You are on page 1of 5

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien ini adalah


abdominal pain e.c. susp. Apendisitis akut perforasi.

Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien seorang anak laki – laki


usia 13 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri seluruh kuadran abdomen
sejak 1 hari yang lalu memberat siang ini, migrating pain +, nyeri kuadran inguinal
dextra + , anoreksia, nausea, dan vomitus 1 hari yang lalu, febris +, obstipasi dan
meteorismus sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Gejala utama pada apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi
nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di
daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh
karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri
visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara
klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya
akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri
somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat
nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun
berjalan kaki.
Hampir tujuh puluh lima persen penderita disertai dengan vomitus akibat
aktivasi N.vagus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus
hanya sekali atau dua kali.

Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri
dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak
apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum.
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 –
38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Nyeri tekan (+) di seluruh lapang abdomen
terutama kuadran kanan bawah (Mc.Burney sign), Nyeri lepas (+) Psoas sign (+).
Obturator sign (+), Rovsing sign (+), defans muskular (+) di kuadran kanan bawah.
Pada auskultasi didapatkan bising usus (+) menurun.

Hal ini sesuai pada tanda klinis apendisitis akut. Biasanya penderita berjalan
membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung (+) bila terjadi
perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses.

Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc
Burney. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum, Rebound tenderness (nyeri
lepas tekan ) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di
abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya
dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney.

Defans musculer (+) karena rangsangan M.Rektus abdominis. Defance muscular


adalah nyeri tekan kuadran kanan bawah abdomen yang menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietal.

Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita
melakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh
adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang
berlawanan.

Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan
yang terjadi pada apendiks.
Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan
kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan
peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium

Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis,


tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka bunyi peristaltik usus atau tidak terdengar
sama sekali. Rectal Toucher / Colok dubur , nyeri tekan pada jam 9-12. Namun pada
pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan tersebut.

Proses terjadinya appendicitis dapat dilihat pada skema di bawah ini:

Pemeriksaan radiologi yang dapat membantu diagnosis adalah USG, pada kondisi
perforasi gambarannya dapat berupa lesi tubuler dengan air-fluid level di regio iliaca
dextra. Pada pasien ini juga tidak dilakukan pemeriksaan tersebut oleh karena
ketidaktersediaan sarana.

Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukositosis moderat (10.000-


20.000/ µL). Jika leukosit lebih tinggi biasanya dicurigai telah terjadi perforasi. Pada
pemeriksaan urinalisa dapat ditemukan hematuria dan piuria pada 25 % pasien.
Beberapa diagnosis banding appendicitis akut yang perlu dipikirkan, antara lain:
Kelainan bidang gastroinestinal seperti divertikulitis menunjukkan gejala yang
hampir sama dengan apendisitis tetapi lokasi nyeri lebih ke medial. Karena kedua
kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka perbedaannya bukanlah hal
penting.

Kolitis ditandai dengan feses bercampur darah, nyeri tajam pada perut bagian
bawah, demam dan tenesmus. Obstruksi usus biasanya nyeri timbul perlahan-lahan di
daerah epigastrium. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan
timpani, terdengar metalic sound pada auskultasi.

Pada apendisitis akut, abses, dan perforasi diperlukan tindakan operasi


apendektomi cito. Tindakan ini dapat dilakukan melalui laparotomi atau laparoskopi.
Sebelum dilakukan tindakan pembedahan, pasien dianjurkan untuk tirah baring dan
diberikan antibiotik sistemik spektrum luas untuk mengurangi insidens infeksi pada
luka post operasi.

Tindakan yang diberikan pada pasien ini berupa antibiotika cefuroxime 1gr IV,
Ranitidin 50mg IV, paracetamol 600mg/8jam/IV, dan pasien dipuasakan untuk
dilakukan appendektomi cito.

Komplikasi apendisitis yang dapat terjadi adalah Perforasi. Keterlambatan


penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendix akan
mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin
hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan
defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena
ileus paralitik.
Pada pasien ini kemungkinan sudah terjadi perforasi dan peritonitis lokal. Hal ini
ditandai dengan adanya nyeri perut yang sangat hebat di seluruh lapang abdomen
serta peningkatan suhu tubuh terus-menerus. Pada tanda klinis didapatkan
defans muscular lokal di kuadran kanan bawah serta bising usus menurun.
Komplikasi yang lain yaitu peritonitis generalisata dan terbentuknya massa
periapendikular. Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.

Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan
yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul
ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit
hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria,
dan mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen
tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang.

Pada proses operasi pasien ini didapatkan bahwa terdapat cairan bebas pada
rongga peritoneum berupa pus yang berasal dari apendiks yang telah mengalami
perforasi.

You might also like