You are on page 1of 44

PORTOFOLIO

SKIZOFRENIA PARANOID

Disusun Oleh :
Dr. Silvia Okta Roza

Pembimbing :

dr. Binti Ratna Khomsiyatin

1
STATUS PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. G
Jenis Kelamin : Pria
Status Perkawinan : Belum menikah
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Alamat : Klampisan
Tanggal Masuk Poli : 8 Januari 2018

II. RIWAYAT PSIKIATRIK

Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 8 Januari 2018 pukul 10.00
WIB

Keluhan utama

Menurut keluarga pasien menjadi aneh sejak 2 bulan yang lalu.


A. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien datang ke Poli Jiwa Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Kediri, diantar
oleh keluarganya pada tanggal 8 Januari 2018 karena menurut keluarga pasien
menjadi aneh sejak 2 bulan yang lalu.
Keluhan ini timbul ketika pasien pulang ke rumah saat liburan semester
tanggal 8 oktober 2017 pasien pulang ke rumah seorang diri dengan menggunakan
kereta api, awalnya ibu pasien tidak melihat gejala keanehan tersebut.
Pada tanggal 8 oktober 2017, menurut ibunya pasien pergi sholat berjamaah
ke masjid dekat rumah dan pulang dengan keadaan seperti orang ketakutan dan
gemetaran, lalu ibu pasien menanyakan kenapa seperti orang ketakutan dan
beristigfar terus menerus, tetapi pasien hanya menjawab tidak ada apa-apa.
Keesokan harinya, pasien menanyakan hal aneh kepada ibunya “kenapa bumi
ada?”, tetapi ibunya tidak menjawab pertanyaannya, ibu pasien hanya bertanya-
tanya kepada diri sendiri mengapa pasien menanyakan hal yang seharusnya dia

2
mengetahui jawabannya. Semenjak saat itu pasien suka tidak nyambung jika
diajak berbicara, dan suka mengeluarkan pertanyaan pertanyaan yang membuat
bingung, pasien juga lebih banyak diam dan sering marah-marah.
Pasien juga sering mundar-mandir dan terlihat seperti orang bingung. Pasien
juga suka pergi dari rumah karena merasa bosan di rumah karena tidak ada hal
yang bisa dilakukan
Menurut keluarga pasien juga merasa kecewa karena mendapatkan 2 nilai C
pada semester satu tetapi IPnya masih diatas 3.
Menurut keluarga pasien juga lebih berani terhadap wanita yang dia suka,
seperti mengajak berkenalan dan mengikutinya, sebelumnya pasien tidak pernah
seperti ini, pasien juga tidak diketahui mempunyai pacar atau teman wanita yang
dekat oleh ibunya.
1 minggu sebelum masuk rumah sakit, gejala semakin parah pasien menjadi
sering marah marah tanpa sebab, keluar rumah dan ingin mengendarai motor jika
dilarang pasien mengamuk, pasien mundar mandir tanpa henti, dan menjadi sangat
pendiam. Pasien mengaku suka mendengar suara seperti bisikan namun tidak jelas
seperti suara gemuruh dan pasien merasa punya kekuatan yang lebih dari orang
lain dan percaya akan reinkarnasi, pasien tidak pernah terlihat tersenyum atau
berbicara sendiri.
Selama kuliah pasien mengaku tidak mempunyai teman dekat, pasien juga
mengaku selama di jogja dia tidak pernah pergi selain ke kampus dan pulang ke
kosan, pasien juga tidak akrab dengan teman satu kos, pasien mengaku malu
untuk berteman selama dia di jogja
Pasien juga menjadi sulit tidur, pola makan dan minum tidak berkurang atau
berlebih, kebiasaan mandi, BAK dan BAB normal.
Keluarga membawa pasien ke Rumah Sakit untuk konsultasi ke Psikiater lalu
diberikan obat namun sang ibu lupa nama obatnya, lalu pasien dibawa ke seorang
kiai dan menurut kiai tersebut pasien menjadi seperti ini karena ada makhluk halus
yang mengikuti dari jogja kemudian pasien tidak mendapatkan obat hanya
dibacakan doa-doa.

3
B. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan psikiatrik
Perubahan sikap terhadap pasien belum pernah terjadi sebelumnya, hal ini
yang pertama kali dirasakan keluarga.
2. Riwayat Gangguan medik
Pasien tidak pernah menderita pasien yang serius saat kecil, pasien tidak
pernah dirawat di Rumah Sakit atau dioperasi sebelumnya. Riwayat kejang,
epilepsi maupun keadaan yang menyebabkan luka di kepala atau gangguan
pada fungsi otak yang ada hubungannya dengan gangguan kejiwaan saat ini
dan adanya gangguan medik lain yang menyebabkan disangkal.
3. Riwayat penggunaan Zat Psikoaktif
Pasien tidak pernah merokok, pasien tidak minum alkohol atau
menyalahgunakan zat adiktif atau obat-obat terlarang.
C. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Selama kehamilan, ibu pasien tidak pernah mengalami gangguan kesehatan.
Pasien lahir normal dan cukup bulan, tidak ada komplikasi persalinan, trauma
lahir atau cacat bawaan.
2. Riwayat Perkambangan Kepribadian
i. Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
Masa ini dilalui dengan baik, pasien diasuh oleh ibu kandungnya dan
mendapatkan ASI sampai usia 1 tahun. Pasien tergolong anak yang
sehat, dengan proses tumbuh kembang dan tingkah laku sesuai anak
usianya. Pasien tidak pernah sakit yang serius, dan tidak pernah
mengalami kejang dan trauma kepala.
ii. Masa Kanak Pertengahan (3-11 tahun)
Pasien merupakan anak pendiam. Pasien masuk SD saat berumur 5
tahun, dan tidak pernah tinggal kelas, saat masuk SD pasien sudah
lancar membaca. Pasien tergolong anak yang baik dan patuh terhadap
orang tua.
iii. Masa Kanak Akhir (pubertas dan Remaja)
Pasien dan berkembang seperti remaja usianya, pasien tidak
mempunyai banyak teman, hanya mempunyai beberapa teman dekat di

4
SMAnya, pasien belum pernah mempunyai pacar atau teman dekat
wanita.
3. Riwayat Pendidikan
- SD (5-11 tahun)
Pasien bersekolah di SD daerah Bekasi dengan prestasi yang sangat baik,
dan tidak pernah tinggal kelas. Pasien memiliki cukup banyak teman.
- SMP (12-14 tahun)
Pasien bersekolah di SMP Negri daerah Bekasi dengan prestasi yang
sangat baik dan tidak pernah tinggal kelas.
- SMA (14-16 tahun)
Pasien bersekolah di SMA Negeri daerah Bekasi. Selama SMA pasien
selalu masuk kelas internasional dengan prestasi yang sangat baik.
- Kuliah (17 tahun)
Pasien diterima di Universitas Gajah Mada melalui jalur prestasi
undangan, selama 1 semester pasien mengaku menjadi mahasiswa kupu-
kupu, pasien mendapatkan IP 3,2 disemester pertamanya dengan 2 nilai C.
4. Riwayat Pekerjaan
Pasien tidak bekerja hanya fokus dengan kuliahnya.
5. Riwayat Kehidupan Beragama
Pasien beragama islam. Menurut ibunya, sejak kecil sampai saat ini jika
sedang di rumah pasien selalu berangkat sholat berjamaah ke masjid saat
adzan berkumandang dan tidak pernah meninggalkan shalat lima waktu.
6. Riwayat kehidupan Perkawinan/Psikoseksual
Pasien belum pernah berpacaran ataupun menikah dan memiliki anak.
7. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum, tidak pernah berurusan
dengan aparat penegak hukum, dan tidak pernah terlibat dalam proses
peradilan yang terkait dengan hukum.
D. Riwayat keluarga
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara, yang terdiri dari satu
perempuan dan satu laki-laki dari pasangan Tn.D dan Ny. W. Tidak ada anggota
keluarga yang pernah sakit atau mengalami gangguan jiwa sebelumnya.

5
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien

E. Situasi Kehidupan Sosial Ekonomi Sekarang


Pasien tinggal di rumah orang tuanya, yang di huni oleh ayah dan ibu kandung,
kakak kandung, om dan tante. Saat di Jogja pasien tinggal sendiri dan mengekos.
Interaksi pada tetangga di rumah atau tetangga di kosan kurang. Biaya untuk
kebutuhan sehari-hari pasien berasal dari ayahnya yang bekerja sebagai supir di
sebuah perusahaan dan dari kakaknya yang bekerja sebagai karyawan swasta.
Kesan kondisi sosial ekonomi keluarga adalah cukup.
F. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Saat datang tanggal 14 November 2017 pasien menyangkal bahwa dirinya sakit.
Pada saat tanggal 8 Januari 2018 pasien bilang bahwa dirinya sakit, namun dia
tidak mengetahui tentang penyakitnya.

III. STATUS MENTAL (Tanggal 8 Januari 2018, pukul 10.00 WIB)


A. Deskripsi Umum
Kesadaran Neurologis : Compos mentis
Keadaan psikiatri : Distraktibilitas ( Pasien tidak berhenti mundar mandir,
terlihat gelisah dan bingung).

1. Penampilan Umum
Pasien seorang laki-laki berumur 18 tahun, berpenampilan fisik sesuai
usianya, postur tubuh kurus dan tidak terlalu tinggi, berkulit kuning langsat,
berambut hitam pendek bergelombang. Pada saat wawancara pasien tidak bisa
duduk dengan tenang, saat di tanya pasien menjawab dengan suara yang kecil
dan dengan kontak mata sedikit karena pasien lebih suka mengamati
sekelilingnya. Sikap terhadap pemeriksa sedikit kooperatif dalam menjawab
pertanyaan yang diajukan walaupun dengan singkat.
2. Perilaku dan Aktivitas Motorik

6
Pasien tidak bisa duduk lama di suatu tempat, mundar mandir seperti orang
kebingungan, saat di ajak bicara pasien dapat memperhatikan namun dalam
jangka waktu yang sangat sebentar.
3. Sikap Terhadap Pemeriksa
Pasien bersikap cukup kooperatif, wajar dan sedikit menutup diri.
4. Pembicaraan
Pasien berbicara sangat terbatas dengan intonasi cukup jelas dan nada suara
yang kecil. Tidak terdapat hendaya atau gangguan berbicara.
B. Alam Perasaan (Emosi)
1. Suasana Perasaan (mood) : Hipothym
2. Afek / Ekspresi Afektif : Menyempit
- Stabilitas : Tidak stabil
- Kedalaman : Dangkal (Pasien tidak terlihat sedih maupun kecewa
saat menceritakan masalahnya)
- Skala Diferensiasi : Menyempit
- Keserasian : Tidak serasi
- Pengendalian : Tidak baik
C. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi
- Visual : Tidak ada
- Auditoris : Pasien mengaku pernah mendengar suara biskikan
yang tidak jelas seperti suara gemuruh.
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
D. Fungsi Intelektual
1. Taraf Pendidikan Sesuai dengan tingkat pendidikan
(Mahasiswa)
2. Pengetahuan Umum Baik
3. Kecerdasan Baik
4. Konsentrasi dan Perhatian Baik
5. Orientas
- Waktu Baik

7
- Tempat Baik
- Orang Baik
- Situasi Baik
6. Daya Ingat
- Jangka Panjang Baik
- Jangka Pendek Baik
- Segera Baik
7. Pikiran Abstrak Baik
8. Visuospasial Baik
9. Bakat dan Kreativitas Baik
10. Kemampuan Menolong Diri Baik

E. Proses Pikir
1. Arus Pikir
a. Produktifitas : Cukup
b. Kontinuitas : Koheren
c. Hendaya Berbahasa : Tidak ada
2. Isi Pikir
a. Gangguan Bentuk Pikir : Tidak ada
b. Waham : Pasien merasa punya kekuatan yang lebih dari
orang lain dan percaya akan renkarnasi dan pasien mendengar bisikan
namun tidak jelas.
c. Obsesi : Tidak ada
d. Fobia : Tidak ada
F. Pengendalian Impuls
Baik (saat pemeriksaan)
G. Daya Nilaim
a. Daya Nilai Sosial : Baik
b. Uji Daya Nilai : Baik
c. Daya Nilai Realita : Baik
H. Tilikan
Pada tanggal 16 April 2013 : derajat 2
I. Reliabilitas

8
Taraf dapat dipercaya

IV. STATUS FISIK (Tanggal 8 Januari 2018, pukul 10.00 WIB)


A. Status Internus
Keadaan Umum : Baik, tampak tidak sakit
Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 72x/menit
Suhu : 36,7° C
Pernafasan : 20 x/menit
Kulit : Kuning langsat, Ikterik (-), sianosis (-)
Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Normal, deviasi septum (-)
Telinga : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Lidah : Dalam batas normal
Gigi Geligi : Baik
Uvula : Dalam batas normal
Tonsil : Dalam batas normal
Tenggorokan : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal

B. Status Neurologis
GCS : 15 ( E4, V5, M6 )
Saraf Kranial (I-XII) : Baik
Tanda Rangsang Meningeal : Tidak ada
Refleks Fisiologis : Normal

9
Refleks Patologis : Tidak ada
Motorik : Baik
Sensorik : Baik
Fungsi Luhur : Baik
Gangguan Khusus : Tidak ada
Gejala EPS : akatisia (-), bradikinesia (-), rigiditas (-), tonus
otot (N), resting tremor (-), distonia (-)
V. RESUME
Pasien seorang laki-laki berumur 18 tahun, berpenampilan fisik sesuai usianya,
postur tubuh kurus dan tidak terlalu tinggi, berkulit kuning langsat, berambut
hitam pendek bergelombang diantar keluarganya datang ke RSUD Kab. Pare.
Dari pemeriksaan di dapatkan :
Kesadaran compos mentis, menurut keluarga pasien menjadi aneh sejak + 2 bulan
yang lalu. pasien suka tidak nyambung jika diajak berbicara, dan suka
mengeluarkan pertanyaan pertanyaan aneh, pasien juga lebih banyak diam dan
sering marah-marah. Pasien juga suka pergi dari rumah karena merasa bosan.
Pasien juga sering mundar-mandir dan terlihat seperti orang bingung. Menurut
keluarga pasien juga merasa kecewa karena mendapatkan 2 nilai C pada semester
satu tetapi IPnya masih diatas 3. Menurut keluarga semenjak sakit pasien menjadi
lebih berani terhadap wanita yang dia suka seperti meminta nomor handphone
atau mengikuti wantia tersebut, saat ini pasien belum pernah mempunyai pacar
atau teman wanita yang terlihat dekat. Pasien mengaku suka mendengar suara
seperti bisikan namun tidak jelas seperti suara gemuruh dan pasien merasa punya
kekuatan yang lebih dari orang lain dan percaya akan renkarnasi. Gejala ini
semakin parah dalam 1 minggu ini, sampai keluarga kewalahan untuk
mengawasinya karena pasien tidak bisa dilarang. Selama 1 minggu ini pasien jadi
sulit tidur.
- Suasana Perasaan (mood) : Hipothym
- Afek / Ekspresi Afektif : Menyempit
- Gangguan persepsi halusinasi Auditoris : Pasien mengaku pernah
mendengar suara biskikan yang tidak jelas seperti suara gemuruh.
- Waham : pasien merasa punya kekuatan yang lebih dari orang lain dan
percaya akan renkarnasi
Tilikan 2. Pemeriksaan status internus normal, neurologik normal.

10
VI. EVALUASI MULTIAKSIAL
- Aksis I : Skizofrenia Paranoid
- Aksis II : Tidak terdapat gangguan kepribadian dan retradasi mental
- Aksis III : Tidak terdapat gangguan fisik
- Aksis IV : Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial dan masalah pendidikan
- Aksis V : GAF 70-61 (beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan
dalam fungsi, secara umum masih baik.
VII. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik : Tidak ditemukan kelainan organik atau fisik
B. Psikologik : Waham dan halusinasi auditorik
C. Sosiobudaya : Penyebab steressor akibat adanya hendaya yang berkaitan
dengan kelompok pendukung utama, disini yaitu lingkungan sosial dan
pendidikan.
VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad functionam : Bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

IX. PENATALAKSANAAN
1. Rawat Inap
Dengan indikasi :
o Keluarga tidak sanggup mengawasi pasien di rumah
2. Medikamentosa
o Hari pertama :
 Haloperidol 1amp
 Diazepam 1amp
o Hari kedua dan selanjutnya
 Clozapine 1 x 25mg
 Risperidon 2 x 2mg
 Triheksifenidil 2 x 2mg
3. Nonmedikamentosa
o Psikoterapi suportif
o Psikoedukasi terhadap pasien dan keluarga

11
o Sosioterapi

12
TINJAUAN PUSTAKA

SKIZOFRENIA

Definisi

Skizofrenia adalah kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan kontak
pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan (kepercayaan yang salah), pikiran yang
abnormal dan menggangu kerja dan fungsi sosial
Mengingat kompleksnya gangguan skizofrenia, untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal,
klinisi perlu memperhatikan beberapa fase simptom gangguan skizofrenia, yaitu : fase
prodromal, fase aktif dan fase residual. Hasil akhir yang ingin dicapai adalah penderita
skizofrenia dapat kembali berfungsi dalam bidang pekerjaan, sosial dan keluarga.

Epidemioiogi

Siapa saja bisa terkena skizofrenia, tanpa memandang jenis kelamin, status sosial
maupun tingkat pendidikan. Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi
terentang dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun. Usia
terbanyak berdasarkan statistik adalah 15-30 tahun, dimana gejala skizofrenia mulai muncul
pada umur 20 tahun untuk pria, sedangkan untuk wanita gejala-gejala skizofrenia mulai
muncul pada umur 20 tahun atau awal umur 30 tahun. Namun, pada saat ini juga mulai
dikenal skizofrenia anak (sekitar usia 8 tahun, bahkan ada kasus usia 6 tahun) dan late-onset
skizofrenia (usia lebih dari 45 tahun). Berbagai hal lain yang bisa meningkatkan seseorang
untuk mengidap skizofrenia, yaitu memiliki garis keturunan skizofrenia, terjangkit virus saat
dalam kandungan, kekurangan gizi saat dalam kandungan, stresor lingkungan yang tinggi,
memakai obat-obatan psikoaktif saat remaja, dan lain-lain.
Sementara itu menurut Kaplan, Sadock, & Grebb; Davison & Neale, onset untuk laki laki 15
sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki
laki dibandingkan wanita. Sedangkan onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau setelah
usia 50 tahun sangat jarang terjadi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pria lebih
mungkin memunculkan simton negatif dibandingkan wanita, dan wanita tampaknya memiliki
fungsi sosial yang lebih baik daripada pria.
Pada kesimpulannya individu pada umur berapapun rawan menderita skizofrenia bila faktor
biologis berinteraksi dengan faktor psikologis dan sosial.

13
Prevalensi (kemungkinan terjadi) gangguan skizofrenia dapat dilihat pada daftar di bawah ini:
1. Populasi umum 1%
2. Saudara Kandung 8%-10%
3. Anak dengan salah satu orang tua skizofrenia 12%-15%
4. Kembar 2 telur (dizigot) 12%-15%
5. Anak dengan kedua orang tua skizofrenia 35%-40%
6. Kembar monozigot 47%-50%
.
Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia menderita
penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab umum kematian
diantara penderita skizofrenia, 50% penderita skizofrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali
seumur hidupnya dan 10% berhasil melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya
gejala depresif, usia muda dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi.
Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira kina 30% sampai 50%,
kanabis 15% sampal 25% dan kokain 5%-10%. Sebagian besar penelitian menghubungkan
hal ini sebagai suatu indikator prognosis yang buruk karena penyalahgunaan zat menurunkan
efektivitas dan kepatuhan pengobatan. Hal yang biasa kita temukan pada penderita
skizofrenia adalah adiksi nikotin, dikatakan 3 kali populasi umum (75%-90% vs 25%-30%).
Penderita skizofrenia yang merokok membutuhkan anti psikotik dosis tinggi karena rokok
meningkatkan kecepatan metabolisme obat tetapi juga menurunkan parkinsonisme. Beberapa
laporan mengatakan skizofrenia lebih banyak dijumpai pada orang orang yang tidak menikah
tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa menikah memberikan proteksi terhadap
Skizofrenia.

Etiologi

Model diatesis-stress Menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor psikososial dan
lingkungan. Model ini berpendapat bahwa seseorang yang memiliki kerentanan (diatesis) jika
dikenai stresor akan lebih mudah menjadi skizofrenia.
Faktor Biologi
 Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia,
hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.
14
 Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada
orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada
trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.
 Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala
skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat
reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka
gejala psikotik diredakan.1° Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala
gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.5’7
 Hipotesis Serotonin
Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid diethylamide
(LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Temyata
zatini menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang normal. Kemungkinan serotonin
berperan pada skizofrenia kembali mengemuka karena penetitian obat antipsikotik
atipikal clozapine yang temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT~
lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.57
 Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia
basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal,
ventrikel teilihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi
peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemenksaaninikroskopis dan
jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distnbusi sel otak yang timbul pada
masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah
lahir.

Faktor Genetika
 Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi
umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti
orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang
mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu
dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum.

15
Gambaran klinis

Skizofrenia adalah gangguan jiwa penderitanya tidak mampu menilai realitas (Reality Testing
Ability/RTA) dengan baik dan pemahaman diri (self insight) buruk. Gejala-gejala Skizofrenia
tedapat 4 gejala klinis skizofrenia:
1. Gejala negatif skizofrenia
2. Gejala positif skizofrenia
3. Gejala Prodromal dan Residual
4. Kepribadian Pramorbit Skizofrenia

Gejala Positif
a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal).
Meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun
penderita tetap meyakini kebenarannya.
b. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya
penderita mendengar suara-suara/bis-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari
suara/bisikan itu.
c. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya
kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan
gembira berlebihan.
e. Merasa dirinya "Orang Besar", merasa serba mampu, serba hebat, dan sejenisnya.
f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.
g. Menyimpan rasa permusuhan.

Gejala-gejala positif amat mengganggu lingkungan (keluarga) dan merupakan salah satu
motivasi keluarga untuk membawa penderita berobat.

Gejala Negatif
a. Alam perasaan (affect) "tumpul" dan "mendatar". Gambaran alam perasaan ini dapat
terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
b. Menarik diri atau mengasingkan diri (with-drawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan
orang lain, suka melamun (day dreaming).

16
c. Kontak emosional amat "miskin", sukar diajak bicara, pendiam.
d. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
e. Sulit dalam berpikir abstrak.
f. Pola pikir stereotip.
g. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisiatif, tidak ada
upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba
malas (kehilangan nafsu).

Gejala-gejala negatif seringkali tidak disadari atau kurang diperhatikan pihak keluarga,
karena dianggap tidak "menganggu" sebagaimana halnya pada penderita Skizofrenia gejala
positif. Oleh karenanya pihak keluarga seringkali terlambat membawa penderita untuk
berobat.
Gejala positif baru muncul pada episode akut, sedangkan pada stadium kronis (menahun)
gejala negatif lebih menonjol. Tetapi tidak jarang baik gejala positif maupun negatif saling
berbaur, tergantung stadium penyakitnya.

Gejala Prodromal dan Residual


Sebelum seseorang secara nyata aktif (manifes) menunjukkan gejala-gejala awal yang disebut
gejala prodromal. Sebaliknya bila seorang penderita Skizofrenia tidak lagi aktif menunjukkan
gejala-gejala Skizofrenia, maka yang bersangkutan menunjukkan gejala-gejala sisa yang
disebut gejala residual.
Gejala-gejala prodromal atau residual adalah sebagai berikut:
a. Penarikan diri atau isolasi dari hubungan sosial (withdrawn), enggan bersosialisasi
dan enggan bergaul.
b. Hendaya (impairment) yang nyata dalam fungsi peran sebagai pencari nafkah (tidak
mau bekerja), siswa/mahasiswa (tidak mau sekolah/kuliah), atau pengatur rumah
tangga (tidak dapat menjalankan urusan rumah tangga); kesemuanya itu terkesan
malas.
c. Tingkah laku aneh dan nyata, misalnya mengumpulkan sampah, menimbun makanan
atau berbicara, senyum-senyum dan tertawa sendiri di tempat umum; atau berbicara
sendiri tanpa mengeluarkan suara ("komat-kamit").
d. Hendaya yang nyara dalam higiene (kebersihan/perawatan) diri dan berpakaian,
misalnya tidak mau mandi dan berpakaian kumal (berpenampilan lusuh dan kumuh).

17
e. Afek (alam perasaan) yang tumpul atau miskin, mendatar, dan tidak serasi
(inappropriate), wajahnya tidak menunjukkan ekspresi dan terkesan dingin.
f. Pembicaraan yang melantur (digressive), kabur, kacau, berbelit-belit, berputar-putar
(circumstantial) atau metaformik (perumpamaan).
g. Ide atau gagasan yang aneh dan tak lazim atau pikiran magis, seperti takhyul,
kewaskitaan (clairvoyance), telepati, indera keenam, orang lain dapat merasakan
perasaannya, ide-ide yang berlebihan, gagasan mirip waham yang menyangkut diri
sendiri (ideas of reference).
h. Penghayatan persepsi yang tak lazim, seperti ilusi yang selalu berulang, merasa
hadirnya suatu kekuatan atau seseorang yang sebenarnya tidak ada. Catatan: berbeda
dengan halusinasi, yang dimaksud dengan ilusi adalah pengalaman panca indera
dimana ada sumber atau stimulus, namun ditafsirkan salah.
Baik gejala prodromal maupun gejala residual sebagaimana diuraikan di muka sewaktu-
waktu dapat aktif kembali yang biasanya didahului oleh faktor pencetus, yaitu adanya stresor
psikososial yang merupakan "provokator". Oleh karena itu pemberian obat (psikofarmaka)
sebaiknya jangan terputus dan secara berkala kontrol kepada dokter (psikiater).

Kepribadian Pramorbit Skizofrenia


1. kepribadian paranoid
seseorang yang berkepribadian paranoid menunjukan gejala gejala sebagai berikut :
a. kecurigaan dan ketidak percayaan yang perpasif yang tidak beralasan terhadap
orang lain yang ditunjukan oleh sekurang kurangnya 3 dari 8 hal berikut
- merasa akan ditipu
- kewaspadaan yang berlebihan
- sikap berjaga jaga atau menutupi
- tidak mau dikritik
- meragukan kesetiaan orang lain
- secara intendif dan picik mencari cari kesalahan dan bukti tentang prasangkanya
- perhatian yang berlebihan
- cemburu yang pataologik

b. hipersensitivitas, 2 dari 4 hal berikut


- kecurangan untuk mudah merasa dihina dan diremehkan
- memberas besarkan kesulitan yang kecil

18
- siap mengadakan balasan bila merasa terancam
- tidak dapat santai dan tidak dapat tenang

c. keterbatasan alam perasaan(affective) 2 dari 4 gejala berikut


- penampakan yang dingin dan tanpa emosi, ekspresi wajah yang kosong (bagai
topeng)
- merasa bangga bahwa dirinya selalu objective
- tidak ada rasa humor yang wajar terkesan serius
- tidak ada kehangatan emosional,lembut dan sentimental.

2. kepribadian schizoid
gejala gejalanya adalah sebagai berikut :
a. terdapat ciri emosionala yang tinggi
b. sikap yang acuh tak acuh
c. hubungan dekat hanya satuatau dua orang saja, termasuk keluarganya.

pihak keluarga hendaknya mewaspadai manakala diantara anggota keluarga ada yang
menunjukan gejala gejlaa kepribadian skizoid sebagaimana diuraikan.

3. kepribadian skizopital
gejala gejalanya terdapat 4 dari 8 hal berikut :
a. magical thinking
b. gagasan mirip waham yang menyangkut diri sendiri
c. isolasi social
d. ilusi ayng berulang ulang
e. pembicaraan yang ganjil
f. didalam interaksi dengan orang lain terdapat hubunga yanga kurang memadai
g. kecemasan social
h. kecurigaan atau ide paranoid

4. kepribadian ambang
gejala gejala terdapat 5 dari 8 hal sebagai berikut :
a. impulsivitas atau perubahan yang tidak dapat diduga, msialnya dalam aspek yang
dapat merugikan diri

19
b. ada pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tridak stabil, seperti
perubahan yang hebat dalam sikap, menyanjung, merendahkan , manipulasi
c. kemarahan hebat dan tidak wajar
d. ganguan identitas yang bermanifestasi dalam ketidakpastian mengenai hal hal
yangberkaitan dengan identitas
e. alam perasaan (mood, affect)
f. tidak tahan untuk berada sendirian
g. tindakan yang mencederai diri sendiri
h. perasaan kosong atau rasa bosan yang berkepanjangan

Keempat kepribadian pramorbid sebagai faktor predisposisi bagi munculnya


gangguan jiwa skizofrenia telah diuraikan dimuka, namun meskipun demikian mereka
yang tidak berkepribadian pramorbid tadi tidak berarti tidak akan jatuh sakit. atau,
dengan kata lain seseorang yang semula tidak berkepribadian pramorbid sebagaiman
adiuraikan dimuka, katakanlah kepribadian normal pun dapat juga jatuh sakit
manakala steresor psikososial demikian berat, sehingga yang berangkutan tidak
mampu mengatasinya yang pada gilirannya ia dapat jatuh sakit menderita ganguan
jiwa skizofrenia.

Kriteria Diagnositk

Pedoman Diagnostik PPDGJ-lll


1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda ; atau
- “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya (withdrawal); dan
- “thought broadcasting”= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
b. - “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau

20
- “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk
kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan
khusus);
- “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau mukjizat;
c. Halusinasi auditorik:
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien,
atau
- mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara), atau
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
b. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)

2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
 halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus
menerus;
 arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang
berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
 perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
 gejala-gejala “negative”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan
diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;

21
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)

4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi
sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri
sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

Tipe

Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam
PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi
masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
 Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
 Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling
khas.
 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara
relatif tidak nyata / menonjol.

Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya.
Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan
social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid

22
cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik
paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon
emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.

Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah.
Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-
kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social.
Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap
intak.

2. Skizofrenia Hebefrenik
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
 Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
 Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang
khas berikut ini memang benar bertahan :
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-
absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
- Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)
serta inkoheren.
 Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive)
dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga

23
perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan
tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat
dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar
orang memahami jalan pikiran pasien.
 Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.

3. Skizofrenia Katatonik
 Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
 Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
(f) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh
dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
 Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang
memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
 Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik
untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan
metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan
afektif.
 Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang

24
lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan,
hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).


Seringkali Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam
salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci.
Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau
katatonik.
 Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

5. Depresi Pasca-Skizofrenia
 Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
(a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya); dan
(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria
untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
 Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus
tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

6. Skizofrenia Residual
 Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua :
(a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;

25
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang
(minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;
(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi
kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
 Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang
cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan
social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan
adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan
maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.

7. Skizofrenia Simpleks
 Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
- gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan
- disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu,
tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
 Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia
lainnya.
 Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama
pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan
proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali
terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin
penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari
pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya
menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan
menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.

26
8. Skizofrenia lainnya

9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak
berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
 Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama
gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis
gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kira-
kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan
akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.
 Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat
konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit
mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi
diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat
dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering
merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal.
Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau gangguan
pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma juga
dinamakan skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa lalu.
 Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien
sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat.
Istilah “skizofrenik oneiroid” telah digunakan bagipasien skizofrenik yang khususnya
terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan didalam
dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam
memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala
tersebut.
 Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk “skizofrenia paranoid”. Dalam
pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara

27
progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini
menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan informasi.
 Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan,
fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran dan
psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia, panambivalensi
dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien yang menderita
gangguan kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-
floating) dan yang sering sulit menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien, mereka
jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah.
 Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif
yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya
pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang
relatif baik terhadap pengobatan.
 Skizofrenia tipe II.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative
yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi
pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya motivasi,
anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai dengan
kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap pengobatan.

Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis skizofrenia
adalah:
- Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untuk skizofrenia.
Artinya tidak ada simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap
simptom skizofrenia mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan
syaraf lainnya. Karena itu diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari
pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang
esensial untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.
- Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari

28
perawatan sebelumnya (yang lalu). Bahkan dalam satu kali perawatanpun
diagnosis subtipe mungkin berubah.
- Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang
sosial budaya pasien. Sebab perilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya
tertentu mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain.
Contohnya memakai koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun akan
dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. Selain itu hal yang tampaknya
merupakan gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan intelektual dan
pendidikan pasien

Diagnosis Banding

Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat


Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan medis
psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika psikosis atau katatonia
disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat, diagnosis yang
paling sesuai adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum, atau gangguan katatonia
akibat zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis nonpsikiatrik dapat terjadi awal
dalam perjalanan penyakit, seringkali sebelum perkembangan gejala lain. Dengan demikian
klinisi harus mempertimbangkan berbagai macam kondisi medis nonpsikiatrik dii dalam
diagnosis banding psikosis, bahkan tanpa adanya gejala fisik yang jelas. Pada umumnya,
pasien dengan gangguan neurologist mempunyai lebih banyak tilikan pada penyakitnya dan
lebih menderita akibat gejala psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang
dapat membantu klinisi untuk membedakan kedua kelompok tersebut.
Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga pedoman umum tentang
pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama, klinisi harus cukup agresif dalam mengejar
kondisi medis nonpsikiatrik jika pasien menunjukkan adanya gejala yang tidak lazim atau
jarang atau adanya variasi dalam tingkat kesadara. Kedua, klinisi harus berusaha untuk
mendapatkan riwayat keluarga yang lemgkap, termasuk riwayat gangguan medis, neurologist,
dan psikiatrik. Ketiga, klinisi harus mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi medis
nonpsikiatrik, bahkan pada pasien dengan diagnosis skizofrenia sebelumnya. Seorang pasien
skizofrenia mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita tumor otak yang
menyebabkan gejala psikotik dibandingkan dengan seorang pasien skizofrenik.

29
Berpura-pura dan Gangguan buatan
Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis yang sesuai
pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak menderita skizofrenia.
Orang telah menipu menderita skizofrenia dan dirawat dan diobati di rumah sakit psikiatrik.
Orang yang secara lengkap mengendalikan produksi gejalanya mungkin memenuhi diagnosis
berpura-pura (malingering); pasien tersebut biasanya memilki alasan financial dan hokum
yang jelas untuk dianggap gila. Pasien yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala
psikotiknya mungkin memenuhi diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder).
Tetapi, beberapa pasien dengan skizofrenia seringkali secara palsu mengeluh suatu
eksaserbasi gejala psikotik untuk mendapatkan bantuan lebih banyak atau untuk dapat
dirawat di rumah sakit.

Gangguan Psikotik Lain


Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang terlihat pada
gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan skizoafektif. Gangguan
skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama (durasi) gejala yang
sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada enam bulan. Gangguan psikotik berlangsung
singkat adalah diagnosis yang tepat jika gejala berlangsung sekurangnya satu hari tetapi
kurang dari satu bulan dan jika pasien tidak kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya.
Gangguan skizoafektif adalah diagnosis yang tepat jika sindroma manik atau depresif
berkembang bersama-sama dengan gejala utama skizofrenia.
Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh (nonbizzare)
telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia lainnya atau suatu
gangguan mood.

Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting karena
tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi. Gejala afektif atau
mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala primer. Tanpa adanya
informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau
harus menganggap adanya gangguan mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara
prematur.

Gangguan Kepribadian
30
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri skizofrenia; gangguan
kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian dengan gejala
yang paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala yang
ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset
tanggal yang dapat diidentifikasi.

Penatalaksanaan

 Terapi Somatik (Medikamentosa)


---- Pengobatan farmakologik
1. Indikasi antipsikosis pada skizofernia yang pertma untuk menghilangkan gejala aktif
yang ke dua untuk menjegah relaps
2. Untuk antipsikosis generasi pertama/tipikal, belum ada bukti obat yang satu lebih baik
dari yang lain untuk gejala2 tertentu
3. Pengobatan gejala awal dalam 2-3 minggu pertama, lalu masuk tahap stabilisasi di
minggu ke 4-8 , lalu masuk tahap maintenece pada bulan ke 6
4. Hasil pengobatan akan lebih baik bila antipsikosis diberikan dalam dua tahun pertama
dari penyakit
5. Pada wanita hamil dianjurkan haloperidol
6. Pada pasien dengan efek samping ekstrapiramidal diberi antipsikosis atipik

Obat psikosis tipikal/generasi pertama (gejala EP nyata) (dominan gejala positif)


A. Golongan fenotiazin
Chlorpromazin, Fluphenazine, Perphenazine, Thioridazine
B. Golongan lain
Haloperidol, Dorperidol, Loksapin, Molindon, Thiothixene

bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan


tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama
dapat memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia,
peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat
badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek
samping antikolinergik seperti mulut kering, pandangan kabur, gangguan iniksi, defekasi dan
hipotensi.

31
Obat psikosis atipikal/generasi ke dua (gejala EP minimal) (dominan gejala negatif)
Clozapine, Olanzapine, Risperidon, Quetiapine, Zotepin, Sulpirid
disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja
melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang
menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala
negatif.

Obat psikosis generasi ketiga


Aripriprazole

Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran

No. Nama Generik Sediaan Dosis


1. Klorpromazin Tablet 25 dan 100 mg, 150 - 600 mg/hari
injeksi 25 mg/ml
2. Haloperidol Tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 - 15 mg/hari
5 mg
Injeksi 5 mg/ml
3. Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 - 24 mg/hari
4. Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 - 15 mg/hari
5. Flufenazin dekanoat Inj 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu
6. Levomeprazin Tablet 25 mg 25 - 50 mg/hari
Injeksi 25 mg/ml
7. Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 - 15 mg/hari
8. Tioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150 - 600 mg/hari
9. Sulpirid Tablet 200 mg 300 - 600 mg/hari
Injeksi 50 mg/ml
10. Pimozid Tablet 1 dan 4 mg 1 - 4 mg/hari
11. Risperidon Tablet 1, 2, 3 mg 2 - 6 mg/hari

32
Dosis Rentang
Extrapyramidal Anti Hipotensi ortostatik
ANTIPSIKOSIS Ekivalen Dosis sedasi
Syndrom (EPS) kolinergik
(mg) (mg/hari)
Klorpromazin 200-800 ++
100 ++ ++ +++

Tioridazin
100 150-800 + +++ +++ +++

Flufenazin
2 0,5-40 +++ + + +

Perfenazin
10 8-64 +++ + + +

Haloperidol
2 2-20 +++ + + +

Klozapin
50 200-900 0/+ +++ +++ +++

Olanzapin
5 5-20 0/+ +/++ + +

Quetiapin
75 150-600 0/+ 0/+ + +

Risperidon
2 1-6 0/+ 0/+ + +

+++= tinggi, ++=sedang, +=ringan, 0=tidak berarti

Cara penggunaan

Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.

Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang


dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalen.

Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis
yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan

33
obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis
ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama.

Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:

o Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu

o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam

o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)

o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu
mengganggukualitas hidup pasien. Mulai dosis awal dengan dosis anjuran
dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (mulai peredaan
sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis
optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2
minggu dosis maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi
drug holiday 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4
minggu) stop

Untuk pasien dengan serangan sindroma psikosis multi episode terapi


pemeliharaan dapat diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Efek obat
psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis
terakhir yang masih mempunyai efek klinis.Pada umumnya pemberian obat
psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah
semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat
penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu
2 minggu - 2bulan. Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat
yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga
potensi ketergantungan obat kecil sekali.Pada penghentian yang mendadak
dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu: gangguan lambung, mual
muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda

34
dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM
dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari). Obat anti pikosis long acting
(perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur
makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai
dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi
1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi
stabilisasi danpemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.Penggunaan CPZ
(Chlorpromazine) injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada
waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan
mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM)

Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama

----Newer atypical antipsycotic merupakan terapi pilihan untuk penderita


Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal
dan resiko untuk terkena tardivedyskinesia lebih rendah.6

---Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai


bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti
dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6
minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)

Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)

--- -Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat
penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat.
Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang
ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan
dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain
yang efek sampingnya lebih rendah.

---- Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat
mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4
minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.

--- -Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat


sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya

35
dengan obat obatan yang lain, misalnyaantipsikotik konvensonal dapat diganti
dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycalantipsycotic diganti
dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang
dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.5

Pengobatan Selama fase Penyembuhan

----Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun


setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti
minum obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli
merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat
obat antipsikotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya.
Pasien yang menderita Skizofrenia lebih dari satu episode, atau belum sembuh
total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu
diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering
kekambuhan dan makin beratnya penyakit.

Efek Samping Obat-obat Antipsikotik

----Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama,
sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul.
Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan
antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang
disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan
menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus
bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki.
Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya
benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati
efek samping ini.

----Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi
pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial
grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan
menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita
yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia,

36
dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik
atipikal.

----Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi


seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-
obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis
efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek
sampingnya lebih sedikit.

----Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Skizofrenia yang
memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan
antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.

----Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome,
dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala
ini membutuhkan penanganan yang segera.

 Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku

----Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial


untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri,
latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong
dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan,
seperti hak istimewa. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan
postur tubuh aneh dapat diturunkan.

b. Terapi berorientasi-keluarga

----Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan


dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap
hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam
terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya.
Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak

37
saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu
cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang
sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli
terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi
terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi
keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol,
penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi
keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.

c. Terapi kelompok

----Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,


masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi
secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif.
Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa
persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang
memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya
paling membantu bagi pasien skizofrenia.

d. Psikoterapi individual

----Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam


pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan
menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi
bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang
dialami pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli
terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi
seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.

----Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap
keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan,
atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan
rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan

38
penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
persahabatan yang berlebihan adalahtidak tepat dan kemungkinan dirasakan
sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.

 Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)


----Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan dasar.

----Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan
efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan
penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan.
Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien
tentang skizofrenia.

----Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu


mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit
tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan
rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis
ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan
hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan
kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas
hidup.

Prognosis

Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe


lainnya, prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar
25% pasien dapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali
pada tingkat prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25%
tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk.

39
Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik dan
ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia

1.Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari keluarganya.
jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami Skizofrenia dengan
orang yang normal, karena orang yang mengalami gangguan Skizofrenia mudah
tersinggung.

2.Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang tinggi akan
lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya rendah.

3.Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil pasien
(kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi
mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamine disertai dengan
efek merugikan yang mengganggu dan serius. Namun pasien skkizofrenia perlu
di beri obat Risperidone serta Clozapine.

4.Reaksi Pengobatan

Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat lebih
bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi terhadap
pemberian obat.

5.Stressor Psikososial

Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka akan mempunayi
dampak yang positif, karena tekanan dari luar diri individu dapat diminimalisir
atau dihilangkan. Begitu pula sebaliknya apabila stressor datangnya dari luar
individu dan bertubi-tubi atau tidak dapat diminimalisir maka prosgnosisnya
adalah negatif atau akan bertambah parah.

6.Kekambuhan
penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk.

40
7.Gangguan Kepribadian

Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan kepribadian akan sulit


disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan memiliki peran yang sangat besar
terhadap kesembuhan.

8.Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang lambat dan
akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis yang lebih baik.

9.Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional) mempunyai
prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak
proporsional.

10.Perjalanan penyakit

Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal prognosisnya lebih
baik dari pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.

11.Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih. Hal inilah
yang menunjukkan prognosisnya baik nantinya.

41
Prognosis Baik Prognosis Buruk

1) Onset akut dengan faktor pencetus 1) Onset perlahan-lahan dengan faktor


yang jelas pencetus tidak jelas
2) Riwayat hubungan sosial & 2) Riwayat hubungan sosial dan
pekerjaan yang baik ( premorbid ) pekerjaan buruk ( premorbid )
3) Adanya gejala afektif ( depresi ) 3) Menarik diri , tingka laku yang artistik
4) Subtipe paranoid 4) Tipe Hebepink dan tipe tak
5) Subtipe katatonik tergolongkan
6) Sudah menikah 5) Belum menikah
7) Banyak symptoms positif 6) Riwayat skizofrenia dalam keluarga
8) Kebingungan 7) Adanya gejala neurologik
9) Tension, cemas hostilitas 8) Banyak symptom negatif
9) Tidak ada gejala afektif atau hostilitas
yang jelas

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Agus D, Difungsi kognitif pada skizofrenia, dalam : majalah psikiatri, Jakarta 2005: 51-
67
2. Agus D, Pendekatan holistik terhadap Skizofrenia, dalam majalah psikiatri, Jakarta,
2005:1.
3. American Psychiatric Association, Schizophrenia and other psychotic disorders, in
diagnostic and statistical manual of mental disorders, 4th ed, Washington, DC,
1994:273-286.
4. Buchanan RW, Carpenter WT, Schizophrenia : introduction and overview, in: Kaplan
and Sadock comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia: lippincott
Williams and wilkins :2000: 1096-1109.
5. Gur RE, Gur RC, Schizophrenia: Brain structure and function in: Kaplan and Sadock
Comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia : Lippincott Williams and
wilkins, 2000:1117-1129
6. Hawari, Dadang. 2007. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa: Skizofrenia.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
7. Kaplan, Hl, Sadock BJ, Grebb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis psikiatri, ed 7, vol 1,
1997 : 685-729.
8. Kendler KS, Schizophrenia : Genetics, in : Kaplan and Sadock Comprehensive
textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia: Lippincott Williams and wilkins, 2000:
1147-1169
9. Maramis WF, Skizofrenia, dalam : Catatan ilmu kedokteran jiwa, ed 7, Surabaya, 1998
:215-235.
10. Maslim R, Penggunaan kllnis obat psikotropik, ed 2, Jakarta, 2001 : 14-22.
11. Maslim R, skizofrenla, gangguan skizotipal dan gangguan waham, dalam PPDGJ III,
Jakarta, 1998 :46-57.
12. National Institute of Mental Health, National Institutes of Health, www.nimh.nih.gov,
what is schizophrenia?
13. Norquist GS, Narrow WE, Schizophrenia : Epidemiology, in : Kaplan and Sadock
Comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia : Lippincott Williams and
wilkins, 2000:1110-1117.
14. Sapiie TWA, Patobiologi skizofrenia dan peranan serotonin dalam gejala negatif
skizofrenia, dalam majalah psikiatri, Jakarta, 2007 : 77-89

43
15. Sinaga BR, Skizofrenia dan Diagnosis banding, Jakarta 2007:12-137.
16. Surilena, lntervensi psikososial dalam manajemen skizofrenia, dalam : majalah
psikiatri, Jakarta 2005 :69-83.
17. Umay M. Dja’far Shiddieq. 2008. Ibadah Mahdhah & Ghairu Mhadhah.
http://umayonline.wordpress.com/2008/09/15/ibadah-mahdhah-ghairu-mhadhah/
18. World Health Organization Collaborating Centre for Mental Health and Substance
Abuse, Schizophrenia : General lmformation, Australia, 1997.

44

You might also like