You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 C,
dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial. 13 Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.13
Kejang demam dibagi dua,yaitu Kejang demam sederhana adalah kejang
kurang dari 15 menit,bersifat umum serta tidak berulang dalam 24 jam.kejang demam
sederhana merupakan 80 %di antara seluruh kejang demam.kejang demam komplek
jika kejang demam lebih dari 15 menit,bersifat fokal atau parsial 1 sisi kejang umum
di dahului kejang fokal dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. 13 Penyebab
kejang demam yaitu imaturitas otak dan termoregulator, Demam dimana kebutuhan
oksigen meningkat,dan prediposisi genetic >7 lobus kromosom
(poligenik,automosom dominal ).1
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai
pada anak, terutama golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Meski hal ini telah
banyak diteliti, masih terdapat perbedaan pendapat mengenai pengertian kejang
demam, hubungannya dengan sindroma epilepsy, manfaat pengobatan maintenance
dan prognosis jangka panjang dari anak yang menderita kelainan ini.1
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur
kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam.1
Kejang demam terjadi pada 2 % - 4 % dari populasi anak 6 bulan- 5 tahun. 1 80 %
merupakan kejang demam sederhana, sedangkan 20% kasus adalah kejang demam kompleks. 8
% berlangsung lama (lebih dari 15 menit). 16 % berulang dalam waktu 24 jam. Anak laki-
laki lebih sering mengalami kejang demam.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 C,
dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan
elektrolit atau metabolik lainnya.Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya
maka tidak disebut sebagai kejang demam. Anak berumur antara 1-6 bulan masih
dapat mengalami kejang demam, namun jarang sekali. National Institute of Health
(1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan Nelson dan Ellenberg
(1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat. Bayi berusia kurang dari 1
bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan termasuk dalam kejang
neonates.13

2.2 Etiologi
Terdapat 3 faktor penyebab kejang demam,yaitu (1) imaturitas otak dan
termoregulator,(2) demam dimana kebutuhan oksigen meningkat ,(3) prediposisi
genetic >7 lokus kromosom ( poligenik,autosomal,dominan).1

2.3. Klasifikasi
1. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk
kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24
jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang
Demam Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari
5menit dan berhenti sendiri.

2
2. Kejang demam komplek
Kejang demam dengan komplek salah satu ciri berikut:
1. Kejang lama (>15 menit)
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak
sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah
kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang
mengalami kejang demam.13

2.4 Patofisiologi
Untuk mempertahankan kinerja otak diperlukan adanya energi yang
didapatkan dari hasil metabolisme. Bahan yang dibutuhkan mutlak disini adalah
glukosa. Proses metabolisme ini juga membutuhkan oksigen yang dihantar oleh paru-
paru ke jantung kemudian ke otak. Sel syaraf, seperti sel lainnya dikelilingi oleh
suatu membrane yang permukaan dalamnya lipoid sedangkan permukaan luarnya
ionik. Dalam keadaan normal permeabilitas sel terhadap ion kalium lebih tinggi dari
ion natrium, sehingga kadar kalium dalam sel tinggi sedangkan kadar natrium dalam
sel rendah. Hal yang sebaliknya berlaku di luar sel saraf. Untuk menjaga homeostasis
ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase.2,3,4,
Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh adanya perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstrasel, rangsangan yang datang mendadak misalnya
mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan adanya perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena adanya penyakit atau pengaruh
keturunan.2,4,5
Pada keadaan demam dengan kenaikan suhu 1o C menyebabkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat hingga 20%. Pada

3
seorang anak yang berusia 3 tahun sirkulasi darah ke otak mencapai 65%, bandingkan
dengan orang dewasa yang hanya mencapai 30%. Jadi adanya kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam
waktu singkat terjadi difusi ion natrium dan kalium sehingga kesimbangannya tidak
terjadi lagi.2,4,5
Lepas muatan ini akan meluas ke seluruh sel maupun membran sel sekitarnya
dengan bantuan neurotransmitter. Tidak semua jenis neurotransmitter dapat
menyebabkan terjadinya perpindahan ini. Hanya neurotransmitter yang bersifat
eksitasi seperti glutamat dan asam aspartat yang dapat menyebabkan peningkatan
penyaluran impuls saraf. Adanya daerah neuron yang mati (misalnya oleh karena
adanya glioma tumbuh lambat, hematoma, gliosis dan malformasi arterivenosus) juga
dapat meningkatkan perkembangan sinaps hipereksitasi yang baru. Eksitasi berlebih
ini yang akan disalurkan menuju motor end plate sehingga menyebabkan kontraksi
secara tiba-tiba dari otot-otot rangka.2,5,6
Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda. Pada anak dengan
ambang kejang rendah, dapat timbul kejang pada suhu 38o C. Sedangkan pada anak
dengan ambang kejang yang tinggi, dapat timbul kejang pada suhu 40o C atau lebih.
Oleh karena itu perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita mengalami
kejang.2,4,5
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang demam yang berlangsung lama
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang makin meningkat akibat peningkatan
aktivitas otot dan selanjutnya diikuti peningkatan metabolisme. Hal ini pada akhirnya
dapat menyebabkan kerusakan pada neuron otak setelah berlangsungnya kejang pada
waktu yang cukup lama. Edema otak juga dapat terjadi karena adanya gangguan
peredaran darah yang menyebabkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas
kapiler.4,6,7

4
2.5 Menifestasi Klinis
Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang
cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 38C atau lebih (rectal).
Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang
yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau
kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya
sentakan atau kekakuan fokal.3,4,6,7,8
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8%
yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah
mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek,
mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau
disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau
menit, anak terbangun dan akan mulai berangsur sadar tanpa defisit neurologis..
Biasanya, kesadaran pulih sepenuhnya setelah 10 sampai 15 menit. Dalam masa ini,
anak agak sensitif (irritable) dan mungkin tidak mengenali orang di sekitarnya.4,6,7
Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat
fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara
pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang
unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang
yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang
pertama.4,6,7,8
2.6 Faktor Resiko1
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya
kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

5
Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama.

2.7 Diagnosis
Berdasarkan kriteria Livingston, kejang demam dibagi atas kejang demam
sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi demam (epilepsy
triggered off by fever). Pembagian ini dapat memprediksi prognosis dari pasien yang
mengalami kejang demam. Menurut Livingston, kriteria kejang demam sederhana
adalah sebagai berikut:
 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan - 4 tahun
 Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit
 Kejang bersifat umum
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu
normal tidak menunjukkan kelainan
 Frekuensi bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
Pasien yang tidak memiliki minimal salah satu dari kondisi di atas merupakan
pasien yang menderita epilepsi yang diprovokasi demam (epilepsy triggered off by
fever). Dengan menggunakan kriteria Livingston tersebut, ternyata sangat banyak
pasien yang termasuk dalam golongan epilepsi yang diprovokasi demam, sehingga
konsekuensinya pasien-pasien yang memiliki kondisi tersebut harus menerima
pengobatan rumat. Selain itu juga sulit sekali untuk melakukan anamnesis berapa
lama demam sudah berlangsung sebelum pasien mengalami kejang. Oleh karena itu,
pembagian kejang demam dibagi sebagai kejang demam yang membutuhkan terapi
rumat maupun yang tidak membutuhkan terapi rumat. Umumnya kejang demam
berlangsung singkat, berupa serangan klonik atau tonik-klonik bilateral. Seringkali

6
kejang berhenti dengan sendirinya. Setelah kejang berhenti, anak langsung
menangis.4,6,7,8
 Anamnesis
Anak yang mengalami kejang demam akan didahului dengan serangan
demam baik suhu tinggi maupun suhu yang tidak terlalu tinggi yang dapat
disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Pastikan tidak adanya infeksi sistem
saraf pusat untuk mengeliminasi kemungkinan kejang oleh penyebab lain.1
Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan untuk menganamnesis anak
dengan kejang demam:6,8,9
 Usia anak berkisar 9-15 bulan
 Adanya riwayat infeksi seperti infeksi saluran pernapasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis maupun infeksi saluran kemih.
 Tidak ada infeksi sistem saraf pusat.
 Adanya demam sebelum timbulnya kejang
 Umumnya serangan kejang berlangsung 24 jam pertama sewaktu
demam.
 Kemungkinan adanya pengaruh genetik, riwayat anggota keluarga
yang juga pernah mengalami kejang demam.

2.8 Pemeriksaan fisik


Tidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik pada kejang demam. Umumnya
dapat dilakukan pemeriksaan tanda – tanda vital yaitu pemeriksaan suhu, frekuensi
pernapasan, denyut nadi serta tekanan darah pada penderita. Yang menonjol disini
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh.6,7,8
Pemeriksaan tingkat kesadaran diperlukan pasca kejang untuk memperhatikan
apakah ada defisit neurologis atau tidak. Bentuk pemeriksaan kesadaran yang
digunakan dapat berbentuk pemeriksaan kualitatif maupun kuantitatif. Tingkat
kesadaran kualitatif pasien terbagi atas:7,8
 Compos mentis: sadar terhadap diri dan lingkungan.

7
 Delirium : gaduh gelisah, kacau, disorientasi
 Somnolen : mengantuk, mudah dibangunkan, menangkis nyeri
 Stupor: dapat dibangunkan dengan rangsangan kuat, kemudian kesadaran turun
lagi
 Koma : tanpa gerakan sama sekali
Secara kuantitatif dapat digunakan Glasgow Coma Scale.Pemeriksaan tanda
rangsang meningial dapat digunakan untuk mengeksklusi adanya meningitis. Bentuk
pemeriksaan tanda rangsang meningeal meliputi kaku kuduk, tanda Kernig, tanda
Laseque dan tanda Brudzinsky.8,9

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan darah tepi
untuk mengetahui penyebab demam, pemeriksaan kadar elektrolit, glukosa serum,
pemeriksaan CSS serta pemeriksaan radiologik yang sesuai. Adanya pemeriksaan ini
bukan hanya untuk menegakkan diagnosis kejang demam namun juga untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi sistem saraf pusat yang membangkitkan
serangan kejang.8,9,13
Pemeriksaan elektrolit menunjukkan adanya hipokalsemia, hipomagnesia dan
hiperfosfatemia. Selain itu didapati penurunan kadar glukosa darah / hipoglikemia.
Analisa cairan serebrospinal tidak selalu dilakukan pada kejang demam. Pemeriksaan
ini dilakukan bila ada kecurigaan adanya meningitis pada bayi dan anak4,8.9
Pemeriksaan EEG tidak diindikasikan pasca kejang demam sederhana karena
umumnya gambarannya hanya akan membuktikan bentuk normal dan tidak akan
mengubah manajemen. EEG hanya diindikasikan pada kejang demam atipik maupun
anak yang beresiko berkembang menjadi epilepsi. Kelainan EEG berupa perlambatan
yang mencolok sering dialami pada anak dengan kejang afebris rekuren dibandingkan
anak normal. EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan anak mana yang akan
mengalami kejang demam berulang atau yang mengalami epilepsi.4,8,,9
Indikasi pemeriksaan EEG adalah Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang
demam, KECUALI apabila bangkitan bersifat fokal. EEG hanya dilakukan pada

8
kejang fokal untuk menentukan adanya focus kejang di otak yang membutuhkan
evaluasi lebih lanjut.13

2.10 Diagnosis Banding


Berikut ini beberapa jenis penyakit yang dapat dibandingkan dengan kejang
demam sederhana:5,6,7
a. Kejang Demam Kompleks / Atipikal
Merupakan kejang pada demam dengan manifestasi klinis yang lebih
lama (lebih dari 15 menit) yang disertai dengan tanda fokal. Serangan kejang
yang kompleks dapat terjadi lebih dari satu kali dalam satu hari. Adanya
kejang demam kompleks harus diwaspadai karena dapat merupakan pertanda
infeksi akut yang serius serta dapat menyebabkan komplikasi berupa
timbulnya epilepsi. Dua hal yang perlu diperhatikan untuk membedakan
kejang demam kompleks dan sederhana ialah lama berlangsungnya kejang
serta jumlah serangan kejang yang terjadi.

b.
Meningitis
Merupakan infeksi pada meningen, yaitu selaput pembungkus otak.
Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri seperti Stereptococcus pneumonia,
Eschericia coli, dan Haemophilus influenzae maupun virus seperti virus
herpes zoster dan herpes simplex. Ada triad klasik dari meningitis, yaitu
berupa kaku kuduk, demam tinggi dan perubahan status mental. Selain itu
dapat dijumpai adanya fotofobia dan fonofobia. Jika tidak ada gejala klasik
ini, maka sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis pada seseorang. Pada
anak biasanya terlihat irritabel dan kurang sehat. Pada bayi berusia hingga 6
bulan biasanya didapai penonjolan fontanella.2,7,8
Adanya pemeriksaan analisa cairan serebrospinal dapat digunakan
untuk menegakkan adanya meningitis.
c. Ensefalitis
Merupakan merupakan infeksi pada sistem saraf pusat yang umumnya
disebabkan oleh virus, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri.

9
Mikroorganisme ini dapat masuk melalui kulit, saluran nafas dan saluran
cerna. Gejala yang dialami biasanya berupa demam tinggi, pusing kepala,
kebingungan dan terkadang kejang. Pada pasien anak umumnya dijumpai
demam, tidak nafsu makan dan irritabilitas. Adanya ensefalitis juga dapat
diikuti dengan adanya meningitis. Analisa cairan otak dapat menunjukkan
peningkatan kadar protein dan sel darah putih, sedangkan kadar glukosa darah
normal. Pada beberapa pasien tidak dijumpai perubahan berarti pada analisa
cairan serebrospinal.2,7,8
d. Abses Otak
Abses otak jarang terjadi pada bayi berusia dibawah 1 tahun, namun
insidensinya akan meningkat setelah masa itu dan hampir sepertiga dari
semua kasus abses otak terjadi pada kelompok usia pediatrik. Abses otak
umumnya timbul sekunder dari infeksi tubuh di tempat lain atau melalui luka
tembus. Penyebabnya antara lain oleh karena absen hematogen atau metastatic
pada anak dengan kelainan jantung bawaan, oleh penetrasi otak oleh benda
asing atau pembedahan maupun akibat infeksi kulit kepala.2,8
Gejala yang dijumpai berupa letargi, anoreksia dan muntah. Anak
yang usianya lebih tua dapat mengeluhkan adanya nyeri kepala. Dapat
dijumpai kejang yang bersifat fokal maupun umum yang disertai dengan
demam yang tidak terlalu tinggi. Adanya abses biasanya akan disertai dengan
timbulnya defisit neurologis seperti hemiparesis, gangguan sensorik dan
kelainan lapang pandang. Adanya abses pada fossa posterior akan
menyebabkan ataksia, dismetria, serta kelumpuhan saraf kranialis. Defisit
neurologis ini tidak dijumpai pada kejang demam sederhana.
Pemeriksaan CSS umumnya tidak memberikan hasil bermakna. Sedangkan
CT Scan dapat digunakan menegakkan diagnosis dan evaluasi pengobatan
penyakit ini.2,9

10
2.11Penatalaksanaan
a. Non medika mentosa
Seringkali kejang yang terjadi akan berhenti dengan sendirinya.
Penting untuk menjaga jalan napas agar tetap lancar pada pasien yang
mengalami serangan kejang demam.10
 Jika anak mengalami kejang, posisikan anak miring (semiposisi)
dengan leher yang diekstensikan sehingga sekresi dapat keluar
secara lancar melalui mulut.
 Jika pernasapan sulit: buka saluran napas dengan ekstensi leher
secara hati-hati, angkat rahang ke depan. Jangan letakkan apapun
ke dalam mulut. Berikan O2 jika tersedia.
 Tetap perhatikan keadaan vital pasien seperti kesadaran, suhu,
tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Penting untuk
mengetahui pada suhu berapa anak mengalami kejang sehingga
kita dapat mengetahui ambang kejang anak tersebut.
 Jangan letakkan apapun (sendok, jari) di mulut pasien.
 Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan kompres air
dingin dan pemberian antipiretik. Antipiretik yang dapat
digunakan pada anak adalah Paracetamol. Jangan gunakan asam
salisilat sebagai antipiretik karena dapat menyebabkan sindrom
Reye.
Setelah kejang berhenti, periksa kadar glukosa dan elektrolit darah.
Pada kejang demam biasanya didapati peningkatan kadar fosfor, penurunan
kadar magnesium dan kalsium serta penurunan kadar glukosa darah.10
Hal yang perlu diperlukan adalah untuk menyingkirkan penyebab
kejang akibat infeksi pada sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis
dan abses otak. Oleh karena itu dapat dilakukan pungsi lumbal pada L4 – L5
untuk mengambil cairan serebrospinal. Cairan ini kemudian dianalisa untuk
mengetahui kemungkinan adanya infeksi pada sistem saraf pusat. Namun,

11
analisa cairan serebrospinal ini tidak dilakukan pada semua kasus kejang
demam melainkan hanya dilakukan pada:10
 Kejang dengan usia pasien dibawah 1 tahun.
 Kejang yang berulang.
 Adanya gejala-gejala gangguan sistem saraf pusat seperti
adanya defisit neurologis pasca kejang.
b. Medika Mentosa
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan adalah
mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat-obatan
antipiretik sanagt diperlukan. Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4
menit) dan pada waktu pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien
datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang
adalah diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-
lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma
kejang pada umumnya. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital) adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75
mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang
dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.13
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2
kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di
rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. Jika kejang masih berlanjut, lihat
algoritme tatalaksana status epileptikus. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.13
Pemberian obat antikonvulsan intermiten adalah obatmantikonvulsan yang
diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang
demam dengan salah satu faktor risiko seperti Kelainan neurologis berat, misalnya
palsi serebral, berulang 4 kali atau lebih dalam setahun, usia <6 bulan, bila kejang

12
terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius, apabila pada episode kejang
demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan cepat.13
Pemberian Antipiretik Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi risiko terjadinya kejang demam (level of evidence 1, derajat
rekomendasi A). Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat
bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah
10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali,3-4 kali
sehari.13
Pemberian obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang
diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang
demam dengan salah satu faktor risiko ini: Kelainan neurologis berat, misalnya palsi
serebral, berulang 4 kali atau lebih.13
Pemberian obat antikonvulsan rumat berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang
demam tidak berbahaya danpenggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang
tidak diinginkan, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan
dalam jangka pendek. 13
Indikasi pengobatan rumat: Kejang fokal, kejang lama >15 menit, terdapat kelainan
neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya palsi serebral,
hidrosefalus, hemiparesis. Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan
perkembangan, BUKAN merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau
fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik yang
bersifat fokal.13
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada
sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat
dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40
mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.
Lama pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat
untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat
anak tidak sedang demam.13

13
2.12 Komplikasi
a. Epilepsi
Anak yang menderita kejang demam berseiko lebih besar mengalami epilepsi
dibandingkan dengan yang tidak. Besarnya resiko ini dipengaruhi banyak
faktor, namun yang terpenting adalah kelainan status neurologik sebelum
kejang, timbulnya kejang demam yang kompleks dan riwayat kejang afebris
pada keluarga. Seorang anak normal yang mengalami kejang demam
memiliki resiko 2x lipat lebih besar dibandingkan populasi kontrol.
Apabila kejang pertamanya kompleks, atau bila anaknya abnormal, resiko
dapat meningkat hingga 5 kali lipat. Bila kedua faktor ada maka resikonya
menjadi 18 kali lipat dan insidensi epilepsi dapat mencapai 10% dalam
kelompok ini. Anak dengan serangan kejang demam fokal, berkepanjangan,
dan berulang dengan penyakit yang sama memiliki 50% kemungkinan
menderita epilepsi saat ia berusia 25 tahun.4,5
b. Retardasi mental
Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, defisit koordinasi dan
motorik dan status epileptikus pernah dilaporkan sebagai gejala sisa kejang
demam. Kejang yang berkepanjangan tampaknya merupakan faktor pemicu
timbulnya sekuele.4,5
2.13 Pencegahan
Pencegahan terutama dari kejang demam adalah mencegah agar suhu tubuh
anak tidak terlalu tinggi sehingga tidak menjadi faktor pemicu timbulnya kejang.3 Hal
yang dapat dilakukan ialah:4,6
 Memberi kompres air dingin pada anak yang demam.
 Tidak mengenakan baju yang tebal dan tertutup pada anak.
 Menggunakan obat penurun suhu tubuh, yaitu Paracetamol.
Pencegahan sekunder berupa mencegah rekurensi demam telah dibahas di bagian
penatalaksanaan, yaitu dengan pemberian diazepam oral 0,33 mg/kg setiap 8 jam.

14
2.13 Prognosis
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik
dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi
terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan
pertama. Apabila melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-
Buchthal (1973) mendapatkan:5,6
 Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada
wanita 50% dan pria 33%.
 Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat
keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada
tanpa riwayat kejang 25%.

15
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis, Edisi II, Jakarta.
2011.
2. Richard EB, Robert MK, Ann MA. Kejang-kejang pada masa anak-anak.
Ilmu kesehatan anak nelson. Vol 3. Ed 15th. Jakarta: EGC; 2004.
3. Richard EB, Robert MK, Ann MA. Kejang-kejang pada masa anak-anak.
Ilmu kesehatan anak nelson. Vol 3. Ed 15th. Jakarta: EGC; 2014.
4. Taslim SS, Sofyan I. Kejang demam. Buku ajar neurologi anak. Jakarta:
Balai Penerbit IDAI; 2001.hal.244-51.
5. Abraham MR, Julien IE, Colin DR. Sistem saraf. Buku ajar pediatric
Rudolph. Vol 3. Ed 20th. Jakarta: EGC; 2007.
6. Staf Pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Kejang demam sederhana. Buku
kuliah ilmu kesehatan anak. Vol 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
7. Roy M, Simon JN. Kejang demam. Pediatrika. Ed 7th. Jakarta: Erlangga:
2005.hal.112-4.
8. Loughlin GM. Bronchitis. Dalam : Kendig EL, Chernick V, penyunting.
Kendig’s Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-5.
Philadelphia : WB Saunders 1990 : 349-59.
9. Goodman D. Bronchitis. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB,
penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia : WB
Saunders, 2003 : 1414-5.
10. Tambunan, Taralan, dkk. Formularium spesialistik Ilmu kesehatan Anak
Idai. Jakarta : ikatan dokter anak Indonesia; 2012.
11. Rusepno H, Husein A, dkk. 2007. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan
Anak.Jakarta:Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ; Jakarta

12. Mary Ellen B, Wohl, MD. Bronchiolitis in Kendig’s Disorder of The

Respiratory Tract in Children. Seventh Edition, Elsevier Inc, 2006 page : 423

– 431.

13. Ikatan Dokter Anak Indonesia.Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang


Demam, Edisi II, Jakarta. 2016

16
17

You might also like