You are on page 1of 22

Pembimbing:

Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan Rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
KERACUNAN ORGANOFOSFAT. Makalah ini kami buat sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan program Kepanitraan Klinik Senior (KKS) dibagian KEDOKTERAN
FORENSIK RSUD. DJASAMEN SARAGIH P.SIANTAR.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing dr. REINHARD .J.D.
HUTAHAEAN SH. SpF yang telah memberikan bimbingan dan juga kepercayaan kepada
kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Sekian dan Terimakasih

Pematangsiantar, 25 Oktober 2015

Penulis

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 1


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 1


DAFTAR ISI ............................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
2.1 Definisi .......................................................................................................... 4
2.2 Mekanisme Kerja Racun ............................................................................ 5
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Racun .................................. 6
2.4 Patofisiologi .................................................................................................. 9
2.5 Manifestasi Klinis ........................................................................................ 10
2.6 Kriteria Diagnosis ........................................................................................ 11
2.7 Penatalaksanaan .......................................................................................... 11
2.8 Syarat Rujukan ............................................................................................ 13
2.9 Penanganan Kasus Kematian Akibat Keracunan .................................... 15
2.10 Aspek Medikolegal ................................................................................... 17
2.11 Pengambilan Sampel Pada Korban Yang Tewas .................................. 19
2.12 Kunci Pembuktian Kasus Keracunan .................................................... 19
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 21
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 22

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 2


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

BAB I
PENDAHULUAN

Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia
yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Racun adalah zat atau bahan
yang bila masuk kedalam tubuh melalui mulut, hidung, suntikan dan diabsorpsi melaui kulit
atau digunakan terhadap organism hidup dengan dosis relative kecil akan merusak
kehidupan atau mengganggu dengan serius fungsi satu atau lebih organ atau jaringan.
Sebagai suatu bagian vital dalam tubuh, susunan saraf dilindungi dari toksikan dalam darah
oleh suatu mekanisme protektif yang unik, yaitu sawar darah otak dan sawar darah saraf. Meskipun
demikian, susunan saraf rentan terhadap berbagai jenis toksikan. Lebih rentannya sebagaian dapat
dirangsang oleh listrik, neuron cenderung lebih mudah kehilangan integritas membran sel. Panjang
akson merupakan alasan lain mengapa susunan saraf terutama rentan terhadap efek toksik, karena
badab sel harus memasok aksonnya secara struktural maupun metabolisme.

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 3


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Organofosfat adalah nama unsur ester dari asam fosfat. Keracunan organofosfat
merupakan suatu keadaan intoksikasi yang disebabkan oleh senyawa organofosfat seperti
malathion, parathion, tetraetilpirofosfat (TEPP) dan oktamil pirofosforamida (OMPA) yang
bisa masuk kedalam tubuh baik dengan cara tertelan, terhirup nafas, atau terabsorbsi lewat
kulit dan mata.

Senyawa organofosfat merupakan kelompok senyawa yang memiliki potensi dan


bersifat toksik dalam menghambat cholinesterase yang mengakibatkan sasaran mengalami
kelumpuhan dan menyebabkan kematian .

Tabel. Golongan Organofosfat

Komponen LD50 (mg/Kg)


Akton 146
Coroxon 12
Diazinon 100
Dichlorovos 56
Ethion 27
Malathion 1375
Mecarban 36
Methyl parathion 10
Parathion 3
Sevin 274
Systox 2,5
TEPP 1

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 4


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

2.2 MEKANISME KERJA RACUN


Mekanisme kerja racun dapat dibagi dalam beberapa hal yaitu:
1. Racun yang bekerja secara setempat (lokal)
Misalnya: - Racun bersifat korosif: lisol, asam dan basa kuat
- Racun bersifat iritan: arsen, HgCl2-
- Racun bersifat anestetik: kokain, asam karbol
Racun-racun yang bekerja secara setempat ini, biasanya akan menimbulkan sensasi
nyeri yang hebat, disertai dengan peradangan, bahkan kematian yang dapat disebabkan oleh
syok akibat nyerinya tersebut atau karena peradangan sebagai kelanjutan dari perforasi
yang terjadi pada saluran pencernaan.

2. Racun yang bekerja secara umum (sistemik)


Walaupun kerjanya secara sistemik, racun-racun dalam golongan ini biasanya
memiliki akibat/afinitas pada salah satu sistem atau organ tubuh yang lebih besar bila
dibandingkan dengan sistem atau organ tubuh lainnya.
Misalnya:
- Narkotika, barbiturate, dan alkohol berpengaruh pada susunan syaraf pusat
- Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung
- Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang
- CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan
- Cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap ginjal
- Insektisida golongan hidrokarbon yang di-chlor-kan dan phosphorus terutama
berpengaruh terhadap hati

3. Racun yang bekerja secara setempat dan secara umum


Misalnya: asam oksalat, asam karbol, arsen, garam Pb

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 5


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

2.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERJA RACUN


1. Cara pemberian
Setiap racun baru akan menimbulkan efek yang maksimal pada tubuh jika cara
pemberiannya tepat. Misalnya jika racun-racun yang berbentuk gas tentu akan memberikan
efek maksimal bila masuknya ke dalam tubuh secara inhalasi. Jika racun tersebut masuk ke
dalam tubuh secara ingesti tentu tidak akan menimbulkan akibat yang sama hebatnya
walaupun dosis yang masuk ke dalam tubuh sama besarnya.
Berdasarkan cara pemberian, maka umumnya racun akan paling cepat bekerja pada
tubuh jika masuk secara inhalasi, kemudian secara injeksi (i.v, i.m, dan s.c), ingesti,
absorbsi melalui mukosa, dan yang paling lambat jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh
melalui kulit yang sehat.

2. Keadaan tubuh
a. Umur
Pada umumnya anak-anak dan orang tua lebih sensitif terhadap racun bila
dibandingkan dengan orang dewasa. Tetapi pada beberapa jenis racun seperti
barbiturate dan belladonna, justru anak-anak akan lebih tahan.
b. Kesehatan
Pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal, biasanya akan
lebih mudah keracunan bila dibandingkan dengan orang sehat, walaupun racun yang
masuk ke dalam tubuhnya belum mencapai dosis toksis. Hal ini dapat dimengerti
karena pada orang-orang tersebut, proses detoksikasi tidak berjalan dengan baik,
demikian pula halnya dengan ekskresinya. Pada mereka yang menderita penyakit yang
disertai dengan peningkatan suhu atau penyakit pada saluran pencernaan, maka
penyerapan racun pada umumnya jelek, sehingga jika pada penderita tersebut terjadi
kematian, kita tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa kematian
penderita disebabkan oleh racun. Dan sebaliknya pula kita tidak boleh tergesa-gesa
menentukan sebab kematian seseorang karena penyakit tanpa melakukan penelitian
yang teliti, misalnya pada kasus keracunan arsen (tipe gastrointestinal) dimana disini
gejala keracunannya mirip dengan gejala gastroenteritis yang lumrah dijumpai.

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 6


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

c. Kebiasaan
Faktor ini berpengaruh dalam hal besarnya dosis racun yang dapat menimbulkan
gejala-gejala keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya toleransi. Tetapi perlu
diingat bahwa toleransi itu tidak selamanya menetap. Menurunnya toleransi sering
terjadi misalnya pada pencandu narkotik, yang dalam beberapa waktu tidak
menggunakan narkotik lagi. Menurunnya toleransi inilah yang dapat menerangkan
mengapa pada para pencandu tersebut bisa terjadi kematian, walaupun dosis yang
digunakan sama besarnya.
d. Hipersensitif (alergi – idiosinkrasi)
Banyak preparat seperti vitamin B1, penisilin, streptomisin dan preparat-preparat
yang mengandung yodium menyebabkan kematian, karena sikorban sangat rentan
terhadap preparat-preparat tersebut. Dari segi ilmu kehakiman, keadaan tersebut tidak
boleh dilupakan, kita harus menentukan apakah kematian korban memang benar
disebabkan oleh karena hipersensitif dan harus ditentukan pula apakah pemberian
preparat-preparat mempunyai indikasi. Ada tidaknya indikasi pemberi preparat tersebut
dapat mempengaruhi berat-ringannya hukuman yang akan dikenakan pada pemberi
preparat tersebut.

3. Racunnya sendiri
a. Dosis
Besar-kecilnya dosis racun akan menentukan berat-ringannya akibat yang
ditimbulkan. Dalam hal ini tidak boleh dilupakan akan adanya faktor toleransi, dan
intoleransi individual. Pada intoleransi, gejala keracunan akan tampak walaupun racun
yang masuk ke dalam tubuh belum mencapai level toksik. Keadaan intoleransi tersebut
dapat bersifat bawaan / kongenital atau intoleransi yang didapat setelah seseorang
menderita penyakit yang mengakibatkan gangguan pada organ yang berfungsi
melakukan detoksifikasi dan ekskresi.
b. Konsentrasi
Untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh secara lokal misalnya zat-zat korosif,
konsentrasi lebih penting bila dibandingkan dengan dosis total. Keadaan tersebut

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 7


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

berbeda dengan racun yang bekerja secara sistemik, dimana dalam hal ini dosislah
yang berperan dalam menentukan berat-ringannya akibat yang ditimbulkan oleh racun
tersebut.
c. Bentuk dan kombinasi fisik
Racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek bila
dibandingkan dengan yang berbentuk padat. Seseorang yang menelan racun dalam
keadaan lambung kosong, tentu akan lebih cepat keracunan bila dibandingkan dengan
orang yang menelan racun dalam keadaan lambungnya berisi makanan.
d. Adiksi dan sinergisme
Barbiturate, misalnya jika diberikan bersama-sama dengan alkohol, morfin, atau
CO, dapat menyebabkan kematian, walaupun dosis barbiturate yang diberikan jauh di
bawah dosis letal. Dari segi hukum kedokteran kehakiman, kemungkinan-
kemungkinan terjadinya hal seperti itu tidak boleh dilupakan, terutama jika
menghadapi kasus dimana kadar racun yang ditemukan rendah sekali, dan dalam hal
demikian harus dicari kemungkinan adanya racun lain yang mempunyai sifat aditif
(sinergitik dengan racun yang ditemukan), sebelum kita tiba pada kesimpulan bahwa
kematian korban disebabkan karena reaksi anafilaksi yang fatal atau karena adanya
intoleransi.
e. Susunan kimia
Ada beberapa zat yang jika diberikan dalam susunan kimia tertentu tidak akan
menimbulkan gejala keracunan, tetapi bila diberikan secara tersendiri terjadi hal yang
sebaliknya.
f. Antagonisme
Kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih dari satu macam
racun, tetapi tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena reaksi-reaksi tersebut saling
menetralisir satu sama lain. Dalam klinik adanya sifat antagonis ini dimanfaatkan
untuk pengobatan, misalnya nalorfin dan kaloxone yang dipakai untuk mengatasi
depresi pernafasan dan oedema paru-paru yang terjadi pada keracunan akut obat-
obatan golongan narkotik. (1)

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 8


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

2.4 PATOFISIOLOGI
Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya
dan sering menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat
menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi
pseudokholinesterase dalam plasma kholinesterase dalam sel darah merah dan pada
sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetilkolin menjadi asetat dan
kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetilkolin meningkat dan
berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat dan perifer. Hal
tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian
tubuh.
Organofosfat diabsorbsi dengan baik melalui inhalasi, kontak kulit, dan tertelan
dengan jalan utama pekerjaan adalah melalui kulit.

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 9


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

Enzim asetilkolinesterase memegang peranan penting dalam penghentian transmisi


kolinergik, maka efek utama antikolinesterase adalah :
Mata : Pada mata antikolinesterase dapat menyebabkan miosis, hilangnya daya akomodasi,
dan hiperemia konjungtiva. Miosis dapat terjadi cepat sekali dalam beberapa menit, dan
menjadi maksimal setelah setengah jam.
Saluran Cerna: Antikolinesterase dapat meningkatkan peristaltik usus, kontraksi lambung,
dan sekresi asam lambung.
Otot : Antikolinesterase memperlihatkan efek nikotinik pada otot rangka karena asetilkolin
tertumbun di sambungan saraf otot. Hal ini menyebabkan otot rangka dalam keadaan
terangsang terus menerus sehingga terjadi tremor, fibrilasi otot, dan dalam keadaan yang
berat dapat menimbulkan kejang-kejang. Bila terjadi keracunan yang berat dapat terjadi
kelumpuhan akibat depolarisasi menetap ( persisten).
Efek Lain : Pada umumnya antikolinesterase melalui efek muskarinik, memperbesar
sekresi semua kelenjar eksokrin misalnya kelenjar pada bronkus, kelenjar air mata, kelenjar
keringat, kelenjar air liur, dan saluran cerna.

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Keracunan organofosfat dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda dan
gejala dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten.
Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada otot polos
dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi diare, urinasi, miosis, bradikardi atau
brokospasme, defekasi, eksitasi, lakrimasi, salivasi dan hipotensi. Efek yang terutama pada
sistem respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi
bronkus.
Dosis menengah sampai tinggi terutama tejadi stimulasi nikotinik pusat daripada
efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, kejang disusul paralisis,
pernafasan Cheyne Stokes dan coma). Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam
waktu 6-8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa
menit. Bila gejala muncul setelah lebih dari 8 jam, ini bukan keracunan organofofat karena
hal tersebut jarang terjadi.

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 10


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

Kematian keracunan akut organofosfat umumnya berupa kegagalan pernafasan.


Oedem paru, bronkokonstriksi dan kelumpuhan otot-otot pernafasan yang kesemuanya
akan meningkatkan kegagalan pernafasan. Aritmia jantung seperti heart block dan henti
jantung lebih sedikit sebagai penyebab kematian.
Insektisida organofosfat diabsorbsi melalui cara pajanan yang bervariasi, melalui
inhalasi gejala timbul dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan umumnya
membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala.
Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan akibat terlokalisir. Absorbsi perkutan
dapat menimbulkan keringat yang berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah yang
terpajan saja. Pajanan pada mata dapat menimnulkan hanya berupa miosis atau pandangan
kabur saja. Inhalasi dalam konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan
batuk.

2.6 KRITERIA DIAGNOSIS


1. Anamnesis kontak antara korban dengan racun
2. Adanya tanda-tanda dan gejala yang sesuai dengan akibat dari racun yang diduga
3. Harus dapat dibuktikan bahwa sisa benda bukti adalah racun yang dimaksud
4. Dari bedah mayat harus dapat disingkirkan sebab kamatian lain dan kelainan harus
sesuai dengan kelainan akibat racun yang diduga
5. Dibuktikan adanya racun dan metabolitnya dari analisis toksikologik pada bahan
darah/urin

2.7 PENATALAKSANAAN
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan terhadap pasien yaitu segera muntahkan
pasien dengan cara mengorek dinding belakang tenggorok dengan jari atau alat lain,
dan/atau dengan memberikan susu penuh dalam segelas air hangat. Bila penderita tidak
sadar, tidak boleh dimuntahkan karena bahaya aspirasi.7,8
Hati-hati pada orang tua dan bayi. Bila penderita berhenti nafas, segeralah dimulai
pernafasan buatan. Terlebih dulu bersihkan mulut dari air liur, lendir atau makanan yang

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 11


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

menyumbat jalan nafas. Bila organofosfat tertelan, jangan dilakukan pernafasan dari mulut
ke mulut.
Penanganan lain yang dapat dilakukan antara lain:
1. Stabilisasi
Terapi suportif berupa:
a. Penatalaksanaan jalan nafas (valve bag mask)
b. Penatalaksanaan fungsi pernapasan : ventilasi dan oksigenasi
c. Penatalaksanaan sirkulasi
d. Jika terjadi kejang, beri diazepam dengan dosis Dewasa 10-20 mg iv dengan
kecepatan 2,5 mg/30 detik atau 0,5ml/30 menit. Jika perlu dosis ini dapat diulangi
setelah 30-60 menit. Mungkin perlu infus kontinue sampai maksimal 3 mg/kg BB/24
jam. Sedangkan dosis untuk anak-anak adalah 200-300 µg/kg BB
2. Dekontaminasi gastrointestinal
a. Induksi muntah, dengan menyentuh pangkal tenggorokan dengan jari atau ujung
sendok. Induksi muntah dilakukan bila terjadi intoksikasi organofosfat dengan
konsentrasi 20% atau lebih.
Induksi muntah tidak boleh dilakukan pada pasien tidak sadar atau sangat
mengantuk/somnolen dan pasien kejang karena dapat menyebabkan aspirasi ke
saluran pernapasan dan dapat memperparah keadaan. Induksi muntah juga tidak boleh
dilakukan bila sudah terpapar lebih dari empat jam, bila bahan pelarut organofosfat
merupakan petroleum distilat.
b. Aspirasi dan kumbah lambung
Jika konsentrasi 20% atau lebih. Efektif bila dilakukan 2-4 jam pertama dan dengan
teknik yang baik.

Obat yang Spesifik dan Antidotum


1. Sulfas Atropin : Dosis: dewasa 1-2 mg (4-8 ampul), anak-anak 0,02-0,05 mg/kg BB iv.
Dosis ini diulang tiap 10-15 menit sampai tercapai atropinasi, yaitu sekresi pernapasan
mengering, pupil midriasis, kulit kemerahan (flushing), takikardi, mulut dan kulit kering.

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 12


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

Dosis maksimum: 50 mg (200 ampul) dalam 24 jam. Pada kasus yang berat dapat
sampai 100 mg. Dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan selama 2x24 jam dengan
Pemberian intermiten dengan interval 30 menit, 60 menit, 2 jam, dst. Atau dengan infus
kontinu 0,02-0,08 mg/kg BB/jam. Rata-rata pasien keracunan organofosfat memerlukan
40 mg atropin/hari, tetapi dapat juga sampai 1000 mg/hari. Dosis sulfas atropin yang
berlebih dapat menimbulkan agitasi dan takikardi. Jika sulfas atropin tidak dapat
diberikan secara iv, dapat diberikan melalui im, subkutan, endotrakheal (2,5 kali dosis
iv) atau intraosseus (pada anak).
2. Pralidoxim : dosis awal  dewasa 2 gram, anak 30 mg/kg BB iv diikuti infus kontinu 8
mg/kg BB/jam selama 24 jam dan diberikan sampai perbaikan klinis.
Diberikan segera setelah pasien diberi atropin yang merupakan reaktivator enzim
kolinesterase. Jika pengobatan terlambat lebih dari 24 jam setelah keracunan,
keefektifannya dipertanyakan.
Dosis normal yaitu 1 gram pada orang dewasa. Jika kelemahan otot tidak ada perbaikan,
dosis dapat diulangi dalam 1 – 2 jam. Pengobatan umumnya dilanjutkan tidak lebih dari
24 jam kecuali pada kasus pajanan dengan kelarutan tinggi dalam lemak atau pajanan
kronis. Pralidoksim dapat mengaktifkan kembali enzim kolinesterase pada sinaps-sinaps
termasuk sinaps dengan otot rangka sehingga dapat mengatasi kelumpuhan otot rangka.
3. Diazepam: untuk meningkatkan toleransi atropin.
Dosis dewasa : 5-10 mg, anak-anak 0,24-0,4 mg/kg iv
4. Oximes: pada kasus keracunan organofosfat yang sedang-berat (misalnya ada paralisis
otot pernapasan atau kejang), perlu diberi reaktivator asetilkolinesterase (Oximes) yang
diberikan setelah pemberian antidotum sulfas atropin.
5. Obidoxime : dosis awal  dewasa 0,25 gram, anak 4 mg/kg BB iv diikuti infus kontinu
0,5 mg/kg BB/jam selama minimal 24 jam dan diberikan sampai perbaikan klinis.

2.8 SYARAT RUJUKAN


 Kemampuan dokter dan tempat layanan kesehatan tidak memadai
 Keadaan yang mengancam jiwa harus tertangani terlebih dahulu (Airway, Breathing,
Circulation, Disability)

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 13


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

o Airway, yang dinilai


 Look : ada gerak napas atau tidak, teratur atau tidak
 Listen : ada suara tambahan seperti (snoring: sumbatan akibat jatuhnya pangkal lidah
ke belakang, gurgling: sumbatan oleh cairan, stridor: sumbatan pada plika vokalis)
 Feel : ada atau tidaknya ekshalasi
o Penanganan airway : memastikan tidak ada sumbatan jalan napas dengan melakukan
chin lift ataupun jaw trust. Bersihkan cairan – cairan yang menyumbat jalan napas. Jika
airway telah terlaksana bisa dilanjutkan pada pemeriksaan breathing.
o Breathing, penilaian
 Look : ada tidaknya penggunaan otot – otot bantu pernapasan
 Listen : suara napas pada kedua paru – paru
 Feel : merasakan udara keluar dari mulut dan hidung
o Penanganan breathing
 Jika terjadi takipneu setelah kita bebaskan jalan napas, mungkin terdapat masalah
pada pernapasannya, apabila terlihat retraksi otot – otot pernapasan tapi kedua gerak
dada simetris, penanganan yang dapat diberikan adalah pemberian terapi oksigen
 Indikasi terapi oksigen jangka pendek :
 Hipokesemia akut (PaO2 <60mmHg, SaO2 <90%)
 Henti jantung dan henti napas
 Hipotensi (TD sistolik <100mmHg)
 Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolic (bikarbonat <18 mmol/L)
o Circulation. Penilaian sirkulasi tanda klinis syok
 Akral dingin, pucat, basah
 Capillary refill time >2 detik
 Napas cepat
 Nadi >100
 TD systole <90 – 100 mmHg
 Tingkat kesadaran: gelisah sampai dengan koma
o Disability, penilaian disability (pemeriksaan neurologi singkat - AVPU)
 Alert / awake : sadar penuh

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 14


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

 Verbal stimulation : ada reaksi terhadap perintah


 Pain stimulation : ada reaksi terhadap nyeri
 Unresponsive : tidak bereaksi
 Glasgow Coma Score

2.9 PENANGANAN KASUS KEMATIAN AKIBAT KERACUNAN


Berdasarkan interval waktu antara kontak korban-racun dengan kematian,
dibedakan atas:
1. Kematian yang berlangsung cepat : kongesti alat dalam, edema paru-otak-ginjal, tanda-
tandakorosif, bau khas dari hidung-mulut, lebam mayat yang khas.
2. Kematian yang berlangsung lambat menimbulkan kelainan khas sesuai jenis racun,
seperti :
 Arsen: akan menunjukkan pigmentasi, hiperkeratosis, dan rontoknya rambut.
 Karbon monoksida: akan terjadi perlunakan atau gambaran honey comb
appearance pada globus palidus, perdarahan berbintik, dan adanya ring
haemorrhages pada otak
 Alkohol: akan menimbulkan sirosis hati, perdarahan saluran cerna.
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan ada beberapa hal yang penting
dilakukan :
 Pemeriksaan ditempat kejadian.
 Pemeriksaan luar
 Pemeriksaan dalam.

Pemeriksaan ditempat kejadian :


- Perlu dilakukan untuk membantu penentuan penyebab kematian dan menentukan cara
kematian.
- Mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang saat kematian.
- Mengumpulkan barang bukti.

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 15


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

Pemeriksaan Luar :
1. Bau : dari bau yang tercium dapat diperoleh dapat petunjuk racun yang kiranya
ditelan oleh korban. Segera setelah pemeriksaan berada disamping mayat ia harus
menekan dada mayat untuk menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar
dari lubang-lubang hidung dan mulut.
2. Pakaian dan kulit: perhatikan adanya bercak, bau, dan distribusi, biasanya pada
pembunuhan (bercak tidak beraturan/disiram), bunuh diri (bercak beraturan pada
tangan dari atas ke bawah), kecelakaan(tidak khas).
3. Lebam mayat, perhatikan warna : merah terang (keracunan sianida, CO, atau kontak
dengan benda suhu dingin); coklat kebiruan (anilin, nitrobenzena, kina, potasium-
chlorate danacetanilide), hijau (H2S).
4. Bercak, warna, dan distribusi sekitar mulut: yodium (kulit menjadi hitam), nitrat
(kulit menjadi kuning), zat korosif (luka bakar merah-coklat), dan distribusi
menginformasikan cara kematian.

Pemeriksaan Dalam :
1. Pada permukaan rongga toraks dan abdomen biasanya tercium bau minyak tanah,
terutama waktu membuka lambung, usus, bronkus dan paru.
2. Pada beberapa kasus paru-paru akan tampak mengalami oedem dan berbuih. Bintik-
bintik perdarahan pada pleura tampak konstan, terutama pada daerah hipostatik, yang
mana akan menampakkan gambaran kolaps pada pleura.
3. Tanda-tanda yang tampak pada sismtem GIT antara lain: tampak warna kehitaman pada
usus, adanya darah dalam usus, kongesti pada mukosa usus dengan bintik-bintik
perdarahan pada lapisan submukosa usus dan bisa juga terjadi erosi dan perlukaan usus.
4. Adanya cairan yang berminyak dalam lambung atau usus
5. Tidak ditemukan kelainan organ yang spesifik, tetapi terkadang terdapat oedema paru,
dilatasi kapiler dan kongesti organ-organ viseral.

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 16


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

2.10 ASPEK MEDIKOLEGAL


Pada kasus kematian akibat keracunan, Pasal 133 (1) KUHAP, berbunyi : dalam hal
penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peistiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwewenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan
atau ahli lainnya, pengertian atau batasan racun itu sendiri tidak dijelaskan, dengan
demikian dipakai pengertian racun yang telah disepakati oleh para ahli.
Tugas dokter ahli forensik dan atau ahli toksikologi forensik pada pemeriksaan di TKP
antara lain :
1. Menentukan apakah korban masih hidup atau sudah meninggal.
2. Bila masih hidup, segera dilakukan pertolongan secepatnya.
3. Mengumpulkan barang bukti atau bahan-bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan
toksikologi, misalnya:
- Sisa-sisa bahan yang telah dimakan atau diminum.
- Bahan lain (missal obat) yang berada dekat disekitarnya dan diduga sebagai bahan
penyebab keracunan.
- Bahan muntahan.
- Hasil cucian lambung, urin, darah dan feses (apabila sempat dirawat).
4. Sedapat mungkin tentukan apakah keracunan tersebut suatu peristiwa pembunuhan atau
bunuh diri.
5. Apabila korban telah meninggal dan ada permintaan visum et repertum, maka jenazah
segera diangkut kerumah sakit setelah sebelumnya diberi label dan segel.
Ditinjau dari kejadiannya, maka pemeriksaan pada peristiwa keracunan diatas dapat
berupa :
1. Kecelakaan (tidak disengaja).
Dalam hal ini, keracunan umumnya bersumber pada kekurang hati-hatian korban atau
kelalaian korban maupun orang lain sehingga berakibat fatal. Dapat terjadi :
a. Di lingkungan rumah tangga
Sering terjadi pada anak-anak karena keingintahuannya akan segala apa yang ada di
sekitarnya. Keracunan dapat terjadi akibat obat-obatan, pestisida, detergent,

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 17


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

desinfektan. Pada orang dewasa biasanya karena kekeliruan penyimpanan,


penandaan, dan kecerobohan penggunaan bahan racun.
b. Di bidang medis
Dapat berupa kesalahan pemberian obat oleh dokter/ apoteker/ tenaga kesehatan
lainnya misalnya dalam hal :
- Kesalahan dosis obat
- Kesalahan pemberian etiket
- Kesalahan aturan pakai dan lain-lain.
c. Di lapangan pertanian
Akibat dari meluasnya pemakaian obat-obatan/ racun anti serangga tanpa di imbangi
informasi dan pengetahuan yang cukup, jelas dan terarah.
d. Di bidang industry
Terjadi karena keracunan bahan baku (yang toksik) atau hasil samping/limbah
industry
e. Penyalahgunaan obat
Merupakan sumber bermacam-macam keracunan obat, baik obat terlarang maupun
tidak. Misalnya : keracunan fatal akibat heroin, morfin, phencyclidine (PCP).
Kematiannya biasanya karena over dosis.
2. Disengaja
a. Bunuh diri
Kematian akibat keracunan akibat bunuh diri biasanya merupakan kasus terbanyak
dari kasus keracunan fatal. Untuk tujuan ini, biasanya dipilih racun yang aksinya
cepat dan tidak menimbulkan rasa sakit. Contoh : gas karbon monoksida, obat tidur,
kombinasi obat tidur dan alcohol.
b. Pembunuhan
Biasanya untuk tujuan ini dipih racun yang mudah dimasukkan kedalam makanan
atau minuman calon korban, tidak berwarna, berbau, berasa untuk mencegah
kecurigaan calon korban atau pihak-pihak lain. Walaupun pembunuhan dengan racun
ini jarang ditemukan pada waktu dini, namun haruslah dipupuk kerjasama yang baik
antara pihak penyidik dengan dokter ahli forensik (patologi) dan atau ahli toksikologi

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 18


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

forensik yang melaksanakan pemeriksaan post mortam terhadap korban untuk


menentukan sebab dan cara kematian korban.

2.11 PENGAMBILAN SAMPEL PADA KORBAN YANG TEWAS


 Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil sebanyak-banyak nya
setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatologi.
 Secara umum sampel yang harus diambil adalah :
- Pada korban hidup
Sisa makanan/minuman (muntahan), darah-/+ 100 ml, urine -/+100 ml
- Pada jenazah :
a. Lambung dengan isinya
b. Darah
c. Hati
d. Ginjal
e. Otak
f. Urine
g. Empedu
Pada kasus khusus dapat diambil :
 Jaringan sekitar suntikan dalam radius sekitar 5-10 cm
 Jaringan otot yaitu dari tempat yang terhindar kontaminasi misalnya musculus psoas
sebanyak 200 gr
 Lemak dibawah kulit dinding perut sebanyak 200 gr
 Rambut yang dicabut sebanyak 10 gr
 Kuku yang dipotong sebanyak 10 gr
 Cairan otak sebanyak-banyaknya. (1,3)

2.12 KUNCI PEMBUKTIAN KASUS KERACUNAN


Dalam pembuktian kasus keracunan sebagai tindak pidana, banyak hal yang harus
dibuktikan dan dalam pembuktiannya banyak melibatkan dokter forensik klinis. Hal yang
dibuktikan antara lain :

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 19


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

1. Bukti hukum (legally proving )


Bukti hukum yang dapat diterima di pengadilan (adminissible)
sangat tergantung dari keaslian bukti tersebut sehing a penatalaksanaan terhadap bukti-
bukti pada korban sangat diperlukan. Terlebih lagi pada kasus tindak pidana yang
memerlukan standar pembuktian dengan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi
yaitu sampai tidak ada keraguan yang beralasan.
2. Pembuktian motif keracunan
3. Kondisi yang memungkinkan dapat diperolehnya racun seperti adanya resep, took obat
atau toko yang menyediakan substansi yang digunakan.
4. Bukti-bukti pada korban : seperti kebiasaan korban, gangguan kepribadian, kondisi
kesehatan, dan penyakit serta kesempatan dilibatkannya racun.
5. Bukti kesengajaan (intentional)
6. Bila korban meninggal harus ditentukan sebab kematian korban adalah racun dengan
menyingkirkan sebab kematian yang lainnya.
7. Bukti peracunan adalah homicide.
Dari 7 bukti pembuktian kasus keracunan tersebut, tampak bantuan dokter sangat
diperlukan dalam beberapa langkah terutama :
• Pengumpulan, pencatatan dan interpretasi bukti keracunan medis dalam upaya
memberikan pembuktian hukum.
• Menemukan bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan, kondisi fisik dan
keadaan psikiatri korban.
• Penentuan sebab kematian bila korban dengan mengeklusi penyebab kematian
lainnya.
Kepentingan Dari Segi Medikolegal
1. Keracunan paling sering terjadi karena upaya bunuh diri
2. Keracunan karena ketidaksengajaan adalah pada penyemprotan
3. Pembunuhan dengan racun jenis ini jarang terjadi

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 20


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keracunan organofosfat merupakan suatu keadaan intoksikasi yang disebabkan oleh
senyawa organofosfat seperti malathion, parathion, tetraetilpirofosfat (TEPP),diazinon dan
lain-lain yang bisa masuk kedalam tubuh baik dengan cara tertelan, terhirup nafas, atau
terabsorbsi lewat kulit dan mata.
Senyawa Organofosfat ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim
asetilkolinesterase. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin. menjadi
asetat dan kholin.. Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah
besar asetilkolin. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh
pada seluruh bagian tubuh.

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 21


2011
Pembimbing:
Dr. Reinhard J.D. Hutahaean,SH,SpF KERACUNAN ORGANOFOSFAT

DAFTAR PUSTAKA

www.google.com http://keracunan pada insektisida


Budiayon, Arif : Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi Pertama Cetakan Kedua,
Jakarta, Halaman 121 - 128
Sartono, Drs : Racun Dan Keracunan , Edisi Pertama , Widya Medika, Jakarta,
Halaman 84 – 93

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar 22


2011

You might also like