Professional Documents
Culture Documents
Portofolio Jiwa 4, DR Silvia
Portofolio Jiwa 4, DR Silvia
SKIZOFRENIA PARANOID
Disusun Oleh :
Dr. Silvia Okta Roza
Pembimbing :
1
STATUS PSIKIATRI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. G
Jenis Kelamin : Pria
Status Perkawinan : Belum menikah
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Alamat : Klampisan
Tanggal Masuk Poli : 8 Januari 2018
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 8 Januari 2018 pukul 10.00
WIB
Keluhan utama
2
mengetahui jawabannya. Semenjak saat itu pasien suka tidak nyambung jika
diajak berbicara, dan suka mengeluarkan pertanyaan pertanyaan yang membuat
bingung, pasien juga lebih banyak diam dan sering marah-marah.
Pasien juga sering mundar-mandir dan terlihat seperti orang bingung. Pasien
juga suka pergi dari rumah karena merasa bosan di rumah karena tidak ada hal
yang bisa dilakukan
Menurut keluarga pasien juga merasa kecewa karena mendapatkan 2 nilai C
pada semester satu tetapi IPnya masih diatas 3.
Menurut keluarga pasien juga lebih berani terhadap wanita yang dia suka,
seperti mengajak berkenalan dan mengikutinya, sebelumnya pasien tidak pernah
seperti ini, pasien juga tidak diketahui mempunyai pacar atau teman wanita yang
dekat oleh ibunya.
1 minggu sebelum masuk rumah sakit, gejala semakin parah pasien menjadi
sering marah marah tanpa sebab, keluar rumah dan ingin mengendarai motor jika
dilarang pasien mengamuk, pasien mundar mandir tanpa henti, dan menjadi sangat
pendiam. Pasien mengaku suka mendengar suara seperti bisikan namun tidak jelas
seperti suara gemuruh dan pasien merasa punya kekuatan yang lebih dari orang
lain dan percaya akan reinkarnasi, pasien tidak pernah terlihat tersenyum atau
berbicara sendiri.
Selama kuliah pasien mengaku tidak mempunyai teman dekat, pasien juga
mengaku selama di jogja dia tidak pernah pergi selain ke kampus dan pulang ke
kosan, pasien juga tidak akrab dengan teman satu kos, pasien mengaku malu
untuk berteman selama dia di jogja
Pasien juga menjadi sulit tidur, pola makan dan minum tidak berkurang atau
berlebih, kebiasaan mandi, BAK dan BAB normal.
Keluarga membawa pasien ke Rumah Sakit untuk konsultasi ke Psikiater lalu
diberikan obat namun sang ibu lupa nama obatnya, lalu pasien dibawa ke seorang
kiai dan menurut kiai tersebut pasien menjadi seperti ini karena ada makhluk halus
yang mengikuti dari jogja kemudian pasien tidak mendapatkan obat hanya
dibacakan doa-doa.
3
B. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan psikiatrik
Perubahan sikap terhadap pasien belum pernah terjadi sebelumnya, hal ini
yang pertama kali dirasakan keluarga.
2. Riwayat Gangguan medik
Pasien tidak pernah menderita pasien yang serius saat kecil, pasien tidak
pernah dirawat di Rumah Sakit atau dioperasi sebelumnya. Riwayat kejang,
epilepsi maupun keadaan yang menyebabkan luka di kepala atau gangguan
pada fungsi otak yang ada hubungannya dengan gangguan kejiwaan saat ini
dan adanya gangguan medik lain yang menyebabkan disangkal.
3. Riwayat penggunaan Zat Psikoaktif
Pasien tidak pernah merokok, pasien tidak minum alkohol atau
menyalahgunakan zat adiktif atau obat-obat terlarang.
C. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Selama kehamilan, ibu pasien tidak pernah mengalami gangguan kesehatan.
Pasien lahir normal dan cukup bulan, tidak ada komplikasi persalinan, trauma
lahir atau cacat bawaan.
2. Riwayat Perkambangan Kepribadian
i. Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
Masa ini dilalui dengan baik, pasien diasuh oleh ibu kandungnya dan
mendapatkan ASI sampai usia 1 tahun. Pasien tergolong anak yang
sehat, dengan proses tumbuh kembang dan tingkah laku sesuai anak
usianya. Pasien tidak pernah sakit yang serius, dan tidak pernah
mengalami kejang dan trauma kepala.
ii. Masa Kanak Pertengahan (3-11 tahun)
Pasien merupakan anak pendiam. Pasien masuk SD saat berumur 5
tahun, dan tidak pernah tinggal kelas, saat masuk SD pasien sudah
lancar membaca. Pasien tergolong anak yang baik dan patuh terhadap
orang tua.
iii. Masa Kanak Akhir (pubertas dan Remaja)
Pasien dan berkembang seperti remaja usianya, pasien tidak
mempunyai banyak teman, hanya mempunyai beberapa teman dekat di
4
SMAnya, pasien belum pernah mempunyai pacar atau teman dekat
wanita.
3. Riwayat Pendidikan
- SD (5-11 tahun)
Pasien bersekolah di SD daerah Bekasi dengan prestasi yang sangat baik,
dan tidak pernah tinggal kelas. Pasien memiliki cukup banyak teman.
- SMP (12-14 tahun)
Pasien bersekolah di SMP Negri daerah Bekasi dengan prestasi yang
sangat baik dan tidak pernah tinggal kelas.
- SMA (14-16 tahun)
Pasien bersekolah di SMA Negeri daerah Bekasi. Selama SMA pasien
selalu masuk kelas internasional dengan prestasi yang sangat baik.
- Kuliah (17 tahun)
Pasien diterima di Universitas Gajah Mada melalui jalur prestasi
undangan, selama 1 semester pasien mengaku menjadi mahasiswa kupu-
kupu, pasien mendapatkan IP 3,2 disemester pertamanya dengan 2 nilai C.
4. Riwayat Pekerjaan
Pasien tidak bekerja hanya fokus dengan kuliahnya.
5. Riwayat Kehidupan Beragama
Pasien beragama islam. Menurut ibunya, sejak kecil sampai saat ini jika
sedang di rumah pasien selalu berangkat sholat berjamaah ke masjid saat
adzan berkumandang dan tidak pernah meninggalkan shalat lima waktu.
6. Riwayat kehidupan Perkawinan/Psikoseksual
Pasien belum pernah berpacaran ataupun menikah dan memiliki anak.
7. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum, tidak pernah berurusan
dengan aparat penegak hukum, dan tidak pernah terlibat dalam proses
peradilan yang terkait dengan hukum.
D. Riwayat keluarga
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara, yang terdiri dari satu
perempuan dan satu laki-laki dari pasangan Tn.D dan Ny. W. Tidak ada anggota
keluarga yang pernah sakit atau mengalami gangguan jiwa sebelumnya.
5
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
1. Penampilan Umum
Pasien seorang laki-laki berumur 18 tahun, berpenampilan fisik sesuai
usianya, postur tubuh kurus dan tidak terlalu tinggi, berkulit kuning langsat,
berambut hitam pendek bergelombang. Pada saat wawancara pasien tidak bisa
duduk dengan tenang, saat di tanya pasien menjawab dengan suara yang kecil
dan dengan kontak mata sedikit karena pasien lebih suka mengamati
sekelilingnya. Sikap terhadap pemeriksa sedikit kooperatif dalam menjawab
pertanyaan yang diajukan walaupun dengan singkat.
2. Perilaku dan Aktivitas Motorik
6
Pasien tidak bisa duduk lama di suatu tempat, mundar mandir seperti orang
kebingungan, saat di ajak bicara pasien dapat memperhatikan namun dalam
jangka waktu yang sangat sebentar.
3. Sikap Terhadap Pemeriksa
Pasien bersikap cukup kooperatif, wajar dan sedikit menutup diri.
4. Pembicaraan
Pasien berbicara sangat terbatas dengan intonasi cukup jelas dan nada suara
yang kecil. Tidak terdapat hendaya atau gangguan berbicara.
B. Alam Perasaan (Emosi)
1. Suasana Perasaan (mood) : Hipothym
2. Afek / Ekspresi Afektif : Menyempit
- Stabilitas : Tidak stabil
- Kedalaman : Dangkal (Pasien tidak terlihat sedih maupun kecewa
saat menceritakan masalahnya)
- Skala Diferensiasi : Menyempit
- Keserasian : Tidak serasi
- Pengendalian : Tidak baik
C. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi
- Visual : Tidak ada
- Auditoris : Pasien mengaku pernah mendengar suara biskikan
yang tidak jelas seperti suara gemuruh.
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
D. Fungsi Intelektual
1. Taraf Pendidikan Sesuai dengan tingkat pendidikan
(Mahasiswa)
2. Pengetahuan Umum Baik
3. Kecerdasan Baik
4. Konsentrasi dan Perhatian Baik
5. Orientas
- Waktu Baik
7
- Tempat Baik
- Orang Baik
- Situasi Baik
6. Daya Ingat
- Jangka Panjang Baik
- Jangka Pendek Baik
- Segera Baik
7. Pikiran Abstrak Baik
8. Visuospasial Baik
9. Bakat dan Kreativitas Baik
10. Kemampuan Menolong Diri Baik
E. Proses Pikir
1. Arus Pikir
a. Produktifitas : Cukup
b. Kontinuitas : Koheren
c. Hendaya Berbahasa : Tidak ada
2. Isi Pikir
a. Gangguan Bentuk Pikir : Tidak ada
b. Waham : Pasien merasa punya kekuatan yang lebih dari
orang lain dan percaya akan renkarnasi dan pasien mendengar bisikan
namun tidak jelas.
c. Obsesi : Tidak ada
d. Fobia : Tidak ada
F. Pengendalian Impuls
Baik (saat pemeriksaan)
G. Daya Nilaim
a. Daya Nilai Sosial : Baik
b. Uji Daya Nilai : Baik
c. Daya Nilai Realita : Baik
H. Tilikan
Pada tanggal 16 April 2013 : derajat 2
I. Reliabilitas
8
Taraf dapat dipercaya
Tanda Vital
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 72x/menit
Suhu : 36,7° C
Pernafasan : 20 x/menit
Kulit : Kuning langsat, Ikterik (-), sianosis (-)
Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Normal, deviasi septum (-)
Telinga : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Lidah : Dalam batas normal
Gigi Geligi : Baik
Uvula : Dalam batas normal
Tonsil : Dalam batas normal
Tenggorokan : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal
B. Status Neurologis
GCS : 15 ( E4, V5, M6 )
Saraf Kranial (I-XII) : Baik
Tanda Rangsang Meningeal : Tidak ada
Refleks Fisiologis : Normal
9
Refleks Patologis : Tidak ada
Motorik : Baik
Sensorik : Baik
Fungsi Luhur : Baik
Gangguan Khusus : Tidak ada
Gejala EPS : akatisia (-), bradikinesia (-), rigiditas (-), tonus
otot (N), resting tremor (-), distonia (-)
V. RESUME
Pasien seorang laki-laki berumur 18 tahun, berpenampilan fisik sesuai usianya,
postur tubuh kurus dan tidak terlalu tinggi, berkulit kuning langsat, berambut
hitam pendek bergelombang diantar keluarganya datang ke RSUD Kab. Pare.
Dari pemeriksaan di dapatkan :
Kesadaran compos mentis, menurut keluarga pasien menjadi aneh sejak + 2 bulan
yang lalu. pasien suka tidak nyambung jika diajak berbicara, dan suka
mengeluarkan pertanyaan pertanyaan aneh, pasien juga lebih banyak diam dan
sering marah-marah. Pasien juga suka pergi dari rumah karena merasa bosan.
Pasien juga sering mundar-mandir dan terlihat seperti orang bingung. Menurut
keluarga pasien juga merasa kecewa karena mendapatkan 2 nilai C pada semester
satu tetapi IPnya masih diatas 3. Menurut keluarga semenjak sakit pasien menjadi
lebih berani terhadap wanita yang dia suka seperti meminta nomor handphone
atau mengikuti wantia tersebut, saat ini pasien belum pernah mempunyai pacar
atau teman wanita yang terlihat dekat. Pasien mengaku suka mendengar suara
seperti bisikan namun tidak jelas seperti suara gemuruh dan pasien merasa punya
kekuatan yang lebih dari orang lain dan percaya akan renkarnasi. Gejala ini
semakin parah dalam 1 minggu ini, sampai keluarga kewalahan untuk
mengawasinya karena pasien tidak bisa dilarang. Selama 1 minggu ini pasien jadi
sulit tidur.
- Suasana Perasaan (mood) : Hipothym
- Afek / Ekspresi Afektif : Menyempit
- Gangguan persepsi halusinasi Auditoris : Pasien mengaku pernah
mendengar suara biskikan yang tidak jelas seperti suara gemuruh.
- Waham : pasien merasa punya kekuatan yang lebih dari orang lain dan
percaya akan renkarnasi
Tilikan 2. Pemeriksaan status internus normal, neurologik normal.
10
VI. EVALUASI MULTIAKSIAL
- Aksis I : Skizofrenia Paranoid
- Aksis II : Tidak terdapat gangguan kepribadian dan retradasi mental
- Aksis III : Tidak terdapat gangguan fisik
- Aksis IV : Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial dan masalah pendidikan
- Aksis V : GAF 70-61 (beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan
dalam fungsi, secara umum masih baik.
VII. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik : Tidak ditemukan kelainan organik atau fisik
B. Psikologik : Waham dan halusinasi auditorik
C. Sosiobudaya : Penyebab steressor akibat adanya hendaya yang berkaitan
dengan kelompok pendukung utama, disini yaitu lingkungan sosial dan
pendidikan.
VIII. PROGNOSIS
IX. PENATALAKSANAAN
1. Rawat Inap
Dengan indikasi :
o Keluarga tidak sanggup mengawasi pasien di rumah
2. Medikamentosa
o Hari pertama :
Haloperidol 1amp
Diazepam 1amp
o Hari kedua dan selanjutnya
Clozapine 1 x 25mg
Risperidon 2 x 2mg
Triheksifenidil 2 x 2mg
3. Nonmedikamentosa
o Psikoterapi suportif
o Psikoedukasi terhadap pasien dan keluarga
11
o Sosioterapi
12
TINJAUAN PUSTAKA
SKIZOFRENIA
Definisi
Skizofrenia adalah kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan kontak
pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan (kepercayaan yang salah), pikiran yang
abnormal dan menggangu kerja dan fungsi sosial
Mengingat kompleksnya gangguan skizofrenia, untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal,
klinisi perlu memperhatikan beberapa fase simptom gangguan skizofrenia, yaitu : fase
prodromal, fase aktif dan fase residual. Hasil akhir yang ingin dicapai adalah penderita
skizofrenia dapat kembali berfungsi dalam bidang pekerjaan, sosial dan keluarga.
Epidemioiogi
Siapa saja bisa terkena skizofrenia, tanpa memandang jenis kelamin, status sosial
maupun tingkat pendidikan. Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi
terentang dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun. Usia
terbanyak berdasarkan statistik adalah 15-30 tahun, dimana gejala skizofrenia mulai muncul
pada umur 20 tahun untuk pria, sedangkan untuk wanita gejala-gejala skizofrenia mulai
muncul pada umur 20 tahun atau awal umur 30 tahun. Namun, pada saat ini juga mulai
dikenal skizofrenia anak (sekitar usia 8 tahun, bahkan ada kasus usia 6 tahun) dan late-onset
skizofrenia (usia lebih dari 45 tahun). Berbagai hal lain yang bisa meningkatkan seseorang
untuk mengidap skizofrenia, yaitu memiliki garis keturunan skizofrenia, terjangkit virus saat
dalam kandungan, kekurangan gizi saat dalam kandungan, stresor lingkungan yang tinggi,
memakai obat-obatan psikoaktif saat remaja, dan lain-lain.
Sementara itu menurut Kaplan, Sadock, & Grebb; Davison & Neale, onset untuk laki laki 15
sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki
laki dibandingkan wanita. Sedangkan onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau setelah
usia 50 tahun sangat jarang terjadi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pria lebih
mungkin memunculkan simton negatif dibandingkan wanita, dan wanita tampaknya memiliki
fungsi sosial yang lebih baik daripada pria.
Pada kesimpulannya individu pada umur berapapun rawan menderita skizofrenia bila faktor
biologis berinteraksi dengan faktor psikologis dan sosial.
13
Prevalensi (kemungkinan terjadi) gangguan skizofrenia dapat dilihat pada daftar di bawah ini:
1. Populasi umum 1%
2. Saudara Kandung 8%-10%
3. Anak dengan salah satu orang tua skizofrenia 12%-15%
4. Kembar 2 telur (dizigot) 12%-15%
5. Anak dengan kedua orang tua skizofrenia 35%-40%
6. Kembar monozigot 47%-50%
.
Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia menderita
penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab umum kematian
diantara penderita skizofrenia, 50% penderita skizofrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali
seumur hidupnya dan 10% berhasil melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya
gejala depresif, usia muda dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi.
Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira kina 30% sampai 50%,
kanabis 15% sampal 25% dan kokain 5%-10%. Sebagian besar penelitian menghubungkan
hal ini sebagai suatu indikator prognosis yang buruk karena penyalahgunaan zat menurunkan
efektivitas dan kepatuhan pengobatan. Hal yang biasa kita temukan pada penderita
skizofrenia adalah adiksi nikotin, dikatakan 3 kali populasi umum (75%-90% vs 25%-30%).
Penderita skizofrenia yang merokok membutuhkan anti psikotik dosis tinggi karena rokok
meningkatkan kecepatan metabolisme obat tetapi juga menurunkan parkinsonisme. Beberapa
laporan mengatakan skizofrenia lebih banyak dijumpai pada orang orang yang tidak menikah
tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa menikah memberikan proteksi terhadap
Skizofrenia.
Etiologi
Model diatesis-stress Menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor psikososial dan
lingkungan. Model ini berpendapat bahwa seseorang yang memiliki kerentanan (diatesis) jika
dikenai stresor akan lebih mudah menjadi skizofrenia.
Faktor Biologi
Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia,
hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.
14
Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada
orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada
trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.
Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala
skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat
reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka
gejala psikotik diredakan.1° Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala
gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.5’7
Hipotesis Serotonin
Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid diethylamide
(LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Temyata
zatini menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang normal. Kemungkinan serotonin
berperan pada skizofrenia kembali mengemuka karena penetitian obat antipsikotik
atipikal clozapine yang temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT~
lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.57
Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia
basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal,
ventrikel teilihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi
peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemenksaaninikroskopis dan
jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distnbusi sel otak yang timbul pada
masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah
lahir.
Faktor Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi
umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti
orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang
mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu
dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum.
15
Gambaran klinis
Skizofrenia adalah gangguan jiwa penderitanya tidak mampu menilai realitas (Reality Testing
Ability/RTA) dengan baik dan pemahaman diri (self insight) buruk. Gejala-gejala Skizofrenia
tedapat 4 gejala klinis skizofrenia:
1. Gejala negatif skizofrenia
2. Gejala positif skizofrenia
3. Gejala Prodromal dan Residual
4. Kepribadian Pramorbit Skizofrenia
Gejala Positif
a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal).
Meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun
penderita tetap meyakini kebenarannya.
b. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya
penderita mendengar suara-suara/bis-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari
suara/bisikan itu.
c. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya
kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan
gembira berlebihan.
e. Merasa dirinya "Orang Besar", merasa serba mampu, serba hebat, dan sejenisnya.
f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.
g. Menyimpan rasa permusuhan.
Gejala-gejala positif amat mengganggu lingkungan (keluarga) dan merupakan salah satu
motivasi keluarga untuk membawa penderita berobat.
Gejala Negatif
a. Alam perasaan (affect) "tumpul" dan "mendatar". Gambaran alam perasaan ini dapat
terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
b. Menarik diri atau mengasingkan diri (with-drawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan
orang lain, suka melamun (day dreaming).
16
c. Kontak emosional amat "miskin", sukar diajak bicara, pendiam.
d. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
e. Sulit dalam berpikir abstrak.
f. Pola pikir stereotip.
g. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisiatif, tidak ada
upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba
malas (kehilangan nafsu).
Gejala-gejala negatif seringkali tidak disadari atau kurang diperhatikan pihak keluarga,
karena dianggap tidak "menganggu" sebagaimana halnya pada penderita Skizofrenia gejala
positif. Oleh karenanya pihak keluarga seringkali terlambat membawa penderita untuk
berobat.
Gejala positif baru muncul pada episode akut, sedangkan pada stadium kronis (menahun)
gejala negatif lebih menonjol. Tetapi tidak jarang baik gejala positif maupun negatif saling
berbaur, tergantung stadium penyakitnya.
17
e. Afek (alam perasaan) yang tumpul atau miskin, mendatar, dan tidak serasi
(inappropriate), wajahnya tidak menunjukkan ekspresi dan terkesan dingin.
f. Pembicaraan yang melantur (digressive), kabur, kacau, berbelit-belit, berputar-putar
(circumstantial) atau metaformik (perumpamaan).
g. Ide atau gagasan yang aneh dan tak lazim atau pikiran magis, seperti takhyul,
kewaskitaan (clairvoyance), telepati, indera keenam, orang lain dapat merasakan
perasaannya, ide-ide yang berlebihan, gagasan mirip waham yang menyangkut diri
sendiri (ideas of reference).
h. Penghayatan persepsi yang tak lazim, seperti ilusi yang selalu berulang, merasa
hadirnya suatu kekuatan atau seseorang yang sebenarnya tidak ada. Catatan: berbeda
dengan halusinasi, yang dimaksud dengan ilusi adalah pengalaman panca indera
dimana ada sumber atau stimulus, namun ditafsirkan salah.
Baik gejala prodromal maupun gejala residual sebagaimana diuraikan di muka sewaktu-
waktu dapat aktif kembali yang biasanya didahului oleh faktor pencetus, yaitu adanya stresor
psikososial yang merupakan "provokator". Oleh karena itu pemberian obat (psikofarmaka)
sebaiknya jangan terputus dan secara berkala kontrol kepada dokter (psikiater).
18
- siap mengadakan balasan bila merasa terancam
- tidak dapat santai dan tidak dapat tenang
2. kepribadian schizoid
gejala gejalanya adalah sebagai berikut :
a. terdapat ciri emosionala yang tinggi
b. sikap yang acuh tak acuh
c. hubungan dekat hanya satuatau dua orang saja, termasuk keluarganya.
pihak keluarga hendaknya mewaspadai manakala diantara anggota keluarga ada yang
menunjukan gejala gejlaa kepribadian skizoid sebagaimana diuraikan.
3. kepribadian skizopital
gejala gejalanya terdapat 4 dari 8 hal berikut :
a. magical thinking
b. gagasan mirip waham yang menyangkut diri sendiri
c. isolasi social
d. ilusi ayng berulang ulang
e. pembicaraan yang ganjil
f. didalam interaksi dengan orang lain terdapat hubunga yanga kurang memadai
g. kecemasan social
h. kecurigaan atau ide paranoid
4. kepribadian ambang
gejala gejala terdapat 5 dari 8 hal sebagai berikut :
a. impulsivitas atau perubahan yang tidak dapat diduga, msialnya dalam aspek yang
dapat merugikan diri
19
b. ada pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tridak stabil, seperti
perubahan yang hebat dalam sikap, menyanjung, merendahkan , manipulasi
c. kemarahan hebat dan tidak wajar
d. ganguan identitas yang bermanifestasi dalam ketidakpastian mengenai hal hal
yangberkaitan dengan identitas
e. alam perasaan (mood, affect)
f. tidak tahan untuk berada sendirian
g. tindakan yang mencederai diri sendiri
h. perasaan kosong atau rasa bosan yang berkepanjangan
Kriteria Diagnositk
20
- “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk
kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan
khusus);
- “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau mukjizat;
c. Halusinasi auditorik:
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien,
atau
- mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara), atau
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
b. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus
menerus;
arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang
berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
gejala-gejala “negative”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan
diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;
21
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi
sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri
sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Tipe
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam
PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi
masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling
khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara
relatif tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya.
Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan
social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid
22
cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik
paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon
emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah.
Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-
kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social.
Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap
intak.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang
khas berikut ini memang benar bertahan :
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-
absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
- Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)
serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive)
dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga
23
perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan
tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat
dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar
orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
(f) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh
dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang
memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik
untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan
metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan
afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang
24
lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan,
hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
(a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya); dan
(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria
untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus
tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua :
(a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
25
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang
(minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;
(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi
kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang
cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan
social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan
adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan
maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
- gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan
- disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu,
tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia
lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama
pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan
proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali
terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin
penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari
pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya
menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan
menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
26
8. Skizofrenia lainnya
9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak
berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama
gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis
gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kira-
kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan
akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.
Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat
konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit
mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi
diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat
dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering
merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal.
Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau gangguan
pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma juga
dinamakan skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa lalu.
Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien
sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat.
Istilah “skizofrenik oneiroid” telah digunakan bagipasien skizofrenik yang khususnya
terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan didalam
dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam
memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala
tersebut.
Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk “skizofrenia paranoid”. Dalam
pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara
27
progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini
menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan informasi.
Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan,
fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran dan
psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia, panambivalensi
dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien yang menderita
gangguan kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-
floating) dan yang sering sulit menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien, mereka
jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah.
Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif
yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya
pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang
relatif baik terhadap pengobatan.
Skizofrenia tipe II.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative
yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi
pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya motivasi,
anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai dengan
kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap pengobatan.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis skizofrenia
adalah:
- Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untuk skizofrenia.
Artinya tidak ada simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap
simptom skizofrenia mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan
syaraf lainnya. Karena itu diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari
pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang
esensial untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.
- Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari
28
perawatan sebelumnya (yang lalu). Bahkan dalam satu kali perawatanpun
diagnosis subtipe mungkin berubah.
- Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang
sosial budaya pasien. Sebab perilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya
tertentu mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain.
Contohnya memakai koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun akan
dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. Selain itu hal yang tampaknya
merupakan gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan intelektual dan
pendidikan pasien
Diagnosis Banding
29
Berpura-pura dan Gangguan buatan
Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis yang sesuai
pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak menderita skizofrenia.
Orang telah menipu menderita skizofrenia dan dirawat dan diobati di rumah sakit psikiatrik.
Orang yang secara lengkap mengendalikan produksi gejalanya mungkin memenuhi diagnosis
berpura-pura (malingering); pasien tersebut biasanya memilki alasan financial dan hokum
yang jelas untuk dianggap gila. Pasien yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala
psikotiknya mungkin memenuhi diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder).
Tetapi, beberapa pasien dengan skizofrenia seringkali secara palsu mengeluh suatu
eksaserbasi gejala psikotik untuk mendapatkan bantuan lebih banyak atau untuk dapat
dirawat di rumah sakit.
Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting karena
tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi. Gejala afektif atau
mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala primer. Tanpa adanya
informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau
harus menganggap adanya gangguan mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara
prematur.
Gangguan Kepribadian
30
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri skizofrenia; gangguan
kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian dengan gejala
yang paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala yang
ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset
tanggal yang dapat diidentifikasi.
Penatalaksanaan
31
Obat psikosis atipikal/generasi ke dua (gejala EP minimal) (dominan gejala negatif)
Clozapine, Olanzapine, Risperidon, Quetiapine, Zotepin, Sulpirid
disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja
melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang
menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala
negatif.
32
Dosis Rentang
Extrapyramidal Anti Hipotensi ortostatik
ANTIPSIKOSIS Ekivalen Dosis sedasi
Syndrom (EPS) kolinergik
(mg) (mg/hari)
Klorpromazin 200-800 ++
100 ++ ++ +++
Tioridazin
100 150-800 + +++ +++ +++
Flufenazin
2 0,5-40 +++ + + +
Perfenazin
10 8-64 +++ + + +
Haloperidol
2 2-20 +++ + + +
Klozapin
50 200-900 0/+ +++ +++ +++
Olanzapin
5 5-20 0/+ +/++ + +
Quetiapin
75 150-600 0/+ 0/+ + +
Risperidon
2 1-6 0/+ 0/+ + +
Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis
yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan
33
obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis
ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu
mengganggukualitas hidup pasien. Mulai dosis awal dengan dosis anjuran
dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (mulai peredaan
sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis
optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2
minggu dosis maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi
drug holiday 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4
minggu) stop
34
dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM
dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari). Obat anti pikosis long acting
(perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur
makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai
dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi
1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi
stabilisasi danpemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.Penggunaan CPZ
(Chlorpromazine) injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada
waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan
mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM)
--- -Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat
penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat.
Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang
ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan
dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain
yang efek sampingnya lebih rendah.
---- Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat
mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4
minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
35
dengan obat obatan yang lain, misalnyaantipsikotik konvensonal dapat diganti
dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycalantipsycotic diganti
dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang
dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.5
----Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama,
sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul.
Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan
antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang
disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan
menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus
bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki.
Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya
benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati
efek samping ini.
----Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi
pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial
grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan
menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita
yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia,
36
dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik
atipikal.
----Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Skizofrenia yang
memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan
antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
----Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome,
dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala
ini membutuhkan penanganan yang segera.
Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
b. Terapi berorientasi-keluarga
37
saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu
cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang
sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli
terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi
terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi
keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol,
penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi
keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
c. Terapi kelompok
d. Psikoterapi individual
----Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap
keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan,
atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan
rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan
38
penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
persahabatan yang berlebihan adalahtidak tepat dan kemungkinan dirasakan
sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
----Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan
efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan
penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan.
Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien
tentang skizofrenia.
Prognosis
39
Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik dan
ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia
1.Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari keluarganya.
jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami Skizofrenia dengan
orang yang normal, karena orang yang mengalami gangguan Skizofrenia mudah
tersinggung.
2.Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang tinggi akan
lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya rendah.
3.Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil pasien
(kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi
mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamine disertai dengan
efek merugikan yang mengganggu dan serius. Namun pasien skkizofrenia perlu
di beri obat Risperidone serta Clozapine.
4.Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat lebih
bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi terhadap
pemberian obat.
5.Stressor Psikososial
Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka akan mempunayi
dampak yang positif, karena tekanan dari luar diri individu dapat diminimalisir
atau dihilangkan. Begitu pula sebaliknya apabila stressor datangnya dari luar
individu dan bertubi-tubi atau tidak dapat diminimalisir maka prosgnosisnya
adalah negatif atau akan bertambah parah.
6.Kekambuhan
penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk.
40
7.Gangguan Kepribadian
8.Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang lambat dan
akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis yang lebih baik.
9.Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional) mempunyai
prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak
proporsional.
10.Perjalanan penyakit
Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal prognosisnya lebih
baik dari pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.
11.Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih. Hal inilah
yang menunjukkan prognosisnya baik nantinya.
41
Prognosis Baik Prognosis Buruk
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Agus D, Difungsi kognitif pada skizofrenia, dalam : majalah psikiatri, Jakarta 2005: 51-
67
2. Agus D, Pendekatan holistik terhadap Skizofrenia, dalam majalah psikiatri, Jakarta,
2005:1.
3. American Psychiatric Association, Schizophrenia and other psychotic disorders, in
diagnostic and statistical manual of mental disorders, 4th ed, Washington, DC,
1994:273-286.
4. Buchanan RW, Carpenter WT, Schizophrenia : introduction and overview, in: Kaplan
and Sadock comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia: lippincott
Williams and wilkins :2000: 1096-1109.
5. Gur RE, Gur RC, Schizophrenia: Brain structure and function in: Kaplan and Sadock
Comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia : Lippincott Williams and
wilkins, 2000:1117-1129
6. Hawari, Dadang. 2007. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa: Skizofrenia.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
7. Kaplan, Hl, Sadock BJ, Grebb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis psikiatri, ed 7, vol 1,
1997 : 685-729.
8. Kendler KS, Schizophrenia : Genetics, in : Kaplan and Sadock Comprehensive
textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia: Lippincott Williams and wilkins, 2000:
1147-1169
9. Maramis WF, Skizofrenia, dalam : Catatan ilmu kedokteran jiwa, ed 7, Surabaya, 1998
:215-235.
10. Maslim R, Penggunaan kllnis obat psikotropik, ed 2, Jakarta, 2001 : 14-22.
11. Maslim R, skizofrenla, gangguan skizotipal dan gangguan waham, dalam PPDGJ III,
Jakarta, 1998 :46-57.
12. National Institute of Mental Health, National Institutes of Health, www.nimh.nih.gov,
what is schizophrenia?
13. Norquist GS, Narrow WE, Schizophrenia : Epidemiology, in : Kaplan and Sadock
Comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia : Lippincott Williams and
wilkins, 2000:1110-1117.
14. Sapiie TWA, Patobiologi skizofrenia dan peranan serotonin dalam gejala negatif
skizofrenia, dalam majalah psikiatri, Jakarta, 2007 : 77-89
43
15. Sinaga BR, Skizofrenia dan Diagnosis banding, Jakarta 2007:12-137.
16. Surilena, lntervensi psikososial dalam manajemen skizofrenia, dalam : majalah
psikiatri, Jakarta 2005 :69-83.
17. Umay M. Dja’far Shiddieq. 2008. Ibadah Mahdhah & Ghairu Mhadhah.
http://umayonline.wordpress.com/2008/09/15/ibadah-mahdhah-ghairu-mhadhah/
18. World Health Organization Collaborating Centre for Mental Health and Substance
Abuse, Schizophrenia : General lmformation, Australia, 1997.
44