You are on page 1of 17

STUDI KUALITAS AIR UNTUK PENGELOLAAN TAMBAK

DI KABUPATEN BREBES, PROVINSI JAWA TENGAH

Rezki Antoni Suhaimi*1


1
Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau

Jalan Makmur Daeng Sitakka 129 Maros 90512, Sulawesi Selatan

*E-mail: rezki.antoni.s@gmail.com

ABSTRAK:

Wilayah Kabupaten Brebes terletak di bagian paling barat dari Propinsi Jawa Tengah,
memiliki potensi daerah pantai yang meliputi Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari,
Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Tanjung dan Kecamatan Losari dengan luas lahan
pertambakan 12748.16 Ha, dengan jumlah petambak sebanyak 4.027 orang. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Juli 2012, pengambilan sampel dilakukan di kecamatan yang terletak
di pesisir Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tangah. Pengkuran dan pengambilan contoh air
dilakukan di sungai, laut, saluran dan tambak. Peubah kualitas air yang diukur langsung
dilapangan adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut dan pH, untuk parameter lainnya di analisis
di laboratorium. Seluruh titik-titik pengambilan sampel ditentukan titik koordinatnya dengan
menggunakan Global Position System (GPS). Nilai rata-rata Suhu, salinitas, oksigenterlarut,
pH, NO3, NO2, NH3, PO4, Bahan Organik Total, Muatan Padatan Tersuspensi di air Tambak
Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah berturut-turut: 30,526 oC, 39,779 ppt, 3,896 mg/L,
8,270 mg/L, 0,391 mg/L, 0,059 mg/L, 0,245 mg/L, 0,154 mg/L, 27,515 mg/L, 86,704 mg/L.
secara umum kualitas air tambak di Kabupaten Brebes masih mendukung untuk dilaksanakan
budidaya Udang Windu dan Ikan Bandeng.

KATA KUNCI: Kabupaten Brebes, Kualitas Air, Tambak

PENDAHULUAN

Wilayah Kabupaten Brebes terletak di bagian paling barat dari Propinsi Jawa Tengah
dengan batas sebelah utara Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tegal dan
Kota Tegal, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Banyumas dan sebelah barat
dengan Wilayah Cirebon. Secara Topografis wilayah Kabupaten Brebes memiliki potensi
daerah pantai yang meliputi Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bulakamba,
Kecamatan Tanjung dan Kecamatan Losari dengan luas lahan pertambakan 12748.16 Ha,
dengan jumlah petambak sebanyak 4.027 orang (Anonim, 2011)

Produk yang dibudidayakan di Kabupaten Brebes pada umumnya adalah ikan bandeng
dan udang. Bahkan sekitar tahun 1990-an, usaha tambak Bandeng dan Udang adalah
primadona bagi masyarakat pesisir Kabupaten Brebes. Namun, penggunaan racun yang
berlebihan telah membuat turunnya kualitas tambak di Kabupaten Brebes. Sehingga untuk
selanjutnya budidaya tambak perlu memperhatikan daya dukung lahan. Pengembangan tambak
yang melampaui daya dukung lingkungan akan tentunya akan membuat potensi tambak tidak
akan menghasilkan output yang optimal, dan jika dibiarkan akan mempengaruhi kondisi air dan
tanah pertambakan.

Pengembangan budidaya ditambak masih menemui berbagai masalah di antaranya


adalah tata ruang lahan untuk budidaya ditambak belum ditata dengan baik, sehingga
dibutuhkan informasi tentang kondisi lahan, baik lahan yang telah ada maupun lahan potensial
untuk usaha ekstensifikasi lahan budidaya ditambak.

Menurut Poernomo (1988) untuk meningkatkan penanganan atau dalam upaya


mengembangkan sistem pengelolaan tambak, maka perlu diukur beberapa kriteria yang
meliputi beberapa parameter lingkungan yang berpengaruh dalam pengolahan tambak,
sehingga lahan untuk suatu usaha budidaya ditambak harus memenuhi persyaratan teknis, fisik
dan ekologis. Karena itu sangat penting untuk melakukan perencanaan dalam penetapan suatu
area menjadi lahan tambak dengan cara mengevaluasi tata guna lahan dan kesesuaian lahan
sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal dan tetap ramah lingkungan
Sistem Informasi Geografis merupakan suatu sistem informasi yang mampu
mengintegrasikan berbagai data, baik data spasial maupun nonspasial, melalui berbagai
pengolahan. Teknologi SIG dibutuhkan untuk memperbaiki kesesuaian pengolahan wilayah dan
sekaligus merupakan bahan masukan bagi pengambilan keputusan dalam rangka mendukung
pengembangan wilayah (Puntodewo, 2003).
Anggoro (1983) menyatakan bahwa tambak merupakan suatu ekosistem perairan di wilayah
pesisir yang dipengaruhi oleh teknis budidaya, tata guna lahan dan dinamika hidrologi perairan
di sekitarnya.
Karena organisme yang dibudidayakan ditambak hidup dalam badan air, maka kualitas
air merupakan factor penentu keberhasilan budidaya di tambak. Kualitas air yang baik untuk
buddaya di tambak jika air dapat mendukung kehidupan organisme akuatik dan jasad
makanannya pada setiap stadium pemeliharaan. Peubah kualitas air yang penting untuk
budidaya tambak adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH, kecerahan, NH4 , NO2 , NO3 , PO4
dan padatan tersuspensi (Mustafa A. et. al., 2008).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kualitas perairan di tambak Kabupaten
Brebes Provinsi Jawa Tengah, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan
berkelanjutan terhadap budidaya tambak Udang Windu dan Ikan Bandeng di Kabupaten Brebes
Provinsi Jawa Tengah.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012, pengambilan sampel dilakukan di
kecamatan yang terletak di pesisir Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tangah.
Sumber data yang digunakan adalah Citra ALOS (Advanced Land Observing Satellite)
AVNIR-2 akuisisi 2010, serta peta administratif dari Bakosurtanal.
Pengkuran dan pengambilan contoh air dilakukan di sungai, laut, saluran dan tambak.
Peubah kualitas air yang diukur langsung dilapangan adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut
dan pH dengan menggunakan Hydrolab®Minisonde. Seluruh titik-titik pengambilan sampel
ditentukan titik koordinatnya dengan menggunakan Global Position System (GPS). Contoh air
untuk analisis di laboratorium diambil dengan menggunakan Kmerer Water Sampler dan
direservasi mengikuti petunjuk APHA (2005). Peubah kualitas air yang dianalisis di
Laboratorium BPPBAP di Maros meliputi : NH4, NO3, NO2, SO4, Fe dan padatan tersuspensi
total mengikuti petunjuk mengikuti petunjuk Menon (1973), Parsons et al. (1989), APHA
(2005) serta Sutrisyani dan Rohani (2009).
Analisis dan pengolahan data Sistem Informasi Geografis di Lakukan di Laboratorium
Pemetaan Balai penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros.
Gambar 1. Peta titik-titik pengambilan contoh air di kawasan pertambakan Kabupaten Brebes,
Provinsi Jawa Tengah.

Data kualitas air dianalisis dengan metode statistik klasik untuk mendapatkan minimum,
maksimum, rata-rata, dan standar deviasi berdasarkan petunjuk Sokal dan Rohlf (1981).
Metode Kriging (Morain, 1999) dalam Program ArcGIS 9.3 digunakan dalam interpolasi
terhadap data air yang ada untuk mendapatkan distribusi spasial setiap peubah kualitas air.

HASIL DAN BAHASAN

Kabupaten Brebes merupakan daerah yang memiliki areal tambak terluas diJateng yaitu
seluas 12748.16 Ha, dengan jumlah petani tambak (petambak) sebanyak 4.027 orang (Anonim,
2011). Produk yang dibudidayakan pada umumnya adalah ikan bandeng dan udang. Wilayah
perikanan budidaya tambak di Kabupaten Brebes sepanjang Pantura meliputi 5
kecamatan,yaitu Kecematan Brebes, Wanasari, Bulakamba, Tanjung dan Losari (Gambar. 1).
Windu dan Bandeng adalah komoditas budidaya yang hidup di kolom air, sehingga
kualitas air menjadi faktor yang sangat menentukan dalam kegiatan budidaya. Peubah kualitas
air yang penting untuk budidaya tambak adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH, kecerahan,
NH4 , NO2 , NO3 , PO4 dan padatan tersuspensi (Mustafa A. et. al., 2008).
Kondisi kualitas perairan tambak tentunya tidak lepas terhadap sumber air bagi tambak
(laut dan sungai). Jarak dari sumber air tidak hanya berpengaruh terhadap kuantitas air tetapi
juga kualitas air. Pengaruh jarak dari sumber air terhadap kondisi air tambak, juga ditentukan
oleh kemiringan lereng, elevasi serta perbedaan pasang surut (Mustafa A. et. al., 2008).
Sebagai Negara tropis, iklim juga turut mempengaruhi kondisi kualitas air pada lokasi budidaya.
Akan tetapi perbedaan kondisi kualitas perairan tidak akan terlalu ekstrim walau terjadi
pergantian musim.

Tabel 1. Statistik deskriptif kualitas air di kawasan pertambakan Kabupaten Brebes, {rovinsi
Jawa Tengah
Minimum Maksimum Rata-rata Standar Deviasi
Suhu (oc) 24.310 36.250 30.526 2.374
Salinitas (ppt) 14.810 70.740 39.779 12.476
Do (mg/l) 1.530 7.620 3.896 1.232
pH 6.240 9.590 8.270 6.464
No3 (mg/l) 0.018 4.583 0.391 0.746
No2 (mg/l) 0.000 2.813 0.059 0.307
Nh3 (mg/l) 0.000 1.681 0.245 0.245
Po4 (mg/l) 0.000 1.886 0.154 0.273
Bot (mg/l) 2.528 56.280 27.515 11.569
Tss (mg/l) 2.000 1662.000 86.704 203.848

Suhu

Suhu air yang layak untuk budidaya udang windu berkisar antara 26 oC dan 32 oC dan
optimumnya antara 29 oC dan 30 oC (Rachmansyah et. al., 2010). Lebih lanjut dikatakan bahwa
pada suhu 26 oC – 30 oC pertumbuhan udang windu relatif cepat dengan sintasan yang relatif
tinggi. Suhu air yang baik untuk budidaya bandeng adalah 27 oC – 31 oC. Sedangkan Raharjo
A. B. (2003), dikatakan bahwa udang windu dapat hidup pada suhu 14 oC – 40 oC, tetapi
kisaran optimum untuk pertumbuhannya adalah 26 oC – 32 oC.
Didalam tambak suhu dapat mempengaruhi aktifitas fotosintesa alga serta kelarutan
gas-gas yang berada didalamnya.
Suhu air sangat berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tambak, yang
akibatnya mempengaruhi fisiologis kehidupan organisme budidaya, secara umum laju
pertumbuhan udang akan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu sampai pada batas-batas
tertentu (Iriani, 2004).
Secara umum kondisi suhu pada air tambak Kabupaten Brebes, masih dalam kondisi
yang bias digunakan untuk budidaya Windu dan Bandeng (Tabel 1, Gambar 2)

Gambar 2. Peta distribusi spasial suhu air tambak Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah.

Salinitas

Salinitas adalah jumlah total material padat dalam garam yang terkandung dalam satu
kilogram air laut bila karbonat telah dikonversi menjadi oksida, bromida dan iodida diganti
dengan khlorida dan bahan organik telah dioksidasi secara sempurna (Boyd, 1995).

Udang windu, dan Ikan Bandeng merupakan organisme yang eurihaline, namun karena
dibudidayakan untuk tujuan komersial, maka kisaran salinitas yang optimum perlu
dipertahankan. Udang windu mampu menyesuaikan diri terhadap salinitas 3 – 45 ppt, namun
untuk pertumbuhan optimum diperlukan salinitas 15 -25 ppt, ikan bandeng tumbuh optimum
pada salinitas 15 – 25 ppt (Rachmansyah et. al., 2010).
Dari data pengukuran langsung di air tambak Kabupaten Brebes, diperoleh nilai suhu
yang berkisar antara 18.810 – 70.740 ppt, dengan rata-rata salinitas sebesar 39.779 ppt (Tabel
1, Gambar 3). kadar salinitas rata-rata ini termasuk tinggi untuk budidaya Udang Windu dan
ikan Bandeng. Nilai ini disebabkan pada saat pengukuran, Kabupaten Brebes sedang
mengalami musim kering, sehingga penguapan yang terjadi sangat besar dan tidak sebanding
dengan input air yang masuk ke tambak. Artinya, sirkulasi air tambak sangat dibutuhkan untuk
menjaga nilai sallinitas tambak tetap pada kondisi yang optimal untuk budidaya.

Gambar 3. distribusi spasial salinitas air tambak Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah.

Oksigen terlarut (DO)

Oksigen terlarut sangat esensial bagi pernafasan dan merupakan salah satu komponen
utama dalam metabolisme akuatik. Kebutuhan organism akan oksigen terlarut sangat bervariasi
tergantung pada jenis , stadium dan aktivitasnya. Kebutuhan minimum udang windu akan
oksigen terlarut adalah 2 mg/L. batas oksigen terlarut untuk udang windu adalah 3 – 10 mg/L
dan optimum 4 – 7 mg/L, sedangkan oksige terlarut 3 – 8 mg/L memberikan pertumbuhan yang
baik pada ikan bandeng (Mustafa A. et. al. 2008).
Dengan konsentrasi oksigen terlarut 1-5 mg/L dalam waktu yang sangat lama
menyebabkan pertumbuhan udang windu menjadi lambat, konsentrasi oksigen terlarut 5 mg/L
sampai jenuh adalah kondisi terbaik untuk pertumbuhan udang windu (Boyd, 1995).
Kondisi air tambak Kabupaten Brebes yang mempunyai rata-rata nilai oksigen terlarut
sebesar 3.896 mg/L, tergolong masih memungkinkan untuk dilaksanakannya budidaya di
Tambak Kabupaten brebes. Untuk sebaran dan spasial dari nilai oksigen terlarut air tambak
kabupaten Brebes dapat dilihat pada tabel 1 dan Gambar 4.

Gambar 4. Peta distribusi spasial Oksigen Terlarut (DO) air tambak Kabupaten Brebes,
Provinsi Jawa Tengah.

Derajat keasaman (pH)

Batas toleransi organisme akuatik terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak
faktor, antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas,serta jenis dan stadium organisme. Kisaran
pH yang baik untuk udang windu adalah 7,5 – 8,5 dengan optimum 8,0 – 8,5. Pertumbuhan ikan
bandeng yang baik dijumpai pada pH 7,0 – 8,5 (Mustafa A. et. al., 2008). Pada umumnya pH air
yang baik bagi organism akuatik adalah 6,5 – 9,0, pada pH 9,5 – 11 dan 4,0 – 6,0
mengakibatkan produksi rendah dan jika lebih rendah dari 3,0 atau lebih tinggi dari 11,0 akan
meracuni ikan (Rachmansyah et. al.,2010).
Pengukuran insitu terhadap nilai pH air tambak Kabupaten Brebes menunjukkan nilai
yang netral dan memungkinkan untuk budidaya tambak (Tabel 1, Gambar 5)
Gambar 5. Peta distribusi spasial pH air tambak Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah.

Nitrat (NO3)

Sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik
adalah nitrat (NO3), ammonium (NH4), dan gas nitrogen (N2). Nitrat adalah bentuk utama
nitrogen diperairan alami dan merupakan nutrient utama organisme akuatik. Nitrogen oksida
berupa NO3 terdapat diatmosfer dan selanjutnya turun ke bumi bersama air hujan yang
berdampak pada tingginya kandungan NO3 air pada musim hujan. Air hujan mengandung NO3
sekitar 0,3 mg/L (Effendi, 2003).
Untuk melihat sebaran Nitrat pada ait tambak klabupaten Brebes, dapat dilihat pada
Tabel 1 dan Gambar 6.
Gambar 6. Peta distribusi spasial NItrat (NO3) air tambak Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa
Tengah.

Nitrit (NO2)

Nitrit (NO2) merupakan bentuk peraliahan antara NH3 dan NO3 (nitrifikasi) dan NO3 dan
N2 (denitrifikasi). Seperti halnya NH3, maka NO2 juga beracun pada terhadap ikan, karena
menoksidasikan besi (Fe) di dalam hemoglobin. Dalam bentuk ini kemampuan darah untuk
mengikat oksigen terlarut sangat merosot. Pada udang yang darahnya mengandung tembaga
(Cu) (hemocyanin) terjadi oksidasi Cu oleh NO2 dan memberikan akibat yang sama pada ikan
(Mustafa A. et. al., 2008).
Perairan alami mengandung NO2 sekitar 0,001 mg/L dan sebaiknya tidak melebihi 0,060
mg/L (Effendi, 2003). Diperairan, kandungan NO2 jarang melebihi 1 mg/L. kandungan NO2
yang lebih dari 0,05 mg/L dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik yang sangat sensitif
(Mustafa A. et. al., 2008). Sedangkan di tambak nitrit (NO 2) diatas 0,1 mg/L sudah mengganggu
pertumbuhan udang (Banun S. et. al., 2007).
Pada air tambak Kabupaten Brebes diperoleh nilai Nitrit maksimum sebesar 2.813 mg/L
dengan rata-rata 0.059 mg/L (Tabel 1, gambar 7). Nilai ini masih memungkinkan untuk
dilaksanakannya budidaya Udang Windu dan Ikan Bandeng .
Gambar 7. Peta distribusi spasial Nitrit (NO2) air tambak Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa
Tengah.

Fosfor (PO4)

Fosfor berperan dalam transfer energi di dalam sel, misalnya yang terdapat pada
Adenosine Triphosphate (ATP) dan Adenosine Diphosphate (ADP). Fosfat (PO4) merupakan
bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Kandungan fosfat pada perairan alami
berkisar antara 0,005 – 0,020 mg/L, sedangkan pada air tanah biasanya berkisar antara 0,02
mgL (Effendi, 2003). Kandungan PO4 jarang melebihi 1 mg/L, meskipun pada perairan eutrof.
Kandungan PO4 pada perairan alami jarang melebihi 1 mg/L (Mustafa A. et. al., 2008). Pada
perairan dengan kadar phosphate antara 0,1010 – 0,2000 mg/L menandakan bahwa perairan
tersebut mempunyai kesuburan yang baik sekali (Raharjo A. B. 2003).
Nilai rata-rata kandungan fosfor sebesar 0,154 mg/L menunjukkan bahwa kondisi
kesuburan air Tambak Kabupaten Brebes tergolong baik (Tabel 1, Gambar 8).
Gambar 8. Peta distribusi spasial fosfor (PO4) air tambak Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa
Tengah.

Amonia (NH3)

Amonia dapat berada dalam bentuk molekul (NH3) atau bentuk ion NH4, dimana NH3
lebih beracun daripada NH4 (Poernomo, 1988). NH3 dapat menembus bagian membran sel
lebih cepat daripada NH4. KandunganNH3 0,05-0,20 mg/L sudah menghambat pertumbuhan
organisme akuatik pada umumnya. Apabila kandungan NH3 lebih dari 0,2 mg/L, perairan
bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan (Swayer dan McCarty, 1978). Kandungan NH3 air
tambak di Kabupaten Brebes berkisar 0,000 sampai 1,681 mg/L dengan rata-rata 0,245 mg/L
(Tabel 1, Gambar 9). Chanratchakool et al. (1995) menyatakan bahwa kandungan amonia
yang diperkenankan untuk budidaya udang windu adalah kurang dari 0,1 mg/L. Ikan tidak
dapat bertoleransi terhadap kandungan NH3 yang terlalu tinggi, karena dapat mengganggu
proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat mengakibatkan sufokasi.
Gambar 9. Peta distribusi spasial Amonia (NH3) air tambak pertambakan Kabupaten Brebes,
Provinsi Jawa Tengah.

Padatan Tersuspensi Total

Padatan tersuspensi total dapat mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air.


Konsentrasi padatan tersuspensi total yang disarankan adalah tidak melebihi 1.000 mg/L untuk
menjamin keberhasilan usaha budidaya perikanan (Mustafa A. et. al., 2008).
Padatan tersuspensi total berupa lumpur, pasir halus dan jasad renik yang melayang-
layang di perairan. Pada air tambak kabupaten Brebes, didapat nilai TSS antara 2,000 mg/L
sampai dengan 1662 mg/L dengan rata-rata 86.704 mg/L (Tabel 1, Gambar 10). Jika dilihat
secara umum, air tambak Kabupaten Brebes masih mempunyai nilai TSS yang wajar untuk
budidaya, walau ada beberapa yang mempunyai kadar TSS yang tinggi.
Gambar 10. Peta distribusi spasial Muatan Padatan Tersuspensi (TSS) air tambak
pertambakan Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah.

Bahan Organik Total

Kondisi bahan organik total dalam air tambak Kabupaten Brebes berkisar antara 2,528
mg/L sampai 56,280 mg/L dengan rata-rata sebesar 27,15 mg/L (Tabel 1, Gambar 11).
Bahan organik total dalam tambak dapat berasal dari pakan yang tidak dikonsumsi oleh
organisme yang dibudidayakan, kotoran organisme yang dibudidayakan, kematian plankton
atau tanaman air, dan bahan organik yang masuk pada saat pergantian air. Kandungan bahan
organik total yang melebihi 60 mg/L sudah menunjukkan kualitas air tambak yang menurun
(Mustafa A. et. al., 2008). Bahan organik total merupakan sumber terjadinya senyawa yang
dapat meracuni organisme yang dibudidayakan dalam proses anaerob atau reaksi reduksi. Nilai
bahan organik total yang tinggi akan meningkatkan populasi Vibrio sp. yang menguraikan
sampah organik tersebut. Sulfur reducing bacteria (SRB) merupakan bakteri anaerob yang
hanya mampu menguraikan asam lemak rantai pendek dan alkohol sederhana yang diproduksi
oleh bakteri fermentasi sebagai sumber karbon organik. Selanjutnya hasil fermentasi
ditransportasi menuju zona reduksi sulfat dan bakteri menggunakan sulfat sebagai oksidan
untuk mengoksidasi hasil fermentasi menjadi CO2 dan selanjutnya melepaskan asam sulfida
(H2S) sebagai hasil akhirnya (Boyd, 1995). Asam sulfida dapat menyebabkan warna hitam pada
lumpur yang tidak teroksidasi, sifatnya racun bagi organisme akuatik karena mampu
menyumbat insang (Devaraja et al., 2002).

Gambar 11. Peta distribusi spasial Bahan Organik Total (BOT) air tambak pertambakan
Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pengembangan budidaya ditambak masih menemui berbagai masalah di antaranya


adalah tata ruang lahan untuk budidaya ditambak belum ditata dengan baik, sehingga data
pendukung masih sangat dibutuhkan dalam pengelolaan. Nilai rata-rata Suhu, salinitas,
oksigenterlarut, pH, NO3, NO2, NH3, PO4, Bahan Organik Total, Muatan Padatan Tersuspensi
di air Tambak Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah berturut-turut: 30,526 oC, 39,779 ppt,
3,896 mg/L, 8,270 mg/L, 0,391 mg/L, 0,059 mg/L, 0,245 mg/L, 0,154 mg/L, 27,515 mg/L, 86,704
mg/L. dari data tersebut, secara umum buidaya Udang Windu dan Ikan Bandeng masih
memungkinkan untuk diusahakan. Kabupaten Brebes memiliki potensi luas lahan pertambakan
12748.16 Ha, dengan jumlah petambak sebanyak 4.027 orang (Anonim, 2011). Dari luasnya
tambak tersebut sangat sedikit didapat data mengenai kondisi air tambak secara umum. Untuk
lebih mengoptimalkan data, penelitian lanjutan dilaksanakan agar mewakili musim yang ada di
Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah.

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, S. 1983. Permasalahan Kesuburan Perairan Bagi Peningkatan Produksiikan di


Tambak. Paper Kolokium. Jurusan Ilmu Perairan. Fakultas PascaSarjana. IPB.
Bogor.

Anonim. 2011. Data potensi kelautan dan perikanan kabupaten brebes tahun 2010. Dinas
kelautan dan perikanan kabupaten brebes. Brebes.

APHA (American Public Health Association). 2005. Standard Methods for Examination of
Water and Wastewater. Twentieth edition APHA-AWWA-WEF, Washington, 1185
pp.

Banun S., Arthana W., dan Suarna W. 2007. Kajian ekologis pengelolaan tambak udang di
Dusun Dangin Marga Desa Delodbrawah Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana
Bali. Ecotrophic . 3 (1).: 10 – 15.

Boyd, C.E. 1995. Bottom Soils, Sediment and Pond Aquaculture. Chapman and Hall, New
York, 348 pp.

Chanratchakool, P., Turnbull, J.F., Funge-Smith, S., and Limsuwan, C. 1995. Health
Management in Shrimp Ponds. Second edition. Aquatic Animal Health Research
Institute, Department of Fisheries, Kasetsart University Campus, Bangkok, 111 pp.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 258 hlm.

Irianti D. 2004. Evaluasi kesesuaian lahan pesisir untuk pengembangan budidaya tambak di
kabupaten Purworejo. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.

Menon, R.G. 1973. Soil and Water Analysis: A Laboratory Manual for the Analysis of Soil and
Water. Proyek Survey O.K.T. Sumatera Selatan, Palembang, 190 pp.

Morain, S. 1999. GIS Solution in Natural Resource Management: Balancing the Technical
Political Equation. On Word Press, USA, 361 pp.

Mustafa A., Paena M., Tarunamulia, dan Sammut J. 2008. Hubungan antara faktor kondisi
lingkungan dan produktivitas tambak untuk penajaman criteria kesesuaian lahan:2.
Kualitas Tanah. Jurnal riset akuakultur. 3 (1) hal.105 – 121.

Mustafa A., Hasnawi, Paena M., Rachmansyah. 2008. evsyah. 2008. Evaluasi kesesuaian
lahan untuk budidaya tambak di Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal
riset akuakultur. 3 (2). Hal. 241 - 261.
Parsons, T.R., Maita, Y., and Lalli. C.M. 1989. A Manual of Chemical and Biological Methods
for Seawater Analysis. Pergamon Press, Oxford, 173 pp.

Poernomo A. 1988. Pembuatan Tambak Udang di Indonesia. Departemen Pertanian. Badan


Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Perikanan Budidaya
Pantai. Maros

Puntedewo. A., 2003. Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam.
Centre for International Forestry Research. Jakarta.

Rachmansyah, Mustafa A., dan Paena M. 2010. Karakteristik, kesesuaian lahan dan
pengelolaan lahan tambak di Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. 23 hlm.

Raharjo A. B. 2003. Pengaruh kualitas air pada tambak tidak bemangrove dan bermangrove
terhadap hasil udang alam di Desa Grinting Kabupaten Brebes. Tesis. Universitas
Diponegoro. Semarang.

Sawyer, C.N. and McCarty, P.L. 1978. Chemistry for Environmental Engineering. Third
edition. McGraw-Hill Book Company, New York, 532 pp.

Sokal, R.R. and Rohlf, F.J. 1981. Biometry: The Principles and Practice of Statistics in
Biological Research. Second edition: W.H. Freeman and Co., New York, 859 pp.

Sutrisyani dan Rohani, S. 2009. Panduan Praktis Analisis Kualitas Air Payau. Diedit:
Rachmansyah, M. Atmomarsono, dan A. Mustafa. Cetakan kedua. Pusat Riset
Perikanan Budidaya, Jakarta, 55 hlm.

You might also like