You are on page 1of 2

Penatalaksanaan Fibroid Uteri: Saat ini Hingga Masa Depan

Alvin Armando Santoso/ NIM 16710293


Fibroid uteri (juga dikenal sebagai leiomyoma atau myoma) adalah tumor rahim jinak
yang paling umum. Faktor risiko fibroid uteri antara lain adalah ras (wanita Afrika-Amerika
memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit ini pada usia muda), usia, menarke dini, paritas
(fungsi protektif), kafein dan alkohol, genetik, dan keadaan kesehatan umum seperti obesitas
dan tekanan darah tinggi.
Kebanyakan kasus fibroid uteri adalah asimptomatis. Gejala klinis penyakit ini antara
lain adalah perdarahan abnormal, massa pelvis, nyeri pelvis, infertilitas, dan komplikasi
obstetri. Kematian dapat disebabkan oleh perdarahan uteri abnormal (perdarahan menstruasi
berat hingga menyebabkan anemia) dan penekanan pada pelvis (gejala saluran kemih,
konstipasi, dan tenesmus). Diagnosis penyakit ini diperoleh melalui pemeriksaan fisik area
pelvis, ultrasonografi, histeroskopi, serta MRI.
Saat ini, strategi penatalaksanaan terutama melibatkan intervensi bedah, namun
pemilihan pengobatan tergantung pada usia pasien dan keinginan untuk mempertahankan
fertilitas atau menghindari pembedahan radikal seperti histerektomi. Penatalaksanaan fibroid
uteri juga tergantung pada jumlah, ukuran, serta lokasi fibroid. Pendekatan bedah maupun
non-bedah lainnya meliputi myomektomi dengan histeroskopi, myomektomi dengan
laparotomi atau laparoskopi, embolisasi arteri uteri dan intervensi dengan panduan radiologi
atau ultrasonografi untuk menginduksi ablasi termal fibroid uteri.
Hanya ada sedikit uji coba acak yang membandingkan berbagai metode terapi untuk
fibroid. Myomektomi dengan histeroskopi disebut sebagai teknik yang efektif dan aman dan
sebaiknya menjadi teknik pilihan untuk myoma tipe I. Teknik ini efektif dalam kontrol
perdarahan, namun kadang terjadi kegagalan dan sering berhubungan dengan pertumbuhan
myoma di area lain. Dalam hal fungsi reproduksi, angka kehamilan setelah operasi berkisar
antara 16.7% hingga 76.9%, dengan rata-rata 45%. Myomektomi dengan laparoskopi
dianggap lebih sulit dilakukan oleh sebagian besar dokter bedah ginekologi, namun dengan
keuntungan yang besar: morbiditas pascaoperasi lebih ringan, pemulihan lebih cepat, dan
fungsi reproduksi yang tidak jauh berbeda. Namun, terdapat laporan mengenai ruptur uteri
setelah dilakukannya prosedur ini, sehingga perlu perhatian khusus dalam penutupan defek
myometrium. Histerektomi dengan laparoskopi telah lama dianggap sebagai perawatan bedah
standard untuk fibroid submucosa dan intramural yang simptomatis, terutama untuk wanita
yang tidak ingin untuk hamil atau wanita usia premenopaus. Teknik bedan lainnya, seperti
kriomyolisis dengan laparoskopi, termokoagulasi, atau oklusi arteri uteri jarang dipakai.
Intervensi non-bedah seperti embolisasi arteri uterina (UAE/uterine artery
embolization), MRgFUS (Magnetic Resonance-Guided Focused Ultrasound Surgery), serta
oklusi vagina dari arteri uterina juga memungkinkan, namun keinginan untuk hamil di masa
depan merupakan kontraindikasi relatif.
Metode pengobatan fibroid saat ini terutama menggunakan teknik bedah yang mahal.
Dari 600.000 histerektomi yang dilakukan setiap tahun di AS, 200.000 di antaranya adalah
untuk pengobatan fibroid. Dalam sebuah studi oleh Flynn et al (2006), biaya yang
dikeluarkan untuk penatalaksanaan leiomyoma diperkirakan lebih dari 2 milyar dolar per

Uterine Fibroid Management : From the


Present to the Futur | Donnez, Domans
tahun. Dampak ekonomi penyakit ini cukup signifikan sehingga diperlukan pengembangan.
Alternatif juga diperlukan terutama ketika mempertahankan fertilitas merupakan tujuan
utama.
Dengan menginduksi kondisi hipoestrogenisme dan menopause sementara dengan
amenore, Agonis GnRH telah digunakan untuk memperkecil fibroid dan mengembalikan
tingkat hemogloblin pada wanita yang simptomatis. Namun GnRH tidak dapat digunakan
untuk jangka panjang karena efek sampingnya, seperti muka kemerahan dan pengeroposan
tulang. Saat ini terdapat semakin banyak bukti peran penting progesterone dalam jalur
patofisiologi fibroid uteri karena penggunaan modulator reseptor progesteron selektif
(SPRM/Selective Progesteron Receptor Modulator). SPRM adalah senyawa sintetis yang
dapat mengeluarkan efek agonis maupun antagonis terhadap reseptor progesterone
(PR/Progesterone Receptor).
UPA (salah satu anggota keluarga senyawa SPRM) telah diteliti dalam uji coba klinis
besar dan pemberian berkala jangka panjangnya telah dievaluasi, dengan hasil yang
menjanjikan sebagai perspektif pengobatan baru. Telah ditemukan bahwa pemberian UPA
dalam jangka waktu 3 bulan memaksimalkan potensinya dalam mengontrol perdarahan dan
mengurangi ukuran fibroid. Sehingga, tergantung pada usia dan gejala (infertilitas,
perdarahan, dll), SPRM perlu dipertimbangkan sebagai alternatif terapi bedah, atau
setidaknya sebagai adjuvan pembedahan.
Pemilihan metode terapi bergantung pada berbagai faktor, seperti usia, keparahan
gejala, keinginan untuk mempertahankan fertilitas, dan lokalisasi fibroid menurut klasifikasi
FIGO serta volume myoma. Pendekatan berdasarkan klasifikasi FIGO yaitu myoma tipe 0
ditangani dengan myomektomi dengan histeroskopi, myoma tipe 1 dengan ukuran <3 cm
dapat dilakukan myomektomi dengan histeroskopi, sedangkan untuk ukuran >3 cm atau jika
pasien mengalami anemia, dapat dilakukan premedikasi sebelum myomektomi dengan GnRH
atau SPRM. Pada myoma tipe 2 atau tipe 2-5, pendekatan didasarkan pada keinginan untuk
hamil. Jika tidak ada keinginan untuk hamil, terapi berkala jangka panjang (4 kali dalam 2
bulan) dapat dilakukan. Apabila terjadi respon baik terhadap ukuran dan/atau perdarahan,
pengobatan dihentikan dan hanya dilanjutkan apabila gejala muncul kembali. Pembedahan
sebisa mungkin hanya diindikasikan apabila pasien ingin hamil dalam waktu dekat, dan jika
terdapat myoma besar (ukuran lebih dari 3-4 cm) yang mendistorsi rongga uteri.
Fibroid asimptomatis tidak memerlukan pengobatan saat diagnosis telah dikonfirmasi
dengan ultrasonografi atau MRI. Pasien harus diinformasikan mengenai semua metode
pengobatan yang bisa dilakukan (medikamentosa, radiologis, dan bedah) dan mengapa
metode tersebut cocok atau tidak cocok. Ginekolog saat ini memiliki alat-alat baru dalam
armamentariumnya yang membuka strategi dalam penatalaksaan fibroid uteri.

Uterine Fibroid Management : From the


Present to the Futur | Donnez, Domans

You might also like