Professional Documents
Culture Documents
Anastesi Terapi Cairan Armita
Anastesi Terapi Cairan Armita
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan kasih-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul “TERAPI CAIRAN” ini, untuk melengkapi
persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Anestesi RSUD Dr. Djasamen Saragih
Pematangsiantar.
Dalam kesempatan ini pula penulis hendak menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Jones Damanik, Sp.An yang telah memotivasi, membimbing, dan
mengarahkan penulis selama menjalani program Kepaniteraan Klinik Senior dan dalam
penyusunan tulisan ini di bagian Anestesi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itulah,
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat
bagi penulis maupun pembaca sebagai bahan tambahan literatur dan ilmu pengetahuan
kedepannya.
Armitasary Batubara
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk multiseluler
seperti manusia atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu. Sebagian besar tubuh
manusia terdiri atas cairan yang jumlahnya berbeda-beda tergantung usia dan jenis kelamin
serta banyaknya lemak di dalam tubuh. Dengan makan dan minum tubuh mendapatkan air,
elektrolit serta nutrien-nutrien yang lain. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit
yang masuk setara dengan jumlah yang keluar. Pengeluaran cairan dan elektrolit dari tubuh
dapat berupa urin, tinja, keringan dan uap air pada saat bernapas.
Terapi cairan dibutuhkan bila tubuh tidak dapat memasukkan air, elektrolit serta
zat-zat makanan ke dalam tubuh secara oral misalnya pada saat pasien harus berpuasa
lama, karena pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia
berat, mual muntah dan lain-lain. Dengan terapi cairan kebutuhan akan air dan elektrolit
akan terpenuhi. Selain itu terapi cairan juga dapat digunakan untuk memasukkan obat dan
zat makanan secara rutin atau juga digunakan untuk menjaga keseimbangan asam basa.
Cairan tubuh ini sangat penting peranannya dalam menjaga keseimbangan
(hemodinamik) proses kehidupan. Peranan tersebut dikarenakan air memiliki karakteristik
fisiologis. Beberapa peranan air, antara lain :
1. Sebagai media utama pada reaksi intrasel
2. Mempertahankan kehidupan sel, karena hampir semua reaksi biokimia terjadi
dalam media air.
3. Sebagai pelarut terbaik untuk solute polar dan ionic
4. Media transport pada system sirkulasi, ruang di sekitar sel (intravaskuler,
interstitium) dan intrasel.
5. Sebagai pengatur suhu tubuh (thermoregulasi), karena air mempunyai panas
jenis, panas penguapan dan daya hantar panas yang tinggi.
Komponen cairan tubuh ini sangat bervariasi jumlahnya, tergantung dari faktor usia :
1. Pada bayi yang lahir premature komposisi cairan di dalam tubuh sekitar 80%
dari berat badan
3
2. Pada bayi yang lahir normal, komposisi cairan di dalam tubuh berkisar antara
70-75% dari berat badan.
3. Pada masa remaja, komposisi cairan tubuh ini berkisar antara 65-70% dari berat
badan.
4. Pada orang dewasa, komposisi cairan tubuh berkisar antara 50-60% dari berat
badan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Meliputi cairan intravaskuler (IVF), cairan interstitial (ISF), dan cairan transeluler.
1. Cairan intravaskuler (IVF)
Cairan intravaskuler dalam tubuh sekitar 10% dari total cairan tubuh. Volume
darah normal sebagai cairan intravaskuler kira-kira 70 ml/kgBB pada dewasa
dan 85-90 ml/kgBB pada neonates. Komponen dari cairan intravaskuler meliputi
protein plasma dan ion natrium, ion klorida, ion bikarbonat.
2. Cairan interstitial (ISF)
Cairan interstitial dalam tubuh manusia sebesar 30% dari cairan tubuh total.
cairan interstitial ini lebih besar daripada cairan intravaskuler. Jumlah total
5
cairan ekstraseluler adalah intravaskuler ditambah interstitial. Cairan transeluler
sendiri merupakan cairan pada secret percabangan trakeobronkial, saluran cerna,
berbagai kelenjar, cairan serebrospinal, ginjal dan humor aqueus mata.
Intraselular
(40%)
Cairan tubuh Interstitial
(60%) (15%)
Ekstraselular
(20%)
Intravaskuler
(5%)
6
c. Filtrasi
Filtrasi adalah suatu perpindahan air dan substansi yang dapat larut karena adanya
tekanan cairan. Proses ini dipengaruhi tekanan hidrostatik adalah tekanan yang
dihasilkan oleh cairan di suatu ruangan. Dengan kata lain, tekanan hidrostatik
merupakan tekanan di dalam pembuluh darah yang sangat ditentukan oleh tekanan
darah.
d. Transportasi Aktif
Dalam proses transport aktif, akan diperlukan energy untuk menggerakan materi yang
akan menembus membrane sel. Akan terjadi aktifitas metabolic pada proses tersebut.
Contoh dari transport aktif adalah pompa natrium-kalium-ATPase, ATP akan berubah
menjadi ADP dan melepaskan energy.
7
SKOR 1 2 3
Keadaan umum Baik Lesu/haus Gelisah, lemas,
mengantuk hingga
syok
Mata Biasa Cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
Pernapasan < 30 x/menit 30-40 x/menit > 40 x/menit
Turgor Baik Kurang Jelek
Nadi < 120 x/menit 120-140 x/menit > 140 x/menit
Interpretasi :
Skor: 6 : tanpa dehidrasi
7 – 12 : dehidrasi ringan-sedang
≥ 13 : dehidrasi berat
Cara rehidrasi :
A. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel di atas), banyak cairan yang diberikan (D) =
derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
B. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan
C. Pemberian cairan :
a. 6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M
b. 18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M 11Berat badan
Kcal/hari atau mL/hari Kcal/jam atau mL/jam
8
b. Kelebihan volume ( overhidrasi )
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl
ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan kelebihan air) ataupun
dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR),sirosis, ataupun gagal
jantung kongestif.
Gejala overhidrasi:
Nadi tak teratur Edema (menetap) di ekstremitas bawah
Tensi meningkat Edema disekitar periorbital
Meningkatnya BB
Sesak nafas
Penurunan Hb dan Hematokrit
Moist cracles
Rhonki
Gejala tambahan lainnya yang banyak ditemukan saat pemeriksaan pasien adalah
level kesadaran yang menurun, bingung (karena oksigenasi ke otak berkurang), kelemahan
otot rangka, dan peningkatan bising usus.
9
2.3 Asupan dan ekskresi cairan dan elektrolit fisiologis
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh
stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada
paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal.
Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per
hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata rata 250
ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak
disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.
b. Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari
natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi
(80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.
Dehidrasi isotonis (isonatremik): terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama
dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif
sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis
besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena
10
kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen
ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis
besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena
kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen
intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.
c. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl
ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun
dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal
jantung kongestif.9,10 Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan
cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
2. Perubahan konsentrasi
a. Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah dapat
dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan
mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L
maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia
(SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third
space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan
restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan
untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan,
sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang
dibutuhkan dapat menggunakan rumus :
Na= Na1 – Na0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
11
b. Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika kadar
natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang,
koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah,
diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium
berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air
sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.12
c. Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari
cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh.
Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS
segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria,
intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis,
hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild
hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan
monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG,
kelemahan otot yang hebat).13 Rumus untuk menghitung defisit kalium18 :
K = K1 – K0 x 0,25 x BB
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
d. Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau
obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik).
Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot)
dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat
berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq
dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.
12
3. Perubahan komposisi
a. Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan
ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang
tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri
dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan.
Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi
endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene
trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.
b. Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang
dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai
hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah
yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari
ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi.
c. Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan
bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil,
diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah
peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetik
ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya
ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya
diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis
respirasi digunakan.
d. Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat
dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah
hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan
adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis
harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit
yang sering.
13
2.5 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan
postoperatif.
A. Faktor-faktor preoperatif
1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres akibat
operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis
osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan elektrolit
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari
traktus gastrointestinal.
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6. Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan sekitar
300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau
adanya kehilangan abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya harus dikoreksi sebelum operasi untuk
meminimalkan efek dari anestesi.
B. Faktor-faktor intraoperatif
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif
karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.
2. Kehilangan darah yang abnormal
3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan
cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
14
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi
yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)
C. Faktor-faktor postoperatif
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Peningkatan katabolisme jaringan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4. Risiko atau adanya ileus postoperatif
15
Table 2. Rumus Holiday Segar
A. Jenis-Jenis Cairan
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Cairan
kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama
efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler.
Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk
resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme
di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl
0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik
16
(delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat
peningkatan klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya
dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan
kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta
berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang
mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga
dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma substitute” atau
“plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan
agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering
digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan
kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami:
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara
memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis
dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga
mengandung alfa globulin dan beta globulin.
b. Koloid sintetis:
1. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex)
dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B
yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander
yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki
aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah.
Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet
adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan
17
aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross
match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1
(Promit) terlebih dahulu.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000
dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
18
- Mengembalikan kehilangan sedikit
pada ruang cairan ke-3 - Mengurangi kejadian edema
perifer
- Dapat menurunkan tekanan
intrakranial
Kerugian - Mengencerkan tekanan - Mahal
osmotik koloid - Menginduksi koagulopati
- Menginduksi edema (dextran & helastarch)
perifer - Jika tdpt kerusakan kapiler,
- Insidensi terjadinya dpt berpotensi tjd perpindhn cairan
edema pulmonal lebih tinggi ke interstitial
- Membutuhkan volume yg - Mengencerkan faktor
lebih besar pembekuan dan trombosit
- Efeknya sementara - Berpotensi menghambat
tubulus renalis dan sel
retikuloendotelial di hepar
- Kemungkinan adanya reaksi
anafilaksis (dextran)
19
Usia Jumlah Kebutuhan
(ml/Kg/Jam)
Dewasa 1,5 – 2
Anak 2–4
Bayi 4–6
Neonatus 3
20
karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat
menekan pemecahan protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5
gr%. Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan
garamisotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
21
BAB III
KESIMPULAN
Cairan tubuh merupakan saran untuk transpor zat makanan maupun sisa-sisa
metabolisme, membawa nutrien (komponen makanan) mulai dari proses absorbsi,
metabolisme. Hasil metabolisme akan didistribusikan ke seluruh tubuh dan ekskresinya
akan dikeluarkan dari tubuh.
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam
batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma
ekspander) secara intravena. Tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk
mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi
Cairan. In: Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak
Nelson ed 15, jilid 2. Jakarta: EGC; 258-266
2. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [ serial online ] 2006 Mar [dikutip 6
Okt 2007]. Tersedia dari: URL: http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.
3. Fatimah Nur, D. syok hipovolemik 2010. Tersedia dari URL :
http://www.gogle.com/syokhipovolemik.htm
4. Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian
Farmakologi Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
5. Hasan F. Terapi Cairan. 2008. Di unduh dari
http://drfhasan.blogspot.com/2008/01/referat-terapi-cairan.html .
6. Latief S, Kartini, Dachlan. (editor). Terapi Cairan Pada pembedahan. Dalam :
Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi II. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
FKUI. 2002.
7. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New york:
McGraw-Hill; 1999
8. Senaphati, tjokorda. dkk, “ Buku Ajar Anestesi dan Reanimasi ”, indeks Jakarta.
2010.
9. Tutuko, bambang. Dkk, “ Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif”,
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia, 2009
23