You are on page 1of 34

LEMBAR KERJA TUTORIAL

MODUL

WABAH

Oleh :

RUANG 05

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2015
RUANG 05

Stephanie K.I. Tilaar (120111217)

Yunike Maria Arisoy (120111240)

Indah Julianti Larete (120111015)

Megi Lilingan (120111271)

Dwi Ayu Primadana (120111073)

Magdalena Ildavonsa S. (120111172)

Rionaldy Walansendow (120111125)

Satriani Syahrin (120111319)

Albertha M. Kristin (120111089)

Carla Olivia N. Poli (120111227)

Billy Johanes Lombogia (120111051)

Senderina Malak (120111272)

Polii N. Clinton (120111247)


SKENARIO

Puskesmas Melati mempunyai 12 desa dalam wilayah kerjanya. 7 desa berada di


aliran sungai dan 5 desa ada di daerah pegunungan. Pada 5 hari terakhir Puskesmas Melati
menerima 18 orang balita dan 6 orang dewasa yang mengalami muntah berak. 10 orang balita
telah dirujuk ke RS akibat menderita dehidrasi berat sedangkan yang 8 orang lainnya dalam
perawatan di Puskesmas karena masih menjalani dehidrasi ringan. Enam orang dewasa
setelah diobservasi selama sehari sudah diizinkan pulang karena tidak ada tanda-tanda
membahayakan. Semua penderita berasal dari 7 desa yang di aliran sungai. Kepala
puskesmas telah melaporkan kejadian ini kepada Camat dan Kepala Dinas Kabupaten.

Petugas lapangan puskesmas telah melakukan kunjungan rumah dan mendapatkan


banyak anak dengan keluhan muntah berak tapi belum menunjukkan tanda-tanda dehidrasi.
Kepada penderita dan keluarga dalam masyarakat telah dibagikan obat dan dilakukan
penyuluhan kesehatan, pencegahan, pemberian makanan dan cairan melalui mulut.

Jumlah penduduk dalam wilayah kerja sekitar 3100 penduduk dan di setiap desa ada
Posyandu dan kader kesehatan yang aktif. Laporan dari kader kesehatan juga terdapat
penderita batuk, panas, dan timbul bintik kemerahan disertai mata merah. Penderita yang lain
juga menderita lepuh di kulit, beberapa diantaranya telah dibawa ke Puskesmas.

KATA SULIT :-

KATA KUNCI :

1. 18 orang balita dan 6 orang dewasa mengalami muntah berak.


2. Semua pasien berasal dari 7 desa di aliran sungai.
3. terdapat juga penderita batuk, panas, dan timbul bintik kemerahan disertai mata
merah.

MASALAH DASAR : “ Puskesmas Melati menerima 18 orang balita dan 6 orang


dewasa yang mengalami muntah berak. Seluruh penderita berasal dari 7 desa yang berasal di
DAS.”
PERTANYAAN & PEMBAHASAN :

1. Bagaimana menentukan keadaan wabah?

LANGKAH-LANGKAH INVESTIGASI WABAH:


Langkah melakukan investigsi wabah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
yang sistemik yang terdiri dari :
1. Persiapan Investigasi di Lapangan
Persiapan dapat dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu:
a. Investigasi : pengetahuan ilmiah perlengkapan dan alat
b. Administrasi: prosedur administrasi termasuk izin dan pengaturan perjalanan
c. Konsultasi: peran masing – masing petugas yang turun kelapangan
2. Pemastian Adanya Wabah
Dalam mementukan apakah wabah, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Dengan membandingkan jumlah yang ada saat itu dengan jumlah beberapa
minggu atau bulan sebelumnya.
b. Menentukan apakah jumlah kasus yang ada sudah melampaui jumlah yang
diharapkan.
c. Sumber informasi bervariasi bergantung pada situasinya
Catatan hasil surveilans
1) Catatan keluar dari rumah sakit, statistic kematian, register, dan lain-lain.
2) Bila data local tidak ada, dapat digunakan rate dari wilayah di dekatnya atau
data nasional.
3) Boleh juga dilaksanakan survey di masyarakat (menentukan kondisi penyakit
yang biasanya ada).
d. Pseudo endemik (jumlah kasus yang dilaporkan belum tentu suatu wabah):
1) Perubahan cara pencatatan dan pelaporan penderita
2) Adanya cara diagnosis baru
3) Bertambahnya kesadaran penduduk untuk berobat
4) Adanya penyakit lain dengan gejala yang serupa
5) Bertambahnya jumlah penduduk yang rentan
3. Pemastian Diagnosis
Semua temuan secara klinis harus dapat memastikan diagnosis wabah, hal yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Untuk memastikan bahwa masalah tersebut telah didiagnosis dengan patut
b. Untuk menyingkirkan kesalahan laboraturium yang menyebabkan peningkatan
kasus yang dilaporkan
c. Semua temuan klinis harus disimpulakan dalam distribusi frekuensi
d. Kunjungan terhadap satu atau dua penderita
4. Pembuatan Definisi Kasus
Pembuatan definisi kasus adalah seperangkat criteria untuk menentukan apakah
seseorang harus dapat diklasifikasikan sakit atau tidak. Kriteria klinis dibatasi oleh
waktu, tempat, dan orang. Penyelidikan sering membagi kasus menjadi pasti
(compirmed), mungkin (probable), meragukan (possible), sensivitas dan spesifitas.
5. Penemuan dan Penghitungan Kasus
Metoda untuk menemukan kasus yang harus sesuai dengan penyakit dan kejadian
yang diteliti di fasilitas kesehatan yang mampu memberikan diagnosis. Informasi
berikut ini dikumpulakan dari setiap kasus :
a. Data identifikasi (nama, alamat, nomor telepon)
b. Data demografi (umur, jenis kelamin, ras, dan pekerjaan)
c. Data klinis
d. Faktor risiko, yang harus dibuat khusus untuk tiap penyakit
e. Informasi pelapor untuk mendapatkan informasi tambahan atau memberi umpan
balik
6. Epidemiologi Deskriptif
a. gambaran wabah berdasarkan waktu
Perjalanan wabah berdasarkan waktu digambarkan dengan grafik histogram yang
berbentuk kurva epidemic, gambaran ini membantu :
1) Memberi informasi sampai dimana proses wabah itu dan bagaimana
kemungkinan kelanjutannya
2) Memperkirakan kapan pemaparan terjadi dan memusatkan penyelidikan pada
periode tersebut, bila telah diketahui penyakit dan masa inkubasinya.
3) Menarik kesimpulan tentang pola kejadian, dengan demikian mengetahui
apakah bersumber tunggal, ditularkan dari orang ke orang, atau campuran keduanya,

Kemungkinan periode pemaparan dapat dilakukan dengan :


1) Mencari masa inkubasi terpanjang, terpendek, dan rata-rata
2) Menentukan puncak wabah atau kasus mediannya, dan menghitung mundur satu
masa inkubasi rata-rata
3) Dari kasus paling awal kejadian wabah, dihitung mundur masa inkubasi
terpendek
Masa inkubasi penyakit adalah waktu antara masuknya agens penyakit sampai
timbulnya gejala pertama. Informasi tentang masa inkubasi bermanfaat bila penyakit
belum diketahui sehingga mempersempit diagnosis diferensial dam memperikan
periode pemaparan. Cara menghitung median masa inkubasi :
1) Susunan teratur ( array) berdasarkan waktu kejadiannya
2) Buat frekuensi kumulatifnya
3) Tentukan posisi kasus paling tengah
4) Tentukan kelas median
5) Median masa inkubasi ditentukan dengan menghitung jarak antara waktu
pemaparan dan kasus median
b. gambaran wabah berdasarkan tempat
Gambaran wabah berdasarkan tempat menggunakan gambaran grafik berbentuk Spot
map. Grafik ini menunjukkan kejadian dengan titik/symbol tempat tertentu yang
menggambarkan distribusi geografi suatu kejadian menurut golongan atau jenis
kejadian namun mengabaikan populasi.
c. Gambaran wabah berdasarkan ciri orang
Variable orang dalam epidemiologi adalah karakteristik individu yang ada
hubungannya dengan keterpajanan atau kerentanan terhadap suatu penyakit. Misalnya
karakteristik inang ( umur, jenis kelamin, ras/suku, status kesehatan) atau berdasarkan
pemaparan ( pekerjaan, penggunaan obat-obatan)
7. Pembuatan Hipotesis
Dalam pembuatan suatu hipotesis suatu wabah, hendaknya petugas memformulasikan
hipotesis meliputi sumber agens penyakit, cara penularan, dan pemaparan yang
mengakibatkan sakit.
a. Mempertimbangkan apa yang diketahui tentang penyakit itu:
Apa reservoir utama agen penyakitnya?
Bagaimana cara penularannya?
Bahan apa yang biasanya menjadi alat penularan?
Apa saja faktor yang meningkatkan risiko tertular?
b. Wawancara dengan beberapa penderita
c. Mengumpulkan beberapa penderita mencari kesamaan pemaparan.
d. Kunjungan rumah penderita
e. Wawancara dengan petugas kesehatan setempat
f. Epidemiologi diskriptif
8. Penilaian Hipotesis
Dalam penyelidikan lapangan, hipotesis dapat dinilai dengan salah satu dari 3 cara
a. Dengan membandingkan hipotesis dengan fakta yang ada, atau
b. Dengan analisis epidemiologi untuk mengkuantifikasikan hubungan dan
menyelidiki peran kebetulan.
c. Uji kemaknaan statistik, Kai kuadrat.
9. Perbaikan hipotesis dan penelitian tambahan
Dalam hal ini penelitian tambahan akan mengikuti hal dibawah ini
a. Penelitian Epidemiologi (epidemiologi analitik)
b. Penelitian Laboratorium (pemeriksaan serum) dan Lingkungan (pemeriksaan
tempat pembuangan tinja)
10. Pengendalian dan Pencegahan
Pengendalian seharusnya dilaksanakan secepat mungkin upaya
penanggulangan biasanya hanya dapat diterapkan setelah sumber wabah diketahui
Pada umumnya, upaya pengendalian diarahkan pada mata rantai yang terlemah dalam
penularan penyakit. Upaya pengendalian mungkin diarahkan pada agen penyakit,
sumbernya, atau reservoirnya.
11. Penyampaian Hasil Penyelidikan
Penyampaian hasil dapat dilakukan dengan dua cara pertama Laporan lisan pada
pejabat setempat dilakukan di hadapan pejabat setempat dan mereka yang bertugas
mengadakan pengendalian dan pencegahan dan yang kedua laporan
tertulis.Penyampaian penyelidikan diantaranya
a. Laporan harus jelas, meyakinkan, disertai rekomendasi yang tepat dan beralasan
b. Sampaikan hal-hal yang sudah dikerjakan secara ilmiah; kesimpulan dan saran
harus dapat dipertahankan secara ilmiah
c. Laporan lisan harus dilengkapi dengan laporan tertulis, bentuknya sesuai
dengan tulisan ilmiah (pendahuluan, latar belakang, metodologi, hasil, diskusi,
kesimpulan, dan saran)
d. Merupakan cetak biru untuk mengambil tindakan
e. Merupakan catatan dari pekerjaan, dokumen dari isu legal, dan merupakan
bahan rujukan apabila terjadi hal yang sama di masa datang.

2. Bagaimana melakukan tindakan awal penanganan wabah?

Tindakan penanganan wabah banyak macamnya. Secara sederhana tindakan tersebut menurut
sasarannya dapat dibedakan atas tiga macam, yakni terhadap kasus, terhadap masyarakat dan
terhadap lingkungan.

1. Tindakan terhadap kasus


Pada dasarnya tindakan yang dilakukan terhadap kasus adalah dalam rangka mengobati
penyakit yang diderita dan karena itu pada umumnya adalah sama dengan tindakan
pengobatan biasa. Hanya saja karena penyakit yang diderita adalah penyakit menular maka
pada tindakan terhadap kasus ini harus ditambahkan dengan tindakan lain yang sesuai dengan
tindakan terhadap penyakit menular.
Tindakan terhadap kasus secara garis besarnya dibedakan atas beberapa macam yakni:
a. Anamnesis
Anamnesis dapat ditunjukkan terhadap kasus atau keluarga kasus. Pada anamnesis ini
dikumpulkan pelbagai keterangan yang diperlukan. Keterangan yang dimaksud paling tidak
harus mencakup:
- Identitas penderita, yaitu nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan dan agama.
- Keluhan utama, keluhan tambahan dan riwayat penyakit.
Pada pertanyaan tentang riwayat penyakit perhatian perlu dicurahkan pada keterangan di
sekitar dan selama masa inkubasi. Keterangan-keterangan tersebut diperlukan untuk
menentukan sumber penularan di satu pihak serta untuk pencarian kasus baru di pihak lain.
Adapun sumber penularan banyak macamnya, secara umum dibedakan atas manusia,
binatang atau benda mati yang dipergunakan oleh penyebab penyakit sebagai tempat tinggal
dan berkembang biak. Sedangkan pencarian kasus baru dapat dilakukan dengan mengamati
orang-orang yang kontak dengan penderita selama masa inkubasi atau masa awal penyakit.
Sekalipun lengkapnya semua keterangan ini adalah penting, perlu diingat bahwa anamnesis
yang terlalu lama tidaklah bijaksana.
Penderita dan juga keluarganya membutuhkan pengobatan bukan tanya jawab. Jika memang
diperlukan keterangan yang lengkap dan diperkirakan akan membutuhkan waktu yang lama
sebaiknya keterangan tersebut ditanyakan setelah tindakan pengobatan diberikan.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap kasus adalah sama seperti pemeriksaan
penderita biasa yakni meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi terhadap tubuh
dan/atau organ tubuh yang dicurigai sesuai dengan penyakit yang diderita. Penerapannya
tentu saja perlu disesuaikan dengan jenis penyakit menular yang diderita.
c. Pengambilan sediaan untuk pemeriksaan laboratorium
Pengambilan sediaan untuk pemeriksaan laboratorium sangat penting untuk
konfirmasi diagnossis yang akan ditegakkan. Sediaan (specimen) yang diambil dapat berupa:
- Darah : Pengambilan darah biasanya sebanyak lebih kurang 10 cc. Darah tersebut
perlu diberi antikoagulansia dan kemudian disimpan dalam botol steril. Umumnya
pengambilan darah tersebut dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada masa akut dan pada masa
penyembuhan.
- Tinja : Tinja biasanya diambil untuk beberapa gram. Bila tidak tersedia dapat
dilakukan rectal swab. Tinja yang diambil tersebut harus disimpan dalam botol steril berisi
cairan garam fisiologis.
- Contoh makanan : Apabila timbulnya keadaan wabah ada hubungannya dengan
makanan, perlu diambil contoh makanan yang umumnya antara 100-500 gram. Contoh
makanan tersebut dibungkus dengan rapat dan kuat agar tidak mudah rusak.
Pengambilan sediaan harus dilengkapi dengan pemasangan label yang berisi keterangan
tentang tempat pengambilan, waktu pengambilan, nama pasien, pemeriksaan yang diminta.
d. Diagnossis : Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis
penyakit. Cara mengambil diagnosis yang seperti ini disebut dengan diagnosis klinis. Untuk
lebih memastikan diagnosis klinis perlu dilengkapi dengan keterangan hasil laboratorium.
Hanya saja jika pemeriksaan laboratorium tidak mungkin atau hasilnya terlalu lama,
konfirmasi yang seperti ini dapat diabaikan. Dengan perkataan lain adanya diagnosis klinis
telah dianggap cukup untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
e. Terapi : Apabila diagnosis telah ditegakkan, lanjutkanlah dengan pemberian
pengobatan sesuai dengan penyakit yang diderita. Terapi yang dapat diberikan ada yang
bersifat etiologis dan ada pula yang bersifat simtomatis. Jika memang diperlukan, dapat
ditambahkan dengan perawatan penderita.
f. Isolasi : Karena yang dihadapi pada wabah adalah penyakit menular, maka perlu
dipikirkan tindakan isolasi. Adapun yang dimaksud dengan isolasi di sini ialah memisahkan
penderita dari orang lain untuk beberapa waktu, pada tempat dan kondisi khusus untuk
mencegah secara langsung atau tidak langsung adanya pemindahan penyebab penyakit dari
penderita kepada orang lain yang rentan atau yang mungkin menyebarkan bibit penyakit pada
yang lain. Lamanya masa isolasi ini tergantung pada lamanya masa inkubasi dari penyakit
tersebut.
Patut disampaikan di sini bahwa apabila memang kemampuan puskesmas tidak
memungkinkan, dapat diminta batuan dari fasilitas lain yang lebih tinggi, misalnya
mengirimkan kasus ke rumah sakit. Tindakan yang seperti ini dikenal dengan nama rujukan,
yang karena ruang lingkupnya untuk masalh kedokteran tersebut dengan nama rujukan medis.

2. Tindakan terhadap masyarakat


Yang termasuk dengan masyarakat di sini ialah penduduk yang bertempat tinggal di daerah
yang terjangkit wabah. Tindakan yang dilakukan di sini secara umum dapat dibedakan atas
tiga macam yakni:
a. Tindakan health promotion
Tujuan tindakan promotif ini ialah untuk lebih meningkatkan status kesehatan masyarakat
sehingga dengan demikian dapat terhidar dari kemungkinan terserang penyakit yang sedang
mewabah. Cara yang dipakai biasanya dalam bentuk penyuluhan kesehatan.
Pokok uraian yang disampaikan umumnya berkisar pada penyakit yang sedang mewabah
terutama yang menyangkut aspek pencegahannya.
Ambil contoh jika sedang berhadapan dengan wabah penyakit D.H.F (Dengue Haemorrhagic
Fever) misalnya, di sini diberikan penyuluhan kesehatan mengenai:
- Pembersihan sarang nyamuk (PSN)
- Penyemprotan nyamuk dewasa
- abatisasi
b. Tindakan spesifik protection
Tujuan tindakan preventif ialah melindungi pejamu (host) dari penyakit tertentu, dengan cara
atau sarana yang bersifat khusus. Pada saat ini dikenal beberapa bentuk specific
protection yakni:
- Dengan memberikan kekebalan pada pejamu (host) melalui imunisasi.
- Dengan memberi obat yang juga bersifat pencegahan penyakit, misalnya Klorokuin
untuk mencegah penyakit malaria.
- Dengan cara mematikan vektor penyebab penyakit, misalnya dengan cara abatisasi
dan fogging (pengasapan) untuk mematikan nyamuk aedes aegypti, vektor penyakit demam
berdarah.
c. Pencarian kasus
Tindakan lain yang dilakukan terhadap masyarakat ialah mencari kemungkinan adanya kasus
baru di masyarakat tersebut. Cara mencari kasus baru ini secara umum dapat dibedakan atas
dua macam yakni:
1. Cara telusur ke belakang (Backward Tracing)
Tujuan dari cara ini ialah untuk menentukan sumber penularan. Cara yang ditempuh
dibedakan atas beberapa macam yang jika disederhanakan terdiri dari:
- Menentukan masa inkubasi penyakit yang sedang mewabah.
- Menentukan tanggal mulainya masa inkubasi.
- Menentukan sumber penularan penyakit tersebut, orang, binatang, makanan, minuman
dan lain-lain.
- Menentukan sumber penularan yang kontak dengan kasus pada saat mulainya masa
inkubasi.
- Menentukan tempat atau lokasi terjadinya kontak tersebut.
Apabila semua keterangan ini berhasil diperoleh, maka dapatlah ditentukan sumber penularan
penyakit. Dengan diketahuinya sumber penularan penyakit akan dapat dilakukan
penyelidikan lebih lanjut di sekitar sumber penularan yang dimaksud sehingga dapatlah
diharapkan ditemukannya adanya kasus lain yang mungkin terserang penyakit.
Terjadinya kontak degan sumber penularan mungkin saja terjadi di luar wilayah kerja. Dalam
keadaan yang seperti ini perlu dilakukan kerja sama dan koordinasi dengan petugas kesehatan
lain yang berasal daru wilayah tersebut.
2. Cara telusur ke depan (Forward Tracing)
Tujuannya ialah untuk mencari kasus baru yang ditulari oleh penderita. Cara yang ditempuh
secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut:
- Tentukan masa inkubasi penyakit tersebut.
- Catat ke mana saja kasus tersebut pergi selama masa inkubasi dan selama masa sakit.
- Catat orang-orang yang mungkin tertular penyakit.
- Catat sumber makanan/minuman atau barang lain yang tercemari.
- Lakukan konfirmasi hasil diagnosis dengan hasil laboratorium.
- Awasi tersangka kontak, bila masih sehat awasi paling tidak untuk jangka waktu
selama masa inkubasi penyakit tersebut. Dengan cara seperti ini diharapkan semua kasus
cepat diketahui dan tindakan pengobatan, yang juga merupakan upaya pemutusan rantai
penularan, akan dapat dilakukan. Sama halnya dengan tindakan terhadap kasus, maka apabila
kemampuan puskesmas tidak memadai dapat dimintakan bantuan dari instansi kesehatan
yang lebih tinggi yakni Dinas Kesehatan Tingkat II. Tindakan seperti ini disebut dengan
rujukan, yang karena ruang lingkupnya menyangkut masalah kesehatan masyarakat disebut
dengan nama rujukan kesehatan.

3. Tindakan terhadap lingkungan


Tindakan terhadap lingkungan dapat dibedakan atas dua macam yakni terhadap
lingkungan fisik dan terhadap lingkungan biologik.
a. Lingkungan fisik: Tindakan terhadap lingkungan fisik dibedakan pula atas beberapa
macam yakni:
1. Tindakan terhadap lingkungan fisik yang masih baik.
Tujuannya ialah melindungi lingkungan fisik tersebut sehingga tidak sampai berperan sebagai
faktor yang mendorong timbulnya penyakit. Contoh tindakan yang seperti ini ialah:
- Perlindungan sumber air minum.
- Perlindungan makanan dan minuman.
2. Tindakan terhadap lingkungan fisik yang telah tercemar.
Tujuannya ialah mengurangi kadar pencemaran yang telah terjadi. Contoh tindakan yang
seperti ini ialah:
- Chloridasi sumber air.
- Pemberian antiseptik
- Pemusnahan barang yang telah tercemar.
3. Tindakan terhadap lingkungan fisik yang dipakai sebagai sarang vektor.
Tujuannya ialah mengupayakan agar lingkungan fisik tersebut bebas dari vektor
penyebab penyakit. Tindakan yang dilakukan dapat berbentuk pengobatan atau pemusnahan.
Tindakan berbentuk pengobatan dilakukan jika lingkungan fisik tersebut masih diperlakukan
oleh manusia, misalnya abatisasi sumber air untuk memusnahkan nyamuk aedes aegypti.
Sedangkan tindakan pemusnahan dilakukan jika lingkungan fisik tersebut tidak diperlukan
oleh manusia misalnya penimbunan rawa.
b. Lingkungan biologic: Tindakan terhadap lingkungan biologik dapat dibedakan atas tiga
macam yakni:
1. Tindakan terhadap binatang yang sehat. Tujuannya ialah untuk melindungi binatang
tersebut sehingga tidak sampai menjadi reservoir bibit penyakit. Misalnya imunisasi rabies
pada anjing yang sehat.
2. Tindakan terhadap binatang yang sakit. Tujuannya ialah agar bintanag yang sakit
tersebut tidak sampai menjadi penyebab timbulnya penyakit. Misalnya membunuh anjing
yang telah terserang rabies.
3. Tindakan terhadap vektor. Karena pada umumnya vektor tersebut tidak bermanfaat bagi
kehidupan, maka tindakan yang dilakukan umumnya bersifat memusnahkannya. Misalnya
melakukan fogging pada penyakit demam berdarah serta spraying pada penyakit malaria.
3. Penyakit apa saja yang berpotensi wabah pada kasus?

Penyakit yang berpotensi wabah dalam kasus :

1. MORBILI
Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, dengan
gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan,
gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri
dengan deskuamasi dari kulit.

- Factor penyebab penyakit/agent


Agent campak adalah measles virus yang termasuk dalam famili paramyxoviridae anggota
genus morbilivirus. Virus campak sangat sensitif terhadap temperatur sehingga virus ini
menjadi tidak aktif pada suhu 37 derajat Celcius atau bila dimasukkan ke dalam lemari es
selama beberapa jam. Dengan pembekuan lambat maka infektivitasnya akan hilang.
- Factor kekebalan tubuh/host
1. Umur
Pada sebagian besar masyarakat, maternal antibodi akan melindungi bayi terhadap
campak selama 6 bulan dan penyakit tersebut akan dimodifikasi oleh tingkat maternal
antibodi yang tersisa sampai bagian pertama dari tahun kedua kehidupan. Tetapi, di beberapa
populasi, khususnya Afrika, jumlah kasus terjadi secara signifikan pada usia dibawah 1 tahun,
dan angka kematian mencapai 42% pada kelompok usia kurang dari 4 tahun. Di luar periode
ini, semua umur sepertinya memiliki kerentanan yang sama terhadap infeksi. Umur terkena
campak lebih tergantung oleh kebiasaan individu daripada sifat alamiah virus.
Di Amerika Utara, Eropa Barat, dan Australia, anak-anak menghabiskan lebih banyak
waktu di rumah, tetapi ketika memasuki sekolah jumlah anak yang menderita menjadi
meningkat.
Sebelum imunisasi disosialisasiksan secara luas, kebanyakan kasus campak di negara
industri terjadi pada anak usia 4-6 tahun ataupun usia sekolah dasar dan pada anak dengan
usia yang lebih muda di negara berkembang. Cakupan imunisasi yang intensif menghasilkan
perubahan dalam distribusi umur dimana kasus lebih banyak pada anak dengan usia yang
lebih tua, remaja, dan dewasa muda
Penelitian Casaeri dengan desain kasus kontrol di Kabupaten Kendal menyebutkan bahwa
anak dengan usia rentan yakni kurang dari 15 tahun memiliki kemungkinan risiko 4,9 kali
lebih besar untuk terinfeksi campak dibanding pada anak umur kurang rentan.
2. Jenis Kelamin
Tidak ada perbedaan insiden dan tingkat kefatalan penyakit campak pada wanita ataupun
pria. Bagaimanapun, titer antibodi wanita secara garis besar lebih tinggi daripada pria.
Kejadian campak pada masa kehamilan berhubungan dengan tingginya angka aborsi
spontan.16
Berdasarkan penelitian Suwono di Kediri dengan desain penelitian kasus kontrol
mendapatkan hasil bahwa berdasarkan jenis kelamin, penderita campak lebih banyak pada
anak laki-laki yakni 62%.
3. Umur Pemberian Imunisasi
Sisa antibodi yang diterima dari ibu melalui plasenta merupakan faktor yang penting untuk
menentukan umur imunisasi campak dapat diberikan pada balita. Maternal antibodi tersebut
dapat mempengaruhi respon imun terhadap vaksin campak hidup dan pemberian imunisasi
yang terlalu awal tidak selalu menghasilkan imunitas atau kekebalan yang adekuat.
Pada umur 9 bulan, sekitar 10% bayi di beberapa negara masih mempunyai antibodi
dari ibu yang dapat mengganggu respons terhadap imunisasi. Menunda imunisasi dapat
meningkatkan angka serokonversi. Secara umum di negara berkembang akan didapatkan
angka serokenversi lebih dari 85% bila vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Sedangkan di
negara maju, anak akan kehilangan antibodi maternal saat berumur 12-15 bulan sehingga
pada umur tersebut direkomendasikan pemberian vaksin campak. Namun, penundaan
imunisasi dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat campak yang
cukup tinggi di kebanyakan negara berkembang.
Penelitian kohort di Arkansas menyebutkan bahwa jika dibandingkan dengan anak yang
mendapatkan vaksinasi pada usia >15 bulan, anak yang mendapatkan vaksinasi campak pada
usia <12 bulan memiliki risiko 6 kali untuk terkena campak. Sedangkan anak yang
mendapatkan vaksinasi campak pada usia 12-14 bulan memiliki risiko 3 kali untuk terkena
campak dibanding dengan anak yang mendapat vaksinasi pada usia 15 bulan.
Sedangkan sebuah studi kasus kontrol yang juga dilakukan di Arkansas menyebutkan bahwa
anak yang mendapatkan vaksinasi campak pada usia 12-14 bulan memiliki kemungkinan
risiko terkena campak 5,6 kali lebih besar dibanding anak yang mendapatkan vaksin pada
usia 15 bulan atau lebih.
6. Imunisasi
Vaksin campak adalah preparat virus yang dilemahkan dan berasal dari berbagai strain
campak yang diisolasi. Vaksin dapat melindungi tubuh dari infeksi dan memiliki efek penting
dalam epidemiologis penyakit yaitu mengubah distribusi relatif umur kasus dan terjadi
pergeseran ke umur yang lebih tua. Pemberian imunisasi pada masa bayi akan menurunkan
penularan agen infeksi dan mengurangi peluang seseorang yang rentan untuk terpajan pada
agen tersebut. Anak yang belum diimunisasi akan tumbuh menjadi besar atau dewasa tanpa
pernah terpajan dengan agen infeksi tersebut. Pada campak, manifestasi penyakit yang paling
berat biasanya terjadi pada anak berumur kurang dari 3 tahun.
Pemberian imunisasi pada umur 8-9 bulan diprediksi dapat menimbulkan
serokonversi pada sekurang-kurangnya 85% bayi dan dapat mencegah sebagian besar kasus
dan kematian.
Dengan pemberian satu dosis vaksin campak, insidens campak dapat diturunkan lebih
dari 90%. Namun karena campak merupakan penyakit yang sangat menular, masih dapat
terjadi wabah pada anak usia sekolah meskipun 85-90% anak sudah mempunyai imunitas.
Sebuah penelitian kohort yang dilakukan terhadap 627 siswa di Arkansas mendapatkan
bahwa anak yang tidak mendapatkan vaksinasi berisiko 20 kali untuk terkena campak
daripada anak yang memiliki riwayat vaksinasi pada usia 15 bulan atau lebih.
Berdasarkan penelitian I Made Suardiyasa di kabupaten Tolitoli Sulawesi Tengah
menyebutkan bahwa anak yang tidak diimunisasi berisiko 29 kali untuk terkena campak
dibanding anak yang mendapat imunisasi.
8. ASI Eksklusif
Sebanyak lebih dari tiga puluh jenis imunoglobulin terdapat di dalam ASI yang dapat
diidentifikasi dengan teknik-teknik terbaru. Delapan belas diantaranya berasal dari serum si
ibu dan sisanya hanya ditemukan di dalam ASI/kolostrum. Imunoglobulin yang terpenting
yang dapat ditemukan pada kolostrum adalah IgA, tidak saja karena konsentrasinya yang
tinggi tetapi juga karena aktivitas biologiknya.
IgA dalam kolostrum dan ASI sangat berkhasiat melindungi tubuh bayi terhadap penyakit
infeksi. Selain daripada itu imunoglobulin G dapat menembus plasenta dan berada dalam
konsentrasi yang cukup tinggi di dalam darah janin/bayi sampai umur beberapa bulan,
sehingga dapat memberikan perlindungan terhadap beberapa jenis penyakit. Adapun jenis
antibodi yang dapat ditransfer dengan baik melalui plasenta adalah difteri, tetanus, campak,
rubela, parotitis, polio, dan stafilokokus.
Suatu penelitian dengan desain kohort yang dilakukan di Swedia mendapatkan hasil bahwa
pemberian ASI selama >3 bulan dapat memberi perlindungan terhadap infeksi penyakit
campak dengan kata lain pemberian ASI merupakan faktor protektif terhadap kejadian
campak (OR = 0,69).
- Factor lingkungan
Epidemi campak dapat terjadi setiap 2 tahun di negara berkembang dengan cakupan vaksinasi
yang rendah. Kecenderungan waktu tersebut akan hilang pada populasi yang terisolasi dan
dengan jumlah penduduk yang sangat kecil yakni < 400.000 orang.

Status imunitas populasi merupakan faktor penentu. Penyakit akan meledak jika terdapat
akumulasi anak-anak yang suseptibel. Ketika penyakit ini masuk ke dalam komunitas tertutup
yang belum pernah mengalami endemi, suatu epidemi akan terjadi dengan cepat dan angka
serangan mendekati 100%. Pada tempat dimana jarang terjangkit penyakit, angka kematian
bisa setinggi 25%.
2. KOLERA
Kolera adalah suatu penyakit akut yang menyerang saluran pencernaan yang disebabkan oleh
suatu enterotoksin yang di hasilkan oleh vibrio kolera, di tandai dengan diare cair ringan
sampai diare cair berat dengan muntah yang dengan cepat menimbulkan dehidrasi.
Factor penyebab/agent pada kolera
Vibrio cholera yang merupakan satu bakteri yang masuk dalam family Vibrionaceae selain
dari Aeromonas dan Plesiomonas, dan merupakan bagian dari genus Vibrio. Bakteri ini
pertama kali di temukan oleh Robert Koch pada tahun 1884. Vibrio cholera banyak
ditemukan di permukaan air yang terkontaminasi dengan feces yang mengandung kuman
tersebut, oleh karena itu penularan penyakit kolera dapat melalui air, makanan, dan sanitasi
yang buruk.
Factor kekebalan tubuh/host
a) Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun. ASI mengandung antibody yang dapat
melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti: Shigella dan Vibrio
cholerae.
b) Kurang gizi. Beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diare meningkat
pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada penderita gizi buruk.
c) Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita.
d) Imunodefisiensi/imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung
sementara,misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin yang
berlangsung lama seperti pada penderita AIDS (Auto Imune Deficiency Syndrome).
Pada anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak patogen
dan mungkin juga berlangsung lama. Secara proporsional, diare lebih banyak terjadi
pada golongan balita (55%)
Faktor Lingkungan
Sanitasi lingkungan merupakan kegiatan untuk melindungi kesehatan manusia melalui
pengendalian, pengelolaan dan pencegahan faktor lingkungan yang menganggu kesehatan.
Penyakit diare umumnya terjadi pada daerah yang memiliki sanitasi lingkungan yang buruk.
Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup:
a. Sumber Air Bersih
Air bersih memiliki peranan yang penting dalam kehidupan, karena diperlukan untuk
memenuhi sebagian besar kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks
antara lain untuk minum, memasak, mandi, mencuci dan sebagainya.. Berbagai air bersih
yang dapat digunakan untuk kepentingan aktivitas dengan ketentuan harus yang memenuhi
syarat yang sesuai dari segi kontruksi sarang pengolahan, pemeliharan dan pengawasan
kualitasnya, urutan sumbernya air bersih berdasarkan kemudahan pengolahan dapat berasal
dari:
1. Perusahaan Air Minum (PAM).
2. Air tanah (sumur pompa, sumur bor, dan artesis)
3. Air hujan
Sumber air minum merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah penting berkaitan
dengan kejadian diare. Oleh karena itu harus selalu tersedia dalam jumlah yang cukup dan
memenuhi syarat kesehatan (fisik, kimia dan bakteriologis). Kriteria sumber air minum antara
lain :
1) Mengambil air dari sumber air yang bersih;
2) Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta
menggunakan gayung khusus untuk mengambil air;
3) Memelihara dan menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak dan
sumber pencemaran lain. Jarak antara sumber air minum dengan sumber pencemar
misalnya septictank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus lebih dari 10
meter;
4) Menggunakan air yang direbus;
5) Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air bersih dan cukup.
Hasil penelitian Purwidiana P.W menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara sumber air minum dengan kejadian diare pada balita. Berdasarkan hasil penelitian
Adisasmito disimpulkan bahwa sarana air bersih berhubungan dengan kejadian diare dengan
kejadian diare.
Tempat Pembuangan Tinja
Tempat pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari sanitasi. Pembuangan
tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang
penularannya melalui tinja antara lain diare.
Syarat pembuangan tinja yang memenuhi aturan kesehatan adalah: tidak mengotori
permukaan tanah sekitar, tidak mengotori air permukaan sekitar, tidak mengotori air dalam
tanah sekitar, kotoran tidak boleh terbuka sehingga dipakai sebagai tempat lalat bertelur atau
perkembangbiakan vektor penyakit lain, tidak menimbulkan bau, pembuatannya murah,
mudah digunakan dan dipelihara.
Macam-macam tempat pembuangan tinja antara lain:
1) Jamban Cemplung (Pit latrine)
Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaaan. Jamban ini dibuat dengan
jalan membuat lubang ke dalam tanah denga diameter 80-120 cm sedalam 2,5 sampai
8 meter. Jamban cemplung tidak boleh terlalu dalam, karena akan mengotori air tanah
dibawahnya. Jarak dari sumber air minum sekurangkurangnya 15 meter.
2) Jamban air (Water latrine)
Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai tempat
pemuangan tinja. Proses pembusukan sama seperti pembusukan tinja dalam air kali.
3) Jamban Leher angsa (Angsa latrine)
Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air agar bau
busuk kakus tidak tercium. Bila dipakai tinja akan teertampung sementara dan bila
disiram akan masuk ke bagian yang menurun masuk ke penampungan.
4) Jamban Bor (Bored hole latrine)
Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya ukurannya lebih kecil karena
pemakaian yang tidak lama. Kerugian bila air permukaan banyak mudah mengotori
tanah permukaan (meluap)
5) Jamban Keranjang (Bucket latrine)
Tinja ditampung di ember atau bejana lain dan kemudian dibuang di tempat lain,
misal penderita sakit yang tidak bisa meninggalkan tempat tidur. Sistem ini biasanya
menarik lalat dan berbau.
6) Jamban Parit (Trench latrine)
Jamban ini dibuat dengan melubangi tanah sedalam 30-40 am untuk tempat
defaecatie. Tanah galian digunakan untuk menimbunnya. Penggunaan jamban ini
melanggar standar dasar sanitasi, terutama berhubungan dengan pencegahan
pencemaran tanah, pemberantasan lalat dan pencegahan pencapaian tinja oleh hewan.
7) Jamban Empang (Overhung latrine)
Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat diatas kolam, selokan, kali, rawa dan
sebagainnya. Kerugiannya mencemari air permukaan sehingga bibit penyakit akan
tersebar dan menimbulkan wabah.
8) Jamban Kimia (Chemical toilet)
Jamban ini menggunakan tampungan bejana yang berisi caustic soda sehingga tinja
akan hancur sekaligus didesinfeksi. Biasanya digunakan di kendaraan umum misalnya
pesawat.
Jamban yang memenuhi syarat kesehatan terdiri dari : konstruksi jamban kuat, rumah
dan lantai sebaiknya semen, memiliki resapan (septic tank), bangunan jamban ditempatkan
pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan (privacy), tidak menimbulkan bau (leher
angsa), disediakan alat pembersih seperti air yang cukup, dibersihkan secara teratur.
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan
risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar 2 kali lipat dibandingkan dengan
keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinja di tempat yang memenuhi syarat
sanitasi. Hasil penelitian Purwidiana A.W menyebutkan bahwa jenis jamban dan kebersihan
jamban berhubungan dengan kejadian diare.
Lantai Rumah
Syarat rumah sehat memiliki lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak
basah di musim penghujan. Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan
tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan paling tidak diplester dan
akan lebih baik jika dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan.
Penelitian Purwidianan P.W menyebutkan bahwa jenis lantai mempunyai hubungan
yang bermakna dengan kejadian diare pada balita. Lantai dinaikan kira-kira 20 cm dari
permukaan tanah untuk mencegah masuknya air dalam rumah.
Tempat Pembuangan Sampah
Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang berasal dari
RT/hasil proses prooduksi. Jenis sampah terbagi atas sampah anorganik dan sampah organik.
Sampah anorganik adalah sampah yang tidak dapat membusuk misalnya logam, besi plastik
gelas. Sedangkan sampah organik adalah sampah yang umumnya dapat membusuk misalnya
makanan, daun, buah-buahan.
Sampah dapat menjadi sumber penyakit. Karena itu perlu dikelola sehingga tidak
mengotori lingkungan, tidak menjadi sarang vektor, maupun sarang penyakit. Sampah harus
ditempatkan pada tempat yang memenuhi syarat. Syarat tempat sampah yang dianjurkan
yaitu konstruksi kuat, tidak mudah bocor, tertutup, mudah dibuka, mudah dikosongkan,
dibersihkan, ukuran tempat sampah sedemikian rupa sehingga mudah diangkat oleh satu
orang. Keluarga yang mempunyai tempat sampah khusus akan membuang sampah tersebut
sehingga dapat mencegah diare, sedangkan keluarga yang tidak mempunyai tempat sampah
khusus mempunyai resiko 2 kali lipat terkena diare dibandingkan yang mempunyai tempat
sampah khusus. Hasil penelitian Rochman T. B. disimpulkan bahwa Ada hubungan yang
bermakna antara tempat pembuangan sampah dengan kejadian diare.
Saluran Pembuangan Air Limbah
Limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, Industri dan pada
umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan. Limbah yang tidak diolah akan
mengganggu kesehatan dan lingkungan hidup. Limbah merupakan media penyebaran
penyakit terutama diare, kolera, typus, tempat berkembang biaknya mikroorganisme patogen,
vektor, menimbulkan bau, pemandangan yang tidak sedap dan mencemari air permukaan
serta mengurangi produktifitas manusia karena bekerja menjadi tidak nyaman.
Dalam upaya mendukung terwujudnya kualitas lingkungan yang sehat diperlukan sistem
pengelolaan limbah yang sesuai standar dan memenuhi syarat kesehatan. Oleh karena itu
diperlukan saluran pembuangan air limbah (SPAL). SPAL adalah suatu bangunan yang
digunakan untuk membuang air buangan kamar mandi, tempat cucian dapur dan lain-lain
bukan dari jamban atau peturasan. SPAL tersebut harus memenuhi syarat kesehatan antara
lain jarak minimal 10 meter dari sumber air bersih sehingga air limbah tidak mencemari
sumber air minum dan air tanah permukaan, tidak menimbulkan genangan yang
mengakibatkan menjadi sarang vektor, tidak terbuka dan tidak terkena udara luar sehingga
tidak berbau dan tidak mengganggu lingkungan.

3. VARICELLA
Varisela merupakan salah satu penyakit sangat menular yang dapat menular dengan sangat
cepat. Varisela dapat merupakan penyakit kongenital, menyerang bayi baru lahir, menyerang
anak kurang dari 10 tahun terutama usia 5 sampai 9 tahun, bahkan orang dewasa. Penyebab
penyakit ini adalah sejenis virus yang termasuk golongan Herpes Virus, yaitu Varicella
Zooster Virus (VZV). Pada kontak pertama virus ini menyebakan penyakit cacar air, dan
pada reaktivasi infeksi, virus ini menyebabkan penyakit yang disebut sebagai herpes zoster.
Factor menyebab/agent
Varisela disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). yang termasuk dalam kelompok
Herpes Virus tipe ;. Virus ini berkapsul dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus
disebut capsid yang berebntuk ikosahedral, terdiri dari protein dan DNA berantai ganda.
Berbentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta dan disusun dari 162 isomer. Lapisan
ini bersifat infeksius.

Factor kekebalan tubuh/host


1. Umur Varicella umumnya terjadi pada anak usia 5-9 tahun, namun ada juga pada usia
1-4 tahun dan 10-14 tahun.
2. Jenis kelamin Jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama mengalami
varicella
3. Status Gizi Status gizi akan mempengaruhi tingkat kerentanan kejadian varicella karena
dengan status gizi yang buruk akan mempercepat penularan varicella.
4. Imunisasi Imunisasi dengan immunoglobulin varicella zoster (VZIG) dapat mencegah penyakit
dikalangan orang yang menghadapi resiko tinggi komplikasi. Imunisasi ini harus diberikan
dalam waktu 96 jam setelah eksposure terhadap virus supaya efektif. Orang yang
menghadapi resiko tinggi komplikasi setelah eksposure termasuk wanita hamil yang belum
menderita dan belum diimunisasi, bayi baru lahir, dan sebagian pasien yang mengalami
imunosupresi.
5. Imunitas Varicella dapat membahayakan dan menimbulkan kematian pada penderita kanker dan
orang yang mengalami defisiensi system imun (penurunan fungsi system
imunitas/kekebalan tubuh). Turunnya fungsi system imunitas tubuh tersebut
menyebabkan tidak mempunyai kekebalan dan system pertahanan untuk melawan serangan virus
penyebab varicella, sehingga kondisi penderita melemah yang pada akhirnya dapat mengakibatkan
komplikasi yang fatal.

Factor lingkungan
Varicella dapat berada pada lingkungan dimana saja baik perkotaan maupun pedesaan, tetapi penderita
cacar air lebih dominan di lingkungan yang tidak bersih dan padat penduduk.

4. Penyakit apa saja yang berpotensi wabah diluar kasus?

Permenkes 560/MENKES/PER/VIII/1989

Penyakit potensial wabah:

1. Kholera

Ada dua siklus kehidupan yang berbeda pada bakteri kolera, yaitu di dalam tubuh manusia
dan lingkungan. Bakteri kolera di tubuh manusia ditularkan melalui tinja yang mengandung
bakteri. Bakteri kolera bisa berkembang biak dengan subur jika persediaan air dan makanan
telah terkontaminasi dengan tinja tersebut. Selain itu bakteri kolera juga dapat berkembang di
lingkungan sekitar manusia tinggal. Perairan pinggir pantai yang memiliki krustasea kecil
bernama copepoda merupakan tempat alami munculnya bakteri kolera. Plankton dan alga
jenis tertentu merupakan sumber makanan bagi krustasea, dan bakteri kolera akan ikut
bersama inangnya, yaitu krustasea, mengikuti sumber makanan yang tersebar di seluruh
dunia.

Sumber-sumber infeksi kolera bisa dari faktor makanan dan terpapar air yang mengandung
bakteri. Faktor-faktor yang paling umum adalah sebagai berikut.

 Makan kerang mentah atau yang tidak dimasak dengan matang, atau makanan laut
lainnya yang berasal dari lokasi tertentu.
 Tumbuhnya bakteri kolera di daerah kolera mewabah bisa melalui nasi dan milet yang
terkontaminasi setelah dimasak dan didiamkan di suhu ruangan selama beberapa jam.
 Bakteri kolera bisa bertahan di air untuk jangka waktu yang lama dan mencemari
sumur-sumur yang digunakan oleh masyarakat umum.
 Infeksi kolera bisa bersumber dari sayuran dan buah-buahan mentah yang tidak
dikupas. Lahan pertanian yang terkontaminasi oleh pemupukan yang tidak baik atau
air untuk pengairan yang mengandung sampah.
 Lingkungan padat penduduk yang tidak memiliki sanitasi memadai.

Selain beberapa sumber infeksi kolera seperti yang disebutkan di atas, ada juga beberapa
faktor yang bisa meningkatkan risiko terjangkit bakteri kolera. Risiko seseorang terjangkit
kolera akan meningkat jika dia tinggal satu rumah bersama pengidap penyakit tersebut. Ada
juga sebagian kelompok orang, seperti anak-anak, orang lanjut usia, dan orang-orang yang
memiliki kadar asam lambung rendah akan lebih rentan terjangkit kolera.

2. Pes

PES atau yang juga dikenal dengan Pesteurellosis, merupakan penyakit pada tikusdan hewan
pengerat lainnya yang disebabkan oleh bakteri dan dapat ditularkan pada manusia. Kutu tikus
adalah yang paling sering menjadi perantara dalam penularan penyakit ini. Pada manusia,
PES dapat dibedakan menjadi . Yaitu PES Kelenjar Getah Bening, PES Infeksi Luas, Dan
PES Pneumonik atau PES Paru-paru.

Penularan

1. Terkena gigitan kutu tikus yang sebelumnya telah menghisap darah tikus dengan
penyakit PES.
2. Melalui titik-titik air liur di udara dari penderita PES Paru-paru.
3. Kontak langsung dengan menyentuh luka atau nanah penderita PES.
4. Kontak tidak langsung dengan menyentuh permukaan tanah yang berbakteri.
5. Makanan dan minuman yang tidak bersih dan tercemar bakteri.

3. Campak
Penyakit Campak,- Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang
sistem saluran pernapasan yang menyebabkan infeksi. Pada penyakit ini penderita akan
mengalami demam, batuk, flu (pilek), dan gangguan saluran pernapasan lainnya. Selain itu,
akan timbul bintik merah di seluruh tubuh (termasuk wajah) penderita. Penyakit campak
dikategorikan sebagai penyakit menular, penularannya dapat dengan cara kontak langsung,
atau melalui udara jika penderita batuk dan virus penyebab penyakit campak akan menyebar
di udara dan terhirup oleh orang lain. Jika kekebalan tubuh orang sekitar lemah, maka akan
dengan mudah terserang penyakit campak.

4. Influenza
Kejadian influenza A dipengaruhi oleh penyebab (agent), faktor pejamu (host),
dan lingkungan (environment).
1.Faktor agent
adalah adanya virus influenza A yang penyebarannya cukup luas.
2.Faktor Manusia dan hewan
Faktor manusia meliputi imunitas seseorang yang dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan
status gizi.
a.Manusia
1).Umur
Influenza merupakan penyakit yang dapat menjalar dengan cepat di lingkungan masyarakat.
Walaupun ringan penyakit ini tetap berbahaya untuk mereka yang berusia sangat muda dan
orang dewasa dengan fungsi kardiopulmoner yang terbatas. Juga pasien yang berusia lanjut
dengan penakit ginjal kronik atau gangguan metabolik endokrin dapat meninggal akibat
penyakit yang dikenal sebagai penyakit yang tidak berbahaya ini.
2).Jenis kelamin
Semua jenis kelamin dapat terinfeksi virus influenza.
b.Hewan
Manusia merupakan reservoir utama untuk infeksi yang terjadi pada manusia, namun
demikian reservoir mamalia seperti babi dan burung merupakan sumber subtipe baru pada
manusia yang muncul karena pencampuran gen (gene reassortmen). Subtipe baru darisuatu
strain virus virulen dengan surface antigensbaru mengakibatkan pandemik influenzayang
menyebar terutama kepada masyarakat rentan. Faktor risiko adalah daerah yang padat
penduduk pada ruangan tertutup, seperti dalam bis, penularan dapat juga terjadi dengan
kontak langsung. Faktor risiko kejadian Influenza A dipengaruhi adanya kontak orang sehat
kepada sumber penularan yaitu unggas yang teserang AI beserta produknya atau penderita
influenza A. Penularan dari orang ke orang melalui droplet sedangkan dari unggas
dikarenakan kontak dengan unggas atau produknya yang terkontaminasi virus influenza yang
terhirup oleh penderita.
3.Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi adanya sumberpenular yaitu orang yang terinfeksi virus influenza
A serta keberadaan unggas yang terinfeksi virus influenza A. Faktor perilaku mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya influenza yaitu perilaku hygiene dan sanitasi yang baik akan
mengurangi penularan influenza. Selain itu faktor pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap
penyebaran virus, dengan peningkatan pendidikan masyarakat agar mengurangi kontak
kepada penderita influenza maka penularan dapat dibatasi. Faktor lingkungan meliputi
keberadaan unggas dan produknya, serta musim. Faktor risiko kejadian Influenza A
dipengaruhi adanya kontakorang sehat kepada sumber penularan yaitu unggas yang teserang
AI beserta produknya atau penderita influenza A. Penularan dari orang keorang melalui
droplet sedangkan dari unggas dikarenakan kontak dengan unggas atauproduknya yang
terkontaminasi virus
influenza yang terhirup olehpenderita. Faktor lingkungan meliputi keberadaan unggas dan
produknya, serta musim.

5. Antraks
Proses penularan Pada hewan, yang menjadi tempat masuknya kuman adalah mulut dan
saluran cerna. Sumber utama infeksi adalah tanah dan air.

Adapun pada manusia penularan penyakit antraks seringnya melalui hal-hal sebagai berikut :

• Kontak langsung dengan bibit penyakit yang ada di tanah/rumput, hewan yang sakit,
maupun bahan-bahan yang berasal dari hewan yang sakit seperti kulit, daging, tulang dan
darah.

• Bibit penyakit terhirup orang yang mengerjakan bulu hewan (domba dll) pada waktu
mensortir. Penyakit dapat ditularkan melalui pernapasan bila seseorang menghirup spora
Antraks.
• Memakan daging hewan yang sakit atau produk asal hewan seperti dendeng, abon dll

Selain itu menurut cara transmisinya:

a. water borne

1. Penyakit dari air (water-borne diseases):


– Infeksi (kontaminan biologi/ mikroba)
– Keracunan bahan kimia (kontaminan kimia)
2. Penyakit karena kontak dengan air (water-washed diseases)
3. Penyakit melalui air (water-based diseases)

Escherichia coli  diare campur darah disertai kejang perut (disentri), kolitis
hemoragik (radang usus)

Virus hepatitis A  hepatitis A

Vibrio cholerae  diare dengan kotoran seperti air cucian beras (kolera)

Cryptosporidium parvum  kriptosporidiasis

Shigela spp.  disentri

Salmonella typhosa  tifus abdominalis

b. Air borne disease


– Penularan sebagian besar melalui udara, atau kontak langsung.
– Terdapat dua bentuk ; droplet nucklei dan dust (debu).
– Misalnya : TBC, virus smallpox, streptococcus hemoliticus, difteri, dsb.

c. Vehicle borne disease


Melalui benda mati spt makanan, minuman, susu, alat dapur, alat bedah, mainan, dsb.
– Water borne disease ; cholera, tifus, hepatitis, dll
– Food borne disease ; salmonellosis, disentri, dll
– Milk borne disease ; TBC, enteric fever, infant diare, dll

d. Penularan melalui vektor (vektor borne disease)


1. Mosquito borne disease ; malaria, DBD, yellow fever, virus encephalitis, dll.
2. Louse borne disease ; epidemic tifus fever.
3. Flea borne dosease ; pes, tifus murin.
4. Mite borne disease ; tsutsugamushi, dll.
5. Tick borne disease ; spotted fever, epidemic relapsing fever.
6. Oleh serangga lain ; sunfly fever, lesmaniasis, barthonellosis (lalat phlebotobus),
trypanosomiasis (lalat tsetse di Afrika).

6. Penyakit apa saja yang sering diderita dalam masyarakat dalam kasus namun bukan
wabah?

1. Penyakit jantung
Nama ini digunakan untuk semua gangguan yang terjadi pada organ jantung,
gangguan tersebut tentunya berbeda dan memiliki efek yang berlainan antara satu
dengan lainnya.
Salah satu contohnya adalah kardiovaskular, merupakan kondisi dimana terjadi
penyempitan arteri dan penyumbatan pada pembuluh darah. Gangguan ini dapat
memicu stroke dan nyeri dada.
Selain itu ada pula aritmia, suatu kondisi dimana detak jantung terlalu cepat, lambat
atau tidak beraturan. Semua gangguan pada organ tersebut lebih sering dinamakan
dengan penyakit jantung. Penyakit ini dilaporkan menjadi pembunuh nomor satu di
dunia dan paling banyak diderita. Faktor penyebab penyakit jantung : Faktor Usia
dan Jenis kelamin, Faktor Keturunan Dari Keluarga, Faktor Perokok Aktif atau
Perokok Pasif, Faktor Penyakit Diabetes (kencing manis), Faktor Tekanan darah
tinggi (hipertensi), Faktor Kegemukan atau Obesitas, Faktor Gaya hidup kurang
Olahraga.

2. Kanker
Gangguan kesehatan ini memiliki banyak jenis, tergantung dimana sel kanker tersebut
tumbuh dan berkembang. Jika tumbuh dan menyerang bagian lidah dinamakan
kanker lidah, jika menyerang tenggorokan maka para ahli menamakannya dengan
kanker tenggorokan. Kanker sendiri merupakan pembunuh normor dua setelah
jantung. Merupakan penyakit yang diawali dengan berkembangnya sel tidak normal
pada bagian tubuh atau organ tertentu. Perkembangan relatif cepat dan dapat
menyebar serta menginfeksi bagian lainnya. Ada empat faktor utama penyebab
kanker seperti lingkungan, makanan, biologis dan psikologis.
 Lingkungan : bahan kimia, penyinaran yang berlebihan, merokok, polusi udara
 Makanan : mengandung zat-zat kimia tertentu
 Biologis : virus, hormon, keturunan
 Psikologis : kepribadian, stress

3. Hipertensi
Penyakit yang biasanya dipicu karena adanya penyempitan pada pembuluh darah.
Tekanan darah tinggi dapat menyerang siapa saja dan faktor resiko akan meningkat
seiring bertambahnya usia. Faktor resiko Hipertensi adalah umur, jenis kelamin,
riwayat keluarga, genetik (faktor resiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan
merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan
konsumsi minum-minuman
beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres, penggunaan estrogen.

4. Diabetes Melitus
DM merupakan penyakit gangguan kronik pada metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak
dan protein, disebabkan oleh defisiensi insulin relative atau absolut (Inzuchi SE,
2003). Gambaran patologik DM sebagian besar dapat dihubungka n dengan salah satu
efek utama akibat kurangnya insulin yaitu berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-
sel tubuh, peningkatan metabolisme lemak yang menyebabkan terjadinya metabolism
lemak abnormal disertai endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah sehingga
timbul gejala aterosklerosis serta berkurangnya protein dalam jaringan tubuh (Guyton
CA. 1996).
Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti ras, etnik, riwayat keluarga dengan
diabetes, usia > 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari
4 kg, riwayat pernah menderita DM Gestasional dan riwayat berat badan lahir rendah
< 2,5 kg.
Faktor risiko yang dapat diperbaiki seperti berat badan lebih (indeks massa tubuh
>23kg/m2, kurang aktivitas fisik, hipertensi(>140/90 mmHg), dislipidemia (HDL <35
mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl dan diet tinggi gula rendah serat.
Faktor risiko lain yang terkait dengan risiko diabetes seperti penderita sindrom
ovarium polikistik, atau keadaan klinis lain yang terkait dengan ressitensi insulin,
sindrom metabolik, riwayat toleransi glukosa terganggu/glukosa darah puasa
terganggu dan riwayat penyakit kardiovascular (stroke, penyempitan pembuluh darah
koroner jantung, pembuluh darah arteri kaki) (Tedjapranata M, 2009).

5. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)


A. Pengertian
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran
pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang
berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring,
tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara
stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran
pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti
sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003)

Gejala ISPA sangat banyak ditemukan pada kelompok masyarakat di dunia, karena
penyebab ISPA merupakan salah satu hal yang sangat akrab di masyarakat. ISPA
merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh virus meliputi infeksi akut saluran
pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA
menjadi perhatian bagi anak-anak (termasuk balita) baik dinegara berkembang
maupun dinegara maju karena ini berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh. Anak-
anak dan balita akan sangat rentan terinfeksi penyebab ISPA karena sistem tubuh
yang masih rendah, itulah yang menyebabkan angka prevalensi dan gejala ISPA
sangat tinggi bagi anak-anak dan balita (Riskerdas, 2007).

B. Faktor Penyebab/Etiologi

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab
ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus,
Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma,
Herpesvirus dan lain-lain (Suhandayani, 2007). Ada juga penyebab ISPA yang lain
Salah satu penyebab adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang biasanya
digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak menyerang lingkungan
masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga selalu melakukan
aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar kayu, gas maupun minyak.
Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah mereka hirup sehari-hari, sehingga
banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari
bahan bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon,
Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi kesehatan
(Depkes RI, 2002).

C. Faktor kekebalan tubuh


ISPA sering terjadi pada balita, karena menurut para ahli sistem kekebalan tubuh pada
balita dan orang dewasa sangat berbeda, dimana sistem kekebalan tubuh balita masih
belum terbentuk dengan baik atau sistem pertahanan tubuhnya masih lemah, sehingga
dapat dengan mudah tertular virus.

D. Faktor Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang menimbulkan atau mungkin menimbulkan pengaruh
yang merugikan bagi kesehatan yang meliputi kondisi sesuai syarat rumah sehat
meliputi :
- Ventilasi
- Kepadatan penghuni
- Penerangan alami
- Suhu ruangan
- Kelembaban
- Lantai rumah
- Dinding rumah
- Atap rumah
- Sumber air bersih
- Tempat pembuangan sampah
- Saluran pembuangan air limbah dan debu.
7. Undang-Undang dan Peraturan tentang wabah?

 Berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit


menular,& ketentuan pasal 154 & pasal 157 undang-undang Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan,perlu menetapkan jenis penyakit menular tertentu yang dapat
menimbulkan wabah & upaya penanggulangan.
 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang penanggulangan
Wabah Penyakit Menular.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG JENIS PENYAKIT MENULAR


TERTENTU YANG DAPAT MENIMBULKAN WABAH & UPAYA
PENANGGULANGAN :
Ketentuan Umum
 (Pasal 1)
a.Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah,adalah kejadian
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi keadaan yang lazim pada waktu & daerah tertentu
serta dapat menimbulkan malapetaka.

b.Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB,adalah


timbulnya/meningkatnya kejadian kesakitan & kematian yang bermakna secara
epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu,& merupakan keadaan
yg dapat menjurus pada terjadinya wabah.

c.Penderita adalah seseorang yang menderita sakit karena penyakit yang dapat
menimbulkan wabah.

d.Penyelidikan epidemiologi adalah penyelidikan yang dilakukan untuk mengenal


sifat-sifat penyebab,sumber, & cara penularan serta faktor yang dapat
mempengaruhi wabah.

e.Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut pemerintah,adalah Presiden Republik


Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara sebagaimana di maksud
dalam undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

f.Pemerintah daerah adalah gubernur,bupati,atau walikota & perangkat daerah


sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

g.Menteri adalah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

h.Direktur Jenderal adalah yang bertugas & bertanggung jawab dibidang


pengendalian penyakit & penyehatan lingkungan Kementrian Kesehatan.

i.Tim Gerak Cepat adalah Tim yang tugasnya membantu upaya penanggulangan
KLB/Wabah.
 Pasal 2
Ruang lingkup pengaturan meliputi penetapan jenis penyakit menular tertentu yang
dapat menimbulkan wabah,tata cara penetapan daerah KLB/Wabah,tata cara
penanggulangan,& tata cara pelaporan.
 Pasal 3
Penetapan jenis-jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah
didasarkan pada pertimbangan epidemiologis,sosial
budaya,keamanan,ekonomi,ilmu pengetahuan, & teknologi,& menyebabkan
dampak malapetaka di masyarakat.

 Pasal 4
1.Jenis –jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah:
 Kolera
 Pes
 Demam Berdarah Dengue
 Campak
 Polio
 Difteri
 Pertusis
 Rabies
 Malaria
 Avian Influenza H5N1
 Antraks
 Leptospirosis
 Hepatitis
 Influenza A baru (H1N1)/Pandemi 2009
 Meningitis
 Yellow Fever & Chikungunya
2.Penyakit menular tertentu lainnya yang dapat menimbulkan wabah ditetapkan oleh
Menteri.
 Pasal 5
1.Penemuan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dapat dilakukan
secara pasif & aktif.
2.Penemuan secara pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui
penerimaan laporan/informasi kasus dari fasilitas pelayanan kesehatan meliputi
diagnosis secara klinis & konfirmasi laboratorium.
3.Penemuan secara aktif seperti dikatakan pada ayat (1) melalui kunjungan
lapangan untuk melakukan penegakan diagnosis secara epidemiologi berdasarkan
gambaran umum penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah
selanjutnya diikuti dengan pemeriksaan klinis & pemeriksaan laboratorium.
4.Selain pemeriksaan klinis & pemeriksaan Lab sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya.
5.Ketentuan lebih lanjut mengenai gambaran umum penyakit menular tertentu
yang dapat menimbulkan wabah,tata cara pemeriksaan,pemeriksaan Lab,&
pemeriksaan penunjang lainnya yang tercantum pada peraturan ini.

 Pasal 6
Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB,apabila memenuhi salah satu
kriteria:
a.Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal
4 yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal pada suatu daerah
b.Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 kurun waktu dalam
jam,hari/minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.

c.Peningkatan kejadian kesakitan dua kali/lebih dibandingkan dengan periode


sebelumnya dalam kurun waktu jam,hari/minggu menurut jenis penyakitnya.

d.Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 bulan menunjukan kenaikan dua
kali/lebih dibandingkan dengan angka rata-rata bulan dalam tahun sebelumnya.

e.Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 tahun menunjukan


kenaikan dua kali/lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
per bulan pada tahun sebelumnya.

f.Angka kematian kasus suatu penyakit (case fatality rate) dalam 1 kurun waktu
tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan angka
kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang
sama.

g.Angka proporsi penyakit (proportional rate) penderita baru pada satu periode
menunjukan kenaikan dua kali/lebih dibandingkan satu periode sebelumnya
dalam waktu yang sama.

 Pasal 7
1.Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota,kepala dinas kesehatan provinsi,atau
Menteri dapat menetapkan daerah dalam keadaan KLB,apabila suatu daerah
memenuhi salah satu kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 6.

2.Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan provinsi


menetapkan suatu daerah dalam keadaan KLB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diwilayah kerjanya masing-masing dengan menerbitkan laporan KLB.
 Pasal 8
(1) Dalam hal kepala dinas kesehatan kabupaten/kota tidak menetapkan suatu
daerah di wilayahnya dalam keadaan KLB, kepala dinas kesehatan provinsi
dapat menetapkan daerah tersebut dalam keadaan KLB.

(2) Dalam hal kepala dinas kesehatan provinsi atau kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota tidak menetapkan suatu daerah di wilayahnya dalam
keadaan KLB, Menteri menetapkan daerah tersebut dalam keadaan KLB.

 Pasal 9
Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, kepala dinas kesehatan provinsi, atau
Menteri harus mencabut penetapan daerah dalam keadaan KLB berdasarkan
pertimbangan keadaan daerah tersebut tidak sesuai dengan keadaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

 Pasal 10
(1) Penetapan suatu daerah dalam keadaan wabah dilakukan apabila situasi
KLB berkembang atau meningkat dan berpotensi menimbulkan
malapetaka, dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Secara epidemiologis data penyakit menunjukkan peningkatan angka
kesakitan dan/atau angka kematian.
b. Terganggunya keadaan masyarakat berdasarkan aspek sosial budaya,
ekonomi, dan pertimbangan keamanan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pertimbangan penetapan suatu daerah


dalam keadaan wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran Peraturan ini.

 Pasal 11
Menteri menetapkan daerah dalam keadaan wabah berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

 Pasal 12
Menteri harus mencabut penetapan daerah wabah berdasarkan pertimbangan
keadaan daerah tersebut tidak sesuai dengan keadaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10.

 Pasal 13
(1) Penanggulangan KLB/Wabah dilakukan secara terpadu oleh Pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat.
(2) Penanggulangan KLB/Wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. penyelidikan epidemiologis;
b. penatalaksanaan penderita yang mencakup kegiatan pemeriksaan,
pengobatan, perawatan dan isolasi penderita, termasuk tindakan
karantina;
c. pencegahan dan pengebalan;
d. pemusnahan penyebab penyakit;
e. penanganan jenazah akibat wabah;
f. penyuluhan kepada masyarakat; dan
g. upaya penanggulangan lainnya.
(3) Upaya penanggulangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
g antara lain berupa meliburkan sekolah untuk sementara waktu, menutup
fasilitas umum untuk sementara waktu, melakukan pengamatan secara
intensif/surveilans selama terjadi KLB serta melakukan evaluasi terhadap
upaya penanggulangan secara keseluruhan.
(4) Upaya penanggulangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan sesuai dengan jenis penyakit yang menyebabkan KLB/Wabah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan penanggulangan KLB/Wabah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran Peraturan
ini.

 Pasal 14
(1) Dinas kesehatan kabupaten/kota harus melakukan upaya penanggulangan
secara dini apabila di daerahnya memenuhi salah satu kriteria KLB sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, baik sebelum maupun setelah daerah ditetapkan dalam keadaan KLB.
(2) Upaya penanggulangan secara dini dilakukan kurang dari 24 (dua puluh
empat) jam terhitung sejak daerahnya memenuhi salah satu kriteria KLB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
 Pasal 15
(1) Penetapan suatu daerah dalam keadaan KLB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7, atau suatu daerah dalam keadaan wabah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 diperlukan untuk mempermudah koordinasi dan
optimalisasi sumber daya di bidang kesehatan dalam upaya
penanggulangan KLB/Wabah.
(2) Sumber daya di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan
farmasi, dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan
teknologi.

 Pasal 16

(1) Tenaga kesehatan atau masyarakat wajib memberikan laporan kepada


kepala desa/lurah dan puskesmas terdekat atau jejaringnya selambatlambatnya
24 (dua puluh empat) jam sejak mengetahui adanya penderita
atau tersangka penderita penyakit tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4.

(2) Pimpinan puskesmas yang menerima laporan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) harus segera melaporkan kepada kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sejak
menerima informasi.

(3) Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota memberikan laporan adanya


penderita atau tersangka penderita penyakit tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 secara berjenjang kepada bupati/walikota, gubernur, dan
Menteri melalui Direktur Jenderal selambat-lambatnya 24 (dua puluh
empat) jam sejak menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran
Peraturan ini.

 Pasal 17

(1) Pelaksanaan penanggulangan KLB/Wabah harus dilaporkan secara


berjenjang kepada Menteri dalam kurun waktu kurang dari 24 (dua puluh
empat) jam.
(2) Pelaporan KLB/Wabah meliputi laporan penetapan, perkembangan dan
laporan penanggulangan KLB/Wabah
 Pasal 18
(1) Pendanaan yang timbul dalam upaya penanggulangan KLB/Wabah
dibebankan pada anggaran pemerintah daerah.
(2) Dalam kondisi pemerintah daerah tidak mampu menanggulangi
KLB/Wabah maka dimungkinkan untuk mengajukan permintaan bantuan
kepada Pemerintah atau pemerintah daerah lainnya.
(3) Pengajuan permintaan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menggunakan contoh formulir terlampir.

 Pasal 19
Pemerintah dapat melimpahkan sumber pendanaan penanggulangan
KLB/Wabah kepada pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

 Pasal 20
Dalam penanggulangan KLB/Wabah, Pemerintah dapat bekerja sama dengan
negara lain atau badan internasional dalam mengupayakan sumber pembiayaan
dan/atau tenaga ahli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Pasal 21
1) Dalam rangka upaya penanggulangan KLB/Wabah, dibentuk Tim Gerak
Cepat di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.

(2) Tim Gerak Cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas tenaga
medis, epidemiolog kesehatan, sanitarian, entomolog kesehatan, tenaga
Laboratorium,dengan melibatkan tenaga pada program/sector terkait maupun
masyarakat.

 Pasal 22
Tim Gerak Cepat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ditetapkan oleh:
a. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atas nama bupati/walikota untuk
tingkat kabupaten/kota;
b. Kepala dinas kesehatan provinsi atas nama gubernur untuk tingkat provinsi;
dan
c. Direktur Jenderal atas nama Menteri untuk tingkat pusat.

 Pasal 23
Tim Gerak Cepat di tingkat pusat dapat melibatkan tenaga ahli asing setelah
mendapat persetujuan dari Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

 Pasal 24

Dalam keadaan KLB/wabah seluruh fasilitas pelayanan kesehatan baik


pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan terhadap penderita
atau tersangka penderita.

 Pasal 25
Dalam keadaan KLB/Wabah, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
menyediakan perbekalan kesehatan meliputi bahan, alat, obat dan vaksin serta
bahan/alat pendukung lainnya

 Pasal 26
(1) Menteri, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penanggulangan
KLB/Wabah.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. peningkatan kemampuan dan keterampilan dalam penanggulangan
KLB/Wabah;
b. peningkatan jejaring kerja dalam upaya penanggulangan KLB/Wabah;
c. pemantauan dan evaluasi terhadap keberhasilan penanggulangan
KLB/Wabah; dan
d. bimbingan teknis terhadap penanggulangan KLB/Wabah

 Pasal 27
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang Jenis Penyakit Tertentu yang Dapat
Menimbulkan Wabah, Tata Cara Penyampaian Laporannya, dan Tata Cara
Penanggulangan Seperlunya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 Pasal 28
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

8. Syarat-syarat mencapai desa sehat?

1. Dokter puskesmas bagi setiap Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)


Dokter puskesmas adalah dokter, dokter gigi, dan dokter spesialis, yang telah lulus
pendidikan kedokteran dan/atau (spesialis) baik di dalam maupun di luar negeri yang
telah terakreditasi dan mendapat tugas dari pemerintah sebagai Dokter Puskesmas.

Penyediaan dokter Puskesmas dimaksudkan dalam rangka menjamin ketersediaan


dokter yang berkualitas, berkomitmen tinggi untuk pemenuhan hak atas kesehatan
sesuai prinsip-prinsip perdesaan sehat, dan mampu bekerja secara baik pada setiap
Puskesmas. Hal ini untuk memastikan adanya Dokter Puskesmas, berfungsinya tenaga
medis dan bangunan Puskesmas untuk pelayanan kesehatan dasar di kawasan
perdesaan, secara minimal pada jam dan hari kerja penugasan.

2. Bidan desa bagi setiap desa


Bidan Desa adalah dseorang yang lulus dari pendidikan kebidanan yang telah
teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang mendapat tugas
pemerintah sebagai Bidan Desa.

Penyediaan bidan desa dimaksudkan dalam rangka menjamin ketersediaan bidan desa
yang berkualitas di setiap desa. Hal ini untuk memastikan keberadaan bidan desa yang
bertugas dan bekerja untuk pelayanan kesehatan masyarakat yang berkualitas,
terutama kesehatan ibu dan anak.
3. Air bersih bagi setiap rumah tangga
Penyediaan air bersih yang aman dan sehat dimaksudkan agar dapat digunakan
sebagai air minum yang merupakan salah satu penentu dasar tercapainya standar
kesehatan yang berkualitas. Air bersih untuk setiap rumah tangga merupakan pilar
penting bagi terlaksananya percepatan pembangunan kualitas kesehatan berbasis
perdesaan.

4. Sanitasi bagi setiap rumah tangga


Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih di mana setiap
individu, rumah tangga, dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi
dasar, bebas dari buang air di sembarang tempat, mengelola air minum dan makanan
yang aman di rumah tangga, mengelola limbah dan sampah dengan benar.

Penyediaan sanitasi yang baik untuk setiap rumah tangga merupakan salah satu
penentu dasar tercapainya standar kesehatan yang berkualitas. Ketersediaan dan
keterjangkauan sanitasi yang baik untuk setiap rumah tangga adalah pilar penting bagi
terlaksananya percepatan pembangunan kualitas kesehatan berbasis perdesaan.

5. Gizi bagi setiap ibu hamil, ibu menyusui dan balita


Gizi adalah lah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup berningkatkan kualitas
kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan Balita.

Penyediaan gizi yang baik dan seimbang untuk setiap ibu hamil, ibu menyusui, bayi
dan balita merupakan tujuan yang harus direalisasikan untuk tercapainya kualitas
kesehatan. Asupan gizi untuk setiap ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan Balita
dikedepankan.

9. Tindakan Eradikasi wabah?

Setelah data mengenai investigasi kasus dan penyebab telah memberikan fakta tentang
penyebab, sumber, dan cara transmisi, maka langkah pengendalian hendaknya segera
dilakukan. Makin cepat respons pengendalian, makin besar peluang keberhasilan
pengendalian. Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan cara penanggulangan
yang paling efektif dan melakukan surveilence terhadap faktor lain yang berhubungan..
Prinsip intervensi untuk menghentikan wabah sebagai berikut:
1. Mengeliminasi sumber patogen
a. Eliminasi atau inaktivasi patogen
b. Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction)
c. Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang atau binatang terinfeksi
(karantina kontak, isolasi kasus, dan sebagainya)
d. Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan, memasak daging
dengan benar, dan sebagainya)
e. Pengobatan kasus
2. Memblokade proses transmisi
a. Penggunaan peralatan pelindung perseorangan (masker, kacamata, jas, sarung tangan,
respirator)
b. Disinfeksi/ sinar ultraviolet
c. Pertukaran udara/ dilusi
d. Penggunaan filter efektif untuk menyaring partikulat udara
e. Pengendalian vektor.
3. Mengeliminasi kerentanan
a. Vaksinasi
b. Pengobatan (profilaksis, presumtif)
c. Isolasi orang-orang atau komunitas tak terpapar (“reverse isolation”)
d. Penjagaan jarak sosial (meliburkan sekolah, membatasi kumpulan massa).
Hal terkhir dan merupakan hal terpenting dalam penanganan wabah adalah menentukan cara
pencegahan di masa yang akan datang.

 Tindakan Eredikasi wabah :


1. Mengeliminasi sumber patogen
a. Eliminasi dan inaktivasi patogen
b. Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi
c. Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang atau binatang terinfeksi
(karantina kontak, isolasi kasus, dan sebagainya)
d. Perubahan perilaku penjamu atau sumber
e. Pengobatan kasus

KESIMPULAN

Untuk menentukan keadaan wabah di suatu daerah, diperlukan data epidemiologi tentang
morbiditas dan mortalitas suatu penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Resna A. Soerawidjaja & Prof. DR. Dr. Azrul Azwar, M.P.H; Penanggulangan
Wabah oleh PUSKESMAS

Permenkes 560/MENKES/PER/VIII/1989

www.djpp.depkumham.go.id

(Guyton CA. 1996)

(Depkes RI, 2002)

(Suhandayani, 2007)

(Riskerdas, 2007)

(Tedjapranata M, 2009)

(Muttaqin, 2008)

(Nelson, 2003)

You might also like