You are on page 1of 24

PORTOFOLIO

Kejang Demam Kompleks dan Diare Akut

Disusun Oleh :
Dr. Silvia Okta Roza

Pembimbing :

dr. Binti Ratna Khomsiyatin

1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. I
Umur : 11 bulan
Jenis Kelamin : Laki – laki
Nama Ayah : Bp. T
Nama Ibu : Ny. Y
Pekerjaan ibu : ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Salam RT 01/ RW 05, mranggen, purwoasri
Tanggal Masuk : 09 November 2017
Tanggal Pemeriksaan : 10 November 2017
No. RM : 092523

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis diperoleh dari ibu penderita tanggal 10 November 2017

a. Keluhan utama
Kejang – kejang dan mencret

b. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke RSUD Pare dengan keluhan kejang kejang 1
jam sebelum datang ke Rumah Sakit. Dalam satu hari pasien mengeluh kejang sebanyak
lebih dari 3 kali selama lebih dari 3 menit. Saat kejang tangan pasien kanan dan kiri
mengepal dan kedua lengan atas serta kedua tungkai tangan bawah bergetar seperti orang
menggigil. Mata tidak mendelik keatas, pasien seperti menyeringai, tidak keluar busa dari
mulut pasien dan lidah tidak tergigit. Saat kejang pasien tidak sadar dan setelah kejang
pasien sadar tapi badannya menjadi lemas. Ibu pasien mengaku selama kejang pasien
mengeluh demam tetapi tidak terlalu tinggi. Dan ini merupakan serangan yang kedua,
serangan yang pertama waktu pasien berumur 5 bulan.

Demam terjadi sejak kurang lebih 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Demam muncul
tiba-tiba dan dirasakan terus menerus tetapi tidak terlalu tinggi. Tetapi pasien tetap
membawa anaknya berobat ke klinik dan diberikan obat penurun panas namun tidak ada
perbaikan. Setelah itu pasien ke dokter umum dan diberi obat panas tetapi di suruh
minum obat 5 jam kemudian karena pasien baru minum obat pamas dari klinik. Tetapi
tidak lama kemudian pasien kejang dan di bawa ke klinik dekat rumah dan kemudian
setelah sadar baru pasien di bawa ke Rumah Sakit.

Pasien juga mengeluh mencret kurang lebih 4 kali/hari, tinja cari lebih banyak daripada
ampas (+), sekali BAB kurang lebih ¼ gelas aqua, warna tinja kekuningan, darah (-),
lendir (-), BAB nyemprot (-), bau amis (-), kesakitan saat BAB (-), disertai muntah (+) lx,
batu (-), pilek (-). Pasien tampak lemas, rewel dan nafsu makan berkurang, pasien tampak
kehausan dan ingin minum terus.

2
c. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat kejang : saat berumur 5 bulan
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan


 Riwayat kejang : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal

e. Riwayat Kesehatan Keluarga


 Ayah : baik
 Ibu : baik

f. Pemeliharaan Kehamilan dan Kelahiran


 Pemeriksaan di bidan puskesmas
 Frekuensi : trimester 1 : 1x/bulan, trimester 2 : 2x/bulan, trimester 3 : 3x/bulan
 Keluhan selama kehamilan : (-)

g. Riwayat Kelahiran
Lahir cukup bulan di tolong bidan BBL : 3100 gram, spontan dan menangis kuat.

h. Riwayat Imunisasi
 Hepatitis B : 4 kali ( usia 0 hari, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan )
 DPT : 3 kali ( usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan )
 Polio : 4 kali ( usia 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan )
 BCG : 1 kali ( usia 1 bulan )
 Campak : 1 kali ( usia 9 bulan )

III. PEMERIKSAAN FISIK


 Keadaan umum : tampak sakit sedang,
 Kesadaran : kompos mentis
 Frekuensi nadi : 120x/menit ( reguler, kuat )
 Frekuensi pernafasan : 24x/menit ( reguler )
 Suhu tubuh : 40C
 Data Antropoemetri :
 Berat Badan : 7 kg
 Tinggi Badan : tidak diketahui
 Kepala : bulat, normocephali
 Rambut : hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
 Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
simetris, refleks cahaya +/+, edema palpebra -/-
 Telinga : normotia, liang telinga lapang, serumen -/-, sekret -/-
 Hidung : lapang, sekret -/-, deviasa septum (-)

3
 Bibir : Mukosa bibir kering, sianosis (-)
 Thorak
 Inspeksi : pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris,
retraksi(-)
 Palpasi : vokal fremitus kiri dan kanan sama
 Perkusi : perkusi perbandingan kiri dan kanan sama sonor
 Auskultasi : bising nafas dasar vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-,
bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen :
 Inspeksi : perut tampak datar
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Palpasi : supel, nyeri tekan -/-, undulasi (-), turgor kembali cepat,
limpa dan hepar tidak teraba membesar
 Perkusi : timpani, nyeri ketok -/-, pekak alih -/-
 Kulit : ikterik (-), petechie (-)
 Ekstremitas : deformitas (-), akral hangat, sianosis (-), capillary refiil <2
detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

o Hb : 13,6
o Leukosit : 17,4 x 103/ml
o Hematokrit : 37,9 %
o Trombosit : 267 x 103/ml
o MCV : 76,9 fl
o MCH : 27,6 pg
o MCHC : 35,9 g/dl
o Kalium : 5,8 mmol/l
o Natrium : 134 mmol/l
o Clorida : 103 mmol/l

V. DIAGNOSIS KERJA
 Kejang demam kompleks
 Diare akut dengan dehidrasi sedang
 Leukositosis

VI. PENATALAKSAAN
 Infus RL loading 100cc ( 1 jam ), kemudian D51/4 NS 8 tpm
 Injeksi Ampisilin 3x200 mg (iv)
 Injeksi Santagesik 3x100 mg (iv)
 Injeksi Phenitoin 3x25 mg (iv)
 Diazepam supp 2,5 mg

VII. FOLLOW UP

4
a) Tanggal 10 November 2017
S : kejang (-), demam masih naik turun (+), mencret 2x cair
O :
 Kesadaran : compos mentis, nadi 100, respi : 26, suhu 36,7
 Berat Badan : 7,5 kg
 Kepala : A/I/C/D : -/-/-/-
 Pupil ± 3mm/3mm isokor, refleks cahaya (+)
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
 Deviasi trakea (-)
 Thorax : cor s1s2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Pulmo : vesikuler/vesikuler, ronkhi -/-, wheezing (-)
 Abdomen : flat, supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
 Ekstremitas : akral kering hangat merah +/+/+/+, edema -/-/-/-
 Pemeriksaan neurologis tidak ada kelainan motorik dan sensorik
A : kejang demam kompleks, diare akut dehidrasi sedang, leukositosis

P :
 O2 nasal canul 2 lpm off
 IVFD RL 10 tpm mikro
 Injeksi ampisilin 3x200 mg
 Injeksi Diazepam 3 mg ( bila kejang )
 Injeksi Santagesik 3x80 mg
 Injeksi Ranitidin 2x15 mg
 Injeksi Metronidazol 3x80 mg
 PO : L-bio 1x1, zinc sirup 1xcth1

b) Tanggal 11 November 2017


S : kejang (-), demam berkurang
O :
 Kesadaran : compos mentis, nadi 100, respi : 26, suhu 36,7
 Berat Badan : 7,5 kg
 Kepala : A/I/C/D : -/-/-/-
 Pupil : ± 3mm/3mm isokor, refleks cahaya (+)
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
 Deviasi trakea (-)
 Thorax : cor s1s2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Pulmo : vesikuler/vesikuler, ronkhi -/-, wheezing (-)
 Abdomen : flat, supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
 Ekstremitas : akral kering hangat merah +/+/+/+, edema -/-/-/-
 Pemeriksaan neurologis tidak ada kelainan motorik dan sensorik

A : kejang demam kompleks, diare akut dehidrasi sedang, leukositosis

P :
 O2 nasal canul 2 lpm off
 IVFD RL 10 tpm mikro

5
 Injeksi ampisilin 3x200 mg
 Injeksi Diazepam 3 mg ( bila kejang )
 Injeksi Santagesik 3x80 mg
 Injeksi Ranitidin 2x15 mg
 Injeksi Metronidazol 3x80 mg
 PO : L-bio 1x1, zinc sirup 1xcth1

BAB II

6
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM & DIARE AKUT

I. KEJANG DEMAM

A. DEFINISI
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan yang
tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.(1) Kejang demam dapat juga didefinisikan
sebagai kejang yang disertai demam tanpa bukti adanya infeksi intrakranial, kelainan
intrakranial, kelainan metabolik, toksin atau endotoksin seperti neurotoksin Shigella.(7)
Kejang demam pertama kali pada anak biasanya dihubungkan dengan suhu yang lebih dari
38ºC, usia anak kurang dari 6 tahun, tidak ada bukti infeksi SSP maupun ganguan metabolic
sistemik akut (3)

Pada umumnya kejang demam terjadi pada rentang waktu 24 jam dari awal mulai
demam(1). Pada saat kejang anak kehilangan kesadarannya dan kejang dapat bersifat fokal
atau parsial yaitu hanya melibatkan satu sisi tubuh, maupun kejang umum di mana seluruh
anggota gerak terlibat. Bentuk kejang dapat berupa klonik, tonik, maupun tonik-klonik.
Kejang dapat berlangsung selama 1-2 menit tapi juga dapat berlangsung lebih dari 15 menit
(1,8)

B. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang terjadi pada 2-4 % populasi anak
berusia 6 bulan -5 tahun dan 1/3 dari populasi ini akan mengalami kejang berulang(4). Kejang
demam dua kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak
perempuan (1)

C. ETIOLOGI
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi
umur anak, tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang (1).
Faktor hereditas juga mempunyai peranan yaitu 8-22 % anak yang mengalami kejang demam
memiliki orangtua yang memiliki riwayat kejang demam pada masa kecilnya (1).

Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang paling
sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran pernapasan, otitis
media, dan gastroenteritis (6)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing pada 297 anak
penderita kejang demam, infeksi yang paling sering menyebabkan demam yang akhirnya
memicu serangan kejang demam adalah tonsillitis/faringitis yaitu 34%. Selanjutnya adalah
otitis media akut (31 %) dan gastroenteritis (27%) (1).

D. PATOFISIOLOGI (1,5)

7
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh natrium (Na+). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi yang berasal dari glukosa yang
melalui proses oksidasi oleh oksigen.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme


basal 10%-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebanyak 20%. Akibatnya terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari
ion kalium dan ion natrium melalui membran, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel
di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter dan menyebabkan terjadinya kejang.

Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada
anak dengan ambang kejang tinggi kejang baru dapat terjadi pada suhu 40o C atau lebih.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya. Tetapi pada kejang
yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnoe sehingga kebutuhan oksigen untuk
otak meningkat dan menyebabkan terjadinya kerusakan sel neuron otak yang berdampak pada
terjadinya kelainan neurologis.

E. MANIFESTASI KLINIS
Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh
anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat
menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot. Kontraksi dapat berlangsung selama
beberapa detik atau beberapa menit. Anak akan jatuh apabila sedang dalam keadaan berdiri,
dan dapat mengeluarkan urin tanpa dikehendakinya (1).

Anak dapat muntah atau menggigit lidahnya. Sebagian anak tidak bernapas dan dapat
menunjukkan gejala sianosis (1).

Pada akhirnya kontraksi berhenti dan digantikan oleh relaksasi yang singkat. Kemudian
tubuh anak mulai menghentak-hentak secara ritmis (pada kejang klonik), maupun kaku (pada
kejang tonik). Pada saat ini anak kehilangan kesadarannya dan tidak dapat merespon terhadap
lingkungan sekitarnya (8).

F. KLASIFIKASI
Klasifikasi kejang demam menurut Livingstone (1)
A. Kejang Demam Sederhana:
1. Kejang bersifat umum
2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Usia saat kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun

8
4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam 1 tahun
5. Pemeriksaan EEG norma

B. Epilepsi yang Dicetuskan oleh Demam:


1. Kejang berlangsung lama atau bersifat fokal
2. Usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan kejang demam yang pertama
3. Frekuensi serangan kejang melebihi 4 kali dalam 1 tahun
4. Pemeriksaan EEG yang dibuat setelah anak tidak demam lagi hasilnya abnormal

Sedangkan menurut Fukuyama kejang demam dibagi menjadi (1) :


A. Kejang Demam Sederhana:
1. Riwayat penyakit keluarga penderita tidak ada yang mengidap epilepsi
2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun
3. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan-6 tahun
4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit
5. Kejang tidak bersifat fokal
6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas
perkembangan
8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat

B. Kejang Demam Kompleks


Kejang demam yang tidak memenuhi kriteria di atas digolongkan sebagai kejang demam
kompleks Sekitar 80-90 % dari keseluruhan kasus kejang demam adalah kejang demam
sederhana (1)

1. Kejang demam sederhana


- Kejang berlangsung singkat < 15 menit
- Kejang umum tonik dan atau klonik
- Akan berhenti sendiri
- Tanpa gangguan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam

2. Kejang demam kompleks


- Kejang lama > 15 menit
- Kejang fokal atau parsial 1 sisi (kejang umum didahului kejang parsial)
- Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

G. DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-
penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat,
perubahan akut pada keseimbangan homeostasis air dan elektrolit, dan adanya lesi struktural
pada sistem saraf misalnya epilepsy (4). Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.

Anamnesis (5)

9
1. Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningitis encephalitis)
2. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
3. Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun)
4. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi saluran napas, otitis
media, gastroenteritis)
5. Waktu terjadinya kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
6. Sifat kejang (fokal atau umum)
7. Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
8. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau
epilepsi)
9. Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
10. Trauma

Pemeriksaan Fisik (5)


1. Temperature tubuh
2. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi
saluran napas, otitis media, gastroenteritis)
3. Pemeriksaan reflex patologis
4. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningitis, encephalitis)

Pemeriksaan Penunjang (5,6)


1. Pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk menyingkirkan gangguan
metabolisme yang menyebabkan perubahan homeostasis apabila pada anamnesis ditemukan
riwayat muntah, diare, gangguan asupan cairan, dan gejala dehidrasi.
2. Pemeriksaan Cerebro Spinal Fluid (CSF) untuk menyingkirkan diagnosis meningitis
encephalitis apabila anak berusia kurang dari 12 bulan, memiliki tanda rangsang meningeal
positif, dan masih mengalami kejang beberapa hari setelah demam
3. CT Scan cranium pada umumnya tidak diperlukan pada kejang demam sederhana yang
terjadi pertama kali, akan tetapi dapat dipertimbangkan pada pasien yang mengalami kejang
demam kompleks untuk menentukan jenis kelainan structural berupa kompleks tunggal atau
multipel.
4. EEG pada kejang demam tidak dapat mengindentifikasi kelainan yang spesifik maupun
memprediksikan terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada kejang
demam kompleks.
H. TATALAKSANA (1,10)
A. Antipiretik dan Antibiotik
Antipiretik diberikan sebagai pengobatan simptomatis terhadap demam. Dapat diberikan
paracetamol dengan dosis untuk anak yang dianjurkan 10-15 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam atau
ibuprofen 5-10 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam. Antibiotik untuk mengatasi infeksi yang menjadi
etiologi dasar demam yang terjadi.

B. Penanganan Kejang pada Neonatus


Hal pertama yang harus diperhatikan adalah tersumbat atau tidaknya jalan napas.
Selanjutnya dilakukan pemberian oksigen, dan menghentikan kejang dengan cara:
KEJANG

10
30 menit Luminal IM 20 mg/kg/BB dalam 5 menit
KEJANG (+)
Ulangi luminal IM 10 mg/kg/BB. Dapat diulangi lagi jarak 30 menit bila masih
kejang.
KEJANG (+)
Fenitoin bolus IV 20 mg/kgBB dalam 15 ml NaCl, berikan dalam 30 menit
(kecepatan 0.5-1 mg/kgBB/menit)
KEJANG (-)
Bila kejang berulang dalam 2 hari, berikan luminal 5 mg/kg/hari per oral
sampai bebas kejang 7 hari. Bila kejang berulang setelah bebas kejang 2 hari,
ulangi pemberian luminal dari awal.

C. Penanganan Kejang pada Anak


Hal pertama yang harus diperhatikan adalah tersumbat atau tidaknya jalan
napas.Selanjutnya dilakukan pemberian oksigen, dan menghentikan kejang dengan cara:
KEJANG
5 menit Diazepam rectal 0.5 mg/kgBB atau:
Berat badan ≤ 10 kg: 5 mg, Berat badan > 10 kg: 10 mg
KEJANG (+)
Ulangi diazepam rektal seperti sebelumnya.
DI RS
Cari akses vena
Periksa laboratorium (darah tepi, Na, Ca, Mg, Ureum, Kreatinin)
KEJANG (+)
Diazepam IV dosis 0.3-0.5 mg/kgBB (kecepatan 0.5-1 mg/menit)
KEJANG (-) KEJANG (+)
Koreksi Hipokalemia (FCCS)

3-3,5 mEq/L KCL per oral 75 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis (1-3mEq.kg.hari) atau
0,25
mEq/kg IV KCL dalam 1 jam
2,5-3 mEq/L 0,5 mEq/kg KCL dalam 2 jam (rogers: dalam 1 jam)
IV
<2,5 mEq/L 0,75 mg/kg KCL dalam 3 jam
IV

I. PROGNOSIS
Penelitian yang dilakukan Tsunoda mendapatkan bahwa dari 188 penderita kejang
demam yang diikutinya selama sekurang-kurangnya 2 tahun dan tanpa pengobatan dengan
antikonvulsan, 97 penderita mengalami kekambuhan (1).

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing, dari 83 penderita
kejang demam yang dapat diikuti selama rata-rata 21.8 bulan (berkisar dari 6 bulan-3.5 tahun)
dan tidak mendapatkan pengobatan antikonvulsan rumatan, kejang demam kambuh pada 27
penderita (1).

11
Secara umum dapat dikatakan bahwa sekitar 1/3 penderita kejang demam akan
mengalami kekakmbuhan 1 kali atau lebih. Kemungkinan kambuh lebih besar bila kejang
demam pertama pada usia kurang dari 1 tahun. 3/4 dari kekambuhan ini terjadi dalam kurun
waktu 1 tahun setelah kejang demam pertama, dan 90 % dalam kurun waktu 2 tahun setelah
kejang demam pertama. 1/2 dari penderita yang mengalami kekambuhan akan mengalami
kekambuhan lagi. Pada sebagian terbesar penderita kambuh terbatas pada 2-3 kali. Hanya
sekitar 10 % kejang demam yang akan mengalami lebih dari 3 kali kekambuhan (1,9).

Anak yang mengalami kejang demam pertama pada usia sebelum 1 tahun kemungkinan
kekambuhan ialah 50 %, dan bila berusia lebih dari 1 tahun kemungkinan kekambuhannya 28
% (1).
Kejang demam sederhana pada umumnya tidak menyebabkan kerusakan otak yang
permanen dan tidak menyebabkan terjadinya penyakit epilepsi pada kehidupan dewasa anak
tersebut. Sedangkan pada anak-anak yang memiliki riwayat kejang demam kompleks, riwayat
penyakit keluarga dengan kejang yang tidak didahului dengan demam, dan memiliki riwayat
gangguan neurologis maupun keterlambatan pertumbuhan, memiliki resiko tinggi untuk
menderita epilepsi pada kehidupan dewasa mereka (1).

II. DIARE AKUT

A. PENDAHULUAN

Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak di
negara yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil Survei kesehatan Rumah Tangga diare
menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab kematian bayi di Indonesia1.
Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi
seluran cerna antara lain pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan
reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit
dan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta
kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan maldiges dan malabsorpsi2. Bila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik2.

Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/menanggulangi dehidrasi


serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intolerasi,
mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta
mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien
dan efekstif harus dilakukan secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum
efektif dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat
kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan
terganggunya masukan oral oleh karena infeksi. Beberapa cara pencegahan dengan vaksinasi
serta pemakaian probiotik telah banyak diungkap dan penanganan menggunakan antibiotika
yang spesifik dan antiparasit3.

12
B. DEFINISI

Diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih
dari 15 gram/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama
dengan volume orang dewasa, volume lebih dari 200 gram atau 200ml/24 jam disebut diare.1,2

Diare akut menurut Cohen4 adalah keluarnya buang air besar sekali atau lebih yang
berbentuk cair dalam satu hari dan berlangsung kurang 14 hari. Menurut Noerasid, diare akut
ialah diare yang terjadi secara mendakak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat.
Sedangkan American Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan diare dengan
karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau perubahan konsistensi, dapat disertai atau tanpa
gejala dan tanda seperti mual, muntah, demam atau sakit perut yang berlangsung selama 3 – 7
hari6.

Klasifikasi diare ke dalam jenis akut dan kronis dibedakan atas dasar waktu
berlangsungnya diare. Diare akut adalah diare yang terjadi selama kurang dari 2 minggu,
sedangkan diare kronis adalah diare yang terjadi selama lebih dari 2 minggu.1

C. EPIDEMILOGI

Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta
kasus kematian sebagai akibatnya7. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang
berkisar 3,5 – 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 – 5
episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan8. Hasil survei oleh Depkes.
diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini
meningkat bila dibanding survei pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare
masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat
proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita 13,2% dengan
peringkat 29. Diare pada anak merupakan penyakit yang mahal yang berhubungan secara
langsung atau tidak terdapat pembiayaan dalam masyarakat. Biaya untuk infeksi rotavirus
ditaksir lebih dari 6,3 juta poundsterling setiap tahunya di Inggris dan 352 juta dollar di
Amerika Serikat.

D. ETIOLOGI

1. Infeksi

A. Enteral

 Bakteri : Shigella sp., E.coli patogen, Salmonella sp., Vibrio cholera, Yersinia
enterocolytica, Campylobacter jejuni, V.parahemoliticus, Staphylococcus aureus,
Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus, dll.
 Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, CMV, echovirus,
HIV.
 Parasit:

13
o Protozoa: Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum,
Balantidium coli.
o Cacing: A.lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichiura, S.stercoralis,
cestodiasis, dll.
o Jamur: Kandida/moniliasis

1. Parenteral: Otitis Media Akut (OMA), pneumonia, traveler’s diarrhea: E.coli,


G.lamblia, E.hystolitica, dll.
2. Makanan:

 Intoksikasi: makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan mengandung


bakteri/toksin: Clostridium perfringens, B.cereus, S.aureus, Streptococcus
anhaemolyticus, dll.
 Alergi: susu sapi, makanan tertentu
 Malabsorpsi/maldigesti: karbohidrat (monosakarida, disakarida), lemak, protein
(celiacsprue gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk).

1. Imunodefisiensi: hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton),


penyakit granulomatose kronik, defisiensi IgA, imunodefisiensi IgA
2. Terapi obat: antibiotik, kemoterapi, antacid, dll.
3. Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi
4. Lain-lain: Zollinger-Ellison Syndrome, neuropati autonomic (neuropati diabetik)

E. KLASIFIKASI

Diare secara garis besar dibagi atas radang dan non radang. Diare radang dibagi lagi atas
infeksi dan non infeksi. Diare non radang bisa karena hormonal, anatomis, obat-obatan dan
lain-lain. Penyebab infeksi bisa virus, bakteri, parasit dan jamur, sedangkan non infeksi
karena alergi, radiasi10

F. PATOFISIOLOGI

Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk melalui
makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan kerusakan villi
usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang fungsinya belum matang, villi
mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik, akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya sehingga timbul
diare.4,7

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan
pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis
terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh
virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat menembus (invasi) sel
mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi sistemik.Toksin shigella juga dapat

14
masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri
ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri. 5,7

Rotavirus,Shigella spp dan E. Coli enterotoksigenik Rotavirus jelas merupakan penyebab


diare akut yang paling sering diidentifikasi pada anak dalam komunitas tropis dan iklim
sedang.13 Diare dapat disebabkan oleh alergi atau intoleransi makanan tertentu seperti susu,
produk susu, makanan asing terdapat individu tertentu yang pedas atau tidak sesuai kondisi
usus dapat pula disebabkan oleh keracunan makanan dan bahan-bahan kimia. Beberapa
macam obat, terutama antibiotika dapat juga menjadi penyebab diare. Antibiotika akan
menekan flora normal usus sehingga organisme yang tidak biasa atau yang kebal antibiotika
akan berkembang bebas.7,14 Di samping itu sifat farmakokinetik dari obat itu sendiri juga
memegang peranan penting. Diare juga berhubungan dengan penyakit lain misalnya malaria,
schistosomiasis, campak atau pada infeksi sistemik lainnya misalnya, pneumonia, radang
tenggorokan, dan otitis media.4,7

Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik,
sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus. Diare osmotik terjadi karena terdapatnya
bahan yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus akan difermentasi oleh bakteri usus sehingga
tekanan osmotik di lumen usus meningkat yang akan menarik cairan. Diare sekretorik terjadi
karena toxin dari bakteri akan menstimulasi cAMP dan cGMP yang akan menstimulasi
sekresi cairan dan elektrolit. Sedangkan diare karena gangguan motilitas usus terjadi akibat
adanya gangguan pada kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropathi, post vagotomi, post
reseksi usus serta hipertiroid.7

G. DIAGNOSIS dan MANIFESTASI KLINIS

1. Anamnesis

Pasien diare akut datang dengan gambaran klinis yang bergantung dari etiologinya.
Keluhan diare akut infektif bersifat khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
feces yang sering, bisa air, malabsorptif, atau berdarah tergantung dari bakteri patogen yang
spesifik. gambaran klinis diare juga dapat dibedakan menurut letak usus yang sakit.

Berikut adalah hubungan antara karakteristik feces dengan usus yang sakit:6

Karakter feces Usus halus Usus besar


Morfologi Berair Berlendir, darah (+)
Volume Banyak Sedikit
Frekuensi Meningkat Sangat meningkat
Darah Darah (mikros) Darah banyak (makros)
Ph Mungkin > 5,5 >5,5
Leukosit <5 dengan perbesaran Umumnya >10 dengan
maksimal perbesaran maksimal
Leukosit darah Normal Bisa leukositosis

15
Patogen Viral Rotavirus, Adenovirus, Invasive bacteria Escherichia
Calicivirus, Astrovirus, Coli (enteroinvasive,
Norovirus Enterotoxigenic enterohemorrhagic), Shigella
bacteria E coli, Klebsiella, sp., Salmonella sp.,
Clostridium perfringens, Campylobacter sp., Yersinia
Cholera sp., Vibrio sp. sp., Aeromonas sp.,
Plesiomonassp.Toxic of
bacteria

Parasites Clostridium difficile

Giardia sp. Cryptosporidium


sp.
Parasites

Entamoeba organisms

Tabel 1. Korelasi karakteristik feces dan usus yang sakit (Takayeshu, 2010)

Dibutuhkan informasi tentang kontak dengan penderita gastroenteritis, frekuensi dan


konsistensi buang air besar dan muntah, intake cairan dan urine output, riwayat perjalanan,
penggunaan antibiotika, dan obat-obatan lain yang bisa menyebabkan diare.

2. Pemeriksaan Fisik1,6,9

Yang dapat ditemukan saat melakukan pemeriksaan fisik yakni

 Dehidrasi, yang dapat timbul bila terjadi diare berat dan terbatasnya asupan
oral karena nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia.
Berikut adalah klasifikasi diare menurut klinisnya:

Gejala/tanda KLASIFIKASI
Ringan (<3% BB Sedang (3 – 9% BB Berat (>9% BB
turun) turun) turun)
Keadaan umum Baik, compos Anxietas Letargi/tidak sadar
mentis
Denyut jantung Normal Sedikit meningkat Takikardi atau
bradikardi
Kualitas denyut Normal Sedikit lemah Lemah hingga
impalpable
Napas Normal Agak meningkat Takipnea-hiperpnea
Mata Normal Cekung Cekung
Fontanella Normal Agak cekung Cekung
Air mata Normal Sedikit menurun Tidak ada
Mukosa Lembab Agak kering Kering hingga
pecah-pecah

16
Rasa haus Minum biasa, tidak Sangat haus Tidak minum
haus
Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
(<2”) lambat (>2”)
Capillary Refill < 2” Agak memanjang Memanjang dan
Time kurang merah
Extremitas Hangat Dingin Sianosis

Tabel 1. Tingkatan dehidrasi ( King et al., 2003)

 Gagal tumbuh dan malnutrisi

Penurunan massa tubuh dan lemak atau edema perifer dapat menunjukkan kelainan
malabsorpsi karbohidrat, lemak, dan/atau protein. Giardia sp. dapat mengakibatkan diare
intermiten dan malabsorpsi lemak.

 Nyeri abdomen

Pemeriksaan abdomen diperlukan untuk mengetahui adanya dan kualitas bunyi usus serta
ada atau tidak adanya distensi abdomen. Nyeri saat palpasi biasanya tidak didapatkan pada
diare. Nyeri abdomen fokal yang bertambah nyeri bila dipalpasi menunjukkan kemungkinan
komplikasi atau diagnosis non-infeksi lainnya.

 Eritema perianal

Buang air besar yang sering dapat menimbulkan kerusakan kulit perianal, terutama pada
bayi dan anak kecil. Malabsorpsi karbohidrat sekunder dapat mengakibatkan feces asam.
Malabsorpsi asam empedu sekunder mengakibatkan dermatitis berat perianal.

3. Pemeriksaan penunjang8

Pemeriksaan penunjang diperlukan pada pasien dengan dehidrasi atau toksisitas berat
atau diare yang sudah berlangsung selama beberapa hari. pemeriksaan tersebut meliputi
pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit),
kadar elektrolit serum, ureum dan kreatinin, pemeriksaan feces, pemeriksaan Enzym-linked
Immunoabsorbent Assay (ELISA) untuk mendeteksi giardiasis, test serologi amebiasis, dan
foto rontgen abdomen.

Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit
yang normal atau limfositosis, pasien dengan infeksi bakteri terutama bakteri yang invasive ke
mukosa, memiliki leukositosis dengan sel darah putih muda.

Ureum dan kreatinin diperiksa untuk memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan
mineral tubuh. Pemeriksaan feces dilakukan untuk melihat adanya leukosit dalam feces yang
menunjukkan adanya infeksi bakteri, telur cacing, dan parasit dewasa.

17
H. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding diare perlu dibuat agar dapat memberikan pengobatan yang lebih baik
dan tepat. Diagnosis banding untuk diare akut pada anak adalah:9

1. Meningitis
2. Bacterial sepsis
3. Pneumonia
4. Otitis media
5. Infeksi saluran kemih

I. TATA LAKSANA

Menurut ketentuan World Health Organization (WHO) dalam revisi keempat tahun 2008
mengenai tatalaksana diare akut pada anak menyebutkan, tujuan pengobatan diare akut pada
anak adalah :

1. Pencegahan dehidrasi bila tidak dijumpai tanda – tanda dehidrasi.


2. Pengobatan dehidrasi bila dijumpai tanda – tanda dehidrasi.
3. Mencegah timbulnya kurang kalori protein dengan cara memberikan makanan selama
diare berlangsung dan setelah diare berhenti.
4. Mengurangi lama dan beratnya diare dan mengurangi kekambuhan diare pada hari –
hari mendatang dengan memberikan zink dosis 10 mg sampai 20 mg selama 10
sampai 14 hari.

Prinsip penatalaksanaan pada anak-anak dengan diare dan dehidrasi:6,8

1. Pemberian oralit dengan cepat dalam 3 – 4 jam. Bila tidak ada oralit, bisa diberikan
oralit rumahan dengan cara menyampurkan 2 sendok makan (sdm) gula/madu, ¼
sendok teh (sdt) garam, ¼ sdt soda kue ke dalam 1 liter air. Pemberian sebanyak 10
ml/kgBB tiap diare, dan 2 ml/kgBB tiap muntah.
2. Bila dehidrasi telah terkoreksi, beri cairan maintenance
1. Diet tanpa batas sesuai umur
2. Lanjutkan minum ASI
3. Pemberian susu/makanan formula
4. Pemberian oralit tambahan untuk cairan yang sedang hilang
5. Tidak diperlukan tes laboratorium atau medikasi.

Berikut adalah manajemen diare akut pada anak menurut World Gastroenterology
Organization (WGO) 2008:9

Rehidrasi

Tindakan Klasifikasi dehidrasi


Ringan Sedang Berat
Rehidrasi Tidak ada Oralit 50-100 Rehidrasi dengan

18
ml/kgBB dalam 3-4 RL (100 ml/kgBB)
jam i.v dalam 4-6 jam
lalu lanjutkan
pemberian oralit
hingga pasien
membaik
Penggantian cairan <10 kgBB: 60 – 120 <10 kgBB: 60 – 120 <10 kgBB: 60 – 120
yang telah hilang mL oralit tiap diare mL oralit tiap diare mL oralit tiap diare
dan muntah dan muntah dan muntah
Diet Lanjutkan ASI atau Lanjutkan ASI atau Lanjutkan ASI atau
makanan sesuai makanan setelah makanan setelah
umurnya dilakukan rehidrasi dilakukan rehidrasi

Prinsip penentuan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan jumlah cairan yang
keluar dari tubuh. Formula pemberian cairan:8

1. Rumus BJ plasma:

BJ plasma – 1,025

Kebutuhan cairan = x Berat Badan x 4 ml

0,001

BJ plasma:

Dehidrasi berat: BJ plasma 1,032 – 1,040

Dehidrasi sedang: BJ plasma 1,028 – 1,032

Dehidrasi ringan: BJ plasma 1,025 – 1,028

1. Metode pierce berdasarkan klinis:

Dehidrasi ringan, keb. Cairan = 5% x BB (kg)

Dehidrasi sedang, keb. Cairan = 9% x BB (kg)

Dehidrasi ringan, keb. Cairan = 12% x BB (kg)

Pemberian rehidrasi terbagi atas:8

1. Dua jam pertama (tahap inisial): jumlah total kebutuhan cairan menurut rumus BJ
plasma diberikan langsung dalam 2 jam ini.
2. Satu jam berikutnya, pemberian diberikan berdasarkan kehilangan cairan selama 2 jam
pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya.

19
3. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui
feces dan Insensible Water Loss (IWL)
4. Suplemen Zinc, multivitamin, dan mineral lainnya9

Pemberian zinc dapat menurunkan durasi dan derajat keparahan diare pada anak.
Suplementasi zinc zulfat (2 mg/hari selama 14 hari) menurunkan insiden diare selama 2 – 3
bulan sehingga membantu mengurangi laju mortalitas pada anak dengan diare persisten.

Selain zinc, WHO menyarankan pemberian vitamin dan mineral lainnya, misalnya asam
folat, vitamin A, magnesium,

Dasar pemikiran pengunaan mikronutrien dalam pengobatan diare akut didasarkan kepada
efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap
proses perbaikan epitel seluran cerna selama diare. Seng telah dikenali berperan di dalam
metallo – enzymes, polyribosomes , selaput sel, dan fungsi sel, juga berperan penting di
dalam pertumbuhan sel dan fungsi kekebalan .19 Sazawal S dkk 26 melaporkan pada bayi dan
anak lebih kecil dengan diare akut, suplementasi seng secara klinis penting dalam
menurunkan lama dan beratnya diare. Strand 27 Menyatakan efek pemberian seng tidak
dipengaruhi atau meningkat bila diberikan bersama dengan vit A. Pengobatan diare akut
dengan vitamin A tidak memperlihatkan perbaikan baik terhadap lamanya diare maupun
frekuensi diare. 19 Bhandari dkk 28 mendapatkan pemberian vitamin A 60mg dibanding
dengan plasebo selama diare akut dapat menurunkan beratnya episode dan risiko menjadi
diare persisten pada anak yang tidak mendapatkan ASI tapi tidak demikian pada yang
mendapat ASI.

1. Diet1,8,9

Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Makanan segera
diberikan 4 jam setelah pemberian oralit atau cairan intravena. Pasien dianjurkan minum-
minuman sari buah, minuman tak bersoda, makanan mudah dicerna (seperti pisang, nasi,
keripik, dan sup). Susu sapi dihindarkan karena adanya defisiensi lactase transien yang
disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri.

Berikan:

 Diet sesuai umur disamping cairan oralit dan maintenance


 Pemberian makan yang sering dan sedikit-sedikit (6x/hari)
 Makanan berenergi tinggi dan mengandung banyak mikronutrien (daging, buah, sayur)

1. Terapi nonspesifik

Antidiare sebenarnya kurang memberikan manfaat besar pada anak dengan diare
akut/persisten. Antiemetic tidak diberikan pada diare akut.9

20
1. Antimotil

Loperamid. Tidak dianjurkan penggunaannya pada anak < 2 tahun. Merupakan obat
terpilih untuk orang dewasa (dosis 4 – 6 mg/hari; 2 – 4 mg/hari untuk anak > 8 tahun).

2. Agen antisekretorik.

Salazer –lindo E dkk 22 dari Department of Pedittrics, Hospital Nacional Cayetano


Heredia, Lima,Peru, melaporkan bahwa pemakaian Racecadotril ( acetorphan ) yang
merupakan enkephalinace inhibitor dengan efek anti sekretorik serta anti diare ternyata cukup
efektif dan aman bila diberikan pada anak dengan diare akut oleh karena tidak mengganggu
motilitas usus sehingga penderita tidak kembung .Bila diberikan bersamaan dengan cairan
rehidrasi oral akan memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan hanya
memberikan cairan rehidrasi oral saja .Hasil yang sama juga didapatkan oleh Cojocaru dkk
dan cejard dkk.untuk pemakaian yang lebih luas masih memerlukan penelitian lebih lanjut
yang bersifat multi senter dan melibatkan sampel yang lebih besar.23

3. Adsorbent. Misalnya kaolin-pectin, atapulgite


4. Probiotik

Probiotik merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang menguntungkan pada host
dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik didalam lumen saluran cerna sehingga
seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel
epitel usus. Dengan mencermati penomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan
cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun
mikroorganisme lain, speudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena
pemakaian antibiotika yang tidak rasional rasional (antibiotik asociatek diarrhea ) dan
travellers,s diarrhea. 14,15,24. Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam
tatalaksana diare akut pada anak. Hasil meta analisa Van Niel dkk 25 menyatakan
lactobacillus aman dan efektif dalam pengobatan diare akut infeksi pada anak, menurunkan
lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya diare, dan menurunkan frekuensi diare pada hari ke dua
pemberian sebanyak 1 – 2 kali. Kemungkinan mekanisme efekprobiotik dalam pengobatan
diare adalah : Perubahan lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan anti mikroba terhadap
beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah adhesi patogen pada anterosit, modifikasi
toksin atau reseptor toksin, efektrofik pada mukosa usus dan imunno modulasi.14,24

5. Antibiotik

Terapi antibiotik bukanlah indikasi pada anak-anak. Pemberian ini hanya dilakukan pada
anak dengan diare bercampur darah (pada umumnya shigellosis), tersangka kolera dengan
dehidrasi berat, dan pasien dengan manifestasi klinis berat (misalnya pneumonia). Namun,
pemberian antiprotozoa sangat bermanfaat pada anak dengan diare, khususnya giardiasis,
Entamoeba hystolitica, dan Cryptosporodium, dengan menggunakan nitazoxanide.

21
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain 15,18

ü Kolera : Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis (2 hari)

Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis (3 hari)


ü
Shigella : Trimetroprim 5-10mg/kg/hari

Sulfametoksasol 25mg/kg/hari Diabgi 2 dosis (5 hari)

Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 (5 hari)


ü
Amebiasis: Metronidasol 30mg/kg/hari dibari 4 dosis 9 5-10 hari)

Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg (maks 90mg)(im) s/d 5 hari
tergantung reaksi (untuk semua umur)
ü
Giardiasis : Metronidasol 15mg.kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari ).

J. PENCEGAHAN

Amatlah penting untuk tetap memberikan nutrisi yang cukup selama diare, terutama pada
anak dengan gizi yang kurang. Minuman dan makanan jangan dihentikan lebih dari 24 jam,
karena pulihnya mukosa usus tergantung dari nutrisi yang cukup.Bila tidak makalah ini akan
merupakan faktor yang memudahkan terjadinya diare kronik29 Pemberian kembali makanan
atau minuman (refeeding) secara cepat sangatlah penting bagi anak dengan gizi kurang yang
mengalami diare akut dan hal ini akan mencegah berkurangnya berat badan lebih lanjut dan
mempercepat kesembuhan. Air susu ibu dan susu formula serta makanan pada umumnya
harus dilanjutkan pemberiannya selama diare penelitian yang dilakukan oleh Lama more RA
dkk30 menunjukkan bahwa suplemen nukleotida pada susu formula secara signifikan
mengurangi lama dan beratnya diare pada anak oleh karena nucleotide adalah bahan yang
sangat diperlukan untuk replikasi sel termasuk sel epitel usus dan sel imunokompeten. Pada
anak lebih besar makanan yang direkomendasikan meliputi tajin ( beras, kentang, mi, dan
pisang) dan gandum ( beras, gandum, dan cereal). Makanan yang harus dihindarkan adalah
makanan dengan kandungan tinggi, gula sederhana yang dapat memperburuk diare seperti
minuman kaleng dan sari buah apel. Juga makanan tinggi lemak yang sulit ditoleransi karena
karena menyebabkan lambatnya pengosongan lambung.31

Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa diberikan pada penderita yang
menunjukkan gejala klinik dan laboratorium intoleransi laktosa. Intoleransi laktosa
berspektrum dari yang ringan sampai yang berat dan kebanyakan adalah tipe yang ringan
sehingga cukup memberikan formula susu biasanya diminum dengan pengenceran oleh
karena intoleransi laktosa ringan bersifat sementara dan dalam waktu 2 – 3 hari akan sembuh
terutama pada anak gizi yang baik. Namun bila terdapat intoleransi laktosa yang berat dan
berkepanjangan tetap diperlukan susu formula bebas laktosa untuk waktu yang lebih lama.
Untuk intoleransi laktosa ringan dan sedang sebaiknya diberikan formula susu rendah laktosa.

22
Sabagaimana halnya intoleransi laktosa, maka intoleransi lemak pada diare akut sifatnya
sementara dan biasanya tidak terlalu berat sehingga tidak memerlukan formula khusus.Pada
situasi yang memerlukan banyak energi seperti pada fase penyembuhan diare, diet rendah
lemak justru dapat memperburuk keadaan malnutrisi dan dapat menimbulkan diare kronik 32

23
DAFTAR PUSTAKA

Kandun NI. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan masyarakat dalam kumpulan
makalah Kongres nasional II BKGAI juli 2003 hal 29

24

You might also like