laporan
keuangan akan dianggap sebagai kabar buruk, sehingga seluruh perusahaan
yang ingin bersaing dalam memperoleh sumber pendanaan harus mau
menyajikan laporan keuangannya dengan mengungkapkan informasi lain yang
mendukung.
Beberapa riset dilakukan untuk mendukung teori ini. Salah satunya
adalah riset terhadap Statement of Financial Accounting Standard (SFAS) No.
106 mengenai manfaat setelah pension. Pada awal adopsi umumnya dianggap
sebagai kabar baik, tapi pada adopsi akhir- akhir ini dianggap sebagai kabar
buruk. Dengan menggunakan riset analitik, Frantz berpendapat bahwa
semakin banyak alternative akuntansi maka pilihan alternative yang bersifat
konservatif dianggap sebagai kabar baik. Sedangkan alternative yang bersifat
agresif dan meninggikan laba akan dianggap sebagai kabar buruk. Selain itu,
terdapat beberapa bukti empiris bahwa aturan- aturan yang dikeluarkan oleh
SEC tidak memperbaiki pelaporan keuangan secara signifikan. Hal itu
(disclosure) akan tetap disajikan secara sukarela dalam pasar yang kompetitif
tanpa diperlukan aturan.
Kualitas pelaporan menggunakan tiga factor yaitu transparansi,
konservatisme, dan penggunaan eksternal audit. Disamping itu terdapat tiga
insentif yang memotivasi manajer untuk menyediakan pelaporan keuangan
yang berkualitas antara lain leveraging effect, keberadaan beberapa
alternative yang digunakan dalam informasi keuangan, dan penerbitan modal
ekuitas. Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelaporan
keuangan akan tetap dilakukan tanpa adanya peraturan, perlu diingat bahwa
kualitas informasi keuangan secara keseluruhan sangat buruk. Apabila
regulasi akuntansi tidak ada, maka akan sulit menentukan tingkat perbaikan
yang telah dilakukan.
Argumen terakhir yang mendukung pasar tanpa regulasi adalah adanya
asumsi bahwa pihak manapun yang menginginkan informasi mengenai
perusahaan dapat memperolehnya. Baik dengan mengadakan perjanjian
secara privat dengan perusahaan itu sendiri, pemilik, maupun intermediaries
seperti pelaku pasar modal, dsb. Apabila menginginkan informasi yang tidak
diumumkan secara gratis, maka pihak tersebut dapat membelinya. Adanya
intervensi pasar dengan aturan yang mewajibkan pengungkapan dianggap
tidak perlu dan tidak diinginkan.
2. Kasus Pasar dengan Regulasi Informasi Akuntansi
Pasar yang diatur dengan regulasi dapat dibenarkan dengan dasar
kepentingan public. Ada dua alasan yang umum digunakan untuk
mempertahankan regulasi yaitu kemungkinan kegagalan system pasar bebas
dan kemungkinan pasar bebas bertentangan dengan tujuan social. Sebagai
tambahan, informasi yang disediakan dalam pasar tanpa regulasi tidak
memiliki daya banding antara satu perusahaan dengan yang lainnya. Kodifikasi
(pembenaran) dari proses pembuatan standar adalah proses tersebut
berdasarkan perbaikan revolusioner terhadap standar akuntansi dalam
lingkungan yang terbuka dan demokratis.
Kegagalan pasar disini dikarenakan perusahaan melakukan monopoli
sebagai satu- satunya sumber informasi atas perusahaan itu sendiri. Regulasi
mengijinkan adanya monopoli tapi diatur harganya. Selain itu, akan
sangat costly bila individu membeli sendiri- sendiri informasi yang sama.
Argumen ini kurang bukti empiris. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah
siapa yang menanggung biaya penyediaan informasi tersebut? Ada dua pilihan
yaitu perusahaan membebankan biaya tersebut kepada konsumennya atau
pemilik perusahaan yang menanggungnya. Selain itu, kegagalan pasar juga
diakibatkan oleh kegagalan pelaporan keuangan dan audit dalam memberikan
kualitas informasi yang baik. Hal ini disebabkan banyaknya alternative yang
dapat diambil oleh manajemen dan kelalaian auditor dalam mendeteksi fraud.
Dengan adanya peraturan diharapkan dapat mengurangi kedua hal tersebut
dan meningkatkan kualitas informasi keuangan agar tidak menyesatkan
investor. dengan demikian, investor dapat menentukan alokasi modal untuk
investasi yang menguntungkan. Namun dalam pembuatan peraturan juga
perlu diperhatikan cost- benefit- nya. Factor terakhir yang menyebabkan
kegagalan pasar adalah underproduction terhadap barang public dimana
produser kurang termotivasi untuk memenuhi permintaan pasar karena tidak
semua orang dapat dikenai biaya untuk produk tersebut. Informasi akuntansi
merupakan salah satu barang public yang harus diatur untuk memperbaiki
daya banding dan meningkatkan kepercayaan pada pasar sekuritas sehingga
menurunkan return on investment yang diminta.
Argument kedua adalah tujuan social yang mengasumsikan bahwa
pasar akan berjalan dengan adil apabila seluruh pihak mendapatkan akses
yang sama terhadap informasi. Untuk itulah diperlukan adanya regulasi. Selain
asimetri informasi, tujuan social yang lain adalah meningkatkan daya banding.
3. Konsekuensi Ekonomi atas Kebijakan Akuntansi
Dapat dilihat dengan jelas bahwa proses pembuatan standar
merupakan proses politik dimana berbagai macam lembaga melakukan lobby
untuk mendapatkan posisi. Pembuat standar seharusnya bersikap netral
diantara kelompok yang bersaing sehingga mampu menyediakan informasi
yang berkualitas, tapi pada kenyataannya pembuatan standar ini terkadang
menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak yang lainnya. Kebijakan
akuntansi tidak hanya masalah efisiensi ekonomi atau optimalisasi. Namun
juga mempengaruhi distribusi pendapatan dan kemakmuran sehingga
berpengaruh pada aspek social dan politik.
FASB sangat sensitive mengenai isu cost-benefit. Apakah penerapan
standar dengan biaya yang tinggi itu mampu memberikan manfaat yang
sepadan atau lebih besar. Untuk itu dilakukan studi mengenai dampak
penerapan standar tersebut. Tapi sayangnya studi itu hanya difokuskan pada
perusahaan, pemegang saham, dan analis keuangan. Pihak lain seperti
kreditor, konsumen, pekerja, dan bahkan pemerintah tidak turut diperhitungkan.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bila pelaporan tanggungjawab
perusahaan terhadap lingkungan (Corporate Responsibility) tidak mendapat
perhatian khusus. FASB memandang masalah cost-benefit terlalu sempit,
terutama berfokus pada pasar modal. FASB kurang mempertimbangkan
perusahaan kecil yang pasti merasa keberatan untuk menerapkan standar
baru yang membutuhkan biaya yang besar. Studi lain memeriksa dampak
kebijakan akuntansi dan perubahan harga saham. Pembuatan standar hanya
berfokus pada area perusahaan dan pasar saham, serta memiliki aspek total
biaya social dan manfaat pelaporan keuangan dan regulasi pelaporan
keuangan yang sangat terbatas.
Regulatory Process
Proses pembuatan regulasi merupakan aktivitas politik meskipun
dilakukan demi kepentingan public. Namun tidak jelas lagi apa yang
dimaksud dengan kepentingan public karena kesejahteraan social sulit
untuk diukur. Tidak mengejutkan bila self-interest yang lebih banyak
dipakai dengan cara melakukan lobby atau koalisi demi kepentingan
pribadi atau kelompok. Hal ini sejalan dengan dua teori regulasi
yaitu capture theory dan the life-cycle theory.
Badan yang bertugas untuk membuat standar seharusnya
mampu bersikap netral dan apolitical. Proses pembuatan standar yang
baik adalah dilakukan secara terbuka dan demokratis dengan
melibatkan pihak- pihak terkait yang mungkin terkena dampak dari
regulasi tersebut untuk memberikan feedback-nya.
Source: Harry I. Wolk, James L. Dodd, and John J. Royzycki. 2008. Accounting
Theory, Conceptual Issues in a Political and Economic Environment 7th
Edition. USA: Sage Publication
Advertisements

You might also like