You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil metabolisme suatu organisme hidup (tumbuhan, hewan, sel) berupa
metabolit primer dan sekunder. Senyawa metabolit primer umumnya sama untuk
setiap organisme, terdiri dari molekul-molekul besar seperti polisakarida, protein,
asam nukleat, dan lemak. Fungsi senyawa metabolit primer adalah sebagai sumber
energi untuk kelangsungan hidup organisme atau sebagai cadangan energi bagi
organisme itu sendiri. Metabolit sekunder berupa molekul-molekul kecil, bersifat
spesifik, artinya tidak semua organisme mengandung senyawa sejenis, mempunyai
struktur yang bervariasi, setiap senyawa memiliki fungsi atau peranan yang berbeda-
beda. Pada umumnya senyawa metabolit sekunder berfungsi untuk mempertahankan
diri atau untuk mempertahankan eksistensinya di lingkungan tempatnya berada.
Dalam perkembangannya senyawa metabolit sekunder tersebut dipelajari dalam
disiplin ilmu tersendiri yaitu kimia bahan alam (natural product chemistry).
Metabolit sekunder merupakan biomolekul yang dapat digunakan sebagai lead
compounds dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru. Tanaman dikenal
banyak mengandung senyawa-senyawa kimia khususnya senyawa metabolit
sekunder. Salah satu senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam tanaman
adalah senyawa Diterpenoid. Senyawa tersebut dapat dijumpai pada bagian akar,
batang, daun, buah maupun biji tanaman. Senyawa diterpenoid dapat berfungsi
sebagai sebagai fungisida, racun terhadap hewan, penolak serangga, antimikroba dan
sebagainya. Dengan itu dalam makalah ini dibahas tentang senyawa diterpenoid.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui senyawa diterpenoid.
2. Mengetahui biosintesis senyawa diterpenoid.
3. Mengetahui cara isolasi dan identifikasi senyawa diterpenoid.
4. Mengtahui fungsi dari Giberelin pada tanaman.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam perkembangannya, tumbuhan menghasilkan metabolit sekunder yang
merupakan senyawa hasil metabolisme. Seiring dengan berkembangnya gaya hidup
penggunaan tanaman sebagai obat, maka berkembang pula pengetahuan untuk
menganalisis kandungan biokimia tumbuhan, sebab penggunaan tanaman sebagai
obat erat kaitannya dengan kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman tersebut
terutama zat bioaktif. Tanpa adanya senyawa bioaktif dalam tumbuhan, secara umum
tumbuhan tersebut tidak dapat digunakan sebagai obat. Senyawa bioaktif yang
terdapat dalam tumbuhan biasanya merupakan senyawa metabolit sekunder
diantaranya adalah terpenoid. Terpenoid yang tersusun atas 2 isopren membentuk
senyawa golongan monoterpenoid (C10H16). Sesquiterpen (C15H24) tersusun atas 3
unit isoprene, diterpenoid (C20H32) tersusun atas 4 unit isoprene, sesterpen (C25H40)
tersusun atas 5 isopren, triterpenoid (C30H42) tersusun atas 6 unit isopren, dan
tetraterpen (C40H64) tersusun atas 8 isopren.
Monoterpen dan Sesquiterpen adalah komponen utama minyak esensial
(minyak atsiri) yang diperoleh melalui proses penyulingan. Ginkgo merupakan
golongan diterpenoid, quassinoid tergolong triterpenoid, karoten-karoten pigmen
merah dan kuning tergolong tetraterpenoid, sedangkan karet alam merupakan suatu
politerpena. Senyawa terpenoid berasal dari molekul isoprene CH2=C(CH3)-CH=CH2
dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini.
Kedua senyawa – senyawa itu, dibagi – bagi menjadi beberapa golongan berdasarkan
jumlah satuan yang terdapat di dalam senyawa tersebut; dua (C10), tiga (C15), empat
(C20), enam (C30), atau delapan (C40) satuan.
Terpenoida terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen
minyak atsiri, yaitu monoterpenoida dan seskuiterpenoida yang mudah menguap
(C10 dan C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20), sampai senyawa yang
tidak menguap, yaitu triterpenoida dan sterol (C30), serta pigmen karotenoida (C40 ).
Berikut penggolongan senyawa terpenoid berdasarkan unit isopren:
Rumus umum (C5n)
Jenis Terpenoid Jumlah Jumlah
unit atom C
isoprena
Hemiterpenoid 1 5
Monoterpenoid 2 10
Seskuiterpenoid 3 15
Diterpenoid 4 20
Sesterpenoid 5 25
Triterpenoid 6 30
Tetraterpenoid 8 40
Politerpenoid >8 >40

Terpenoid diklasifikasikan kedalam beberapa kelompok dan sub kelompok.


Penggolongan ini didasarkan pada beberapa hal, seperti:
a) Struktur kerangka atom C atau isoprena
Prinsip dasar ini dikenal dengan istilah “isoprene rule” yang dijelaskan oleh
Wallach (1887), yang menyatakan bahwa isoprena sebagai penyusun dasar dari
terpenoid. Sehingga klasifikasi ini didasarkan pada jumlah unit isoprena yang
menyusun terpenoid tersebut. Struktur unit isoprena dibagi menjadi bagian kepala
(head) dan ekor (tail).

Gambar 2.3 struktur terpenoid


Dari struktur tersebut maka ikatan antar unit isoprena dapat mungkin terjadi
antara :Ekor dan kepala, Ekor dan ekor, Ekor dan bagian tengah, dan Siklisasi.
Namun demikian, sejauh ini penggabungan yang lazim terjadi antar “Kepala dan
Ekor”.

Gambar 2.4 prinsip pembentukan ikatan “kepala-ekor” pada geraniol

Gambar 2.5 pembentukan ikatan “kepala-ekor” pada geraniol


Setelah kerangka dasar (C5n ) terbentuk, rantai terpenoid tersebut dapat memperoleh
gugus tambahan seperti oksogen atau berbagai jenis heteroatom lainnya. Selain
mendapat gugus tambahan, kerangka terpenoid dapat membentuk siklis ( siklisasi)
b) Klasifikasi selanjutnya didasarkan pada jenis rantai karbonya, apakah terbuka,
tertutup, memiliki dua atau lebih cincin:
1. Terpenoid asiklik: Terpenoid dengan rantai terbuka
Contoh: prenol (suatu hemiterpenoid) dan citral (monoterpenoid), dll
2. Terpeoid monosiklik: Terpenoid yang memiliki 1 rantai cincin
3. Terpenoid bisiklik: Terpenoid yang memiliki 2 rantai cincin
4. Terpenoid trisiklik: Terpenoid yang memiliki 3 rantai cincin
5. Terpenoid tetrasiklik: Terpenoid yang memiliki 4 rantai cincin
Tata nama senyawa terpenoid secara individu menggunakan sistem tatanama
IUPAC atau CAS (Chemical Abstracts Service system). Berikut ini contoh nama tata
nama dengan IUPAC dan CAS.
Namun demikian penggunaan nama trivial lebih sering digunakan untuk
beberapa senyawa. Nama trivial sering dikaitkan dengan sumber alami dimana
senyawa tersebut diperoleh atau sifatnya, misalnya saja:
1) Menthol yang bersumber dari “peppermint” dan mengandung gugus OH, maka
diberikan nama menthol
2) Camphor, dijumpai pada kayu camphor laurel (Cinnamomum camphora)
3) Limonene, karena baunya seperti jeruk sehingga diberi nama dari jeruk lemon, dan
lainnya.

2.1 Monoterpenoid
Monoterpenoid terbentuk dari dua satuan isopren dan biasanya mempunyai
sepuluh atom karbon. Monoterpenoid merupakan komponen utama banyak minyak
atsiri dan mempunyai makna ekonomi besar sebagai bau-rasa, wewangian dan
pelarut. Monoterpenoid khas berupa cairan tak berwarna, tidak larut dalam air, dapat
disuling uap dan berbau harum. Contoh monoterpenoid lain seperti mirsena, lavandol,
geranial, keton artemisia, perinia, α-felandrena, pulegon, menton, mentofuran,
mentol, 1,8 sinesol, eukarvon, kripton, safranal, nepelakton, askaridol dan lain-lain.
2.2 Seskuiterpenoid
Seskuiterpenoid adalah senyawa C15 biasanya dianggap berasal dari tiga
satuan isoprena. Seperti monoterpenoid, seskuiterpenoid terdapat sebagai komponen
minyak atsiri yang tersuling uap dan berperan penting dalam aroma kepada buah dan
bunga. Kegunaan kaidah isoprena secara umum dan kadang-kadang kekecualian yang
disebutkan terdahulu berlaku juga untuk golongan ini.
Anggota seskuiterpenoid asiklik ialah farnesol dengan alkohol yang tersebar
luas. Farnesol pirofosfat merupakan senyawa antara kunci dalam biosintesis
terpenoid. Sebagian besar seskuiterpenoid monosiklik mempunyai kerangka farnesol
yang tertutup membentuk cincin anggota 6. Contoh seskuiterpenoid yaitu γ-
bisabolena, zingiberena, lanseol, arturmeron, perezon dan asam (S)-absisat. Salah
satu seskuiterpenoid monosiklik terpenting adalah asam absisat, hormon yang
melawan efek giberelin dan menghambat pertumbuhan kuncup. Sejumlah senyawa
C13 berasal dari seskuiterpenoid telah diketahui penyebabnya bermakna bau-rasa
buah. Banyak senyawa seskuiterpenoid yang diketahui mempunyai efek fisiologi
terhadap hewan dan tumbuhan.
Sementara beberapa senyawa seskuiterpenoid ada yang mengandung gugus
fungsi lakton yang beracun yang merupakan kandungan tumbuhan obat. Senyawa lain
bekerja sebagai penolak serangga dan insektisida, beberapa merangsang pertumbuhan
tumbuhan, dan bekerja sebagai fungisida. Selain gugus fungsi lakton juga terdapat
dua gugus aldehida yang dipisahkan oleh 2 atom karbon. Gugus dialdehida ini
menyebabkan beberapa tumbuhan pedas dan juga aktif sebagai penolak serangga.
Contoh seskuiterpenoid monosiklik biasa adalah humulen, zerumbon, elemol dan
nootkatin. Seskuiterpenoid bisiklik seperti α-kadinena, guaiol, β-selinena, eudesmol,
santonin, kesil alkohol, vetivon dan artabsin. Seskuiterpenoid tidak biasa seperti
iresin, karyofilena, eremofilon, akoron, sedrol, kuparena, tujopsena.
2.3 .Diterpenoid
Diterpenoid merupakan senyawa C20 yang berasal dari empat satuan
isoprenoid. Karena titik didihnya yang tinggi biasanya diterpenoid tidak ditemukan
dalam minyak atisri tumbuhan meskipun diterpenoid bertitik didih rendah pun.
Senyawa ini ditemukan dalam damar, eksudat berupa gom dan dalam fraksi bertitik
didih tinggi seperti damar yang tersisa setelah penyulingan minyak atsiri. Misalnya,
rosin yang tersisa setelah penyulingan terpentin pinus kaya akan diterpenoid.
Diterpenoid mencakup beberapa senyawa dari segi fisiologi sangat menarik seperti
golongan hormon tumbuhan yang dikenal sebagai giberelin. Seperti seskuiterpenoid,
diterpenoid mencakup banyak senyawa yang bekerja sebagai fungisida, racun
terhadap hewan, penolak serangga dan sebagainya. Senyawa ini dapat bersifat
karsinogen. Beberapa senyawa ini mempunyai efek racun atau efek penolakan
terhadap serangga sementara senyawa lainnya menarik serangga. Beberapa senyawa
mempunyai aktivitas antivirus, sebagai fungisida dan pembentukannya disulut oleh
infeksi fungus. Satu senyawa dari kemangi mempunyai aktivitas hormon remaja.
Forskolin dari Coleus forskohli merupakan pengaktif khas adenilat siklase.
Partenolida dari parthenum tanacetum berguna untuk mengobati migrain karena
menghambat pelepasan serotonin. Contoh senyawa diterpenoid adalah fitol, asam
giberelat, α-kamforena, (-)-kaurena, asam dekstro-pimarat, marubin, asam abietat.
2.4 Triterpenoid
Triterpenoid memiliki atom C30. Triterpenoid tersebar luas dalam damar,
gabus dan kutin tumbuhan. Damar adalah asam triterpenoid yang sering bersamasama
dengan gom polisakarida dalam damar gom. Triterpenoid alkohol juga terdapat bebas
dan sebagai glikosida. Triterpenoid asiklik yang penting hanya hidrokarbon skualena
yang diisolasi untuk pertama kali dari minyak hati ikan hiu tetapi juga ditemukan
dalam beberapa malam epikutikula dan minyak nabati (minyak zaitun). Senyawa
triterpenoid yang paling dikenal seperti lanosterol yang terdapat dalam lemak wol,
khamir dan beberapa senyawa tumbuhan tinggi.
Triterpenoid tetrasiklik seperti alkohol eufol dari euphorbia sp dan asam elemi
dari canarium commune. Triterpenoid yang terpenting ialah triterpenoid pentasiklik.
Senyawa ini ditemukan dalam tumbuhan seprimitif sphagnum tetapi yang paling
umum adalah pada tumbuhan berbiji, bebas dan glikosida. Triterpenoid nonglikosida
sering ditemukan sebagai ekskresi dan dalam kutikula bekerja sebagai pelindung atau
menimbulkan ketahanan terhadap air. Beberapa macam aktivitas fisiologi dari
triterpenoid yang merupakan komponen aktif dari tumbuhan telah digunakan sebagai
tumbuhan obat untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular,
gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria.
2.5 Tetraterpenoid
Tetraterpenoid yang paling dikenal adalah karotenoid-pigmen larut dalam
lemak berwarna kuning sampai merah terdapat pada semua tumbuhan dan dalam
lemak berbagai jenis jaringan. Pigmen hidrokarbon disebut karoten dan turunannya
yang teroksigenasi disebut xantofil. Dikenal juga tetraterpenoid tanwarna yaitu
fitoena dan fitofluena. Karotenoid sebagai reseptor cahaya untuk fototropisme.
Sebagai pigmen bunga karotenoid mungkin berperan dalam menarik serangga tetapi
sebagian besar perhatian dicurahkan pada fungsinya sebagai pigmen daun. Senyawa
ini terdapat pada kloroplas dan terikat secara longgar pada protein.Karotenoid yang
paling tersebar luas adalah β- karoten.
Berdasarkan penjelasan tentang senyawa terpenoid dan penggolongannya,
senyawa yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini adalah senyawa
Diterpenoid dan Giberelin.

A. DITERPENOID
1. Golongan Senyawa Diterpenoid
Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang beraneka ragam yang
mempunyai kerangka karbon C20 yang berasal dari 4 unit isopren. Barangkali,
satusatunya diterpenoid yang tersebar di semesta ialah senyawa induk asiklik dari
deret senyawa tersebut, yaitu fitol, yang terdapat sebagai bentuk ester dalam molekul
klorofil. Ada 3 kelas diterpenoid : diterpena damar, diterpena racun, dan giberelin.
(Harborne, 1987) CH2OH Struktur fitol Diterpena damar, meliputi senyawa seperti
asam abietat dan asam agatat yang terdapat dalam damar tumbuhan mutakhir dan
tumbuhan fosil (Thomas, 1970). Di alam senyawa damar ini berfungsi sebagai
pelindung ketika dikeluarkan sebagai eksudat dari kayu pepohonan atau sebagai getah
tumbuhan herbal.
Asam abietat terdapat luas dalam damar gimnospermae, terutama dalam
pinus. Berbagai damar ‘kopal’ pada tumbuhan kacang-kacangan mengandung
sederetan diterpena yang berlainan, salah satu contoh adalah asam hardwikat. O-
COOH Asam hardwikat Sekelompok diterpena racun ialah grayanatoksin, contohnya
grayanatoksin-1 yang terdapat dalam daun kebanyakan jenis Rhododendron dan
Kalmia. Daun tersebut beracun oleh adanya senyawa tersebut. Kelas diterpenoid yang
ketiga adalah giberelin, segolongan hormon yang merangsang pertumbuhan secara
umum dan diketahui sangat tersebar luas pada tumbuhan. Asam giberalat adalah
giberelin paling dikenal, tetapi sebenarnya lebih dari 60 senyawa dalam deret ini
sekarang telah dikenal. Secara kimia mereka sangat erat berkaitan, jadi sukar
dipisahkan dan dibedakan. Satu-satunya cara penentuan yang memuaskan adalah
KGC-SM. (Harborne, 1987) Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang
mempunyai 20 atom karbon dan dibangun oleh 4 unit isopren. senyawa ini
mempunyai bioaktifitas yang cukup luas yaitu sebagai hormon pertumbuhan
tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman, antifeedant serangga, inhibitor
tumor, senyawa pemanis, anti fouling dan anti karsinogen. Senyawa diterpenoid
dapat berbentuk asiklik, bisiklik, trisiklik dan tetrasiklik dan tatanama yang
digunakan lebih banyak adalah nama trivial.
1) Diterpen Alisiklis Fitol, adalah diterpen alkohol C20H40O, yang
dikembangkan oleh Willstatter menjadi fragmen alkohol dari molekul-molekul
klorofil dan kebanyakan di isolasi dari tumbuhan jelatang. Fitol merupakan alkohol
primer tak jenuh mengandung 1 ikatan rangkap dan merupakan senyawa alisiklis.
Pada ozonolisis akan menghasilkan aldehid glikolat dan keton jenuh C18H36O, yang
mengandung gugus CH3CO- (reaksi haloform). Keton ini dapat ditulis
C16H33COCH3, dan fitol dapat dituliskan dengan struktur parsial: C16H33 C-C-H
CH2OH CH3
Fitol

Tumbuhan Jelatang
2) Diterpen Monosiklik
Vitamin A1, dikenal dalam lemak alam dan minyak (misalnya, mentega,
minyak hati ikan, minyak ikan pecak) merupakan senyawa penting yang dibutuhkan
oleh hewan untuk pertumbuhan. Pada tahun 1942 vitamin A1 dalam kondisi kristalin
dari minyak ikan pecak dengan menggunakan metode kromatografi dan destilasi
molekuler. Vitamin A1, C20H30O adalah alkohol primer dengan oksidasi akan
menghasilkan aldehid bersesuaian, C20H28O. Molekul ini memiliki 5 ikatan rangkap.
Vitamin A1 Vitamin A2, dengan rumus C20H28O, merupakan alkohol primer dan
memiliki sifat kimia yang mirip dengan vitamin A1.
Vitamin A2 Kamforen dengan rumus C20H32, merupakan diterpen
hidrokarbon yang ditemukan dalam fraksi didih yang lebih tinggi dari minyak
kamfor. Diperoleh dengan destilasi fraksinasi, mengandung 4 ikatan rangkap tidak
terkonyugasi.
3) Diterpen Disiklik
Sclareol, dengan rumus C20H36O2, merupakan diterpen disiklik dengan bentuk
kristal, yang ditemukan dalam Salvia sclarea L. Di isolasi dengan ekstraksi pelarut
dari daun. Schlareol Salvia sclarea L. Manool, memiliki rumus C20H34O, merupakan
diterpenoid bisiklik alkohol tersier yang terkandung dalam minyak esensial yang
berasal dari kayu pohon cemara.
manool Asam Agatendikarboksilat diterpen ini berupa asam, dijumpai dalam
berbagai jenis damar. Merupakan asam dikarboksilat, C20H30O4, mengandung 2
ikatan etilen, salah satunya dalam keadaan berkonyugasi dengan satu grup karboksil.
COOH-COOH Asam Agentedikarboksilat
Schlareol Salvia sclarea L
4) Diterpen Trisiklik
Asam Abietat, dengan rumus C20H30O2, merupakan asam tak jenuh, memiliki
2 ikatan rangkap, yang berkonyugasi. HO2C CH3 Asam Dekstropimarat, dengan
rumus C20H30O2. HO2C Asam dekstropiramat Fikhtelit, merupakan hidrokarbon
diterpen trisiklik jenuh, terdapat dalam fossil resin. Merupakan kristal padat, dengan
titik lebur 46°C.

2. Biosintesis Senyawa Diterpenoid


Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar yaitu
1. Pembentukan isopren aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat .
2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-, seskui-,
di-, sester- dan poli-terpenoid.
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid
dan steroid
Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesa terpenoid adalah asam asetat
setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan
asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan
kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan
pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam
fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan Isopentenil pirofosfat (IPP) yang selanjutnya
berisomerisasi menjadi Dimetil alil pirofosfat (DMAPP) oleh enzim isomerase. IPP
sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan
penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk
menghasilkan terpenoid.
Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP
terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh
penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan Geranil pirofosfat (GPP) yaitu
senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid. Penggabungan selanjutnya
antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama menghasilkan Farnesil
pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa
seskuiterpenoid. senyawa diterpenoid diturunkan dari Geranil, Geranil Pirofosffat
(GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unit IPP dan GPP dengan
mekanisme yang sama.
Mekanisme biosintesis senyawa terpenoid adalah sebagai berikut :
Selama penyusunan terpenoid, dua unit isopren mengalami kondensasi antara
kepala dan ekor. Terpenoid yang tersusun atas 2 isopren membentuk senyawa
golongan monoterpenoid (C10H16). Sesquiterpen (C15H24) tersusun atas 3 unit
isoprene, diterpenoid (C20H32) tersusun atas 4 unit isoprene, sesterpen (C25H40)
tersusun atas 5 isopren, triterpenoid (C30H42) tersusun atas 6 unit isopren, dan
tetraterpen (C40H64) tersusun atas 8 isopren.
Usaha untuk menemukan senyawa isopren biologis yang sesungguhnya
digunakan oleh organisme untuk sintesa terpenoid dilakukan oleh banyak peneliti
selama bertahun-tahun. Masalah ini akhirnya dapat diselesaikan oleh J.W. Cornforth
pada tahun 1959 dari penyelidikan-penyelidikannya dibidang steroid. Conforth
menemukan dua bentuk isoprene yang aktif, yakni isopentenil pirofosfat (IPP) dan
dimetilalil pirofosfat (DMAPP). Kedua isopren aktif ini harus ada untuk keperluan
sintesa terpenoid oleh organisme.
Penyelidikan-penyelidikan selanjutnya oleh para ahli menunjukan bahwa IPP
dan DMAPP berasal dari asam mevanolat. Selanjutnya diketahui pula bahwa satu-
satunya sumber karbon bagi asam mevanolat, begitu pula IPP dan DMAPP ialah
asam asetat atau turunannya yang aktif, yakni asetil pirofosfat. Mekanisme dari tahap-
tahap reaksi biosintesa terpenoid, pada waktu ini sudah diketahui dengan baik.
Asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis
Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil
koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang
sebagaimana ditemukan pada asam mevanolat. Reaksi-reaksi berikutnya ialah
fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan IPP yang
selanjutnya berisomerisasi menjadi DMAPP oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit
isopren aktif bergabung secara kepada ke-ekor dengan DMAPP dan penggabungan
ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan
terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP
terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh
penyingkiran ison pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranil pirofosfat (GPP)
yakni senyawa antara bagi semua senyawa monoterpen.
Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP, dengan mekanisme
yang sama seperti antara IPP dan DMAPP, menghasilkan farnesil pirofosfat (FPP)
yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpen. Senyawa-
senyawa diterpen diturunkan dari geranil-geranil pirofosfat (GGPP) yang berasal dari
kondensasi antara atau satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama pula.
Bila reaksi organik ditelaah lebih mendalam, ternyata bahwa sintesa terpenoid
oleh organisme adalah sangat sederhan a sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi
organik sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi
selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP dan GGPP untuk menghasilkan senyawa-
senyawa terpenoid satu persatu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder
pula. Reaksi-reaksi sekunder ini lazimnya ialah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi
dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana
netral dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi dan
sebagainya.
Gambar sintesis 1
Gambar sintesis 2

Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa pembentukan senyawa-senyawa


monoterpen dan senyawa terpenoida berasal dari penggabungan 3,3 dimetil allil
pirofosfat dengan isopentenil pirofosfat.
Gambar sintesis 3

Gambar sintesis 4
Dari bahan asal yang sama juga dibentuk :
Gambar sintesis 5

Semua senyawa di atas banyak terdapat dalam minyak atsiri.

C. Isolasi Dari Suatu Spesies


1. Isolasi pada terpenoid pada dasarnya terdiri dari 2 step:
a. Isolasi minyak atsiri (sumber terpenoid) dari bagian suatu spesies
Terdapat 4 metode pada ekstraksi minyak atsiri (essential oil), antara lain:
 Metode ekspresi (expression method)
Cara ekstraksi minyak atau lemak yang berasal dari biji-bijian atau suatu bahan
alam yang memiliki kandungan minyak atau lemak dalam jumlah besar
(Markopala, 2010).
 Metode distilasi uap (Steam distillation method)
 Ekstraksi dengan pelarut volatil.
 Adsorpsi pada lemak murni ( Adsorption in purified fats)
Metode yang paling sering digunakan adalah metode distilasi uap. Pada
metode ini material tanaman didistilasi dengan uap panas untuk memperoleh minyak
atsiri dalam bentuk distilat, yang selanjutnya diekstraksi dengan pelarut organik
volatil murni. Jika senyawa yang diisolasi kemungkinan mudah terdekomposisi
selama proses distilasi, maka dapat diekstraksi dengan eter pada suhu 50⁰C.
2. Pemisahan senyawa terpenoid dari minyak atsiri
Sejumlah terpenoid yang terdapat pada minyak atsiri diperoleh dengan
ekstraksi menggunakan pelarut organik (solvent extraction). Metode fisik dan kimia
tertentu dapat digunakan untuk memisahkan terpenoid dari minyak atsiri. Sekarang
ini kebanyakan isolasi dan pemisahan terpenoid menggunakan berbagai teknik
kromatograpi.
Misalnya, isolasi senyawa terpenoid yang aktif antibakteri pada Herba Meniran
(Phyllanthus niruri Linn) (Gunawan dan Sutrisnayanti, 2008:31-39). Dalam
penelitian Gunawan dan Sutrisnayanti, Isolasi senyawa terpenoid aktif pada Herba
Meniran (Phyllantus niruri Linn) dilakukan dengan teknik ekstraksi yaitu:
1) Maserasi (ekstraksi dingin) dengan pelarut alkohol
Seberat 1000 g serbuk kering herba meniran dimaserasi menggunakan pelarut
metanol. Ekstrak metanol dipekatkan lalu dihidrolisis dalam 100 mL HCl 4 M.
Hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5x50 mL n-heksana. Ekstrak n-heksana
dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH 10%, kemudian dikentalkan.
2) Sokletasi dengan pelarut n-heksana
Seberat 1000 g serbuk kering herba meniran disokletasi dengan 5 L pelarut n-
heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%.
Dan terkahir ekstrak dikentalkan
Untuk mengetahui adanya kandungan senyawa terpenoid aktif, hasil ekstrak
diuji fitokimia dan aktivitas antibakteri (dalam kasus ini Eschericia coli dan
Staphyloccocus aureus) menggunakan pereaksi Lieberman-Buchard. Hasil maserasi
dan sokletasi menunjukkan bahwa kedua ekstrak tersebut positif mengandung
senyawa terpenoid. Hasil uji aktivitas tersebut menunjukkan hasil bahwa akivitas
antibakteri pada ektstrak dengan metode sokletasi lebih tinggi dibandingkan maserasi.
Selanjutnya, Ekstrak n-heksana hasil sokletasi dimurnikan dengan
menggunakan kromatografi kolom dan didentifikasi dengan kromatografi gas-
spektroskopi massa. Berdasarkan data Kromatografi gas- spektoskopi massa
meunjukkan kemungkinan hasil sokletasi mengandung duah buah senyawa yaitu
phytadiene [M+] 278 dan 1,2-seco-cladiellan m/z 335 [M+-H].

D. Manfaat Terpenoid
Pemanfaatan berbagai senyawa terpenoid sangat luas, secara umum dapat
dikategorikan dalam beberapa bagian, seperti:
1. Berperan penting bagi spesies penghasil terpenoid itu sendiri, misalnya
Gibberelin pada tanaman berfungsi :
b. Merangsang pertumbuhan batang
c. Menginduksi pemecahan mitosis dalam daun beberapa tumbuhan
d. Mempercepat perkecambahan biji atau benih
e. Merangsang benih yang dorman untuk berkecambah
2. Secara gari besar ada tiga fungsi utama metabolit sekunder (termasuk
terpenoid) yang diproduksi tumbuhan
a. Melindungi tumbuhan dari serangan herbivora dan infeksi mikroba
b. Penarik serangga atau hewan penyerbuk dan penebar biji
c. Agen alelopati yang berperan dalam kompetisi antar spesies tumbuhan
3. Industri
Karena hampir semua terpenoid harum dan memiliki bau yang khas dan
menyenangkan, maka banyak digunakan dalam parfum, kosmetik, pewangi,
misalnya bisabolol/levomenol.
a. Menthol dijadikan sebagai aditif pada berbagai makanan dan minuman,
odol, obat kumur, dll.
b. Sebagai pestisida alami misalnya pada farnesol
c. Kembang api (Camphor), obat nyamuk (geraniol).
4. Kesehatan (Pharmakologi)
a. Berbagai terpenoid dapat digunakan sebagai obat, misalnya menthol
sebagai anastesi lokal, topikal analgesik (mengurangi rasa sakit, kram,
dan sakit kepala), mengobati iritasi pada tenggorokan, obat pilek, obat
luka bakar.
b. Sebagai antiseptik karena bersifat aktif terhadap bakteri dan jamur.
c. Mengurangi “gastrointestinal spasm” dan efektif terhadap insomia
d. Anti Inflammatory

B. GIBERELIN
1. Sejarah Penemuan Giberelin
Giberelin adalah zat tumbuh yang sifatnya sama atau menyerupai hormon
auksin, tetapi fungsi giberelin sedikit berbeda dengan auksin. Fungsi giberelin adalah
membantu pembentukan tunas/ embrio, Jika embrio terkena air, embrio menjadi aktif
dan melepaskan hormon giberelin (GA). Hormon ini memacu aleuron untuk
membuat (mensintesis) dan mengeluarkan enzim. Enzim yang dikeluarkan antara
lain: enzim α-amilase, maltase, dan enzim pemecah protein. Penggunaan giberelin
juga bisa terjadi menghambat perkecambahan dan pembentukan biji, hal ini terjadi
apabila giberelin diberikan pada bunga maka buah yang terbentuk menjadi buah tanpa
biji dan sangat nyata mempengaruhi pemanjangan dan pembelahan sel.
Hal itu dapat dibuktikan pada tumbuhan kerdil, jika diberi giberelin akan
tumbuh normal, jika pada tumbuhan normal diberi giberelin akan tumbuh lebih cepat.
Fungsi hormon giberelin dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Menyebabkan tanaman berbunga sebelum waktunya
2. Menyebabkan tanaman tumbuh tinggi
3. Memacu aktivitas kambium
4. Menghasilkan buah yang tidak berbiji
5. Membantu perkecambahan biji
Pengaruh Giberelin pada Pertumbuhan Batang.
Giberelin seperti halnya auksin memegang peranan penting dalam pertumbuhan
batang, namun dapat menyebabkan pertumbuhan batang menjadi terlalu panjang.
Sebaris jagung kerdil dapat dibuat supaya tumbuh seperti jagung biasa dengan
memberinya giberelin berkali-kali. Anehnya, pertumbuhan jagung biasa tidak dapat
ditingkatkan dengan giberelin. Lebih dari delapan jenis giberelin telah didapatkan
dari berbagai jamur dan tumbuhan. Penamaan giberelin disingkat GA (gibberellic
acid) dan diberi nomor.
Contohnya, GA3 adalah giberelin yang didapat dari jamur Gibberella
fujikuroi dan paling banyak dipelajari. Giberelin terdapat pada tumbuhan
angiospermae, gymnospermae, lumut, tumbuhan paku, dan jamur. Dalam
angiospermae, giberelin terdapat pada biji muda, pucuk batang, ujung akar, dan daun
muda. Giberelin ditransportasikan ke seluruh bagian tumbuhan melalui xilem dan
floem. Hormon giberelin secara alami terdapat pada bagian tertentu tumbuhan yaitu
pada buah dan biji saat berkecambah.
Giberelin pertama kali ditemukan pada tumbuhan sejenis jamur Giberella
fujikuroi (Fusarium moniliformae) oleh F.Kurusawa, seorang berkebangsaan Jepang
di tahun 1930-an. Ketika itu, ia sedang mengamati penyakit Banane pada tumbuhan
padi. Padi yang terserang oleh sejenis jamur memiliki pertumbuhan yang cepat
sehingga batangnya mudah patah. Jamur ini kemudian diberi nama Gibberella
fujikuroi yang menyekresikan zat kimia bernama giberelin. Giberelin ini kemudian
diteliti lebih lanjut dan diketahui banyak berperan dalam pembentukan bunga, buah,
serta pemanjangan sel tumbuhan. Kubis yang diberi hormon giberelin dengan
konsentrasi tinggi, akan mengalami pemanjangan batang yang mencolok.
2. Karakterstik kimia dari Gigerelin
Semua giberelin yang ditemukan adalah senyawa diterpenoid. Semua
kelompok terpinoid terbentuk dari unit isoprene yang memiliki 5 atom karbon (C).
Unit-unit isoprene ini dapat bergabung menghasilkan monoterpene (C-10),
sesqueterpene (C-15), diterpene (C-20), dan triterpene (C-30).
Asam diterpenoid disintesis melalui jalur terpenoid dan dimodifikasi di dalam
retikulum endoplasma dan sitosol sampai menjadi senyawa yang aktif. Semua
molekul giberelin mengandung ‘Gibban Skeleton’. Giberelin dapat dikelompokkan
mejadi dua kelompok berdasarkan jumlah atom C, yaitu yang mengandung 19 atom
C dan 20 atom C. Sedangkan berdasarkan posisi gugus hydroksil dapat dibedakan
menjadi gugu hidroksil yang berada di atom C nomor 3 dan nomor 13. Penelitian
lebih lanjut juga menemukan beberapa senyawa lain yang memiliki fungsi seperti
giberelin tetapi tidak memiliki ‘Gibban Skeleton’. Struktur GA1,Struktur GA3,
Struktur Ent-Gibberellane (gibbal skeleton).

3. Sistem Kerja Giberelin.


Sebagian besar tumbuhan dikotil dan sebagian kecil tumbuhan monokotil
akan tumbuh cepat jika diberi GA, tetapi tidak demikian halnya pada tumbuhan
konifer misalnya pinus. Jika GA diberikan pada tanaman kubis tinggi tanamannya
bisa mencapai 2 m. Banyak tanaman yang secara genetik kerdil akan tumbuh normal
setelah diberi GA. Efek giberelin tidak hanya mendorong perpanjangan batang, tetapi
juga terlibat dalam proses regulasi perkembangan tumbuhan seperti halnya auksin.
Giberelin mempercepat munculnya tunas di permukaan tanah. Hal ini disebabkan
karena GA3 memacu aktivitas enzim–enzim hidrolitik khususnya α amilase yang
menghidrolisis cadangan pati sehingga tersedia nutrisi yang cukup untuk tunas
supaya bisa tumbuh lebih cepat. Tinggi tanaman tidak dipengaruhi oleh giberelin. Hal
ini karena giberelin diberikan pada umbi bibit sebelum ditanam sehingga
pengaruhnya hanya pada fase awal pertumbuhan yaitu berupa pemacuan
pertumbuhan tunas lateral.
Pengaruh tersebut tidak terbawa ke fase pertumbuhan selanjutnya sehingga
tinggi tanaman tidak terpengaruh. Penggunaan giberelin juga bisa terjadi
menghambat perkecambahan dan pembentukan biji. Hal ini terjadi apabila giberelin
diberikan pada bunga maka buah yang terbentuk menjadi buah tanpa biji dan sangat
nyata mempengaruhi pemanjangan dan pembelahan sel. 4. Fungsi Fisiologis
Giberelin Fungsi giberelin pada tanaman sangat banyak dan tergantung pada jenis
giberelin yang ada di dalam tanaman tersebut. Beberapa proses fisiologi yang
dirangsang oleh giberelin antara lain adalah seperti di bawah ini:
a. Pembungaan Peranan giberelin terhadap pembungaan telah dibuktikan oleh
banyak penelitian. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Henny (1981),
pemberian GA3 pada tanaman Spathiphyllum mauna. Ternyata pemberian GA3
meningkatkan pembungaan setelah beberapa minggu perlakuan.
b. Genetik Dwarsfism
Genetik Dwarsfism adalah suatu gejala kerdil yang disebabkan oleh adanya
mutasi genetik. Penyemprotan giberelin pada tanaman yang kerdil bisa mengubah
tanaman kerdil menjadi tinggi. Sel-sel pada tanaman keril mengalami perpanjangan
(elongation) karena pengaruh giberelin. Giberelin mendukung perkembangan dinding
sel menjadi memanjang. Penelitian lain juga menemukan bahwa pemberian giberelin
merangsang pembentukan enzim proteolitik yang akan membebaskan tryptophan
(senyawa asal auksin). Hal ini menjelaskan fonomena peningkatan kandungan auksik
karena pemberian giberelin.
c. Pematangan Buah Proses pematangan ditandai dengan perubahan tekture, warna,
rasa, dan aroma. Pemberian giberelin dapat memperlambat pematangan buah.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aplikasi giberelin pada buah tomat dapat
memperlambat pematangan buah. Pengaruh ini juga terlihat pada buah pisang
matang yang diberi aplikasi giberelin.
d. Perkecambahan Biji/benih tanaman terdiri dari embrio dan endosperm. Di dalam
endoperm terdapat pati yang dikelilingi oleh lapisan yang dinamakan ‘aleuron’.
Pertumbuhan embrio tergantung pada ketersediaan nutrisi untuk tumbuh.
Giberelin meningkatkan/merangsang aktivitas enzim amilase yang akan merubah
pati menjadi gula sehingga dapat dimanfaatkan oleh embrio.
e. Stimulasi aktivitas kambium dan xilem Beberapa penelitian membuktikan bahwa
aplikasi giberelin mempengaruhi aktivitas kambium dan xylem. Pemberian
giberelin memicu terjadinya differensiasi xylem pada pucuk tanaman. Kombinasi
pemberian giberelin + auksin menunjukkan pengaruh sinergistik pada xylem.
sedangkan pemberian auksin saja tidak memberikan pengaruh pad xylem.
f. Dominasi
Dormansi dapat diistilahkan sebagai masa istirahan pada tanaman. Proses
dormansi merupakan proses yang komplek dan dipengaruhi banyak faktor.
Penelitian yang dilakukan oleh Warner menunjukkan bahwa aplikasi giberelin
menstimulasi sintesis ribonuklease, amulase, dan proteasi pada endosperm biji.
Fase akhir dormansi adalah fase perkecambahan, giberelin perperan dalam fase
perkecambahan ini seperti yang telah dijelaskan di atas.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang beraneka ragam yang
mempunyai kerangka karbon C20 yang berasal dari 4 unit isopren. Barangkali,
satusatunya diterpenoid yang tersebar di semesta ialah senyawa induk asiklik dari
deret senyawa tersebut, yaitu fitol, yang terdapat sebagai bentuk ester dalam molekul
klorofil. Ada 3 kelas diterpenoid : diterpena damar, diterpena racun, dan giberelin.
Senyawa diterpenoid dapat berbentuk asiklik, bisiklik, trisiklik dan tetrasiklik dan
tatanama yang digunakan lebih banyak adalah nama trivial. Secara umum biosintesa
dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar yaitu:
1) Pembentukan isopren aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
2) Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-, seskui-,
di-, sester- dan poli-terpenoid.
3) Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C20 menghasilkan triterpenoid
dan steroid.
Penelitian bahan alam biasanya dimulai dari ekstraksi, isolasi dengan metode
kromatografi sehingga diperoleh senyawa murni, identifikasi struktur dari senyawa
murni yang diperoleh dengan metode spektroskopi, dilanjutkan dengan uji aktivitas
biologi baik dari senyawa murni ataupun ekstrak kasarnya. Setelah diketahui struktur
molekulnya biasanya juga dilanjutkan dengan modifikasi struktur untuk mendapatkan
senyawa dengan aktivitas dan kestabilan yang diinginkan. Semua giberelin yang
ditemukan adalah senyawa diterpenoid. Semua kelompok terpinoid terbentuk dari
unit isoprene yang memiliki 5 atom karbon (C). Unit-unit isoprene ini dapat
bergabung menghasilkan monoterpene (C-10), sesqueterpene (C-15), diterpene (C-
20), dan triterpene (C-30).
Asam diterpenoid disintesis melalui jalur terpenoid dan dimodifikasi di dalam
retikulum endoplasma dan sitosol sampai menjadi senyawa yang aktif. Fungsi
hormon giberelin dapat menyebabkan tanaman berbunga sebelum waktunya,
menyebabkan tanaman tumbuh tinggi, memacu aktivitas kambium, menghasilkan
buah yang tidak berbiji, dan membantu perkecambahan biji.

You might also like